Wednesday, August 17, 2022

Bab 79 - Kehangatan Malam Pengantin

 



“Ay, lain kali jangan candain aku seperti ini lagi. Aku hampir gila karena kehilangan kamu, Ay,” pinta Nanda sambil menatap wajah Ayu yang sedang membersihkan riasannya di dalam kamar.

“Aku juga nggak tega lihat kamu kayak gitu. Idenya Nadine, Okky sama Sonny,” jawab Ayu sembari menengadah menatap Nanda.

“Sonny tuh memang minta disepak,” tutur Nanda sambil memperhatikan wajah Ayu. “Belum kelar bersihin mukanya?”

“Sebentar lagi,” jawab Ayu sembari mengusapkan kapas ke atas bibirnya.

Nanda tersenyum sembari menyentuh lembut bibir Ayu. Ia menarik dagu wanita itu dan mengecup bibirnya. Tak sabar menunggu wanita ini selesai membersihkan seluruh riasannya.

“Nan, aku masih bersih—” Ucapan Ayu terhenti saat Nanda kembali menyambar bibirnya dengan sensual. Seluruh tubuhnya menegang dan ia membalas ciuman Nanda dengan senang hati sembari mengalungkan lengannya ke leher pria itu.

Semakin lama, ciuman Nanda semakin dalam. Dengan cekatan, pria itu menggendong Ayu naik ke atas ranjang tanpa melepas tautan bibirnya.

Desahan lembut mulai keluar dari bibir Ayu dan tangannya yang halus, menjalar perlahan, masuk ke dalam kemeja yang dikenakan Nanda dan mengelus lembut punggung pria itu.

Nanda menghentikan ciumannya sambil meringis menahan nyeri ketika alat vitalnya mulai bereaksi dan menegang.

“Nan, kamu kenapa?” tanya Ayu sambil menangkup wajah Nanda.

“Agak sakit,” jawab Nanda sambil melihat ke bagian bawah tubuhnya. Entah bagaimana Ayu melakukannya, ikat pinggang yang ia kenakan sudah terlepas dan risleting celananya pun sudah terbuka.

“Sakit?” Ayu mengernyitkan dahi. “Jangan bilang kalau kamu ...?”

“Sejak kejadian itu ... emang agak sakit kalau tegang,” jawab Nanda.

“Eh!? Jadi ... kita nggak bisa ...?” Ayu menatap wajah Nanda dengan tatapan kecewa.

Nanda tertawa kecil sambil menatap wajah Ayu yang ada di bawahnya. “Kamu sudah sangat menginginkannya?”

Ayu menggeleng. “Nggak juga. Kalau kamu nggak bisa, kita tidur aja! Ini sudah larut malam dan kita juga sudah sama-sama lelah,” jawabnya sambil berusaha mendorong tubuh Nanda.

Nanda langsung mengunci tubuh Ayu agar tidak beranjak sedikit pun dari tempatnya. “Kalau kamu menginginkannya, aku bisa berikan rasa yang lebih enak dari pertama kali kita melakukannya,” bisiknya di telinga Ayu.

Ayu mengerutkan wajahnya. “Buat apa kalau kamu juga kesakitan. Nggak akan nyaman ‘kan?”

“Aku cuma bercanda, Ay,” jawab Nanda. Ia langsung menyesap leher Ayu hingga tubuh wanita itu semakin menegang.

“Mmh ...” Ayu mendesah kuat saat jemari tangan Nanda menyentuh bagian kenikmatan itu.

Dengan cepat, Nanda melepaskan semua kain yang tersisa di tubuh Ayu saat mengetahui kalau bagian kenikmatan di bawah sana sudah basah di area genital itu.

Bibir dan kedua tangan Nanda terus memberikan sentuhan-sentuhan di area sensitif milik Ayu sembari mempersiapkan diri untuk masuk ke sana secara perlahan.

“Mmh ... Nan ...!” Ayu langsung mencengkeram punggung Nanda saat pria itu sudah berhasil masuk ke area genital miliknya.

“Enak?” tanya Nanda sambil mencengkeram lembut rahang Ayu yang sudah diselimuti gairah.

Ayu mengangguk sembari menggigit bibir bawahnya. Merasakan kenikmatan yang sudah lama tak ia rasakan sejak berpisah dengan Nanda. Meski Nanda bukanlah pria pertama yang masuk ke hatinya. Tapi dialah yang paling pertama masuk ke area terlarang dan tempat yang paling berharga dalam kehidupan Ayu. Menjadi pria nomor satu dan satu-satunya yang ada di sana.

“I love you, Ay. Don’t leave me again!” bisik Nanda setelah ia berhasil melakukan pelepasan. Ia langsung mengecup bibir Ayu dan menjatuhkan tubuhnya di samping wanita itu. Ia memejamkan mata sembari mengatur napasnya.

Ayu tersenyum sambil memperhatikan wajah Nanda. “Capek?”

Nanda menganggukkan kepalanya.

“Udah nggak kuat main lagi?”

Nanda langsung membuka mata dan menoleh ke arah Ayu yang berbaring di sampingnya. “Kamu mau minta main lagi?”

Ayu mengangguk sambil tersenyum jahil.

“Aku capek, Ay. Seharian udah capek terima tamu. Lanjut besok aja, gimana?”

Ayu menggeleng sambil menyembunyikan tawa di dalam hatinya. “Aku maunya sekarang, Nan!" pintanya dengan gaya centil.

Nanda langsung mengernyitkan dahi sambil bangkit dari tempat tempat tidur.  “Kamu ini kenapa? Nggak kesurupan ‘kan?”

Ayu menggeleng sambil tersenyum centil.

Nanda langsung menempelkan punggung tangannya ke kening Ayu. “Normal, kok?”

Ayu segera menepis tangan Nanda dari keningnya. “Kamu kira aku gila?”

“He-em. Kamu nggak pernah secentil ini? Kenapa jadi centil banget?”

“Bukannya kamu suka cewek yang centil dan agresif?” tanya Ayu balik.

“Itu dulu, Ay. Lagian, kamu nggak cocok bertingkah centil kayak gini. Aku geli lihatnya,” sahut Nanda.

Ayu mendengus kesal menatap wajah Nanda. Ia segera menarik selimut, menutup tubuhnya dengan rapat dan berbalik membelakangi Nanda.

Nanda menahan tawa sambil melihat tubuh Ayu yang ada di bawah selimut. “Ay ...!” panggilnya lirih.

“Ay ...!” panggil Nanda lagi sambil menggoyang-goyangkan tubuh Ayu.

“Aku ngantuk. Mau tidur!” seru Ayu.

Nanda tertawa kecil dan memeluk tubuh Ayu yang ada di dalam selimut.  “Ini baru istriku yang asli,” ucapnya sambil tersenyum.

Ayu menyingkap selimut yang menutupi wajahnya dan memutar tubuhnya menatap Nanda. “Kamu ...!? Nggak suka kalau aku centil dan agresif?”

Nanda tersenyum sambil menempelkan wajahnya ke telinga Ayu. “Aku lebih suka kamu yang jutek, ketus dan selalu berani melawan aku.”

Ayu tertawa kecil. “Bodoh.”

“Aku rela jadi bodoh asalkan bisa memelukmu seperti ini setiap hari. Asal aku bisa dengarkan omelanmu, bisa mendengar kamu mendebatku dan ... bisa menikmati dengkuranmu setiap malam,” ucap Nanda sambil tersenyum manis.

“Memangnya aku tidur mendengkur?” tanya Ayu.

Nanda mengangguk sambil mengeratkan pelukannya dengan mata terpejam. Ia terus memeluk tubuh Ayu dengan erat hingga ia terlelap dalam kehangatan bersama wanita itu.

 

...

Tiga bulan kemudian ...

Sepulang dari kantor, Nanda melenggang ceria memasuki rumahnya sambil memanggil nama Ayu. “Ay, aku udah beliin testpack yang kamu pesan. Cepet pake, ya!” Ia meletakkan kantong kresek ke atas meja dapur.

“Banyak banget? Kamu beli testpack atau beli keripik?” Ayu menaikkan alis saat membuka kantong tersebut dan mendapati ada banyak testpack di dalamnya.

“Biar akurat aja hasilnya kalau testpack-nya banyak, Ay. Kali aja ada yang error.”

Ayu menghela napas sambil menatap serius ke arah Nanda. “Satu aja cukup kali, Nan. Selebihnya, bisa periksa ke dokter. Itu lebih akurat. Kayak gini namanya pemborosan!”

“Jadi, gimana? Aku jual lagi testpack-nya?” tanya Nanda.

Ayu memutar kepala sambil menarik kantong kresek tersebut. “Siapa yang mau beli testpack?” Ia segera mematikan kompor dan masuk ke dalam kamar mandi.

Nanda tertawa kecil sambil mengikuti langkah Ayu. Ia berdiri di sebelah pintu kamar mandi, menunggu hasil testpack yang sudah dibawa masuk oleh Ayu.

“Ay, udah, belum? Lama banget?” seru Nanda sambil menatap daun pintu kamar mandi.

“Gimana nggak lama kalau kamu belikan testpack sebanyak ini?” sahut Ayu berseru.

“Pakai satu aja, Ay!”

“Lain kali, kamu belinya juga satu! Nggak usah buang-buang duit!” seru Ayu.

“Siap, Ibu Bendahara!” sahut Nanda sambil tersenyum. Ia tidak sabar menunggu Ayu keluar dan sangat berharap kalau istrinya itu bisa segera hamil. Kali ini, ia benar-benar merasa bahagia jika bisa menjadi seorang ayah sungguhan. Ia berjanji, tidak akan menyia-nyiakan anaknya seperti bagaimana Axel Noah saat berada dalam kandungan Ayu.

Ia benar-benar menyesal karena ia tidak pernah bisa menghargai apa yang sudah ia miliki di masa lalu. Jika waktu bisa kembali, ia ingin kembali ke titik di mana ia pertama kali mengenal Ayu dan menjatuhkan hatinya ke tempat terdalam yang ada di dalam diri Ayu. Sebab, cinta itu bukan melulu soal gengsi dan minder. Tapi tentang sebuah keberanian melawan keputusan semua orang yang menganggapnya bersalah, padahal itu adalah jalan terbaik yang ia pilih.

 

((Bersambung ...))

 

 

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas