Wednesday, August 17, 2022

Bab 78 - Cinta Adalah Tentang Rasa Takut

 


“Saya terima nikah dan kawinnya Raden Roro Ayu Rizki Prameswari binti Raden Mas Edi Baskoro Hadiningrat dengan mas kawin uang tunai sebesar lima ratus ribu dollar dibayar tunai ...!” ucap Nanda tegas sembari menjabat tangan penghulu yang membimbing hari pernikahannya dengan Roro Ayu.

SAH!

SAH!

SAH!

“Alhamdulillah ...!”

Semua orang ikut tersenyum lega saat Nanda bisa mengucapkan ijab kabul dengan baik di hadapan penghulu yang menikahkannya dengan Ayu.

Air mata Ayu menetes perlahan. Meski ini pernikahan yang kedua kalinya, tapi ia tetap saja tidak bisa menahan rasa haru ketika Nanda benar-benar mengucapkan ijab kabul dari hatinya sendiri. Bukan dengan cara terpaksa seperti yang sudah terjadi pada pernikahan sebelumnya.

Bunda Rindu langsung memeluk tubuh Ayu dan menangis sesenggukan. Banyak hal yang telah membuat puterinya itu sakit dan Ayu tetap memilih untuk mencintai Nanda. Hati seorang wanita bisa begitu sabar dan setia pada pria yang pernah menyakiti. Dan ia kagum pada puterinya sendiri karena mau membuka hati dan memberikan kesempatan untuk Nanda, pria yang pernah menghancurkan kehidupannya di masa lalu dan menciptakan dendam antara keluarga ini.

“Ay, selamat, ya ...!” ucap Nadine sambil tersenyum meski air matanya ikut menetes. “Semoga kalian selalu bahagia, langgeng sampai maut memisahkan!”

Ayu mengangguk sambil memeluk erat tubuh Nadine. “Makasih banyak, Nad. Kamu udah jauh-jauh mau datang ke acara pernikahan aku.”

Nadine mengangguk sambil tersenyum manis. Ia mengusap air mata Ayu yang membasahi pipi indah itu. “Ini hari bahagia kamu. Jangan nangis, ya!” ucapnya.

Ayu mengangguk sambil tersenyum manis. Ia menoleh ke arah Nanda yang sudah berdiri tersenyum sambil menatapnya.

Nanda mengulurkan telapak tangannya ke arah Ayu dan merangkul mesra pinggang wanita itu. “Ay, terima kasih sudah bersedia kembali menjadi istriku, menjadi calon ibu dari anak-anakku kelak,” ucapnya sembari mengecup punggung tangan Ayu. Ia beralih mengecup kening Ayu dan menjalankan bibirnya hingga bermuara ke bibir lembut wanita itu.

Ayu memejamkan mata perlahan. Merangkul pundak Nanda sembari menikmati sentuhan lembut pria itu bersama iringan musik piano yang begitu romantis dan nyaman di telinganya.

Beberapa jam kemudian, tamu-tamu undangan sudah mulai kembali ke rumah mereka masing-masing.

Nanda mengempaskan tubuhnya ke kursi pengantin sambil bernapas lega karena para tamu sudah pergi dan ia bisa segera menikmati malam pengantinnya berdua dengan Ayu saja. “Akhirnya ... kelar juga. Pegel banget!” keluhnya.

“Udah waktunya istirahat. Aku ke kamar duluan, ya! Masih harus bersihin make-up dulu sama tim WO,” tutur Ayu sambil menatap wajah Nanda.

Nanda mengangguk. Ia membiarkan Ayu pergi ke kamar pengantin mereka. Sementara, ia memilih untuk bergabung di meja sang papa dan ayah mertua yang sedang sibuk membicarakan bisnis dan terlihat sangat akrab.

Beberapa menit kemudian, Nanda memilih untuk berpamitan karena tubuhnya sudah sangat lelah dan matanya terserang kantuk berat.

“Sudah pernah malam pertama, masa ya masih buru-buru?” goda Edi Baskoro sambil menatap tubuh Nanda yang baru saja bangkit dari kursi.

“Hehehe. Ini bukan masalah malam pertama, Ayah. Masalahnya, aku memang sudah lelah duduk di pelaminan seharian,” ucapnya. Ia menunduk hormat dan segera pergi ke kamar Ayu yang ada di dalam keraton tersebut.

Nanda mengerutkan dahi saat masuk ke kamar Ayu dan tak menemukan siapa pun di sana.

“Ay ...! Ayu ...!” panggil Nanda sambil melangkah menyusuri setiap inchi lantai ruang kamar Ayu yang besar. Matanya langsung teralihkan pada kain putih yang tersangkut di jendela dan tercium bau anyir darah. Buru-buru, ia menyalakan semua lampu dan menatap potongan gaun pengantin milik Ayu sudah berlumuran darah.

“Ay, kamu di mana!?” teriak Nanda. Ia langsung membuka pintu jendela kamar Ayu dan bercak darah juga ada di sekitar luar bangunan itu. Dengan cepat, Nanda berlari keluar dari dalam kamar sembari membawa potongan gaun milik Ayu yang penuh darah.

“Ayah ...! Tolong ...!” Nanda menghampiri Edi Baskoro dan semua keluarga yang ada di sana dengan napas tersengal.

“Ada apa?” tanya Edi Baskoro sambil menatap wajah Nanda.

“Ayu hilang,” jawab Nanda sambil berusaha mengatur napasnya. Ia menunjukkan kain potongan gaun pengantin di tangannya yang berlumuran darah. “Gaun pengantinnya berdarah. Apa ada penyusup yang masuk ke keraton ini dan membunuh istriku? Ayah, harusnya tempat ini aman ‘kan?”

Edi Baskoro melebarkan kelopak matanya dan bangkit dari kursi. Ia langsung memerintahkan seluruh pengawal istana untuk mencari keberadaan puteri mahkota mereka.

Nanda memukul tiang pilar dengan kesal sembari memeluk kain gaun milik Ayu. Perasaannya tak karuan melihat banyak darah yang tertinggal. Semua bayangan buruk tentang Ayu memenuhi otaknya hingga membuat lututnya tak bisa berdiri tegak.

“AARGH ...! Roro Ayu ... jangan tinggalin aku!” teriak Nanda histeris sambil memeluk potongan gaun pengantin Ayu seperti sedang memeluk seorang bayi mungil. Ia benar-benar takut kehilangan wanita yang baru ia nikahi beberapa jam lalu. Banyak hal yang telah mereka korbankan untuk bisa bersatu kembali dan Tuhan masih saja membuat mereka harus berpisah dengan cara yang begitu keji.

Nanda terus menangis sesenggukan di halaman dalam keraton tersebut dan tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi kemungkinan buruk yang terjadi pada istrinya itu. Ia benar-benar tidak siap kehilangan karena belum sempat membuat wanitanya itu hidup bahagia.

Sementara itu ... dari lantai tiga menara keraton tersebut. Sepasang mata Ayu menikmati tubuh Nanda yang sedang meratap karena kehilangan istrinya.

“Ay, lucu ‘kan? Mampus tuh Nanda! Hihihi.” Rocky terkekeh geli sambil menatap kamera video di ponselnya yang sudah aktif sejak tadi.

“Sonny, Okky, Nadine ...! Aku nggak tega lihat Nanda kayak gitu. Kalian ngerjainnya keterlaluan tahu,” ucap Ayu sambil menatap wajah beberapa groomsman dan bridesmaid yang bersamanya.

“Sst ...! Biarkan dulu! Sampai kita puas nontonin wajah payah dia,” sahut Rocky sambil menahan tawa. “Son, Sonny ...! Udah disiapkan kembang apinya?”

Sonny mengangguk. Ia dan beberapa saudara sepupu Ayu, sudah bersiap meledakkan kembang api di tangan mereka masing-masing.

“Aku hitung mundur, ya!” ucap Rocky dengan suara setengah berbisik. “Tiga ... dua ... satu ...!”

DUAR ...!

DUAR ...!

DUAR ...!

Percikan indah kembang api tiba-tiba menghiasi tempat tersebut. Di saat bersamaan, lampu-lampu di sekitar menara menyala terang satu per satu dan tubuh Ayu yang masih dibalut gaun pengantin, terlihat begitu jelas dada di atas sana.

Nanda langsung menengadahkan kepalanya menatap menara keraton yang ada di sana. “AYU ...!” teriaknya sambil mengucek matanya sendiri. “Itu Ayu atau bukan, sih? Aku nggak halusinasi ‘kan?” gumamnya.

Ayu tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya ke arah Nanda.

Nanda langsung tersenyum lebar. Ia langsung berlari menghampiri menara tersebut dan naik ke atas dengan cepat. Menghampiri Ayu yang berada di balkon lantai tiga menara bersama para pendamping pengantin.

“Ay, ini beneran kamu ‘kan?” Nanda langsung memeluk erat tubuh Ayu dan memeriksa seluruh tubuh wanita itu. “Gaun kamu nggak rusak?”

Ayu menggelengkan kepala sambil tersenyum manis. “I’m fine and wanna be with you.”

“Ini ...?” Nanda menunjukkan potongan gaun pengantin yang sudah berlumuran darah.

“Sengaja kami siapkan buat ngerjain kamu,” jawab Nadine sambil tersenyum manis.

“Kalian ...!?” Nanda mendengus kesal ke arah semua pendamping pengantin yang berhasil mengerjai dirinya. “Kalian sukses bikin pengantin nggak bisa hidup lagi, ya!” umpatnya kesal sambil melemparkan potongan gaun berlumuran darah itu ke bawah menara begitu saja.

Nanda langsung memeluk erat tubuh Ayu. Mengangkat dan memutarnya dengan gembira. “Aku udah takut banget kehilangan kamu, Ay. Lain kali, bercandanya jangan kayak gini. Ini nggak lucu!”

“Lucu, Nan. Aku lihat muka kamu nangis, lucu banget! Asli. Ini lucu!” sahut Rocky sambil menunjukkan rekaman video yang ia ambil.

“Hapus, nggak!?”

“Nggak. Weee ...!” Rocky menjulurkan lidah dan bergegas berlari dari tempat tersebut bersama dengan yang lainnya.

Nanda tersenyum kecil dan menggenggam kedua tangan Ayu. “Ay, aku bener-bener takut kehilangan kamu. Demi apa pun, kamu nggak boleh pergi atau mati sebelum aku bisa membahagiakan kamu. Oke?”

Ayu mengangguk sambil tersenyum manis. Ia mengecup lembut bibir Nanda dan pria itu membalasnya penuh kehangatan. Hari ini ... ia merasa menjadi wanita yang sempurna karena berhasil membuat Nanda, menangis sesenggukan saat kehilangan dirinya.

Mereka ingin, cinta bisa terus seperti ini. Bisa terus merasa takut. Sebab, cinta adalah tentang rasa takut. Takut kehilangan, takut tak bisa membuat bahagia, takut berada jauh di sisinya dan takut menjadi lebih buruk dari hari ini.

 

 

((Bersambung...))

 

 

Terima kasih sudah menjadi sahabat setia bercerita!

Ada yang request malam pertama mereka untuk ditulis?

Kalau nggak ada, author skip-skip aja, ya!

Hehehe.

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas