Wednesday, August 17, 2022

Bab 44 - Saran dari Okky dan Nadine

 


Ayu menghela napas lega ketika Nanda sudah keluar dari dalam flat rumah yang ia tinggali. “Thank you, Blaize! Aku nggak tahu gimana cara mengusir dia dari sini.”

“He is your husband?” tanya Blaize sambil tersenyum.

Ayu mengangguk. “My ex husband.”

“How I say in Bahasa?”

“Mantan,” jawab Ayu sambil tertawa.

“Owh ... mantan? Itu seperti makanan yang kamu berikan untukku waktu itu ...”

“Itu ketan, Blaize,” sahut Ayu meralat.

“Oh. Different?” tanya Blaize sambil menatap wajah Ayu.

“Yeah.” Ayu mengangguk-anggukkan kepala dan melanjutkan menyiapkan masakannya.

“Still love him?” tanya Blaize sambil menatap wajah Ayu.

Ayu menggeleng. Bukan ingin mengatakan tidak, tapi ingin mengatakan kalau ia juga tidak tahu dengan perasaannya sendiri.

“Jika kamu tidak mencintainya, kamu tidak akan terganggu dengan kehadirannya. Sama seperti aku saat ini yang ada di dekatmu,” tutur Blaize sambil menatap wajah Ayu.

Ayu menghela napas. “Aku bingung, Blaize. Terlalu banyak rasa sakit saat aku bersama dia. Juga terlalu banyak hal sakit yang tidak bisa aku lupakan di masa lalu kami.”

“Roro ... love is about fight. You have to love bravely. Kamu pernah mengatakan kalau kamu tertusuk pisau karena menyelamatkan dia. If you never love him, you never give your blood to him.”

“Itu hanya sebatas rasa kemanusiaan. Bukan cinta,” jawab Ayu sambil menyusun masakannya di atas meja. Selama tiga tahun ini ... Blaize adalah satu-satunya orang yang tahu bagaimana kehidupan masa lalunya. Profesi Blaize yang juga sebagai penulis buku fiksi, membuat mereka sering bersama di perpustakaan dan bertukar cerita mengenai banyak hal yang mereka temui.

“Tapi takdirmu selalu tertuju ke sana. Kamu ingin melawan takdirmu dengan pergi jauh. Tapi takdir itu tetap mengejarmu. How?”

Ayu menghela napas. “Entahlah, Blaize. Ganti topik pembicaraan saja! Aku tidak ingin membicarakan dia. Breakfast, yuk!”

Blaize segera melepas apron di tubuhnya. Ia duduk di meja makan mungil ruangan tersebut den bercerita banyak hal tentang apa yang akan mereka tuliskan untuk masa depan.

 

...

 

Sementara itu ...

Nanda melangkahkan kakinya tak bersemangat menyusuri pedestrian kota London. Tidak tahu apa yang harus ia lakukan setelah mengetahui kalau Ayu memiliki kekasih di kota ini. Harus merebutnya kembali atau merelakannya bahagia bersama orang lain?

Tiiin ...!

Suara klakson mobil, membuyarkan lamunan Nanda.

“Nanda, ya?”

Nanda langsung menoleh ke arah mobil sport yang sudah berhenti di dekatnya. “Rocky? Nadine? Kalian di sini?”

“He-em. Lagi liburan. Kamu ngapain di sini?” tanya Rocky.

“Jalan-jalan aja,” jawab Nanda.

“Kerja?” tanya Rocky.

Nanda mengangguk.

“Dia lagi ngejar Roro Ayu lagi,” bisik Nadine di telinga Rocky.

“Eh!? Tahu dari mana?”

“Roro Ayu tinggal di sekitar sini. Dia di sini, pasti nyari Roro Ayu,”  jawab Nadine.

“Oh.” Rocky manggut-manggut dan menoleh ke arah Nanda. “Kebetulan ketemu di sini. Ngopi, yuk!” ajaknya.

“Ngopi?”

“He-em.” Rocky mengangguk dan menoleh ke arah coffee shop yang ada di seberang mereka. “Aku parkir mobil dulu. Kita ngopi di sana aja. Gimana?”

“Mmh.”

“Kamu lagi ngejar cewek ‘kan? Mau dapet tips dari aku atau nggak?” tanya Rocky sambil mengerdipkan matanya.

“Boleh, deh.” Nanda mengangguk setuju. Sebab, ia juga sudah tak punya cara mendapatkan Roro Ayu kembali.

Tak berapa lama, Nanda, Rocky dan Nadine sudah duduk bersama di satu kafe yang ada di sana.

“Kalian ini lagi honeymoon? Udah nikah?” tanya Nanda sambil menatap Rocky dan Nadine. “Aku nggak dapet undangan pernikahan dari kalian.”

Rocky dan Nadine saling pandang dan tersenyum.

“Kami ini friend, Nan.”

“Friendzone?” tanya Nanda.

“Bisa dibilang begitu,” jawab Nadine sambil tertawa kecil.

“Kalian happy dengan hubungan friendzone seperti ini?” tanya Nanda.

Rocky mengangguk. “Kami lebih bebas aja kalau temenan. But, kami punya komitmen untuk menikah dalam dua tahun ke depan.”

“Itu mah sama aja kalian pacaran, Njir!” sahut Nanda kesal.

“Hahaha. Kami nggak pacaran. Udah lewat masa-masa itu,” tutur Rocky.

“Kami udah tunangan,” tutur Nadine sambil menunjukkan cincin berlian yang melingkar di jarinya.

Nanda manggut-manggut. “Selamat ya buat kalian!”

Rocky dan Nadine mengangguk sambil tersenyum bahagia.

“Kamu sendiri gimana? Gagal mempertahankan rumah tanggamu karena mempertahankan perusahaan keluarga?” tanya Rocky sambil menahan tawa.

Nanda menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tidak tahu harus menjawab seperti apa.

“Sekarang, kamu lagi ngejar Roro Ayu?” tanya Nadine.

“Kamu tahu dari mana? Dia cerita ke kamu?” tanya Nanda sambil menatap serius ke arah Nadine.

Nadine menggeleng. “Dia belum cerita kalau ada kamu di kota ini. But, Roro Ayu tinggal di sekitar sini ‘kan? Kami pernah ketemu sama dia setahun lalu waktu kami ada acara di kota ini.”

Nanda manggut-manggut tanda mengerti. Ia menarik napas dalam-dalam dan menatap serius ke arah Nadine. “Dia beneran sudah punya pacar di kota ini?”

Nadine tertawa mendengar pertanyaan Nanda.

“Kenapa ketawa?”

“Wanita yang menghabiskan waktunya di perpustakaan sepanjang hari dan sibuk menulis jurnal, punya waktu buat pacaran?” sahut Nadine tanpa bisa menghentikan tawanya.

“Dia punya pacar, Nad. Aku baru ketemu sama pacar dia tadi pagi. Ada di rumah Roro Ayu dan mereka masak bareng. Ngeselin banget!” sahut Nanda sambil mendengus kesal.

“Pacar? Siapa? Blaize?” tanya Nadine.

“Kamu kenal?” tanya Nanda sambil menatap serius ke arah Nadine.

Nadine tertawa kecil sembari memutar kepalanya ke arah meja counter kafe tersebut. “See that girl!” pintanya sambil menunjuk wanita berambut blonde yang terlihat sedang mengatur karyawan di sana.

Nanda mengangguk serius. “Apa hubungannya sama Ayu?”

“Dia pemilik kafe ini dan ... calon istrinya Blaize.”

“Kamu kenal?”

“Nggak kenal. Tapi tahu karena terkadang aku sama Ayu cerita banyak hal saat kami ada waktu luang untuk video call. Yang aku tahu, wanita itu namanya Catriona. Nama Rion Cafe ini juga diambil dari nama dia. Ayu sering kerja part time di kafe ini dan mereka punya hubungan baik. Oh ya, Ayu juga ngajar Bahasa Indonesia di sini, loh. Jadi, Blaize dan Rion juga belajar Bahasa Indonesia dari dia,” jelas Nadine sambil tersenyum.

Rocky menahan tawa mendengar penjelasan Nadine. “Nan, kamu langsung percaya gitu aja sama Roro Ayu tanpa menyelidikinya terlebih dahulu?”

“Nggak kepikiran, Ky. Aku percaya gitu aja dan pikiranku langsung kacau,” jawab Nanda lemas.

“Cowok itu nggak boleh gampang nyerah. Kalau aku ... waktu Nadine bilang dia punya pacar, aku pepetin terus tuh cowok. Siapa aja cowok yang deket sama Nadine, pasti aku deketin juga. Kalau sampai dia beneran suka sama Nadine, aku kasih tahu ke dia kalau Nadine itu punyaku dan nggak boleh ada yang deketin dia,” tutur Rocky.

Nadine mengernyitkan dahi. “Semua cowok yang deketin aku, tiba-tiba menjauh karena kamu, hah!?”

Rocky terkekeh mendengar pertanyaan Nadine. “Sorry ..! Aku takut kehilangan peliharaan lucu kayak kamu,” ucapnya sambil merangkul tubuh Nadine.

“Apa itu nggak terlalu possessive, Ky?” tanya Nanda. “Aku takut, Ayu malah nggak nyaman sama aku.”

“Eits, jangan salah! Cewek itu lebih suka di-possessive-in. Meski mulut mereka ngomel dan mencak-mencak, tapi mereka akan selalu kangen loh sama posesifnya cowok. Cewek itu akan merasa bahagia kalau dia merasa dimiliki, dijaga dengan baik dan dihargai. Lu cara posesifnya yang elegan dan berkelas, dong! Jangan payah!” sahut Rocky.

“Caranya?”

Rocky langsung mendekatkan wajahnya ke wajah Nanda. Ia menatap serius ke arah Nanda. “Kamu mau tahu?”

Nanda mengangguk.

“Jangan menjauh dari dia meski hanya semenit saja! Pahami benar-benar apa mau dia saat kamu nggak ada di sisinya! Cewek yang cinta sama kita, nggak akan tega lihat kita kesulitan. Mereka lebih memilih berbohong asal kita bisa bahagia dan tidak menderita. Kalau niat mau balikan sama Roro Ayu, jangan menyerah cuma karena satu pria di samping dia. Fight, dong! Yang suka sama Nadine juga banyak. Tapi aku ajak fight satu per satu sampai aku bisa miliki dia. Martabat dan harga diri laki-laki itu terletak dari bagaimana dia memperjuangkan dan mempertahankan apa yang akan menjadi masa depannya,” tutur Rocky panjang lebar.

Nanda terdiam sejenak. Ia langsung bangkit dari kursi dan melangkah pergi. “Bayarin kopi aku, ya! Aku akan ganti setelah aku berhasil bawa Roro Ayu balik ke Indonesia,” pintanya.

“Eh!?” Rocky melongo saat Nanda tiba-tiba pergi begitu saja dari hadapannya. “Itu maksudnya ... dia nggak bakal ganti uangku kalau nggak berhasil bawa Roro Ayu ke Indonesia?”

“Nggak usah diributin! Cuma secangkir kopi doang,” pinta Nadine.

Rocky tertawa kecil. “Kasihan juga sama anak itu. Berhadapan sama keluarga keraton emang susah banget. Bunda sama Ayah juga sampe pusing bantu Oom Andre waktu itu. Meski bisa meringankan hukuman penjara untuk Nanda, tapi nggak bisa bikin dia bener-bener lolos dari hukuman. Yang susah itu hukum adat mereka. Perasaan, Satwika nggak gini-gini amat.”

Nadine tertawa kecil. “Satwika itu beda sama Roro Ayu. Meski keturunan bangsawan, tapi Satwika bukan garis keturunan langsung di keraton kesultanan. Sedangkan Ayu ... dia sudah punya gelar Raden Roro sejak lahir dan dia memang puteri keraton. Mana bisa kamu bandingkan.”

Rocky tertawa kecil. “Iya juga, ya?” Ia mengangguk-anggukkan kepala sembari menatap tubuh Nanda yang semakin menjauh dan menghilang di balik simpangan jalan yang ada di sana. Ia harap, Nanda bisa memperjuangkan kembali masa depannya dan bundanya tidak perlu ikut pusing memikirkan kehidupan salah satu sahabatnya.

 

((Bersambung...))

 

 

Terima kasih sudah mau sabar menunggu cerita dari author!

Mohon maaf kalau terlambat update karena author juga butuh refreshing buat nyari inspirasi dan ide-ide baru di kala mentok. Hehehe.

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas