Wednesday, August 17, 2022

Bab 54 - Menghangatkanmu

 



Tok … tok … tok …!

Pintu kamar Ayu tiba-tiba diketuk saat ia sedang asyik bercanda dengan Nindi alias Nanda.

“Siapa?” tanya Ayu dari dalam kamar. Sementara, Nanda langsung beringsut ke depan cermin dan memperbaiki riasan wajahnya. Juga merapikan pakaian pelayan yang ia kenakan dan memoleskan lipstik di bibirnya.

“Cepet rapiin! Ntar ketahuan kalau kamu laki-laki!” pinta Ayu sambil mengalungkan selendang ke leher Nanda.

Nanda mengangguk. “Udah?”

Ayu mengangguk sambil tersenyum. Ia mengecup pipi Nanda dan beringsut ke atas tempat tidurnya. Sementara, pria itu langsung melangkah menuju pintu kamar Ayu dan membukakan pintu untuk seseorang di luar sana.

Nanda membungkuk hormat begitu mengetahui kalau yang datang adalah ibu kandung dari Roro Ayu.

Bunda Rindu langsung melangkah masuk ke dalam kamar Ayu begitu pintu terbuka untuknya.

Nanda buru-buru keluar dari kamar tersebut sebelum Bunda rindu mengetahui kehadirannya yang sedikit mencurigakan.

"Ayu, gimana keadaanmu?" tanya Bunda Rindu sambil menghampiri Ayu yang sedang duduk di atas ranjang tidurnya.

“Baik Bunda, Ayu baik-baik saja,”  jawab Ayu dingin.

“ Kamu marah sama Bunda?”

Ayu menggelengkan kepala. Dia sendiri tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat berhadapan dengan orang tuanya sendiri. Selama ini Ayu melihat kedua orang tuanya adalah sosok yang sangat baik. Dia bahkan masih belum mempercayai dan mempertanyakan tentang kematian bayinya dan perawatannya di luar negeri yang dilakukan tanpa sepengetahuan Nanda.

“Ayu, maafkan Bunda! Bunda  bukan bermaksud mengabaikanmu. Kamu tahu, semua orang  akan mengecam keluarga Keraton kita jika hukuman ini tidak dijalankan.”

Ayu mengangguk. “Ayu  mengerti, Bunda.”

“Tubuhmu baik-baik saja kan?" tanya  Bunda rindu sambil berusaha menyentuh pundak Ayu.

“Aku  baik-baik saja, Bunda. Bunda tidak perlu menghawatirkan Ayu. semua pelayan di sini memperlakukan aku dengan baik.”

“Syukurlah  kalau begitu. Bunda sangat senang mendengarnya. Apa yang sebenarnya membuatmu kembali ke sini? Kamu masih mencintai Nanda?"

“Bunda, takdir membawaku untuk selalu bertemu dengan Nanda. Berkali-kali aku menolak, berkali-kali pula Tuhan mendekatkan aku kepadanya. Sudah begitu jauh, sudah begitu lama aku pergi.  Takdir sengaja mempermainkan hidup kami. Tuhan pasti punya rencana Mengapa aku menjadi satu-satunya wanita yang mengandung anak dari Nanda. Padahal,  ada banyak wanita yang bersamanya dan semuanya terlihat sempurna.”

Bunda paham perasaanmu. Jika kamu ingin bersama dia, tidak harus kembali ke tempat ini. Tempat ini terlalu suci untuk kamu.”

Ayu tersenyum menanggapi ucapan Bunda Rindu. “Aku aku tahu, wanita kotor sepertiku tidak pantas untuk masuk ke dalam tempat yang suci ini. Aku hanya butuh restu, Bunda.  Apalah artinya hubunganku dengan dia jika keluarga tidak merestui kami?  Aku Aku tidak ingin dicelakai lagi oleh karma.”

Bunda rindu menghela napas sambil menyentuh lembut rambut Ayu. “Bunda tidak bermaksud menyinggung Ayu. Kenapa Ayu jadi sedingin ini sama bunda?”

“Mungkin karena Ayu sudah terlalu lama tinggal di England,” jawab Ayu sambil menatap wajah Bunda Rindu.

Bunda Rindu menghela napas sambil menatap wajah Ayu. “Maafin Bunda dan Ayah, ya!”

Ayu mengangguk sambil menaikkan kedua kakinya ke atas tempat tidur. “Ayu ngantuk, Bunda. Mau tidur. Bisakah Bunda keluar dari kamar ini?”

Bunda Rindu mengangguk sambil tersenyum manis. “Istirahatlah dengan baik!”

Ayu mengangguk. Ia membaringkan tubuhnya ke atas kasur dan memejamkan mata.

Bunda Rindu menghela napas. Ia menatap pilu ke arah puterinya, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa selain mencoba membuat hukuman untuk puterinya bisa lebih ringan hingga bisa menyelesaikannya dengan baik. Ia lebih senang jika Ayu tidak pernah mengambil keputusan untuk kembali ke istana keluarga besar mereka. Meski sudah masuk ke zaman modern. Ada hal yang tidak bisa diganggu gugat dalam peraturan keluarganya.

 

...

Hanya selang satu minggu dari hukuman pertamanya, Ayu sudah harus menjalani hukuman yang kedua. Kali ini, ia harus berendam selama tujuh hari tujuh malam di sebuah kolam untuk mensucikan diri.

“Ay, minum obat ini!” pinta Nanda saat Ayu baru saja selesai mengganti pakaiannya.

“Obat apa?” tanya Ayu.

“Obat supaya tubuh kamu tetap hangat saat di dalam air.”

“Ada obat beginian?” tanya Ayu sambil menatap sebuah pil yang ada di atas telapak tangan Nanda.

“Ada. Buruan diminum!” pinta Nanda dengan telapak tangan menjulur ke hadapan Ayu. Sedang tangan satunya lagi, sudah menggenggam segelas air putih untuk Ayu.

Ayu tersenyum dan segera menelan pil hangat yang disodorkan Nanda. “Kamu ini ada aja ide curangnya.”

“Hehehe. Apa aja akan aku lakuin buat kamu, Ay. Asal kita bisa bersama lagi sampai tua,” jawab Nanda sambil tersenyum ceria.

Ayu tertawa kecil melihat sikap Nanda. “Sepertinya kamu sudah mulai terbiasa dengan setelan seperti ini.”

“Eh!?” Nanda memandangi tubuhnya sendiri yang mengenakan kebaya kembang khas pelayan keraton tersebut dan kain jarik di bawahnya. “Beneran?”

Ayu mengangguk sambil tertawa kecil.

“Asal bisa bersamamu, aku rela berpakaian seperti ini setiap hari,” ucap Nanda sambil mengecup pipi Ayu.

“Eh!? Astaga!” Nanda buru-buru mengambil tisu basah dan membersihkan noda lipstik di pipi Ayu.

Ayu tertawa kecil menatap wajah Nanda.

“Sekarang aku tahu, kenapa cowok nggak diciptakan pakai lipstik. Kalau semua cowok pake lipstik, bekas bibirnya bisa ketahuan tertinggal di mana-mana,” ucap Nanda.

“Maksudmu? Kamu mau bilang kalau bekas bibirmu udah ada di mana-mana?” tanya Ayu menyelidik.

“Hehehe. Itu ‘kan dulu. Sekarang aku udah tobat. Promise! Nggak akan savage lagi,” sahut Nanda sambil mengacungkan dua jari sejajar dengan telinganya.

Ayu tertawa kecil sambil merapatkan selendang ke tubuhnya. “Kenapa di saat aku pengen mati, aku nggak bisa mati? Di saat aku pengen hidup, banyak hal yang ingin membunuhku?” tanyanya.

“Mmh, jangan bilang seperti ini lagi! Aku tidak akan membiarkan siapa pun membunuhmu,” sahut Nanda.

Ayu tersenyum. “Makasiih ...!” ucapnya. Ia bergegas keluar dari dalam kamar karena di luar sana sudah ada banyak pelayan yang menunggunya dan beberapa sesepuh kota yang akan membantunya melakukan prosesi ritual di kolam suci.

 

Satu jam kemudian ...

Ayu sudah masuk ke dalam kolam usai melakukan prosesi adat sesuai dengan aturan dari keraton tersebut. Kolam suci itu juga sudah ditambahkan air suci dari empat penjuru negeri. Ia harus bisa bertahan selama mungkin di kolam tersebut.

“Apakah Tuan Puteri diizinkan keluar dari dalam kolam ini meski hanya sebentar saja?” tanya Nanda pada beberapa pelayan yang bersamanya saat semua orang sudah meninggalkan tempat itu satu per satu.

“Kanjeng Sultan memberikan keringanan. Katanya, boleh keluar dari dalam kolam setelah dua belas jam. Tapi tidak boleh meninggalkan kolam ini dan tidak diperbolehkan mengganti pakaiannya,” jawab pelayan yang ditanya.

Nanda bernapas lega mendengar ucapan pelayan yang ada di sana. Kolam yang ada di sana adalah kolam yang berada di dalam gua dan membuatnya lebih kecil terkena dingin dibandingkan harus berendam di danau terbuka.

“Setiap jam enam pagi dan jam enam sore, utusan pengadilan kerajaan akan mengecek kemari. Kita pastikan Tuan Puteri sedang dalam keadaan berendam,” tutur pelayan lain lagi.

Semua yang ada di sana mengangguk setuju.

Nanda mengedarkan pandangannya ke sekeliling kolam berbentuk piring dengan diameter sekitar tiga puluh meter. “Pelayan, bisakah meminta bantuan pelayan keraton ini untuk mencari kayu bakar? Yang lain, siapkan makanan dan minuman untuk Tuan Puteri. Juga bawakan tiga badcover ke sini! Aku akan menemani Tuan Puteri.”

“Kayu bakar? Untuk apa?”

“Untuk membuat tempat ini selalu hangat,” jawab Nanda.

“Apa kita tidak menyalahi aturan?” tanya pelayan lain.

“Tidak ada aturan lain yang tertulis selain Tuan Puteri kita berendam di sini selama tujuh hari tujuh malam,” sahut Nanda. “Aku sudah memeriksa literatur keraton ini.”

“Iya juga, sih.” Pelayan yang ada di sana mengangguk-anggukkan kepala dan segera mengerjakan perintah dari Nanda agar Roro Ayu bisa menjalani hukumannya dengan baik tanpa harus menderita.

Nanda tersenyum sambil meraih beberapa ranting kayu yang ada di sekitarnya dan membuat api unggun untuk membuat keadaan tetap hangat. Ia memerintahkan semua pelayan untuk tidak berhenti memberinya kayu bakar selama Ayu menjalani masa hukumannya. Dengan cekatan, ia membuat banyak api yang mengelilingi kolam tersebut untuk menjaga tubuh Ayu tetap hangat, begitu juga saat wanita itu naik ke permukaan. Ia tidak ingin Ayu terkena hipotermia karena terlalu lama berendam di dalam air. Baginya, tujuh jam pun masih terlalu lama dan bisa saja membuat tubuh Ayu tidak tahan.

 

 

 

((Bersambung...))

 

I’m so sorry ...!

Seharusnya author update tadi malam. Tapi karena ngelonin si bocil dan aku ketiduran, bablas dah... hiks ... hiks ... hiks ... ngelonin anak mengalihkan duniaku.

 

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas