Seharian ini hujan seperti enggan pergi dari langit. Ia turun tanpa henti sejak pagi, membasahi halaman, menepuk-nepuk genting rumah dengan manja, seolah ingin mengingatkan bahwa hari tak selalu harus ramai. Kadang, cukup diam saja sambil menikmati bunyi rintiknya yang menenangkan.
Menjelang malam, udara mulai terasa menusuk. Dingin menyelinap lewat celah jendela, membuat ruang tamu kami seperti memanggil kehangatan.
Sembari duduk bersandar di teras belakang rumah, suamiku bersuara pelan, “Buatkan wedang jahe, Buk!"
Permintaan sederhana, tapi selalu mengandung makna. Wedang jahe adalah minuman favoritnya yang selalu jadi penutup hari ketika hujan datang.
Aku memanaskan air di atas kompor, menumbuk jahe, dan menambahkan gula merah ke dalamnya. Setelah mendidih selama lima belas menit, aku memindahkannya ke cangkir khas milik kami. Satu cangkir adalah souvenir novelku sendiri dan satu lagi cangkir souvenir dari Diskominfo. Cangkir ini adalah bukti bahwa aku pernah berkarya bersama Diskominfo Kukar, meski itu bukan karya yang besar.
Uap panas mengepul dari cangkir, membawa aroma khas yang pedas sekaligus menenangkan. Di saat seperti ini, aku sering berpikir ... mungkin begitulah cinta rumah tangga, kadang hangat, kadang menyengat, tapi selalu bisa menenangkan ketika dinikmati dengan hati.
Saat wedang jahe itu tersaji, suamiku tersenyum seperti biasa. "Terima kasih banyak, Sayangku ...," ucapnya. Kalimat sederhana, tapi kalimat itu selalu keluar dari bibirnya setiap kali aku menyuguhkan makanan atau minuman yang dia inginkan.
Kami duduk berdampingan, mendengar hujan yang sedang melukis puisi di kaca jendela.
Di malam yang basah ini, aku kembali sadar, bahwa kebahagiaan tak selalu tentang hal besar. Kadang, cukup secangkir wedang jahe, percakapan yang sederhana, dan kehadiran seseorang yang selalu pulang ke rumah yang sama.
Wedang jahe bukan sekadar minuman. Ia adalah penjaga kehangatan, pengikat cerita cinta kami yang tumbuh di antara hujan dan waktu. Semoga, hubungan kami tetap hangat. Jika ia dingin, aku akan selalu berusaha menghangatkannya. Aku tidak ingin gagal lagi dalam menciptakan kehangatan keluarga.
