Wednesday, August 17, 2022

Bab 47 - London Eye Destiny

 


Nanda tertawa bahagia sambil mengayuh kencang sepeda yang ia gunakan. Setelah menikmati makan sore bersama, ia memilih membakar kalori dengan berkeliling Cambridge dengan bersepeda.

“Nan, pelan-pelan ...!” seru Ayu sambil memeluk erat tubuh Nanda yang ada di depannya.

“Udah lama nggak main sepeda, Ay. Seru banget ...!” seru Nanda sambil terus mengayuh sepedanya dengan cepat. Terakhir kali menggunakan sepeda, dia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Membuatnya merasa sangat senang karena bisa mengulang masa-masa remajanya.

“Nan, aku takut ...!” seru Ayu saat Nanda tidak mengurangi kecepatannya ketika berada di jalan turunan. Ia memejamkan mata dan mencengkeram perut Nanda.

“E-eh!?” Nanda langsung berusaha menyeimbangkan sepedanya ketika ban depan sepeda tersebut tiba-tiba menginjak batu yang ada tepi jalan.

“Nanda ...! Aku bilang hati-hati ...!” seru Ayu saat ia merasakan sepeda yang dikendarai Nanda bergerak tak terarah.

“Diam, Ay! Diam ...!” seru Nanda sambil berusaha menahan keseimbangan sepedanya.

BRUG ...!

Hanya dalam hitungan detik, sepeda yang dikendalikan Nanda terjerembab ke rerumputan yang ada di tepi jalan.

“HAHAHA.” Nanda tergelak saat ia dan Ayu terjatuh di tanah. Untungnya, ia sengaja melarikan sepeda itu ke rerumputan. Sehingga tidak mengakibatkan cidera saat mereka terjatuh.

“Aw ...! Sakit, Nan!” seru Ayu sambil memegangi pinggangnya.

Nanda tertawa kecil. “Sorry ...! Sorry ...! Aku bantu bangun,” pintanya sambil meraih kedua pundak Ayu.

Ayu mengerutkan wajah. Ia mendengus kesal dan memilih berbaring di atas rerumputan.

“Masih sakit?” tanya Nanda sambil memeriksa pinggang Ayu.

Ayu menarik napas dalam-dalam. “Biarkan aku rileks dulu! Ntar juga sembuh sendiri.”

Nanda tertawa kecil dan ikut berbaring di sisi Ayu. Ia melipat kedua tangannya di belakang kepala dan menatap langit senja yang ada di atasnya. “Begini juga bagus.”

“Apanya yang bagus?” tanya Ayu sambil menoleh ke arah Nanda.

Nanda ikut menoleh dan seketika tatapan mereka saling bertemu. “Menikmati langit sore bersamamu. Kelihatannya sederhana, tapi menenangkan. Aku pikir, adegan dalam film itu tidak ada gunanya sama sekali untuk hidup kita. Ternyata, bisa memengaruhi sisi psikologis seseorang juga,” ucapnya.

Ayu tersenyum menanggapi ucapan Nanda. “Jadi, menurutmu ... melihat senja pun bisa membuat suasana hati lebih baik?”

Nanda mengangguk sambil tersenyum.

“Aku harap ... bisa membuat hidupmu juga lebih baik ke depannya.”

“Aamiin,” sahut Nanda. “Ay, kenapa kamu menuliskan profil tentang aku di bukumu?” tanyanya sambil menatap lekat mata Ayu.

“Karena ...” Ayu terdiam saat mendapati tatapan Nanda yang penuh harap.

“Karena apa?” tanya Nanda penasaran.

“Karena ... kamu juga pebisnis seperti yang lain.”

“Ada banyak pengusaha yang jauh lebih sukses dari aku. Kenapa kamu pilih aku?”

“Karena kamu pria payah yang bikin bangkrut perusahaan keluarga,” jawab Ayu sambil tertawa kecil.

“Kamu ...!?” Nanda mengerutkan wajah dan mendengus ke arah Ayu. “Kamu ngolok aku, hah!?” Ia langsung memeluk kepala Ayu dan menjepit ke ketiaknya.

Ayu tertawa sambil menatap wajah Nanda. “Tapi hari di mana aku bisa menulis tentangmu yang bangkit dari keterpurukan adalah pertama kalinya aku bangga pernah mengenal seorang pria bernama Ananda Putera Perdanakusuma.”

“Serius!?” tanya Nanda sambil menatap lekat mata Ayu yang berada tepat di hadapannya.

Ayu mengangguk sambil tersenyum.

Nanda menarik lengan Ayu agar memeluk pinggangnya. Ia mendekap wanita itu dan membenamkan bibirnya di kening Ayu.

Ayu tersenyum. Ia memeluk erat erat tubuh Nanda sambil memejamkan matanya. Mungkin, bagi orang lain dia terlalu cepat membuka hati untuk Nanda setelah disakiti begitu dalam. Tapi baginya tidak. Sebab, ia sudah berusaha menutup pintu hatinya rapat-rapat untuk Nanda. Tapi ... ia tidak pernah bisa menemukan daun pintu yang bisa ia gunakan untuk menutup pintu itu. Membuat Nanda, bisa keluar-masuk ke dalam hati Ayu sesukanya.

  

...

 

Kerlip lampu bernuansa biru mulai menambah keindahan malam di sekitar Sungai Thames. Nanda terus menggandeng tangan Ayu menuju London Eye yang terlihat begitu indah di tempat tersebut.

“Ay, katanya kalau kita ciuman di titik tertinggi London Eye ... cinta kita akan abadi. Coba, yuk!” ajak Nanda.

“Itu mitos, Nan.”

“Mitos itu apa? Akan menjadi kenyataan kalau kita mempercayainya. So, kita percaya saja supaya bisa jadi kenyataan!” sahut Nanda. Ia terus menarik lengan Ayu dan melangkah mendekati petugas yang berjaga di tempat tersebut. Ia langsung menunjukkan tiket reservasi yang sudah dia pesan lebih dahulu lewat internet.

“Kamu sudah merencanakan pergi ke sini?” tanya Ayu.

Nanda mengangguk sambil tersenyum manis. “Tempat-tempat romantis di kota ini harus reservasi dulu. Kalau tidak, kita bisa ngantri sampai pagi.”

Ayu tersenyum sambil menengadahkan kepala menatap keindahan London Eye yang begitu terkenal. Tiga tahun tinggal di kota ini, ia tidak pernah menginjakkan kakinya di London Eye. Hanya bisa menikmati dari kejauhan karena pesona landmark ini memang tidak bisa diragukan lagi.

“Naik, yuk!” ajak Nanda sambil merangkul pundak Ayu dan mengajaknya masuk ke dalam kapsul yang sudah ia pesan sebelumnya.

“Kamu booking satu kapsul sendirian?” tanya Ayu saat pintu kapsul itu sudah tertutup dan mulai bergerak perlahan.

Nanda mengangguk sambil tersenyum.

“Ini mahal, Nan. Kamu lagi pamer kekayaan di depanku?” tanya Ayu.

Nanda tertawa kecil. “Aku rasa ... uangmu jauh lebih banyak dariku.”

“Kalau aku banyak uang, aku tidak akan tinggal di flat kecil. Nggak akan bekerja keras setiap hari untuk meningkatkan diriku,” sahut Ayu. Ia menyentuh kaca kapsul yang ada di hadapannya dan mulai menikmati indahnya kota London saat kapsul itu bergerak semakin meninggi.

“Kamu ini puteri keturunan keraton. Mau tinggal di hotel mewah setiap hari pun bisa. Kamu hanya tidak pernah menggunakan fasilitas sebagai puteri sultan. Sejak masih sekolah, kamu selalu tampil sederhana, cupu dan kampungan. Andai namamu tidak di sekolah tidak menggunakan gelar keraton, tidak ada yang tahu kalau kamu keturunan bangsawan,” ucap Nanda sambil beringsut ke belakang Ayu.

“Kamu terlalu sederhana di luar. Hingga bisa menipu semua mata lelaki yang hanya bisa memandang wanita dari fisiknya saja,” bisik Nanda sambil melingkarkan lengannya di perut Ayu.

“Lelaki itu kamu?” tanya Ayu.

“Yeah. Aku akui ... aku menjadi bagian lelaki itu di masa lalu. Tapi setelah dewasa dan menjalani banyak hal. Aku sadar ... yang dibutuhkan seorang pria bukan sekedar cantik di fisik, tapi juga cantik di otak dan hatinya,” jawab Nanda sambil meletakkan dagunya di pundak Ayu.

“Aku nggak cantik semuanya,” sahut Ayu sambil menyandarkan tubuhnya di dada Nanda.

“Iya juga, ya? Tapi kamu satu-satunya wanita yang berhasil mengacaukan hidupku. Bikin aku kesel, bikin sedih, bikin aku nggak paham sama diriku sendiri, bikin aku menderita, bikin aku menyesal seumur hidupku dan bikin aku nggak bisa ngelupain kamu,” ucap Nanda.

Ayu tertawa kecil sambil menatap indahnya malam kota London yang begitu gemerlap. “Kamu baru sadar kalau aku sudah berhasil menguasai saraf-saraf otakmu?”

Nanda mengangguk. Ia memutar pundak Ayu agar menghadap ke arahnya. “Terima kasih sudah mengajariku banyak hal. Terima kasih sudah memberikan hukuman yang begitu fantastis untukku. Terima kasih sudah pernah menjadi ibu untuk Axel. Bisakah kamu tetap jadi ibu untuk anak-anakku berikutnya?”

Ayu menatap wajah Nanda dengan perasaan tak karuan. Ia merasa ada kupu-kupu bercahaya yang keluar dari dadanya dan berterbangan di sekitarnya. Membuat wajah Nanda yang tertimpa cahaya sesekali, menjadi terlihat begitu memesona.

Nanda tersenyum sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Ayu. Ia menangkup pipi Ayu yang begitu lembut dan menikmati tatapan matanya yang begitu meneduhkan. Tepat di titik tertinggi London Eye, ia membenamkan bibirnya ke bibir Ayu secara perlahan.

Ayu memejamkan matanya perlahan saat Nanda menyentuh lembut bibirnya. “Tuhan ... jika takdirku memang bersamanya, jadikanlah aku wanita yang mampu menerima semua keburukannya! Jadikanlah aku wanita yang mampu membunuh keegoisan dalam diri ini! Jadikanlah aku wanita yang selalu dicintai! Jadikanlah aku satu-satunya wanita yang jadi tempat untuk melepas lelahnya.”

“Tuhan ... jadikanlah wanita ini milikku selamanya ...! Hanya milikku,” bisik Nanda dalam hati sembari mengulum lembut bibir Ayu dan memeluknya penuh kehangatan.

 

 

((Bersambung...))

 

Kalian bisa bayangin gimana romantisnya London Eye di malam hari?

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas