Menu BacaanMu
- Perfect Hero (309)
- Puisi (121)
- My Experience (118)
- Rumah Literasi Kreatif (86)
- Novel MLB (80)
- Cerpen (70)
- Then Love (57)
- Belajar Menulis (52)
- Esai (47)
- Puisi Akrostik (43)
- Artikel (42)
- Review Novel (21)
- Review Drama (18)
- Relima Perpusnas RI (16)
- Ekonomi & Bisnis (9)
- Novel The Cakra (8)
- Wisata (8)
- Aku dan Taman Bacaku (6)
- Review Aplikasi (6)
- Kumpulan Novel (5)
- Novel ILY Ustadz (4)
- Pendamping Nakal (3)
- Biografi Penulis (2)
- Opini (2)
- Daily (1)
- Donasi (1)
- Dongeng (1)
- Komunitas (1)
- Materi Cerdas Cermat (1)
Monday, September 12, 2022
Wednesday, August 17, 2022
Novel "Menikahi Lelaki Brengsek" karya Vella Nine FULL VERSION
Hidup Roro Ayu yang awalnya indah dan baik-baik saja, tiba-tiba berubah jadi malapetaka ketika Nanda (sahabat baik pacarnya) menghamilinya. Persahabatan yang terjalin erat selama bertahun-tahun, berubah jadi permusuhan.
Roro Ayu ditimpa masalah bertubi-tubi. Keluarga yang awalnya harmonis, tiba-tiba dipenuhi api amarah yang tak kunjung padam. Nanda yang tidak pernah bersikap baik pada Roro Ayu, membuat Sonny tak rela melepaskan wanita itu meski sudah menjadi istri dari sahabat baiknya.
Bagaimana Roro Ayu bisa terlepas dari masalahnya? Akankah ia mempertahankan rumah tangganya bersama Nanda atau kembali pada Sonny yang masih sangat ia cintai?
Daftar Bab :
Bab 2 : Bayi yang Tak Diinginkan
Bab 5 : Menolak Pernikahan Kontrak
Bab 6 : Hari Pertama Jadi Mantu
Bab 10 : Nyaman Bersama Mantan
Bab 13 : Pembalasan dari Roro Ayu
Bab 17 : Kerja Keras untuk Cinta
Bab 19 : Tak Mau Melepaskan Dia
Bab 20 : Bolehkah Aku Benci Anak Ini?
Bab 22 : Terancam Direbut Galaxy
Bab 25 : Awal Penderitaan Nanda
Bab 26 : Can't Love, But I Need Him
Bab 29 : Bantuan dari Keluarga Hadikusuma
Bab 30 : The Power of Nyonya Ye
Bab 32 : Dihantui Kenangan Masa Lalu
Bab 38 : Bangkit dari Rasa Sakit
Bab 39 : I am Savage and I Change
Bab 43 : Harapan Besar yang Sirna
Bab 44 : Saran dari Okky dan Nadine
Bab 50 : Menyamar Jadi Pelayan
Bab 51 : Trik Menyelamatkan Ayu
Bab 52 : Hukuman Pertama untuk Ayu
Bab 58 : Perseteruan Nanda dan Andre
Bab 63 : Jarak dan Waktu yang Merenggang
Bab 66 : Pertemuan yang Menyesakkan
Bab 72 : Tantangan untuk Nanda
Bab 73 : Saat Tak Punya Apa-Apa
Bab 74 : Kesalahanmu itu Rindu
Bab 78 : Cinta Adalah Tentang Rasa Takut
Bab 79 : Kehangatan Malam Pengantin
Menikahi Lelaki Br3ngs3k Bab 80 : I Do || a Romance Novel by Vella Nine
Hari-hari berikutnya, Nanda dan
Ayu menjalani hari-harinya dengan bahagia. Setiap hari, Nanda melakukan
rutinitas kesehariannya di kantor. Sementara, Ayu mengisi waktu luangnya dengan
menyibukkan diri menjadi dosen di salah satu universitas ternama di kota
Surabaya.
“Selamat sore, Ibu Dosen ...!
Sudah mau pulang?” sapa Nanda sambil tersenyum manis saat Ayu keluar dari
kelasnya di fakultas bisnis dengan perut yang sudah membesar.
“Sore ...!” balas Ayu dengan
senyum merekah di bibirnya.
Nanda langsung melingkarkan lengannya
di belakang pinggang Ayu. “Gimana kelasmu hari ini? Asyik?”
Ayu mengangguk sambil tersenyum
manis.
“Nggak ada mahasiswa yang
godain kamu ‘kan?” bisik Nanda.
Ayu menggeleng. “Mereka hanya
bercanda sesekali. Nggak godain serius,” jawab Ayu.
“Hmm ... aku nggak mau kalau
harus bersaing sama mahasiswa S2 kamu, ya!”
“Bersaing apaan? Aku ini sudah
bersuami, mana ada mahasiswa yang mau bersaing sama suami sepertimu,” sahut
Ayu.
“Hahaha. Baguslah. Aku sudah
buat janji dengan Nadine sore ini USG. Kita lihat, calon anak kita mukanya
gimana. Kalo cowok, pasti ganteng kayak papanya,” ucap Nanda sambil menggiring
tubuh Ayu ke parkiran dan membawanya masuk ke mobil.
Ayu mengangguk sambil
tersenyum. Sejak dulu, ia ingin memeriksakan kehamilannya bersama Nanda. Namun,
keinginan itu tak pernah tercapai sampai ia melahirkan anak pertamanya. Kali
ini, Nanda yang selalu berinisiatif untuk membawanya pergi ke dokter. Bahkan,
jadwal kontrol kesehatannya pun, tak lepas dari perhatian pria ini.
Beberapa menit kemudian, mobil
Nanda sudah terparkir dengan baik di depan sebuah klinik bersalin milik Dokter
Nadine. Dokter muda yang selalu menjadi favorite para ibu hamil karena terkenal
dengan keramahannya. Selain dinas resmi di salah satu rumah sakit di Semarang,
Dokter Nadine juga membuka praktik dokternya di kota Surabaya. Membuat wanita
itu harus bolak-balik Semarang-Surabaya setiap harinya dan hanya bisa ditemui
sejak sore hingga malam hari jika para ibu hamil kota Surabaya ingin
memeriksakan kehamilannya.
“Selamat sore, Dokter Nadine
...!” sapa Nanda sambil tersenyum ramah.
“Hei ...! Sore ...!” sapa
Dokter Nadine sambil tersenyum manis. Karena Nanda memiliki VIP Card, ia dan
istrinya tak perlu mengambil antrian untuk melakukan pemeriksaan kandungan.
“Gimana kabarnya Ibu Hamil ...?” serunya sambil mengelus-elus perut Ayu yang
sudah membesar.
“Baik. Baik banget,” jawab Ayu
sambil tersenyum manis.
“Udah enam bulan, mau jalan
tujuh bulan, ya?” tanya Nadine sambil memerintahkan asistennya untuk menyiapkan
kebutuhannya.
Ayu mengangguk.
“Kita lihat keadaannya dan
jenis kelaminnya sekaligus, ya! Semoga nggak mirip Nanda, ya!” ucap Nadine
sambil tertawa kecil.
Nanda mendengus kesal ke arah
Nadine. “Anakku ini, Nad! Anakku! Gimana ceritanya nggak boleh mirip aku?”
Nadine terkekeh geli. Mereka
bertiga terus bercanda tawa sembari memeriksa kondisi kandungan Ayu.
Setelah selesai memeriksakan
kandungannya, Nanda mengajak Ayu untuk bersantai di sekitar Pantai Kenjeran
sembari menikmati matahari tenggelam.
Nanda tersenyum sambil menatap
potret bayi perempuan yang ada di dalam perut istrinya. Ia mengambil ponsel,
memotret hasil USG itu dengan latar perut istrinya. Kemudian, memasangnya di
media sosial dengan caption “Always happy until the end, My World”.
“Main medsos?” tanya Ayu sambil
memeluk tubuh Nanda dan menatap layar
ponsel pria itu.
“Hanya posting momen-momen
penting. Supaya bisa diingat lima puluh tahun lagi kalau kita terserang
alzheimer,” ucap Nanda sambil merangkul pundak Ayu.
Ayu tersenyum menatap wajah
Nanda. “Nggak mau fotoin muka aku? Takut fans kamu hilang?”
Nanda terkekeh geli. “Fans
apaan? Nggak ada. Mantan pacar banyak yang stalking. Nanti, mereka sakit hati
kalau aku pasang foto kamu.”
Ayu mengerutkan wajah sambil
menyubit perut Nanda. “Alasan! Bilang aja kalau nggak bisa speak-speak mantan!”
“Hahaha. Nggaklah. Aku nggak
kayak gitu. Ya udah, ayo foto!” ajak Nanda sambil mengarahkan kameranya ke
wajah mereka.
Cekrek!
Nanda mengecup pipi Ayu.
Cekrek!
Nanda mengecup perut Ayu yang
sudah membesar.
Cekrek!
Nanda tersenyum lebar menikmati
potret-potret yang baru saja ia ambil. “Kamu nggak mau pasang di akun media
sosial kamu?”
Ayu menggeleng.
“Kenapa? Kamu culas, hah!?
Kenapa nggak mau pasang?” seru Nanda sambil menggelitiki perut Ayu.
Ayu menggeleng sambil menahan
tawa. “Aku malu sama mahasiswa-mahasiswi aku. Badanku kayak gajah gini.
Menuh-menuhin kamera. Lagian, aku nggak pernah posting kehidupan pribadi. Cuma
materi kuliah doang.”
“Alasan. Bilang aja kalau kamu
takut nggak bisa speak-speak mahasiswa kamu yang ganteng-ganteng?” dengus Nanda
sambil meletakkan keningnya ke kening Ayu.
Ayu tertawa kecil. Ia
mengalungkan lengannya ke leher Nanda dan mengecup lembut bibir pria itu. “Kamu
takut bersaing sama mahasiswa ganteng?”
Nanda menganggukkan kepala.
“Mereka nggak banyak duit kayak
kamu. Mana mungkin aku bisa lebih tertarik sama mereka,” ucap Ayu sambil
menahan tawa.
Nanda mengernyitkan dahi.
“Waktu aku nggak punya apa-apa, kamu tetep mau sama aku karena aku ganteng
‘kan? Bisa aja kamu tertarik sama yang lebih ganteng lagi. Iya ‘kan?”
“Hahaha. Masa aku mau sama
berondong, sih? Nggaklah. Aku tetep sayang sama kamu. Nggak ada yang bisa
gantikan kamu karena aku bukan sekedar sayang, aku juga butuh kamu ada di
sisiku,” ucap Ayu sambil menyentuh lembut pipi Nanda.
Nanda tersenyum sambil mengecup
bibir Ayu berkali-kali. “Janji? Nggak akan ada cowok lain selain aku?”
Ayu mengangguk. “Harusnya aku
yang tanya seperti itu ke kamu. Bukannya kamu yang selalu gonta-ganti pasangan,
hah?”
“Aku sudah tobat, Ay. Lebih
baik jadi mantan anak nakal daripada malah jadi mantan anak baik. Iya, kan?”
“Memang harus tobat karena kamu
akan menjadi seorang ayah dari anak perempuan. Tugas kita jauh lebih berat
untuk mendidik dan merawat dia. Aku yang sudah dilindungi begitu kuat oleh
orang tuaku saja, masih bisa dilahap oleh predator sepertimu,” ucap Ayu sambil
menatap wajah Nanda.
Nanda melebarkan kelopak
matanya. “Kamu ngatain aku predator, hah!? Bukan salahku kalau aku melakukan
itu. Kamu yang terlalu cantik dan seksi, Ay.”
“Aku nggak pernah berpakaian seksi
seperti yang lain, Nan.”
“Kamu tidak pakai pakaian seksi
saja sudah membangkitkan gairahku, Ay. Apalagi pakai yang seksi,” sahut Nanda
sambil menatap gemas ke arah wajah Ayu yang terlihat lebih chubby dan
menggemaskan saat hamil seperti ini.
Ayu terkekeh mendengar ucapan
Nanda. “Kenapa bisa seperti itu?”
“Nggak tahu. Mungkin, karena
Tuhan hanya meletakkan satu orang wanita dari milyaran wanita di dunia ini yang
bisa menggetarkan hatiku,” jawab Nanda.
Ayu tersenyum bahagia sambil
menatap lekat mata Nanda. “Nan, andai apa yang terjadi padaku di masa lalu ...
terjadi juga pada puteri kita di masa depan. Apa yang akan kamu lakukan?”
“Aku akan membunuh laki-laki
yang sudah menyakiti puteri kita!” sahut Nanda tegas.
“Ayah Edi tidak melakukan itu
padamu.”
“Eh!? Itu karena kamu
mencintaiku sejak awal. Iya ‘kan?” tanya Nanda penuh percaya diri.
Ayu tertawa kecil menanggapi
pertanyaan Nanda. “Jadi, kalau puteri kita mencintai pria yang salah ... apa
kita akan membiarkannya hidup dengan pria itu?”
“Ay, aku tahu kamu dosen. Tapi
jangan kasih aku pertanyaan yang susah dijawab, dong!” pinta Nanda sambil
menatap payah ke arah Ayu.
Ayu tertawa kecil dan
menyandarkan kepalanya di pundak Nanda. “Nan, kamu tahu ... ada hal-hal yang
terkadang tidak bisa diterima nalar. Terkadang aku berpikir, bagaimana aku bisa
mencintaimu yang begitu brengsek. Menyakitiku berkali-kali, tapi aku tidak
pernah bisa benar-benar pergi. Dan aku baru sadar bahwa cinta bukan sekedar
menerima kekurangan. Tapi bagaimana kita tetap bertahan, meski harus menahan
jutaan rasa sakit.”
Nanda tersenyum dan membenamkan
bibirnya ke pelipis Ayu. “Maafkan aku, Ay! Aku janji, tidak akan pernah
menyakitimu lagi. Kalau aku melakukannya, kamu boleh bunuh aku saat itu juga.”
“Mati itu terlalu mudah untuk
kamu yang sudah menyakitiku. Kamu harus tetap hidup dan menebus kesalahanmu
sampai mati!” tegas Ayu sambil menatap wajah Nanda.
Nanda mengangguk. “I do,”
ucapnya sambil merangkul pundak Ayu. Menikmati indahnya mentari yang perlahan
kembali ke tempat peristirahatannya. Ia berharap, bisa menjadi pria yang selalu
mencintai Ayu. Melindungi wanita ini dan keluarga kecil yang ia bangun.
Memberikan mereka nafkah, cinta, pendidikan dan jaminan masa depan yang baik.
Sebab, dunianya yang pernah liar adalah bola besar yang ia genggam untuk
menjadi pelindung keluarganya di masa depan.
Hal buruk yang terjadi di masa
lalu adalah pelajaran paling berharga agar kita lebih berhati-hati dalam
bertindak dan mengambil sebuah keputusan. Sebab, ada banyak nasihat di dunia
ini agar kita tidak menyesal. Tapi, penyesalan itu tetap ada dan tidak ada satu
pun manusia yang tidak memiliki penyesalan dalam hidupnya. Kata sesal adalah
sebuah pelajaran paling berharga dalam kehidupan dan mengendalikan tindakan
kita di masa depan.
-TAMAT-
Terima kasih sudah menjadi
sahabat setia bercerita!
Jadikan tulisan ini sebagai
pelajaran hidup bahwa seburuk-buruk manusia, akan ada titik yang akan
membalikkan dan mengubah hidupnya. Dan tidak semua orang memiliki kesempatan
ini. Maka, selagi ada kesempatan ... tanamlah benih kebaikan meski hanya
sebutir benih padi.
Sampai ketemu lagi di
cerita-cerita selanjutnya ...!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
Bab 79 - Candaan Malam Pengantin
“Ay, lain kali jangan candain
aku seperti ini lagi. Aku hampir gila karena kehilangan kamu, Ay,” pinta Nanda
sambil menatap wajah Ayu yang sedang membersihkan riasannya di dalam kamar.
“Aku juga nggak tega lihat kamu
kayak gitu. Idenya Nadine, Okky sama Sonny,” jawab Ayu sembari menengadah
menatap Nanda.
“Sonny tuh memang minta
disepak,” tutur Nanda sambil memperhatikan wajah Ayu. “Belum kelar bersihin
mukanya?”
“Sebentar lagi,” jawab Ayu
sembari mengusapkan kapas ke atas bibirnya.
Nanda tersenyum sembari
menyentuh lembut bibir Ayu. Ia menarik dagu wanita itu dan mengecupnya perlahan.
Tak sabar menunggu wanita ini selesai membersihkan seluruh riasannya.
“Nan, aku masih bersih—” Ucapan
Ayu terhenti saat Nanda kembali menyambar bibirnyakembali. Seluruh tubuhnya
menegang dan ia membalas ciuman Nanda dengan senang hati sembari mengalungkan
lengannya ke leher pria itu.
Semakin lama, ciuman Nanda
semakin dalam. Dengan cekatan, pria itu menggendong Ayu naik ke atas ranjang
tanpa melepas tautan bibirnya.
Desahan lembut mulai keluar dari bibir Ayu. Ia merasa sangat bahagia diperlakukan dengan lembut oleh pria ini.
Beberapa saat kemudian, Nanda menghentikan ciumannya sambil meringis menahan nyeri.
“Nan, kamu kenapa?” tanya Ayu
sambil menangkup wajah Nanda.
“Agak sakit,” jawab Nanda
sambil melihat ke bagian bawah tubuhnya. Entah bagaimana Ayu melakukannya, ikat
pinggang yang ia kenakan sudah terlepas dan risleting celananya pun sudah
terbuka.
“Sakit?” Ayu mengernyitkan
dahi. “Jangan bilang kalau kamu ...?”
“Sejak kejadian itu ... emang
agak sakit kalau tegang,” jawab Nanda.
“Eh!? Jadi ... kita nggak bisa
...?” Ayu menatap wajah Nanda dengan tatapan kecewa.
Nanda tertawa kecil sambil menatap
wajah Ayu yang ada di bawahnya. “Kamu sudah sangat menginginkannya?”
Ayu menggeleng. “Nggak juga.
Kalau kamu nggak bisa, kita tidur aja! Ini sudah larut malam dan kita juga
sudah sama-sama lelah,” jawabnya sambil berusaha mendorong tubuh Nanda.
Nanda langsung mengunci tubuh Ayu agar tidak beranjak sedikit pun dari tempatnya. “Kalau kamu menginginkannya, aku bisa berikan rasa yang lebih enak dari pertama kali kita melakukannya,” bisiknya di telinga Ayu.
Ayu tersenyum sembari menatap lekat wajah Nanda. Tidak ada hal lain yang mampu membahagiakan baginya saat ini ketika bisa kembali ke tempat yang paling tidak dia inginkan, tapi itulah tempat yang dipilihkan Tuhan untuknya. Ia selalu berusaha menolak setiap keindahan yang sedang dihadirkan, sehingga ia selalu merasakan luka.
Hari ini, ia tahu jika seseorang yang ia cari dan inginkan, tidak akan pernah ada dalam hidupnya. Semua akan indah ketika Tuhan yang memilihkan rumah yang tepat untuknya.
“I love you, Ay. Don’t leave me
again!” bisik Nanda sembari mengecup bibir Ayu dan menjatuhkan tubuhnya di samping wanita itu. Ia
memejamkan mata sembari mengatur napasnya.
Ayu tersenyum sambil memperhatikan wajah Nanda. "Nan, kita sudah melewati banyak hal sulit. Berpisah cukup lama dalam kebencian. Kenapa kamu masih mau hidup dengan wanita yang sudah pernah menghancurkan hidupmu?"
Nanda tersenyum sembari mengelus lembut rambut Ayu. "Karena aku tidak pernah bisa lupa bagaimana caramu menghancurkan hidupku, Ay. Tidak ada hal lain yang bisa kulakukan untuk membalasnya selain membuatmu hidup bersamaku selamanya."
"Maksudmu? Kamu lagi balas dendam ke aku?" tanya Ay dengan kening berkerut.
Nanda mengangguk. "Balas dendam terbaikku adalah mencintaimu selamanya."
"Gombal!" Ayu segera menarik selimut, menutup tubuhnya dengan rapat dan
berbalik membelakangi Nanda.
Nanda menahan tawa sambil
melihat tubuh Ayu yang ada di bawah selimut. “Ay ...!” panggilnya lirih.
“Ay ...!” panggil Nanda lagi
sambil menggoyang-goyangkan tubuh Ayu.
“Aku ngantuk. Mau tidur!” seru
Ayu.
Nanda tertawa kecil dan memeluk tubuh Ayu yang ada di dalam selimut. “Aku rela jadi bodoh asalkan bisa memelukmu seperti ini setiap hari. Asal aku bisa dengarkan omelanmu, bisa mendengar kamu mendebatku dan ... bisa menikmati dengkuranmu setiap malam,” ucapnya sambil tersenyum manis.
“Memangnya aku tidur
mendengkur?” tanya Ayu.
Nanda mengangguk sambil
mengeratkan pelukannya dengan mata terpejam. Ia terus memeluk tubuh Ayu dengan
erat hingga ia terlelap dalam kehangatan bersama wanita itu.
...
Tiga bulan kemudian ...
Sepulang dari kantor, Nanda
melenggang ceria memasuki rumahnya sambil memanggil nama Ayu. “Ay, aku udah
beliin testpack yang kamu pesan. Cepet pake, ya!” Ia meletakkan kantong kresek
ke atas meja dapur.
“Banyak banget? Kamu beli
testpack atau beli keripik?” Ayu menaikkan alis saat membuka kantong tersebut
dan mendapati ada banyak testpack di dalamnya.
“Biar akurat aja hasilnya kalau
testpack-nya banyak, Ay. Kali aja ada yang error.”
Ayu menghela napas sambil
menatap serius ke arah Nanda. “Satu aja cukup kali, Nan. Selebihnya, bisa
periksa ke dokter. Itu lebih akurat. Kayak gini namanya pemborosan!”
“Jadi, gimana? Aku jual lagi
testpack-nya?” tanya Nanda.
Ayu memutar kepala sambil
menarik kantong kresek tersebut. “Siapa yang mau beli testpack?” Ia segera mematikan
kompor dan masuk ke dalam kamar mandi.
Nanda tertawa kecil sambil
mengikuti langkah Ayu. Ia berdiri di sebelah pintu kamar mandi, menunggu hasil
testpack yang sudah dibawa masuk oleh Ayu.
“Ay, udah, belum? Lama banget?”
seru Nanda sambil menatap daun pintu kamar mandi.
“Gimana nggak lama kalau kamu
belikan testpack sebanyak ini?” sahut Ayu berseru.
“Pakai satu aja, Ay!”
“Lain kali, kamu belinya juga
satu! Nggak usah buang-buang duit!” seru Ayu.
“Siap, Ibu Bendahara!” sahut
Nanda sambil tersenyum. Ia tidak sabar menunggu Ayu keluar dan sangat berharap
kalau istrinya itu bisa segera hamil. Kali ini, ia benar-benar merasa bahagia
jika bisa menjadi seorang ayah sungguhan. Ia berjanji, tidak akan
menyia-nyiakan anaknya seperti bagaimana Axel Noah saat berada dalam kandungan
Ayu.
Ia benar-benar menyesal karena
ia tidak pernah bisa menghargai apa yang sudah ia miliki di masa lalu. Jika
waktu bisa kembali, ia ingin kembali ke titik di mana ia pertama kali mengenal
Ayu dan menjatuhkan hatinya ke tempat terdalam yang ada di dalam diri Ayu.
Sebab, cinta itu bukan melulu soal gengsi dan minder. Tapi tentang sebuah
keberanian melawan keputusan semua orang yang menganggapnya bersalah, padahal
itu adalah jalan terbaik yang ia pilih.
((Bersambung ...))
Bab 78 - Cinta Adalah Tentang Rasa Takut
“Saya terima nikah dan kawinnya
Raden Roro Ayu Rizki Prameswari binti Raden Mas Edi Baskoro Hadiningrat dengan mas
kawin uang tunai sebesar lima ratus ribu dollar dibayar tunai ...!” ucap Nanda
tegas sembari menjabat tangan penghulu yang membimbing hari pernikahannya
dengan Roro Ayu.
SAH!
SAH!
SAH!
“Alhamdulillah ...!”
Semua orang ikut tersenyum lega
saat Nanda bisa mengucapkan ijab kabul dengan baik di hadapan penghulu yang
menikahkannya dengan Ayu.
Air mata Ayu menetes perlahan. Meski
ini pernikahan yang kedua kalinya, tapi ia tetap saja tidak bisa menahan rasa
haru ketika Nanda benar-benar mengucapkan ijab kabul dari hatinya sendiri.
Bukan dengan cara terpaksa seperti yang sudah terjadi pada pernikahan
sebelumnya.
Bunda Rindu langsung memeluk
tubuh Ayu dan menangis sesenggukan. Banyak hal yang telah membuat puterinya itu
sakit dan Ayu tetap memilih untuk mencintai Nanda. Hati seorang wanita bisa
begitu sabar dan setia pada pria yang pernah menyakiti. Dan ia kagum pada
puterinya sendiri karena mau membuka hati dan memberikan kesempatan untuk
Nanda, pria yang pernah menghancurkan kehidupannya di masa lalu dan menciptakan
dendam antara keluarga ini.
“Ay, selamat, ya ...!” ucap
Nadine sambil tersenyum meski air matanya ikut menetes. “Semoga kalian selalu
bahagia, langgeng sampai maut memisahkan!”
Ayu mengangguk sambil memeluk
erat tubuh Nadine. “Makasih banyak, Nad. Kamu udah jauh-jauh mau datang ke
acara pernikahan aku.”
Nadine mengangguk sambil
tersenyum manis. Ia mengusap air mata Ayu yang membasahi pipi indah itu. “Ini
hari bahagia kamu. Jangan nangis, ya!” ucapnya.
Ayu mengangguk sambil tersenyum
manis. Ia menoleh ke arah Nanda yang sudah berdiri tersenyum sambil menatapnya.
Nanda mengulurkan telapak
tangannya ke arah Ayu dan merangkul mesra pinggang wanita itu. “Ay, terima
kasih sudah bersedia kembali menjadi istriku, menjadi calon ibu dari
anak-anakku kelak,” ucapnya sembari mengecup punggung tangan Ayu. Ia beralih
mengecup kening Ayu dan menjalankan bibirnya hingga bermuara ke bibir lembut
wanita itu.
Ayu memejamkan mata perlahan.
Merangkul pundak Nanda sembari menikmati sentuhan lembut pria itu bersama
iringan musik piano yang begitu romantis dan nyaman di telinganya.
Beberapa jam kemudian,
tamu-tamu undangan sudah mulai kembali ke rumah mereka masing-masing.
Nanda mengempaskan tubuhnya ke
kursi pengantin sambil bernapas lega karena para tamu sudah pergi dan ia bisa
segera menikmati malam pengantinnya berdua dengan Ayu saja. “Akhirnya ... kelar
juga. Pegel banget!” keluhnya.
“Udah waktunya istirahat. Aku
ke kamar duluan, ya! Masih harus bersihin make-up dulu sama tim WO,” tutur Ayu
sambil menatap wajah Nanda.
Nanda mengangguk. Ia membiarkan
Ayu pergi ke kamar pengantin mereka. Sementara, ia memilih untuk bergabung di
meja sang papa dan ayah mertua yang sedang sibuk membicarakan bisnis dan
terlihat sangat akrab.
Beberapa menit kemudian, Nanda
memilih untuk berpamitan karena tubuhnya sudah sangat lelah dan matanya
terserang kantuk berat.
“Sudah pernah malam pertama,
masa ya masih buru-buru?” goda Edi Baskoro sambil menatap tubuh Nanda yang baru
saja bangkit dari kursi.
“Hehehe. Ini bukan masalah
malam pertama, Ayah. Masalahnya, aku memang sudah lelah duduk di pelaminan
seharian,” ucapnya. Ia menunduk hormat dan segera pergi ke kamar Ayu yang ada
di dalam keraton tersebut.
Nanda mengerutkan dahi saat
masuk ke kamar Ayu dan tak menemukan siapa pun di sana.
“Ay ...! Ayu ...!” panggil
Nanda sambil melangkah menyusuri setiap inchi lantai ruang kamar Ayu yang
besar. Matanya langsung teralihkan pada kain putih yang tersangkut di jendela
dan tercium bau anyir darah. Buru-buru, ia menyalakan semua lampu dan menatap
potongan gaun pengantin milik Ayu sudah berlumuran darah.
“Ay, kamu di mana!?” teriak
Nanda. Ia langsung membuka pintu jendela kamar Ayu dan bercak darah juga ada di
sekitar luar bangunan itu. Dengan cepat, Nanda berlari keluar dari dalam kamar
sembari membawa potongan gaun milik Ayu yang penuh darah.
“Ayah ...! Tolong ...!” Nanda
menghampiri Edi Baskoro dan semua keluarga yang ada di sana dengan napas
tersengal.
“Ada apa?” tanya Edi Baskoro
sambil menatap wajah Nanda.
“Ayu hilang,” jawab Nanda
sambil berusaha mengatur napasnya. Ia menunjukkan kain potongan gaun pengantin
di tangannya yang berlumuran darah. “Gaun pengantinnya berdarah. Apa ada
penyusup yang masuk ke keraton ini dan membunuh istriku? Ayah, harusnya tempat
ini aman ‘kan?”
Edi Baskoro melebarkan kelopak
matanya dan bangkit dari kursi. Ia langsung memerintahkan seluruh pengawal
istana untuk mencari keberadaan puteri mahkota mereka.
Nanda memukul tiang pilar
dengan kesal sembari memeluk kain gaun milik Ayu. Perasaannya tak karuan
melihat banyak darah yang tertinggal. Semua bayangan buruk tentang Ayu memenuhi
otaknya hingga membuat lututnya tak bisa berdiri tegak.
“AARGH ...! Roro Ayu ... jangan
tinggalin aku!” teriak Nanda histeris sambil memeluk potongan gaun pengantin
Ayu seperti sedang memeluk seorang bayi mungil. Ia benar-benar takut kehilangan
wanita yang baru ia nikahi beberapa jam lalu. Banyak hal yang telah mereka
korbankan untuk bisa bersatu kembali dan Tuhan masih saja membuat mereka harus berpisah
dengan cara yang begitu keji.
Nanda terus menangis
sesenggukan di halaman dalam keraton tersebut dan tidak tahu harus bagaimana
lagi menghadapi kemungkinan buruk yang terjadi pada istrinya itu. Ia
benar-benar tidak siap kehilangan karena belum sempat membuat wanitanya itu
hidup bahagia.
Sementara itu ... dari lantai
tiga menara keraton tersebut. Sepasang mata Ayu menikmati tubuh Nanda yang
sedang meratap karena kehilangan istrinya.
“Ay, lucu ‘kan? Mampus tuh
Nanda! Hihihi.” Rocky terkekeh geli sambil menatap kamera video di ponselnya
yang sudah aktif sejak tadi.
“Sonny, Okky, Nadine ...! Aku
nggak tega lihat Nanda kayak gitu. Kalian ngerjainnya keterlaluan tahu,” ucap
Ayu sambil menatap wajah beberapa groomsman dan bridesmaid yang bersamanya.
“Sst ...! Biarkan dulu! Sampai
kita puas nontonin wajah payah dia,” sahut Rocky sambil menahan tawa. “Son,
Sonny ...! Udah disiapkan kembang apinya?”
Sonny mengangguk. Ia dan
beberapa saudara sepupu Ayu, sudah bersiap meledakkan kembang api di tangan
mereka masing-masing.
“Aku hitung mundur, ya!” ucap
Rocky dengan suara setengah berbisik. “Tiga ... dua ... satu ...!”
DUAR ...!
DUAR ...!
DUAR ...!
Percikan indah kembang api
tiba-tiba menghiasi tempat tersebut. Di saat bersamaan, lampu-lampu di sekitar
menara menyala terang satu per satu dan tubuh Ayu yang masih dibalut gaun
pengantin, terlihat begitu jelas dada di atas sana.
Nanda langsung menengadahkan
kepalanya menatap menara keraton yang ada di sana. “AYU ...!” teriaknya sambil
mengucek matanya sendiri. “Itu Ayu atau bukan, sih? Aku nggak halusinasi ‘kan?”
gumamnya.
Ayu tersenyum lebar sambil
melambaikan tangannya ke arah Nanda.
Nanda langsung tersenyum lebar.
Ia langsung berlari menghampiri menara tersebut dan naik ke atas dengan cepat.
Menghampiri Ayu yang berada di balkon lantai tiga menara bersama para
pendamping pengantin.
“Ay, ini beneran kamu ‘kan?”
Nanda langsung memeluk erat tubuh Ayu dan memeriksa seluruh tubuh wanita itu.
“Gaun kamu nggak rusak?”
Ayu menggelengkan kepala sambil
tersenyum manis. “I’m fine and wanna be with you.”
“Ini ...?” Nanda menunjukkan
potongan gaun pengantin yang sudah berlumuran darah.
“Sengaja kami siapkan buat
ngerjain kamu,” jawab Nadine sambil tersenyum manis.
“Kalian ...!?” Nanda mendengus
kesal ke arah semua pendamping pengantin yang berhasil mengerjai dirinya.
“Kalian sukses bikin pengantin nggak bisa hidup lagi, ya!” umpatnya kesal
sambil melemparkan potongan gaun berlumuran darah itu ke bawah menara begitu
saja.
Nanda langsung memeluk erat
tubuh Ayu. Mengangkat dan memutarnya dengan gembira. “Aku udah takut banget
kehilangan kamu, Ay. Lain kali, bercandanya jangan kayak gini. Ini nggak lucu!”
“Lucu, Nan. Aku lihat muka kamu
nangis, lucu banget! Asli. Ini lucu!” sahut Rocky sambil menunjukkan rekaman
video yang ia ambil.
“Hapus, nggak!?”
“Nggak. Weee ...!” Rocky
menjulurkan lidah dan bergegas berlari dari tempat tersebut bersama dengan yang
lainnya.
Nanda tersenyum kecil dan
menggenggam kedua tangan Ayu. “Ay, aku bener-bener takut kehilangan kamu. Demi
apa pun, kamu nggak boleh pergi atau mati sebelum aku bisa membahagiakan kamu.
Oke?”
Ayu mengangguk sambil tersenyum
manis. Ia mengecup lembut bibir Nanda dan pria itu membalasnya penuh
kehangatan. Hari ini ... ia merasa menjadi wanita yang sempurna karena berhasil
membuat Nanda, menangis sesenggukan saat kehilangan dirinya.
Mereka ingin, cinta bisa terus
seperti ini. Bisa terus merasa takut. Sebab, cinta adalah tentang rasa takut. Takut
kehilangan, takut tak bisa membuat bahagia, takut berada jauh di sisinya dan
takut menjadi lebih buruk dari hari ini.
((Bersambung...))
Terima kasih sudah menjadi
sahabat setia bercerita!
Ada yang request malam pertama
mereka untuk ditulis?
Kalau nggak ada, author
skip-skip aja, ya!
Hehehe.
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
Bab 77 - Sebelum Pernikahan
Jalanan kota Solo yang basah
oleh embun pagi, mulai menghangat dan langkah kaki penghuni kota itu mulai
ramai. Keraton Kesultanan Surakarta dan masyarakat di sekelilingnya disibukkan
dengan persiapan pernikahan Puteri Mahkota keraton tersebut.
“Bunda, apakah pernikahanku
harus seberlebihan ini?” tanya Ayu sambil menatap wajah Bunda Rindu.
Bunda Rindu tersenyum sambil
merangkul tubuh Ayu. “Bunda tahu, kamu selalu menyukai hal yang sederhana. Tapi
ini semua keinginan masyarakat sekitar. Mereka sangat mengenalmu dan meminta
untuk mengadakan pesta rakyat. Ay, kamu ini puteri mahkota di keraton ini. Saat
ayahmu tutun tahta, kamu dan keturunanmu yang harus menggantikannya. Semua
warga di sini mencintai dan membutuhkanmu. Jangan kecewakan mereka, ya!”
ucapnya lembut.
Ayu mengangguk. Ia mengedarkan
pandangannya menatap begitu banyak abdi dalem dan masyarakat sekitar yang
antusias menyambut pesta pernikahannya.
“Aku dengar, calon suami Ndoro
Puteri itu orang biasa saja. Bukan dari keluarga bangsawan. Kalau gitu, rakyat
jelata seperti kita juga punya kesempatan mempersunting wanita dari keluarga
bangsawan,” ucap salah seorang pria yang berdiri membelakangi Ayu sambil
memperbarui cat tembok keraton tersebut.
“Ndul, memang bukan dari
keluarga bangsawan, tapi dari keluarga pengusaha kaya raya. Kamu ndak lihat
undangannya itu namanya bagus banget? Perdanakusuma. Yang namanya kusuma-kusuma
gitu, mesti bukan orang-orang biasa,” sahut pria di sebelahnya lagi.
Ayu menahan tawa mendengar
ucapan orang-orang di sekelilingnya yang sibuk membicarakan dirinya.
“Kakak Ayu ...!” seru beberapa
anak kecil yang berlari berhamburan menghampiri Ayu dengan setangkai mawar
merah di tangan mereka masing-masing. “Selamat menempuh hidup baru! Semoga
bahagia dan selalu sayang kami semua!” ucap mereka serentak.
Ayu tersenyum sambil berjongkok
menatap anak-anak kecil yang mengulurkan bunga mawar untuknya. “Anak-anak
pintar. Siapa yang suruh kalian ke sini?” tanya Ayu.
“Kakak itu ...!” Mereka semua
langsung menunjuk serentak ke arah Nanda yang sudah berdiri di seberang jalan.
Jelas sekali senyum di bibirnya merekah indah menatap Ayu dari kejauhan.
Ayu langsung tersenyum lebar
sambil menatap Nanda yang berdiri di seberang sana. Besok, mereka akan
melangsungkan pernikahan. Nanda dan keluarga besarnya sudah bersiap dan tinggal
di salah satu hotel yang letaknya tak jauh dari keraton tersebut. Karena ini
adalah pernikahannya yang kedua, Ayu tidak harus menjalani tradisi pingitan
yang begitu tertutup. Ia masih bisa menikmati udara segar di luar, hanya saja
tidak boleh bertemu secara langsung dengan pria itu.
Bunda Rindu menghela napas
melihat Ayu dan Nanda yang saling melambaikan tangan meski posisi mereka berada
di seberang jalan. “Ayu, baru berapa hari nggak ketemu sama dia, udah kangen?”
Ayu menoleh ke arah Bunda
Rindu. “Bunda bisa aja. Oh ya, Nadine bakal datang ke acara pernikahan aku atau
nggak, ya?”
“Kamu udah kabari dia?” tanya
Bunda Rindu balik sambil merangkul lengan Ayu dan membawa puterinya itu masuk
ke dalam keraton.
Ayu terus menoleh ke belakang
meski langkah kakinya maju ke depan. Ia menatap Nanda yang terlihat begitu
kecewa karena Bunda Rindu membawanya masuk.
“Bunda, Ayu boleh ketemu Nanda
sebentar aja?” tanya Ayu.
“Nggak usah. Besok juga
ketemu,” jawab Bunda Rindu sambil melangkahkan kakinya.
“Tapi ... kasihan dia yang udah
jauh-jauh datang ke sini, Bunda.”
“Biarkan saja! Dia sudah sangat
rindu padamu, Ay. Lihat saja wajahnya! Kalau kamu menemuinya hari ini, besok
wajahnya akan biasa saja karena rindunya sudah terobati,” ucap Bunda Rindu.
“Oh, gitu?” tanya Ayu sambil
tertawa kecil. “Leluhur memang sengaja menyiksa generasi penerusnya?”
Bunda Rindu terkekeh mendengar
ucapan Ayu. “Dua orang yang saling mencintai, ada kalanya harus berpisah.
Supaya tahu bagaimana cara mengungkapkan rindu saat bertemu.”
“Bunda sama ayah juga dulu
seperti itu?” tanya Ayu sambil menatap wajah Bunda Rindu.
Bunda Rindu menganggukkan
kepala. “Bunda harus dipingit selama empat puluh hari sebelum pernikahan. Tidak
boleh bertemu dan berkomunikasi dengan ayahmu. Kamu bayangkan sendiri gimana
rasanya? Pasti kangen banget ‘kan?”
Ayu mengangguk sambil tertawa
kecil. Ia terus bercengkerama bersama sang bunda. Menceritakan banyak hal
tentang masa lalu dan detail pernikahan Ayu agar semuanya terlihat sempurna,
tidak mengecewakan semua orang yang akan datang ke pesta tersebut.
...
Keesokan harinya ...
Nanda menarik napas dalam-dalam
sambil menatap dirinya di depan cermin. Setelan jas warna cream dengan lis
warna cokelat, sudah ia kenakan dan membuat tampilannya jauh lebih segar dari
biasanya.
“Udah siap?” tanya Nia sambil
melangkah masuk ke dalam kamar Nanda.
Nanda mengangguk. “Gimana?
Ganteng, nggak?”
“Ganteng, dong!” ucap Nia
sambil tersenyum menatap wajah Nanda.
Nanda tersenyum lebar dan
merapikan kembali jasnya yang sudah rapi.
“Nan, kamu jaga baik-baik
pernikahanmu kali ini, ya!” pinta Nia sambil menyentuh lengan Nanda.
Nanda mengangguk sambil
tersenyum menatap Nia.
“Baik atau buruknya rumah
tangga, semua tergantung suami sebagai pemimpin. Kalau istri salah, ingatkanlah
dan kembalikan ke jalan yang baik. Kalau kamu yang salah, kamu harus berani
untuk mengakui dan meminta maaf,” ucap Nia sambil menatap wajah Nanda. “Kamu
boleh egois di depan semua orang, tapi tidak boleh egois demi kebaikan rumah
tanggamu di masa depan.”
“Iya, Ma. Aku pasti ingat semua
nasehat Mama,” balas Nanda sambil mengecup pipi Nia. Ia merangkul tubuh wanita
yang telah melahirkannya itu dan bergegas keluar dari kamar hotel tersebut.
Nia tersenyum bangga menatap
Nanda yang kini telah banyak berubah. Ada hal yang tidak bisa dikendalikan
dengan ucapan. Ada keburukan yang tidak bisa diubah hanya dengan nasehat. Roro
Ayu, telah mengubah hidup puteranya dengan rasa sakit bertubi-tubi. Menjatuhkan
keluarga mereka sejatuh-jatuhnya, tapi tetap menerima semua sifat buruk Nanda
... kemudian mencintainya lagi.
Nanda tersenyum sambil menatap
semua orang yang sudah bersiap mengantarkannya memasuki keraton tempat Ayu
dilahirkan. Mobil-mobil sudah dihias dengan bunga khas pengantin di depannya
dan semua orang sudah menyiapkan banyak hadiah mahal untuk keluarga mempelai
wanita.
Mereka semua bergegas pergi
menuju Keraton Kesultanan Surakarta. Keraton yang hampir tidak pernah dibuka
dan tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang. Tapi kali ini ... para tamu
undangan masuk ke dalam keraton tersebut. Juga dengan masyarakat sekitar, meski
dengan pengawalan ketat.
“Nan, aku nggak nyangka kalau
cowok brengsek kayak kamu bisa dapetin tuan puteri dari keluarga bangsawan
kayak gini,” bisik Rocky yang ikut mengantarkan Nanda ke acara pernikahannya.
“Emang sekarang lagi nge-trend
menikahi wanita dari anak orang kaya raya. Biar ikutan kaya juga,” sahut Angga
yang juga ada di sana.
“Apalagi kalau hamilin anaknya
orang kaya, udah pasti dinikahkan,” sambar Sonny lagi.
“Tapi anak orang kaya yang
lemah. Jangan anak orang kaya yang kuat! Yang ada, kita malah dihancurin.
Tinggal nama doang, hahaha.” Okky tergelak sambil merangkul Sonny yang ada di
sana.
“Hahaha. Hancur satu burung dan
dua telurnya!” Angga menimpali.
“Kalian ini apaan, sih!? Calon
pengantinnya dikata-katain! Nyesel aku milih kalian jadi groomsman!” seru Nanda
sambil menahan kesal.
“Hahaha.” Rocky dan yang
lainnya tergelak mendengar ucapan Nanda. Mereka kembali memasang wajah serius
saat pintu besar aula utama keraton tersebut terbuka dan mereka semua disambut
dengan tari-tarian tradisional yang sudah disiapkan untuk menyambut kedatangan
pengantin pria.
Nanda langsung tersenyum lebar
saat melihat Roro Ayu sudah berdiri di atas pelaminan yang berada beberapa
meter darinya. Melihat wanita itu dari kejauhan saja, sudah berhasil membuat
senyum di bibirnya merekah.
“Ya Tuhan, ternyata istriku cantik
banget!” gumamnya dalam hati dengan perasaan tak karuan. Meski berusaha untuk
terlihat biasa saja, rasa gugupnya tetap tak bisa disembunyikan dari mata semua
orang. Terlebih, keringat menetes perlahan dari sudut-sudut keningnya meski
aula megah itu sudah full AC.
((Bersambung...))
Karena Roro Ayu nggak demen
pakai make-up dan selalu natural. Nanda sampai nggak menyadari kalau istrinya
itu aslinya cantik banget! Hihihi
Oh ya, kalian mau sumbang ide
permainan apa untuk hari pernikahan mereka biar seru? Komen di bawah, ya!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
.png)


