Wednesday, August 17, 2022

Bab 77 - Sebelum Pernikahan

 



Jalanan kota Solo yang basah oleh embun pagi, mulai menghangat dan langkah kaki penghuni kota itu mulai ramai. Keraton Kesultanan Surakarta dan masyarakat di sekelilingnya disibukkan dengan persiapan pernikahan Puteri Mahkota keraton tersebut.

“Bunda, apakah pernikahanku harus seberlebihan ini?” tanya Ayu sambil menatap wajah Bunda Rindu.

Bunda Rindu tersenyum sambil merangkul tubuh Ayu. “Bunda tahu, kamu selalu menyukai hal yang sederhana. Tapi ini semua keinginan masyarakat sekitar. Mereka sangat mengenalmu dan meminta untuk mengadakan pesta rakyat. Ay, kamu ini puteri mahkota di keraton ini. Saat ayahmu tutun tahta, kamu dan keturunanmu yang harus menggantikannya. Semua warga di sini mencintai dan membutuhkanmu. Jangan kecewakan mereka, ya!” ucapnya lembut.

Ayu mengangguk. Ia mengedarkan pandangannya menatap begitu banyak abdi dalem dan masyarakat sekitar yang antusias menyambut pesta pernikahannya.

“Aku dengar, calon suami Ndoro Puteri itu orang biasa saja. Bukan dari keluarga bangsawan. Kalau gitu, rakyat jelata seperti kita juga punya kesempatan mempersunting wanita dari keluarga bangsawan,” ucap salah seorang pria yang berdiri membelakangi Ayu sambil memperbarui cat tembok keraton tersebut.

“Ndul, memang bukan dari keluarga bangsawan, tapi dari keluarga pengusaha kaya raya. Kamu ndak lihat undangannya itu namanya bagus banget? Perdanakusuma. Yang namanya kusuma-kusuma gitu, mesti bukan orang-orang biasa,” sahut pria di sebelahnya lagi.

Ayu menahan tawa mendengar ucapan orang-orang di sekelilingnya yang sibuk membicarakan dirinya.

“Kakak Ayu ...!” seru beberapa anak kecil yang berlari berhamburan menghampiri Ayu dengan setangkai mawar merah di tangan mereka masing-masing. “Selamat menempuh hidup baru! Semoga bahagia dan selalu sayang kami semua!” ucap mereka serentak.

Ayu tersenyum sambil berjongkok menatap anak-anak kecil yang mengulurkan bunga mawar untuknya. “Anak-anak pintar. Siapa yang suruh kalian ke sini?” tanya Ayu.

“Kakak itu ...!” Mereka semua langsung menunjuk serentak ke arah Nanda yang sudah berdiri di seberang jalan. Jelas sekali senyum di bibirnya merekah indah menatap Ayu dari kejauhan.

Ayu langsung tersenyum lebar sambil menatap Nanda yang berdiri di seberang sana. Besok, mereka akan melangsungkan pernikahan. Nanda dan keluarga besarnya sudah bersiap dan tinggal di salah satu hotel yang letaknya tak jauh dari keraton tersebut. Karena ini adalah pernikahannya yang kedua, Ayu tidak harus menjalani tradisi pingitan yang begitu tertutup. Ia masih bisa menikmati udara segar di luar, hanya saja tidak boleh bertemu secara langsung dengan pria itu.

Bunda Rindu menghela napas melihat Ayu dan Nanda yang saling melambaikan tangan meski posisi mereka berada di seberang jalan. “Ayu, baru berapa hari nggak ketemu sama dia, udah kangen?”

Ayu menoleh ke arah Bunda Rindu. “Bunda bisa aja. Oh ya, Nadine bakal datang ke acara pernikahan aku atau nggak, ya?”

“Kamu udah kabari dia?” tanya Bunda Rindu balik sambil merangkul lengan Ayu dan membawa puterinya itu masuk ke dalam keraton.

Ayu terus menoleh ke belakang meski langkah kakinya maju ke depan. Ia menatap Nanda yang terlihat begitu kecewa karena Bunda Rindu membawanya masuk.

“Bunda, Ayu boleh ketemu Nanda sebentar aja?” tanya Ayu.

“Nggak usah. Besok juga ketemu,” jawab Bunda Rindu sambil melangkahkan kakinya.

“Tapi ... kasihan dia yang udah jauh-jauh datang ke sini, Bunda.”

“Biarkan saja! Dia sudah sangat rindu padamu, Ay. Lihat saja wajahnya! Kalau kamu menemuinya hari ini, besok wajahnya akan biasa saja karena rindunya sudah terobati,” ucap Bunda Rindu.

“Oh, gitu?” tanya Ayu sambil tertawa kecil. “Leluhur memang sengaja menyiksa generasi penerusnya?”

Bunda Rindu terkekeh mendengar ucapan Ayu. “Dua orang yang saling mencintai, ada kalanya harus berpisah. Supaya tahu bagaimana cara mengungkapkan rindu saat bertemu.”

“Bunda sama ayah juga dulu seperti itu?” tanya Ayu sambil menatap wajah Bunda Rindu.

Bunda Rindu menganggukkan kepala. “Bunda harus dipingit selama empat puluh hari sebelum pernikahan. Tidak boleh bertemu dan berkomunikasi dengan ayahmu. Kamu bayangkan sendiri gimana rasanya? Pasti kangen banget ‘kan?”

Ayu mengangguk sambil tertawa kecil. Ia terus bercengkerama bersama sang bunda. Menceritakan banyak hal tentang masa lalu dan detail pernikahan Ayu agar semuanya terlihat sempurna, tidak mengecewakan semua orang yang akan datang ke pesta tersebut.

 

...

 

Keesokan harinya ...

Nanda menarik napas dalam-dalam sambil menatap dirinya di depan cermin. Setelan jas warna cream dengan lis warna cokelat, sudah ia kenakan dan membuat tampilannya jauh lebih segar dari biasanya.

“Udah siap?” tanya Nia sambil melangkah masuk ke dalam kamar Nanda.

Nanda mengangguk. “Gimana? Ganteng, nggak?”

“Ganteng, dong!” ucap Nia sambil tersenyum menatap wajah Nanda.

Nanda tersenyum lebar dan merapikan kembali jasnya yang sudah rapi.

“Nan, kamu jaga baik-baik pernikahanmu kali ini, ya!” pinta Nia sambil menyentuh lengan Nanda.

Nanda mengangguk sambil tersenyum menatap Nia.

“Baik atau buruknya rumah tangga, semua tergantung suami sebagai pemimpin. Kalau istri salah, ingatkanlah dan kembalikan ke jalan yang baik. Kalau kamu yang salah, kamu harus berani untuk mengakui dan meminta maaf,” ucap Nia sambil menatap wajah Nanda. “Kamu boleh egois di depan semua orang, tapi tidak boleh egois demi kebaikan rumah tanggamu di masa depan.”

“Iya, Ma. Aku pasti ingat semua nasehat Mama,” balas Nanda sambil mengecup pipi Nia. Ia merangkul tubuh wanita yang telah melahirkannya itu dan bergegas keluar dari kamar hotel tersebut.

Nia tersenyum bangga menatap Nanda yang kini telah banyak berubah. Ada hal yang tidak bisa dikendalikan dengan ucapan. Ada keburukan yang tidak bisa diubah hanya dengan nasehat. Roro Ayu, telah mengubah hidup puteranya dengan rasa sakit bertubi-tubi. Menjatuhkan keluarga mereka sejatuh-jatuhnya, tapi tetap menerima semua sifat buruk Nanda ... kemudian mencintainya lagi.

Nanda tersenyum sambil menatap semua orang yang sudah bersiap mengantarkannya memasuki keraton tempat Ayu dilahirkan. Mobil-mobil sudah dihias dengan bunga khas pengantin di depannya dan semua orang sudah menyiapkan banyak hadiah mahal untuk keluarga mempelai wanita.

Mereka semua bergegas pergi menuju Keraton Kesultanan Surakarta. Keraton yang hampir tidak pernah dibuka dan tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang. Tapi kali ini ... para tamu undangan masuk ke dalam keraton tersebut. Juga dengan masyarakat sekitar, meski dengan pengawalan ketat.

“Nan, aku nggak nyangka kalau cowok brengsek kayak kamu bisa dapetin tuan puteri dari keluarga bangsawan kayak gini,” bisik Rocky yang ikut mengantarkan Nanda ke acara pernikahannya.

“Emang sekarang lagi nge-trend menikahi wanita dari anak orang kaya raya. Biar ikutan kaya juga,” sahut Angga yang juga ada di sana.

“Apalagi kalau hamilin anaknya orang kaya, udah pasti dinikahkan,” sambar Sonny lagi.

“Tapi anak orang kaya yang lemah. Jangan anak orang kaya yang kuat! Yang ada, kita malah dihancurin. Tinggal nama doang, hahaha.” Okky tergelak sambil merangkul Sonny yang ada di sana.

“Hahaha. Hancur satu burung dan dua telurnya!” Angga menimpali.

“Kalian ini apaan, sih!? Calon pengantinnya dikata-katain! Nyesel aku milih kalian jadi groomsman!” seru Nanda sambil menahan kesal.

“Hahaha.” Rocky dan yang lainnya tergelak mendengar ucapan Nanda. Mereka kembali memasang wajah serius saat pintu besar aula utama keraton tersebut terbuka dan mereka semua disambut dengan tari-tarian tradisional yang sudah disiapkan untuk menyambut kedatangan pengantin pria.

Nanda langsung tersenyum lebar saat melihat Roro Ayu sudah berdiri di atas pelaminan yang berada beberapa meter darinya. Melihat wanita itu dari kejauhan saja, sudah berhasil membuat senyum di bibirnya merekah.

“Ya Tuhan, ternyata istriku cantik banget!” gumamnya dalam hati dengan perasaan tak karuan. Meski berusaha untuk terlihat biasa saja, rasa gugupnya tetap tak bisa disembunyikan dari mata semua orang. Terlebih, keringat menetes perlahan dari sudut-sudut keningnya meski aula megah itu sudah full AC.

 

 

 

((Bersambung...))

Karena Roro Ayu nggak demen pakai make-up dan selalu natural. Nanda sampai nggak menyadari kalau istrinya itu aslinya cantik banget! Hihihi

 

Oh ya, kalian mau sumbang ide permainan apa untuk hari pernikahan mereka biar seru? Komen di bawah, ya!

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas