Wednesday, August 17, 2022

Bab 80 - I Do

 


Hari-hari berikutnya, Nanda dan Ayu menjalani hari-harinya dengan bahagia. Setiap hari, Nanda melakukan rutinitas kesehariannya di kantor. Sementara, Ayu mengisi waktu luangnya dengan menyibukkan diri menjadi dosen di salah satu universitas ternama di kota Surabaya.

“Selamat sore, Ibu Dosen ...! Sudah mau pulang?” sapa Nanda sambil tersenyum manis saat Ayu keluar dari kelasnya di fakultas bisnis dengan perut yang sudah membesar.

“Sore ...!” balas Ayu dengan senyum merekah di bibirnya.

Nanda langsung melingkarkan lengannya di belakang pinggang Ayu. “Gimana kelasmu hari ini? Asyik?”

Ayu mengangguk sambil tersenyum manis.

“Nggak ada mahasiswa yang godain kamu ‘kan?” bisik Nanda.

Ayu menggeleng. “Mereka hanya bercanda sesekali. Nggak godain serius,” jawab Ayu.

“Hmm ... aku nggak mau kalau harus bersaing sama mahasiswa S2 kamu, ya!”

“Bersaing apaan? Aku ini sudah bersuami, mana ada mahasiswa yang mau bersaing sama suami sepertimu,” sahut Ayu.

“Hahaha. Baguslah. Aku sudah buat janji dengan Nadine sore ini USG. Kita lihat, calon anak kita mukanya gimana. Kalo cowok, pasti ganteng kayak papanya,” ucap Nanda sambil menggiring tubuh Ayu ke parkiran dan membawanya masuk ke mobil.

Ayu mengangguk sambil tersenyum. Sejak dulu, ia ingin memeriksakan kehamilannya bersama Nanda. Namun, keinginan itu tak pernah tercapai sampai ia melahirkan anak pertamanya. Kali ini, Nanda yang selalu berinisiatif untuk membawanya pergi ke dokter. Bahkan, jadwal kontrol kesehatannya pun, tak lepas dari perhatian pria ini.

Beberapa menit kemudian, mobil Nanda sudah terparkir dengan baik di depan sebuah klinik bersalin milik Dokter Nadine. Dokter muda yang selalu menjadi favorite para ibu hamil karena terkenal dengan keramahannya. Selain dinas resmi di salah satu rumah sakit di Semarang, Dokter Nadine juga membuka praktik dokternya di kota Surabaya. Membuat wanita itu harus bolak-balik Semarang-Surabaya setiap harinya dan hanya bisa ditemui sejak sore hingga malam hari jika para ibu hamil kota Surabaya ingin memeriksakan kehamilannya.

“Selamat sore, Dokter Nadine ...!” sapa Nanda sambil tersenyum ramah.

“Hei ...! Sore ...!” sapa Dokter Nadine sambil tersenyum manis. Karena Nanda memiliki VIP Card, ia dan istrinya tak perlu mengambil antrian untuk melakukan pemeriksaan kandungan. “Gimana kabarnya Ibu Hamil ...?” serunya sambil mengelus-elus perut Ayu yang sudah membesar.

“Baik. Baik banget,” jawab Ayu sambil tersenyum manis.

“Udah enam bulan, mau jalan tujuh bulan, ya?” tanya Nadine sambil memerintahkan asistennya untuk menyiapkan kebutuhannya.

Ayu mengangguk.

“Kita lihat keadaannya dan jenis kelaminnya sekaligus, ya! Semoga nggak mirip Nanda, ya!” ucap Nadine sambil tertawa kecil.

Nanda mendengus kesal ke arah Nadine. “Anakku ini, Nad! Anakku! Gimana ceritanya nggak boleh mirip aku?”

Nadine terkekeh geli. Mereka bertiga terus bercanda tawa sembari memeriksa kondisi kandungan Ayu.

Setelah selesai memeriksakan kandungannya, Nanda mengajak Ayu untuk bersantai di sekitar Pantai Kenjeran sembari menikmati matahari tenggelam.

Nanda tersenyum sambil menatap potret bayi perempuan yang ada di dalam perut istrinya. Ia mengambil ponsel, memotret hasil USG itu dengan latar perut istrinya. Kemudian, memasangnya di media sosial dengan caption “Always happy until the end, My World”.

“Main medsos?” tanya Ayu sambil memeluk tubuh Nanda dan  menatap layar ponsel pria itu.

“Hanya posting momen-momen penting. Supaya bisa diingat lima puluh tahun lagi kalau kita terserang alzheimer,” ucap Nanda sambil merangkul pundak Ayu.

Ayu tersenyum menatap wajah Nanda. “Nggak mau fotoin muka aku? Takut fans kamu hilang?”

Nanda terkekeh geli. “Fans apaan? Nggak ada. Mantan pacar banyak yang stalking. Nanti, mereka sakit hati kalau aku pasang foto kamu.”

Ayu mengerutkan wajah sambil menyubit perut Nanda. “Alasan! Bilang aja kalau nggak bisa speak-speak mantan!”

“Hahaha. Nggaklah. Aku nggak kayak gitu. Ya udah, ayo foto!” ajak Nanda sambil mengarahkan kameranya ke wajah mereka.

Cekrek!

Nanda mengecup pipi Ayu.

Cekrek!

Nanda mengecup perut Ayu yang sudah membesar.

Cekrek!

Nanda tersenyum lebar menikmati potret-potret yang baru saja ia ambil. “Kamu nggak mau pasang di akun media sosial kamu?”

Ayu menggeleng.

“Kenapa? Kamu culas, hah!? Kenapa nggak mau pasang?” seru Nanda sambil menggelitiki perut Ayu.

Ayu menggeleng sambil menahan tawa. “Aku malu sama mahasiswa-mahasiswi aku. Badanku kayak gajah gini. Menuh-menuhin kamera. Lagian, aku nggak pernah posting kehidupan pribadi. Cuma materi kuliah doang.”

“Alasan. Bilang aja kalau kamu takut nggak bisa speak-speak mahasiswa kamu yang ganteng-ganteng?” dengus Nanda sambil meletakkan keningnya ke kening Ayu.

Ayu tertawa kecil. Ia mengalungkan lengannya ke leher Nanda dan mengecup lembut bibir pria itu. “Kamu takut bersaing sama mahasiswa ganteng?”

Nanda menganggukkan kepala.

“Mereka nggak banyak duit kayak kamu. Mana mungkin aku bisa lebih tertarik sama mereka,” ucap Ayu sambil menahan tawa.

Nanda mengernyitkan dahi. “Waktu aku nggak punya apa-apa, kamu tetep mau sama aku karena aku ganteng ‘kan? Bisa aja kamu tertarik sama yang lebih ganteng lagi. Iya ‘kan?”

“Hahaha. Masa aku mau sama berondong, sih? Nggaklah. Aku tetep sayang sama kamu. Nggak ada yang bisa gantikan kamu karena aku bukan sekedar sayang, aku juga butuh kamu ada di sisiku,” ucap Ayu sambil menyentuh lembut pipi Nanda.

Nanda tersenyum sambil mengecup bibir Ayu berkali-kali. “Janji? Nggak akan ada cowok lain selain aku?”

Ayu mengangguk. “Harusnya aku yang tanya seperti itu ke kamu. Bukannya kamu yang selalu gonta-ganti pasangan, hah?”

“Aku sudah tobat, Ay. Lebih baik jadi mantan anak nakal daripada malah jadi mantan anak baik. Iya, kan?”

“Memang harus tobat karena kamu akan menjadi seorang ayah dari anak perempuan. Tugas kita jauh lebih berat untuk mendidik dan merawat dia. Aku yang sudah dilindungi begitu kuat oleh orang tuaku saja, masih bisa dilahap oleh predator sepertimu,” ucap Ayu sambil menatap wajah Nanda.

Nanda melebarkan kelopak matanya. “Kamu ngatain aku predator, hah!? Bukan salahku kalau aku melakukan itu. Kamu yang terlalu cantik dan seksi, Ay.”

“Aku nggak pernah berpakaian seksi seperti yang lain, Nan.”

“Kamu tidak pakai pakaian seksi saja sudah membangkitkan gairahku, Ay. Apalagi pakai yang seksi,” sahut Nanda sambil menatap gemas ke arah wajah Ayu yang terlihat lebih chubby dan menggemaskan saat hamil seperti ini.

Ayu terkekeh mendengar ucapan Nanda. “Kenapa bisa seperti itu?”

“Nggak tahu. Mungkin, karena Tuhan hanya meletakkan satu orang wanita dari milyaran wanita di dunia ini yang bisa menggetarkan hatiku,” jawab Nanda.

Ayu tersenyum bahagia sambil menatap lekat mata Nanda. “Nan, andai apa yang terjadi padaku di masa lalu ... terjadi juga pada puteri kita di masa depan. Apa yang akan kamu lakukan?”

“Aku akan membunuh laki-laki yang sudah menyakiti puteri kita!” sahut Nanda tegas.

“Ayah Edi tidak melakukan itu padamu.”

“Eh!? Itu karena kamu mencintaiku sejak awal. Iya ‘kan?” tanya Nanda penuh percaya diri.

Ayu tertawa kecil menanggapi pertanyaan Nanda. “Jadi, kalau puteri kita mencintai pria yang salah ... apa kita akan membiarkannya hidup dengan pria itu?”

“Ay, aku tahu kamu dosen. Tapi jangan kasih aku pertanyaan yang susah dijawab, dong!” pinta Nanda sambil menatap payah ke arah Ayu.

Ayu tertawa kecil dan menyandarkan kepalanya di pundak Nanda. “Nan, kamu tahu ... ada hal-hal yang terkadang tidak bisa diterima nalar. Terkadang aku berpikir, bagaimana aku bisa mencintaimu yang begitu brengsek. Menyakitiku berkali-kali, tapi aku tidak pernah bisa benar-benar pergi. Dan aku baru sadar bahwa cinta bukan sekedar menerima kekurangan. Tapi bagaimana kita tetap bertahan, meski harus menahan jutaan rasa sakit.”

Nanda tersenyum dan membenamkan bibirnya ke pelipis Ayu. “Maafkan aku, Ay! Aku janji, tidak akan pernah menyakitimu lagi. Kalau aku melakukannya, kamu boleh bunuh aku saat itu juga.”

“Mati itu terlalu mudah untuk kamu yang sudah menyakitiku. Kamu harus tetap hidup dan menebus kesalahanmu sampai mati!” tegas Ayu sambil menatap wajah Nanda.

Nanda mengangguk. “I do,” ucapnya sambil merangkul pundak Ayu. Menikmati indahnya mentari yang perlahan kembali ke tempat peristirahatannya. Ia berharap, bisa menjadi pria yang selalu mencintai Ayu. Melindungi wanita ini dan keluarga kecil yang ia bangun. Memberikan mereka nafkah, cinta, pendidikan dan jaminan masa depan yang baik. Sebab, dunianya yang pernah liar adalah bola besar yang ia genggam untuk menjadi pelindung keluarganya di masa depan.

Hal buruk yang terjadi di masa lalu adalah pelajaran paling berharga agar kita lebih berhati-hati dalam bertindak dan mengambil sebuah keputusan. Sebab, ada banyak nasihat di dunia ini agar kita tidak menyesal. Tapi, penyesalan itu tetap ada dan tidak ada satu pun manusia yang tidak memiliki penyesalan dalam hidupnya. Kata sesal adalah sebuah pelajaran paling berharga dalam kehidupan dan mengendalikan tindakan kita di masa depan.

 

 

-TAMAT-

 

 

Terima kasih sudah menjadi sahabat setia bercerita!

Jadikan tulisan ini sebagai pelajaran hidup bahwa seburuk-buruk manusia, akan ada titik yang akan membalikkan dan mengubah hidupnya. Dan tidak semua orang memiliki kesempatan ini. Maka, selagi ada kesempatan ... tanamlah benih kebaikan meski hanya sebutir benih padi.

 

Sampai ketemu lagi di cerita-cerita selanjutnya ...!

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas