Showing posts with label Novel The Cakra. Show all posts
Showing posts with label Novel The Cakra. Show all posts

Saturday, February 1, 2025

BAB 120 : PETUNJUK INDIGO

         

 

BAB 120 : PETUNJUK INDIGO

 


Chessy membuka matanya perlahan, tapi ia tidak bisa melihat apa pun.

“Gue di mana?” batin Chessy sembari berusaha untuk bangkit.

BUG!

Tak sampai ia bangkit, kepalanya sudah membentur sesuatu di hadapannya. Mata Chessy semakin terbelalak lebar, tapi ia tidak bisa melihat apa pun di sana karena sangat gelap. Ia berusaha untuk meraba dinding-dinding di sekitarnya dan ia menyadari jika ia dibaringkan di dalam sebuah tempat yang sangat sempit.

“Apa gue ada di dalam peti mati?” gumam Chessy.

BRAAK …!

“TOLONG …!”

Chessy berusaha berteriak sekuat tenaga. Tapi ia tahu jika usahanya tak akan berhasil meski suara dan tenaganya sudah habis terbuang.

“Cakra … can you help me?” lirih Chessy sembari menitikan air matanya.

Semua bayangan masa lalunya tiba-tiba berkelebat di pelupuk mata. Semua orang-orang yang ada di hidupnya, tiba-tiba muncul bergantian seolah memberikan pesan bahwa hari ini adalah hari terakhir bagi Chessy untuk hidup di dunia ini.

“Semua orang bakal mati, tapi gue nggak mau mati dalam keadaan dikubur hidup-hidup kayak  gini. Gue punya salah apa? Kenapa ada orang yang sekejam ini sama gue?” ucap Chessy yang kini diselimuti oleh rasa takut.

Braaak …!

Chessy langsung menyentuh dinding kayu yang menutupi tubuhnya ketika ia bisa mendengar suara dari luar. “Gue belum dikubur, masih ada aktivitas di luar sana,” lirihnya. Ia langsung berusaha kembali memukul-mukul dinding yang menutup tubuhnya.

“TOLONG …! TOLONG …! TOLONG …!”

Meski sudah berusaha memberontak sekuat tenaga, Chessy tetap tidak mendapatkan hasil apa pun.

Cakra … kalau aku mati, kamu jangan nikah lagi! Aku pengen jadi istri kamu satu-satunya sampai di surga nanti,” batin Chessy di sisa-sisa tenaga yang ia miliki.

 

 

***

 

Di waktu yang sama.

“Bagaimana? Apakah kamu sudah bisa mengendalikan indera keenammu dengan baik, anak muda?” tanya seorang pria tua yang sedang berada di sebuah pondok kecil di tengah hutan.

Lion mengangguk. ”Sudah lebih baik, Kek. Setidaknya, saya tidak perlu dirawat di rumah sakit lagi karena melihat masa depan orang lain.”

Kakek tua itu tersenyum. ”Seperti yang sudah aku katakan. Kamu bisa melihat masa depan, tapi kamu tidak bisa mengendalikannya. Jika kamu berusaha mengendalikannya, jangan kecewa pada takdir yang sudah digariskan Tuhan!”

Lion mengangguk. ”Lion mengerti,” ucapnya setengah menunduk sambil tersenyum.

Lion terkesiap ketika tiba-tiba lantai di bawahnya memunculkan wajah Chessy yang sedang tersenyum riang di tengah-tengah pesta. Kemudian, disusul dengan adegan Chessy yang berada di atas gedung bersama Arabella. Dilanjutkan lagi dengan Chessy yang tiba-tiba diculik oleh empat orang pemuda dalam keadaan tak sadarkan diri.

Chessy dibawa masuk ke dalam sebuah mobil box bersama barang-barang yang di-supply ke dalam gedung hotel tersebut. Kemudian, Chessy dimasukkan ke dalam peti mati dan dibawa menuju sebuah bandara. Peti mati itu berada bersama barang-barang logistik di pesawat. Kemudian, dibawa oleh beberapa orang pria ke dalam sebuah mobil pengangkut barang dan dibawa ke suatu tempat di tengah hutan.

”CHESSY ...!” seru Lion dan seketika ia tersadar.

”Siapa Chessy?” tanya kakek tua yang sedang berada bersama Lion.

”Adik saya,” jawab Lion lirih.

”Apakah kamu melihat hal buruk sedang terjadi padanya?” tanya kakek tua itu kembali saat melihat raut wajah Lion yang berubah panik.

Lion menganggukkan kepalanya.

”Ingin membantunya?” tanya kakek itu lagi.

”Apakah saya bisa?”

”Takdir seseorang bisa berubah dan kita boleh berusaha mengubahnya. Tapi jangan kecewa, bahkan menyalahkan Tuhan jika takdir itu tidak mampu untuk kamu ubah.”

Lion mengangguk tanda mengerti. Ia kembali memejamkan mata dan berusaha untuk kembali pada rekaman kehidupan Chessy yang baru saja ia lihat. ”Aku harus bisa. Aku harus bisa. Aku pasti bisa!” batinnya.

Lion berusaha untuk menelusuri jejak lewat memorinya. Ia sedikit terperanjat ketika ia menemukan sebuah pohon besar yang sering ia lewati di daerah pegunungan tersebut.

Sudah beberapa bulan lalu, Lion dikirim oleh orang misterius untuk belajar mengendalikan indera keenamnya pada kakek tua yang tinggal di dalam hutan, di wilayah pegunungan Rinjani, Pulau Lombok.

Hingga kini, ia tidak mengetahui siapa orang yang mengirimnya karena tiba-tiba ia sudah berada di Pulau Lombok saat sadarkan diri. Ia sudah berusaha menelusuri lewat memori indera keenamnya, tapi tetap nihil.

”Dia ada di wilayah ini,” ucapnya lirih, kemudian Lion kembali pada kesadarannya.

”Kamu yakin? Kamu bisa mencoba mengasah kemampuan indera keenammu dengan cara menemukannya,” ucap kakek tua itu.

Lion mengangguk. Ia segera berpamitan dengan kakek tua tersebut untuk menemukan keberadaan Chessy. Jauh dalam hatinya ia berharap jika hal buruk yang sedang ia lihat, tidak terjadi sungguhan pada Chessy.

”Anak muda, jika sudah kembali ke tempatmu, ingatlah untuk berterima kasih pada orang yang membawamu ke tempat ini! Dia tidak bisa melihatmu, tapi bisa mendengarmu dari jauh.” ucap kakek tua itu sebelum Lion benar-benar menghilang dari pandangannya.

Lion mengangguk. ”Baik, Kek.” Ia segera melangkah keluar dari rumah kayu tersebut dan menyusuri jalan setapak di dalam hutan.

Tak berapa lama, Lion menemukan sebuah pohon besar yang muncul di dalam bayangannya. Ia segera melangkah menyusuri wilayah tersebut perlahan dan menemukan sebuah rumah kayu yang cukup besar. Dilihat dari bentuknya, bangunan itu seperti sebuah villa di tengah hutan yang kurang terawat. Tak jauh dari bangunan tersebut, terdapat danau kecil yang asri dan menenangkan. Tempat seperti ini sangat disukai oleh wisatawan mancanegara.

”Kamu siapa!?” sentak seorang pria sambil menghampiri Lion begitu melihat Lion mendekat ke arah villa tersebut.

Lion langsung tersenyum. Ia mengusap tangan dan mengulurkan telapak tangannya kepada pria tersebut. ”Selamat siang, Kakak! Perkenalkan, nama saya Lion. Saya sedang cari kayu bakar untuk masak sore ini. Rumah saya tidak jauh dari sini,” jawabnya.

”Jangan bohong! Memangnya ada rumah di tengah hutan begini?” sentak pria asing itu.

”Ada. Di sini juga ada,” jawab Lion santai sambil menunjuk rumah villa yang ada di sana. ”Rumah saya ada di balik gunung ini. Kalau kakak tidak percaya, kakak bisa main ke sana.”

”Kamu pikir, aku pengangguran, hah!?” sentak pria itu makin kesal.

“Jangan marah-marah, Kakak! Saya jawab apa adanya. Apakah ada pekerjaan untuk saya, Kakak? Rumah ini terlihat kurang terawat. Bagaimana kalau saya bantu merawatnya? Saya pandai bersih-bersih rumah, pandai memasak juga,” sahut Lion.

Pria asing itu memerhatikan tubuh Lion dari ujung rambut sampai ke ujung kaki selama beberapa saat. ”Boleh juga kalau ada yang ngerawat tempat ini dan ada yang masak buat kita semua,” batinnya.

”Kakak tidak perlu khawatir soal gaji. Saya tidak digaji juga tidak apa-apa. Yang penting, setiap hari saya bisa membawa pulang makanan untuk kakek saya. Saya yatim piatu, hanya tinggal bersama kakek dan beliau sedang sakit,” ucap Lion agar pria itu mempertimbangkan dirinya bisa masuk ke dalam villa tersebut.

”Hmm .... boleh juga. Kami juga butuh orang untuk masak. Tapi kamu harus bisa menjaga semua rahasia yang ada di dalam villa ini. Ikut aku!” ucap pria asing itu.

Lion mengangguk sambil tersenyum. ”Saya janji, akan bekerja dengan baik.”

Pria asing itu langsung melangkah menuju halaman belakang villa. Ia membuka pintu dan menunjukkan ruang dapur yang ada di tempat tersebut. Tidak terlalu besar, tapi fasilitasnya cukup lengkap.

”Listrik di villa ini menggunakan genset dan tenaga surya. Kamu harus bisa berhemat menggunakan listriknya karena bahan bakar terbatas. Kami ada lima orang. Setiap harinya kamu harus memasak untuk kami semua!”

”He-em.” Lion mengangguk tanda mengerti.

“Kami punya tawanan seorang wanita di sini. Kamu tidak boleh membebaskannya. Kalau sampai kamu bebaskan tawanan kami, kamu dan kakekmu akan kami panggang hidup-hidup!”

Lion tersentak, tapi ia berusaha untuk menganggukkan kepalanya. ”Chessy beneran ada di tempat ini,” batinnya.

”Cepat kamu masakkan bubur untuk tawanan kami! Dia belum makan selama 24 jam karena kami suntik bius. Dia wanita yang sangat berharga dan nggak boleh sampai mati karena dia akan jadi sumber uang kita dan bikin kita kaya-raya.”

Lion menganggukkan kepala. Ia segera bergerak di dapur tersebut untuk membuat masakan seperti yang diperintahkan. Ia harus bisa membuktikan kalau ia benar-benar bisa memasak. Juga harus segera membuat hidangan untuk Chessy agar wanita itu bisa bertahan hidup dengan baik.

Chess, kamu jangan khawatir! Selama ada aku, nggak akan ada satu orang pun yang bisa melukai kamu, termasuk suamimu sendiri,” batin Lion.

 

 ((Bersambung ...))

 

Tuesday, January 21, 2025

BAB 119 – Lalai Menjagamu

 

BAB 119 – Lalai Menjagamu

 


“Tuan Cakra, bisa kita bicara sebentar? Ada beberapa penawaran bisnis yang ingin saya sampaikan ke Anda,” pinta Nona Mang begitu ia sudah berada di hadapan Cakra.

”Apa hanya Tuan Cakra yang diajak untuk membicarakan bisnis di perjamuan ini, Nona?” tanya salah seorang pria paruh baya yang sedang berbincang bersama Cakra.

”Tentu tidak,” jawab Nona Mang sambil tersenyum manis. ”Tentunya kita semua ingin menjadi partner bisnis yang sustainable dengan Galaxy World. Bukankah begitu?”

”Perusahaan Nona Mang men-supply 70% energy di kota ini. Pastinya akan berperan besar pada operasional Galaxy World,” ucap salah seorang pria paruh baya yang berdiri di dekat Cakra.

Cakra hanya tersenyum tipis. ”Galaxy World sudah mendapatkan supply besar dari perusahaan energi di Arab Saudi. Jika ingin bekerja sama dengan Galaxy, bekerjasamalah dengan perusahaan-perusahaan kontraktor yang sudah lebih dahulu membersamai kami. Aku juga tidak mengurus kerjasama bisnis. Semua diurus oleh Direktur Pengembangan Bisnis. Kalian bisa langsung ajukan kerjasama dengan beliau.”

”Tapi Tuan Cakra adalah pemilik Galaxy World. Apa pun yang Tuan Cakra perintahkan, tentu akan dituruti oleh semua orang-orang Tuan Cakra. Apakah kami benar-benar tidak memiliki kesempatan untuk bekerjasama dengan Galaxy World?” tanya salah seorang lagi yang ada di sana.

”Selalu ada kesempatan. Tapi bukan aku yang mengurusnya. Aku sudah membayar mahal orang lain agar mereka bekerja untukku. Aku tidak ingin repot mengurus kerjasama bisnis kecil-kecilan seperti ini,” sahut Cakra.

Nona Mang langsung menatap kesal ke arah Cakra. ”Sialan! Bisa-bisanya dia meremehkan para pengusaha yang ada di sini,” batinnya. ”Sebesar apa bisnis Galaxy sampai menganggap kami sebagai bisnis kecil-kecilan?

Cakra menatap tajam ke arah Nona Mang. ”Galaxy World memiliki penghasilan 500 Kuadriliun US Dollar setiap tahunnya. Mana mungkin kami menganggap perusahaan dengan pendapatan 5 Milyar per tahun sebagai perusahaan besar yang layak untuk bersanding dengan perusahaan kami.”

Nona Mang membelalakkan matanya dan menelan saliva dengan susah payah. Ia berusaha menghitung  berapa banyak kekayaan yang dimiliki oleh pria tampan yang ada di hadapannya itu. ”Gila! Dia bener-bener penguasa dunia? Kenapa nggak gue aja yang jadi istrinya? Kenapa dia malah milih Chessy yang jelas-jelas anak yatim-piatu dan sangat miskin,” batinnya.

Sementara, semua orang yang ada di sana hanya saling pandang dan berusaha berkomunikasi lewat tatapan mata ketika mendengar jumlah penghasilan yang dimiliki oleh perusahaan Galaxy World. Tak ada satu orang pun yang berani mengeluarkan kata-kata. Mereka merasa tidak layak mengajukan diri sebagai partner bisnis Galaxy World karena penghasilan dari perusahaan mereka hanya bernilai milyaran per tahunnya.

”Kondisikanlah niatmu, Nona! Aku mau hadir ke sini karena istriku. Jika bukan karena dia, aku tidak akan muncul di tempat umum,” ucap Cakra sambil menatap tajam ke arah Nona Mang.

Nona Mang hanya terdiam sambil menahan kekesalan di dalam hatinya. Ia sangat mengagumi Cakra yang tampan dan kaya raya. Tapi ia juga sangat membenci sikap Cakra yang dingin, ketus, dan kejam.

Cakra hanya tersenyum sinis mendengar pergumulan di dalam hati Nona Mang. Ia memeriksa arloji yang ada di tangan kirinya. Sudah lebih dari empat puluh lima menit, Chessy tak kunjung muncul kembali di hadapannya. Membuat ia sangat mengkhawatirkan Chessy karena ia juga tidak mampu menangkap suara Chessy dari radius 5 kilometer.

Ke mana Chessy?” batinnya. ”Bukankah tadi aku masih bisa mendengarkan pembicaraan dia dan sahabatnya?

”Tolong ...!” seru Arabella sambil melangkah memasuki ballroom tempat perjamuan bisnis tersebut.

Cakra langsung memutar kepalanya begitu ia mendengar suara Arabella muncul dari salah satu pintu ballroom. Ia bisa melihat luka dan darah yang mengucur di lengan Arabella.

Tanpa pikir panjang, Cakra langsung berlari menghampiri Arabella. ”Di mana istriku?”

”Dia dibawa pergi sama orang yang nggak kami kenal. Aku sudah berusaha nolong dia. Tapi ... penjahar itu melukaiku dan aku nggak bisa melawan,” jawab Arabella lirih sembari menatap wajah Cakra.

”ALVARO ...!” teriak Cakra sekuat tenaga.

Alvaro yang berjaga di luar ruang ballroom bersama anggotanya, langsung berlari menghampiri Cakra begitu mendengar teriakan dari adik sepupunya itu.

”Ada apa, Cak?” tanya Alvaro.

”Kamu tidak menjaga isriku?”

”Bukannya dia di dalam sama kamu?” balas Alvaro.

”Dia pergi keluar bersama wanita ini sementara aku sibuk membicarkan bisnis dengan banyak orang di sini,” jawab Cakra. ”Kenapa kamu biarkan istriku jauh darimu?”

”Aku nggak tahu keluarnya dari mana. Dari pertama datang, dia selalu sama kamu,” sahut Alvaro.

”Aku tidak ingin kita berdebat berlama-lama. Cepat temukan istriku!” perintah Cakra.

Alvaro mengangguk.

”Minta anak buahmu yang lain untuk memeriksa sistem keamanan di gedung ini!” perintah Cakra lagi.

Alvaro mengangguk. Ia segera memberikan komando kepada anak buahnya agar bergerak cepat sesuai perintah Cakra.

Cakra segera melangkah keluar bersama Alvaro untuk mencari keberadaan istrinya. Ia harap, para penjahat yang menculik istrinya itu masih berada dalam jangkauannya.

Arabella tersenyum sinis sambil menatap punggung Cakra yang bergerak pergi. ”Rasain lo, Chess! Gue nggak akan biarin lo hidup bahagia dan pamer kebahagiaan di depan gue. Gue yakin kalau saat ini Chessy sudah dibawa keluar dari kota Jakarta,” batinnya.

Cakra langsung menghentikan langkahnya begitu ia mendengar suara isi hati Arabella. Lengannya menahan tubuh Alvaro agar tidak melangkah leih dahulu meninggalkannya.

”Kenapa, Cak!” tanya Alvaro penasaran.

”Tangkap wanita itu!” perintah Cakra sambil menunjuk tubuh Arabella.

Alvaro mengangguk. Ia segera memerintahkan beberapa anak buahnya untuk menyeret Arabella keluar dari tempat pesta tersebut.

Arabella membelalakkan matanya mendengar perintah Cakra. ”What the hell? Gue juga korban di sini. Kenapa kalian malah mau nangkap gue, hah!?” serunya pada beberapa pria bertubuh kekar yang menghampirinya.

”Ini perintah,” sahut salah seorang pria yang ada di sana.

”Kalian nggak lihat tangan gue luka kayak gini, hah!? Bukannya ditolongin, malah mau nangkap gue? Manusia nggak punya hati!” seru Arabella kesal.

”Bawa dia ke rumah sakit dan jangan dilepaskan sampai aku menemukan istriku!” perintah Cakra.

Empat orang anak buah Alvaro mengangguk dan segera menjalankan perintah dari Cakra.

”Gila kalian, ya!” sentak Arabella. Ia menoleh ke dalam ballroom dan menatap Nona Mang yang berdiri sangat jauh darinya. Ia ingin meminta pertolongan pada atasannya itu. Tapi anak buah Cakra sudah lebih dulu menyeretnya keluar dari gedung tersebut.

”Cak, kamu yakin kalau dia terlibat dalam kasus penculikan Chessy?” tanya Alvaro sambil menatap wajah Cakra begitu.

”Kamu masih meragukanku?” tanya Cakra balik.

”Nggak. Cuma masih heran aja. Bukannya dia sahabat baik istrimu. Tangan dia juga luka parah karena nolongin Chessy. Bisa jadi ...”

”Aku paling benci manusia penuh sandiwara!” sambar Cakra.

Alvaro terdiam. Ia langsung mengerti maksud dari Cakra dan memeriksa ponsel untuk mengetahui hasil kerja anak buahnya yang ia perintahkan mengecek CCTV gedung tersebut.

”CCTV di gedung ini sengaja dimatikan saat kejadian, Cak. Semua CCTV mati. Artinya, penculikan ini sudah direncanakan sebelumnya dan mereka mengetahui sistem keamanan di gedung ini tidak terlalu baik,” ucap Alvaro.

Cakra terdiam sambil mengedarkan pandangannya ke arah luar gedung. ”Kalau begitu, kamu cek CCTV yang berseberangan dengan gedung ini dan juga CCTV jalan. Periksa semua nomor kendaraan yang keluar-masuk gedung ini dan kepemilikannya. Cepat!” perintahnya lagi.

Alvaro mengangguk. Ia bergegas menuruti perintah Cakra dan mengerahkan seluruh anak buahnya untuk memeriksa seluruh CCTV terdekat dan memeriksa kepemilikan setiap kendaraan yang lewat melalui data kepolisian yang terintegrasi.

Cakra terdiam sambil memejamkan mata untuk menangkap suara-suara yang kemungkinan berhubungan dengan istrinya. ”Aku pasti menemukanmu, Chessy. Maafkan aku yang lalai menjagamu.

 

(Bersambung ...)

 

 

 

Thursday, January 16, 2025

Bab 118 - Sandiwara Arabella

 



“Orang-orang itu sedang berusaha menipumu?” tanya Cakra saat Chessy menghampirinya kembali.

Chessy mengangguk. “Apa aku kelihatan bodoh banget hari ini?”

Cakra menggeleng. “Aku perkenalkan kamu dengan beberapa pengusaha besar di kota ini.”

Mata Chessy berbinar mendengar ucapan Cakra.

Cakra merangkul pinggang Chessy. Ia segera melangkah menghampiri empat pria paruh baya yang sedang asyik membicarakan bisnis mereka.

“Selamat malam, Tuan Cakra!” sapa salah seorang pria dengan cepat begitu mengetahui jika Cakra menghampirinya.

“Malam,” balas Cakra. Hampir semua pengusaha besar sangat mengetahui sosok Cakra. Satu-satunya pewaris di keluarga Hadikusuma.

“Ternyata rumor kalau Presdir Galaxy akan datang di pesta ini, benar. Kami pikir, Presdir Galaxy tidak akan sudi berkunjung ke pesta bisnis yang kecil seperti ini.”

Cakra tersenyum menanggapi ucapan pria paruh baya yang menyapanya dengan tangan terulur ke arahnya. “Aku tidak berpikiran sesempit itu. Jika ada waktu, aku pasti datang ke acara apa pun yang mengundangku,” sahutnya sembari menyambut uluran tangan dari pria paruh baya berjas cokelat itu.

“Wah ... tentunya keberuntungan yang bisa membuat Tuan Cakra hadir hari ini.”

Cakra hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan orang yang ada di hadapannya itu.

“Apakah rumor jika Tuan Cakra sudah beristri itu benar?” tanya pria yang lain sambil memperhatikan Chessy yang berdiri tepat di sisi Cakra.

Cakra mengangguk. “Perkenalkan, ini istri saya!”

Chessy tersenyum ke semua orang yang ada di hadapannya dan segera mengulurkan tangan untuk berkenalan.

“Istri Presdir ini cantik banget. Dia berasal dari keluarga mana? Kenapa aku nggak pernah mengenalnya?” batin seseorang sambil memperhatikan wajah Chessy dengan seksama.

“Selera seorang Presdir memang sangat tinggi. Perempuan ini cantik banget. Kulitnya mulus sempurna. Wajahnya sangat imut dan bibirnya indah sepertu buah delima. Rasanya aku ingin ...”

Cakra memperhatikan wajah orang-orang yang ada di hadapannya saat mereka sibuk mengagumi Chessy dalam hati mereka.

“Ehem ...!” Cakra berdehem. “Dia adalah puteri dari keluarga Mahendra. Saat ini dia memimpin Han Group yang berhasil aku akuisisi sebulan lalu.”

Semua orang di sana tersentak mendengar ucapan Cakra.

“Bagaimana perusahaan keluarga Handoko bisa diakuisisi oleh Galaxy? Kesalahan apa yang sudah diperbuat oleh keluarga itu?” tanya seseorang dalam hati yang mendengar pernyataan Cakra.

Sejak dulu, keluarga Hadikusuma dikenal sangat berbahaya dalam dunia bisnis. Semakin hari, perusahaannya semakin besar dan memiliki banyak pengaruh di berbagai negara di Asia-Eropa. Galaxy World berhasil menjadi salah satu perusahaan terbesar yang menguasai semua sektor bisnis.

“Selamat malam, Nona!” sapa seorang pria sambil mengulurkan tangannya ke arah Chessy. “Perusahaan saya sudah lama bekerjasama dengan Han Group. Semoga, peralihan kepemimpinan ini bisa terus membuat kerjasama kita berkembang dengan baik. Saya akan selalu memenuhi apa pun yang Nona butuhkan,” jelasnya memperkenalkan diri.

“Salam kenal, Pak!” Chessy membalas uluran tangan pria paruh baya itu sambil tersenyum manis.

Tak hanya itu. Cakra juga memperkenalkan Chessy dengan pengusaha-pengusaha besar yang sangat berpotensi menjadi mitra bagi perusahaan yang baru saja dipimpin oleh istrinya itu.

Nona Mang memperhatikan Chessy dan Cakra yang terlihat mendominasi di pesta perjamuan tersebut. Ia semakin merasa kesal karena seharusnya dialah yang menjadi pusat perhatian dalam pesta itu.

“Bell, do something for me!” pinta Nona Mang sambil berbisik di telinga Arabella.

Arabella memperhatikan Chessy yang masih berdiri berangkulan dengan Cakra. “Emang nggak bahaya kalau kita nyinggung menantu keluarga Hadikusuma?” tanyanya berbisik.

“Jangan sampai ketahuan!” sambar Nona Mang. “Lo kelarin Chessy! Gue yang bakal ngalihkan perhatian Cakra.”

Arabella mengangguk. Ia segera melangkah pergi menjauhi Nona Mang untuk menjalankan aksinya.

 

***

 

“Chess, gue mau ngomong penting sama lo. Berdua aja, bisa?” bisik Arabella saat menghampiri Chessy yang masih bersama Cakra.

Chessy menatap wajah Arabella selama beberapa detik, kemudian menoleh ke arah Cakra.

Cakra mengangguk kecil, memberi isyarat pada istrinya jika ia mengizinkan istrinya itu untuk berbincang dengan Arabella. Ia harap, hubungan Chessy dan Arabella bisa membaik seperti dulu. Ia sudah mengetahui bagaimana masa lalu Chessy. Arabella adalah satu-satunya sahabat wanita yang dimiliki oleh istrinya itu.

Chessy mengangguk ke arah Arabella sebagai tanda setuju.

Senyum di bibir Arabella langsung merekah begitu ia Chessy bersedia untuk ikut dengannya. Ia langsung menggandeng mesra lengan Chessy. “Gue kangen banget masa-masa indah saat kita masih temenan, Ches. Lo udah punya suami yang lebih dari segala-galanya dari Adit. Seharusnya, lo nggak dendam sama gue, kan? Meski gue salah, gue juga berperan penting sama hidup lo saat ini. Kalau bukan karena gue, lo nggak bakal kenal dan nikah sama Cakra, kan?” cerocos Arabella sambil melangkah memasuki lift, menuju ke rooftop gedung tersebut.

Chessy memilih untuk diam. Ia setuju dengan ucapan Arabella. Tapi ia tidak bisa menerimanya begitu saja. Baginya, kesalahan Arabella dan Adit di masa lalu, tetaplah menjadi luka yang mendalam. Tidak akan semudah itu dilupakan hanya karena statusnya saat ini yang sudah menjadi istri Cakra.

Beberapa saat kemudian, Arabella dan Chessy sudah berada di rooftop gedung tersebut. Mereka bisa menyaksikan pemandangan di sekitar sambil menikmati semilir angin malam kota tersebut.

“Lo mau ngomong apa, Bel? To the point, aja!” pinta Chessy.

Arabella tersenyum menanggapi pertanyaan Chessy. “Gue mau minta maaf ke elo, Chess. Nggak usah sinis gitu, dong! Walau gimana pun, kita ini pernah jadi sahabat baik.”

Chessy bergeming.

“Sejak lo jadi istri Cakra, sikap lo berubah banget, Chess. Gue tahu, saat ini kita udah beda strata. Lo udah punya segalanya dan nggak mau berteman lagi sama gue,” ucap Arabella.

Chessy langsung memutar kepalanya menatap Arabella. Sebelah alisnya terangkat dengan kening sedikit mengenyit. “Lo salah, Bel. Gue nggak pernah berubah. Lo yang bikin gue berubah. Gue nggak mau berteman sama lo bukan karena status sosial gue saat ini, tapi karena sakit hati sama lo!”

Arabella menundukkan kepala sambil memasang wajah muram. “Gue minta maaf, Chess!” ucapnya lirih. “Gue juga nggak bisa mengendalikan diri gue sendiri. Gue sayang banget sama Adit.”

Chessy menatap Arabella selama beberapa saat, kemudian menghela napas. “Sudahlah. Nggak ada gunanya juga aku kayak gini. Sudah waktunya aku melepaskan masa lalu supaya aku bisa hidup tenang sama masa depanku,” batinnya.

“Sebenarnya, gue udah maafin lo dari dulu, Bel. Cuma ... gue nggak bisa balikin hubungan kita kayak dulu lagi. Gue ngerasa ... kita sudah jadi orang asing dan biarkan aja kayak gini terus. Gue pengen hidup tenang bareng Cakra,” ucap Chessy sambil menatap wajah Arabella.

“Jadi, lo udah nggak mau berteman sama gue kayak dulu lagi, Chess?” tanya Arabella dengan mata berkaca-kaca. “Chess, lo tahu sendiri kalau gue juga nggak punya siapa-siapa di kota ini. Satu-satunya saudara yang gue punya, cuma lo aja, Chess.”

Kalo lo ngerasa gue saudara lo, kenapa lo khianati gue, Bel? Lo nggak tahu gimana sakitnya dikhianati sama orang terdekat?” batin Chessy dengan mata berkaca-kaca. Ia teringat semua hal yang telah ia jalani bersama Arabella. Mereka kerap membeli makanan satu porsi dimakan berdua karena tidak punya cukup uang.

“Lo yang bodoh, Bell! Hubungan kita nggak akan jadi kayak gini kalo lo nggak selingkuh sama Adit. Gue sama Adit boleh nggak berjodoh. Gue bisa ikhlas ngelepasin dia. Tapi kenapa harus lo yang ada di antara kami?” ucap Chessy penuh kekecewaan. Air matanya jatuh perlahan karena tak kuasa lagi untuk membendungnya.

“Iya. Gue tahu, Chess. Makanya, gue di sini pengen minta maaf sama lo. Gue pengen perbaiki hubungan kita lagi. Bisa, kan?” tanya Arabella sambil menitikan air mata menatap Chessy.

Chessy mengangguk kecil. Ia sudah cukup lelah dengan rasa sakitnya sendiri. Sudah saatnya ia harus melepaskan semuanya.

Arabella tersenyum. Ia segera menghapus air matanya dan mendekap tubuh Chessy. “Thank’s, Chess! Gue bakal berusaha jadi temen baik lo kayak dulu lagi.”

Chessy mengangguk setuju dan membalas pelukan Arabella.

Tiba-tiba, segerombolan pria berpakaian serba hitam, menarik tubuh Chessy dan Arabella bersamaan.

“Kalian siapa!?” seru Arabella sambil berusaha melepaskan diri dari pria yang sedang mencengkeram lengannya.

“Nggak penting kami siapa. Yang penting, kami bisa dapatkan Nyonya Galaxy yang sangat berharga ini,” jawab seorang pria yang sedang mencengkeram lengan Chessy.

“Kalian mau apa?” tanya Chessy.

“Hahaha. Kami mau apa? Tentu saja mau uang suamimu.”

Chessy tersenyum sinis. “Jangan berharap kamu bakal dapetin uang dari dia sepeserpun!”

“Nggak usah banyak bicara! Kita lihat saja nanti. Ikut kami!” sentak pria tersebut.

“TOLONG ...!” teriak Arabella.

PLAK ...!

Salah seorang pria yang berada di samping Arabella langsung menampar Arabella hingga tubuhnya tersungkur ke lantai.

“Diam kamu!” sentak pria tersebut.

“Bel, lo nggak papa?” tanya Chessy dengan perasaan tak karuan. Ia berusaha untuk berteriak dan memberontak. Namun, gerombolan pria yang ada di sana langsung menahan tubuh Chessy dan merekatkan lakban di mulut Chessy agar wanita itu tidak bersuara.

“LEPASIN DIA!” seru Arabella.

“Kalau kamu masih teriak lagi, pisau ini akan melukai kamu!”

“Gue nggak takut!” sambar Arabella.

“Oh, ya?” pria itu langsung menggoreskan pisau tersebut ke lengan Arabella.

“Aaargh ...!” Arabella berteriak histeris.

Chessy berusaha memberontak saat melihat Arabella dilukai oleh para pria itu. Namun, tenaga yang ia miliki tak mampu untuk melawan banyaknya pria yang ada di sana.

“Kamu kasih tahu ke Tuan Galaxy kalau istri tercintanya ada di tangan kami. Kami minta tebusan Lima Milyar!” ucap pria itu sambil menatap Arabella.

“Cepat bawa pergi perempuan ini!” perintah pria itu sambil menunjuk Chessy.

“Yang satunya, bos?”

“Nggak perlu dibawa! Dia nggak berguna. Nggak ada harganya,” jawab pria yang dipanggil bos.

“Lepasin!” seru Chessy.

“Berisik!” salah seorang pria langsung mengeluarkan sapu tangan yang sudah diisi obat bius dan menempelkan di hidung chessy dengan erat.

“CHESSY ...!” teriak Arabella sekuat tenaga.

Chessy masih berusaha memberontak, tapi pandangan matanya semakin meredup. Lamat-lamat, suara Arabella yang terus memanggil namanya semakin menghilang. Dalam ingatan terakhirnya, ia hanya melihat luka dan dan darah segar yang keluar dari lengan Arabella. “Maafin gue udah bikin lo luka, Bel,” batinnya hingga ia tidak lagi sadarkan diri.

Arabella tersenyum sinis saat melihat Chessy sudah tak sadarkan diri karena pengaruh obat bius yang diberikan oleh preman-preman itu. “Gue nggak akan biarin lo hidup bahagia terus, sementara gue menderita,” batinnya.

 

 ((Bersambung))

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas