Wednesday, August 17, 2022

Bab 19 - Tak Mau Melepaskan Dia

 



Ayu menarik napas dalam-dalam sambil mengusap air matanya. Ia mengeluarkan kotak bedak dari tas tangannya dan memoleskan ke pipinya yang baru saja basah dengan air mata. Make-up, memang cara yang paling sempurna untuk menutupi kesedihan seorang wanita.  Ia langsung mengenakan gaun yang dipilihkan Nanda untuknya, kemudian keluar dari kamar pass.

“Gimana? Bagus?” tanya Ayu sambil menatap wajah Nanda.

Nanda langsung tersenyum sambil mengacungkan jempolnya. “Kamu beli semuanya juga boleh.”

Ayu menggeleng sambil tersenyum kecil. “Aku mau yang ini aja,” jawabnya. “Yang lain, kembalikan ke tempatnya aja ya, Mbak!” perintahnya pada pelayan yang melayaninya.

Pelayan itu mengangguk dan segera undur diri dari hadapan Ayu.

Ayu tersenyum kecil. Ekor matanya mengawasi tubuh seorang wanita muda yang mengenakan rok mini ala artis korea dan kaos ketat yang membuat pusarnya terbuka. Ia sudah tidak asing dengan wanita cantik dan seksi itu. Tubuhnya memang indah dan membuat Nanda sulit meninggalkan wanita itu.

Jika dibandingkan dengannya, Arlita memang jauh berbeda. Setiap harinya, Ayu hanya berpenampilan sederhana. Jangankan memperlihatkan pusarnya di depan umum. Memperlihatkan pahanya di depan Nanda saja, ia tidak percaya diri.

“Ayu, kamu nggak mau beli yang lain? Aku bisa belikan semuanya buat kamu,” tanya Nanda.

“Aku cuma butuh satu gaun. Nggak mungkin semuanya aku pakai ke pesta,” jawab Ayu sambil memperhatikan gaun warna putih dengan bahan lace di luarnya. Ia sangat menyukai detail motif lace dengan gambar bougenvile warna silver.

“Bisa dipakai untuk besok-besok ‘kan? Nggak perlu belanja lagi, Ay,” tanya Nanda sambil menatap wajah Ayu.

Ayu menggelengkan kepala. “Aku hanya ambil apa yang aku butuhkan, bukan ambil apa yang aku inginkan. Lagian, aku bukan model. Nggak perlu ganti baju setiap saat,” jawabnya. Ia langsung masuk kembali ke kamar pass untuk mengganti pakaiannya kembali.

Nanda menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bagaimana dia bisa membayar pakaian Arlita bersamaan dengan invoice istrinya jika Ayu hanya membeli satu potong pakaian.

Nanda buru-buru berlari menghampiri kasir. “Mbak, saya bayar dulu tagihan pacar saya yang tadi, ya! Berapa semuanya? Cepat!” perintah Nanda sambil menyodorkan kartunya. Ia kemudian bersandar santai di meja kasir sambil menunggu Ayu keluar dari kamar pas.

“Enam juta empat ratus ribu, Mas. Yang barusan keluar itu pacarnya, Mas? Yang di kamar pas itu, pacar juga?” tanya kasir sambil memasukkan kartu milik Nanda ke dalam mesin pembayaran dan menyodorkannya ke arah Nanda. “Masukkan pin-nya, Mas!”

Nanda langsung memasukkan pin kartu kredit miliknya dan menariknya kembali setelah transaksi berhasil. “Jangan bilang ke istriku kalau aku bayarin belanjaan pacarku, ya!” pintanya sambil menatap tajam ke arah kasir yang ada di sana.

“Eh!? Mbak cantik itu istrinya?” tanya kasir sambil menunjuk wajah Ayu yang baru saja keluar dari kamar pas. “Udah punya istri cantik begitu, kok masih selingkuh?” celetuknya.

“Nggak usah bawel dan ikut campur urusan orang! Kerja aja yang bener!” Nanda menyeringai ke arah kasir yang ada di belakangnya itu. Ia langsung tersenyum ke arah Ayu yang sudah berada beberapa langkah di hadapannya.

“Yakin, cuma mau beli satu aja?” tanya Nanda.

Ayu mengangguk sambil tersenyum manis. “Iya. Aku cuma butuh satu.”

Nanda manggut-manggut sambil menahan napas saat Ayu menyodorkan gaun pilihannya ke hadapan kasir.

“Berapa, Mbak?” tanya Nanda sambil mengeluarkan kartu dari dalam dompet yang sudah ia pegang sejak tadi.

“Tujuh ratus ribu, Mas,” jawab kasir itu sambil menatap wajah Nanda. Ia menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan pria muda di hadapannya itu. Punya istri yang begitu baik, lembut dan anggun. Tapi malah selingkuh dengan wanita lain yang terlihat sangat jalang. Bahkan, tagihan untuk pacar jauh lebih mahal dari tagihan istri sahnya.

Nanda tersenyum sambil menyodorkan kartu ke arah kasir tersebut. Ia harus memastikan kalau kasir itu tidak bicara macam-macam kepada istrinya. Asalkan Ayu tidak mengecek mutasi bank-nya, semua akan aman di bawah kendalinya.

“Kamu mau belanja apa lagi?” tanya Nanda setelah ia selesai membayar gaun yang dipilih Ayu.

Ayu menggeleng. “Nggak ada.”

“Keperluan rumah, nggak ada yang mau dibeli?” tanya Nanda.

Ayu menggeleng. “Semuanya masih ada.”

“Sayur, ikan, daging atau apa gitu?” tanya Nanda lagi.

Ayu menggeleng lagi. “Semua masih ada stoknya di kulkas.”

“Kapan kamu belanjanya, Ay? Kamu nggak pernah ngajak aku belanja,” tanya Nanda.

“Aku suruh bibi di rumahku buat belanja. Kadang, aku belanja online aja. Kenapa?” tanya Ayu balik.

“Oh.” Nanda manggut-manggut. Ia merasa lega karena istrinya itu tidak melakukan banyak hal di luar dan lebih banyak berada di rumah.

“Kamu mau makan apa? Gimana, kalau kita makan dulu sebelum pulang?” tanya Nanda.

“Boleh,” jawab Ayu sambil menganggukkan kepalanya.

“Mmh ... bumil mau makan apa?” tanya Nanda sambil merangkul hangat tubuh Ayu dan tersenyum manis.

“Mmh ... apa ya?”

“Oyster?”

Ayu menggeleng. “Ibu hamil nggak boleh makan sembarangan. Nanti, Bunda Rindu marah kalau bayi ini kenapa-kenapa.”

“Oh ya? Bener juga, sih.” Nanda mengelus perut Ayu yang sudah mulai membuncit dan menciumi pipi wanita itu. “Makan bebek goreng, gimana?”

“Boleh.” Ayu mengangguk sambil tersenyum manis. Matanya mengawasi tubuh Arlita yang melenggang santai di lantai lain di bawahnya sambil menenteng banyak paper bag dari butik yang baru saja ia masuki bersama Nanda. Ia tahu, Arlita tidak memiliki kemampuan untuk membeli banyak pakaian mahal. Wanita itu masih saja menggunakan uang Nanda untuk bergaya seperti orang kaya.

Arlita adalah teman Ayu semasa sekolah. Mereka pernah begitu dekat hingga akhirnya, Sonny memintanya untuk menjaga jarak dengan Arlita setelah mereka mengetahui kalau Arlita sering menjajakan tubuhnya pada pria-pria hidung belang agar ia bisa menikmati kehidupan ala sosialita.

Nanda menggandeng tangan Ayu memasuki salah satu restoran ternama yang ada di pusat perbelanjaan tersebut. Ia langsung memesan banyak makanan dan memperlakukan Ayu dengan begitu manis. Ia harap, hal ini bisa mengimpresi Ayu dan membuat wanita itu membatalkan tuntutan gila yang dibuat oleh keluarga bangsawan yang menjadi tameng terkuat bagi wanita ini.

“Makan yang banyak, ya! Biar anak kita sehat!” pinta Nanda sambil membantu Ayu memotong daging bebek goreng yang sudah terhidang di hadapan mereka.

Ayu mengangguk sambil tersenyum. Ia tahu, sikap manis Nanda hanya berpura-pura saja. But, ia sebagai seorang wanita ... ia ingin tetap diperlakukan dengan manis meski itu hanya sebuah kebohongan.

Nanda terus memilah makanan dengan hati-hati dan sesekali menyuapkannya ke mulut Ayu. “Gimana? Enak?”

Ayu mengangguk sambil tersenyum kecut. Tindakan manis Nanda kali ini, membuatnya teringat pada Sonny. Pria itu selalu memperlakukannya seperti seorang ratu dan Nanda kerap menyaksikan bagaimana Sonny memperhatikannya.

Semuanya menjadi serba salah. Ayu ingin diperlakukan dengan baik oleh Nanda. Tapi ketika pria itu melakukannya, ia malah dibayang-bayangi oleh masa lalu. Masa lalu yang membuatnya teringat pada Sonny dan membuat dadanya begitu sesak. Ia benar-benar tidak tahu saat ini ia sedang jatuh atau sedang bangkit. Semuanya hal baginya adalah penderitaan kebenciannya terhadap Nanda semakin hari semakin bertambah.

Ayu ingin kembali seperti dulu. Menjalani banyak hal sederhana. Punya teman cerita dan berbagi keluh kesah setiap ia selesai olimpiade atau setiap pulang bekerja. Sekarang, pria yang berstatus sebagai suaminya ini malah tidak pernah bisa menjadi teman bercerita. Lebih cocok menjadi teman berdebat dan menciptakan masalah untuk diri sendiri. Ia hanya bisa berpura-pura baik sampai ia bisa benar-benar menghancurkan hidup Nanda sebagaimana pria itu telah mengancurkan mentalnya hanya dalam sekejap.

 

 

((Bersambung...))

Terima kasih sudah menjadi sahabat setia bercerita!

Tolong siapkan hati kalian karena bab 20 ke atas, author akan mulai masuk ke konflik. Siapkan jantung, hati dan ampela ... mari kita buat sambal goreng ala-ala author Vella Nine ...!

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas