Wednesday, August 17, 2022

Bab 41 - Usaha Nanda

 


Ayu menguap beberapa kali. Ia melirik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 00.30 waktu London. Sepertinya, dunia begitu cepat berputar hingga ia tidak menyadari kalau sudah berada di perpustakaan selarut ini.

Ayu segera memilih menu shut down di laptopnya dan membereskan semua buku yang berhambur di sisinya. Ia menoleh ke deretan meja yang ada di sisi kirinya. Biasanya, perpustakaan itu tetap ramai meski sudah tengah malam. Tapi kali ini, hanya ada tiga orang pria yang duduk berjauhan. Mungkin, mereka memang tidak saling mengenal.

Di sisi kirinya, ia mengetahui kalau ada seorang pria yang meminta tanda tangannya dan sedang asyik membaca buku yang ia tulis. Roro Ayu tersenyum menatap pria yang menutup wajahnya dengan buku karyanya itu. Ia tidak tahu itu mahasiswa mana. Mungkin, mahasiswa baru yang sedang belajar tentang ilmu bisnis.

Ayu menghela napas. Ia segera mengambil buku-buku di tangannya dan melangkah menuju rak, mengembalikan buku-buku itu ke tempatnya. Ia lebih senang menggunakan buku itu di perpustakaan daripada harus membawanya pulang.

Nanda memutar kepalanya, mengikuti tubuh Ayu yang sedang menyusun buku di rak. Ia ingin menyapa wanita itu, tapi jantungnya tidak bisa ia kendalikan dan membuatnya sangat gugup.

“Nan, kamu ini umur berapa? Sekarang udah tiga puluh tahun. Masa masih nervous kayak anak SMA? Mantan juga banyak. Nggak segininya deketin cewek,” gumam Nanda dalam hati dengan gusar. Ia segera berbalik dan menutup wajahnya kembali begitu Ayu sudah selesai menyusun buku-bukunya.

Ayu melangkahkan kakinya lunglai sambil menghampiri mejanya kembali. Ia segera memasukkan laptopnya ke dalam tas.

Krucuk ... krucuk ... krucuk ...!

Ayu langsung memegangi perutnya yang keroncongan. “Huft! Terlalu asyik kencan sama buku. Sampai lupa kalau belum makan. Enaknya makan apa, ya?” gumamnya. Ia segera menarik tas ranselnya, mengenakannya dan melangkah keluar dari gedung perpustakaan tersebut.

Nanda buru-buru bangkit dari tempat duduk dan mengejar langkah Ayu.

Ayu menyadari kalau ada pria yang sedang menguntitnya setelah ia sampai beberapa meter dari flat yang ia tinggali. Ia mempercepat langkahnya dan pria di belakangnya juga ikut mempercepat langkahnya.

Ayu segera mengeluarkan parfume spray dari dalam tas ranselnya. Setiap hari, ia tidak pernah lupa mengisi botol parfume itu dengan cairan cabai dan lada untuk melindungi diri dari orang-orang nakal di luar sana.

Ayu semakin mempercepat langkahnya ketika pria yang ada di belakangnya semakin dekat ikut masuk ke dalam gerbang rumah yang ia tinggali. Ayu menghentikan langkahnya dan berbalik. Ia langsung menyemprotkan cairan lada itu ke arah pria yang mengikutinya.

“AYU ...! INI APAAN!?” seru Nanda sambil menutup kedua matanya yang terkena semprotan Ayu.

“Ka-kamu ...!?” Ayu tertegun melihat wajah Nanda yang terpejam di hadapannya. Tubuhnya bergetar dan perasaannya tak karuan saat melihat pria itu berdiri di sana. “Nan-Nanda ...!?”

“Iya, aku Nanda!” sahut Nanda sambil mengucek kedua matanya yang terasa sangat perih, pedas, pedih dan tak karuan. “Aku nggak bisa lihat apa-apa. Kamu semprotin apa ke mataku?”

“Sorry ...! Sorry ...!” Ayu langsung merengkuh tubuh Nanda. “Aku bantu kamu bersihkan. Ikut aku!” pintanya sambil menarik lengan Nanda. Ia segera naik ke kamarnya yang berada di lantai empat dan membawa Nanda masuk ke sana.

“Duduk di sini!” pinta Ayu sambil mendudukkan Nanda di sofa ruangannya. Ia segera melepas ransel dan mengambil air putih dari dapurnya. Dengan cepat, ia menghampiri Nanda kembali.

Nanda menahan senyum sambil meringis menutup wajahnya. Untungnya, ia sigap hingga cairan yang disemprotkan Ayu itu tidak benar-benar mengenai matanya. Hanya saja, masih terasa pedas di bagian kulit sekitar matanya.

“Baring dulu ya, Nan!” pinta Ayu sambil membantu Nanda untuk berbaring di sofa tersebut. Ia membuka salah satu mata Nanda dan meneteskan air bersih ke mata pria itu. “Kenapa kamu bisa ada di sini?”

Nanda memicingkan mata menatap wajah Ayu yang sedang meniup perlahan matanya. “Aku ...”

Ayu membuka mata Nanda satu lagi dan meneteskan air bersih ke sana. Ia harap, ini bisa mengurangi rasa sakit di mata pria itu. “Coba buka matanya! Bisa lihat?”

Nanda membuka kedua matanya perlahan dan menggeleng.

“Sebentar. Aku carikan obat mata,” tutur Ayu sambil bangkit dari lantai. “Atau kita ke rumah sakit, sekarang?”

Nanda menyambar pergelangan tangan Ayu agar wanita itu tak beranjak dari sisinya. “Obat mata aja!”

Ayu mengangguk. Ia segera masuk ke kamar. Mencari obat mata yang pernah ia gunakan beberapa hari lalu. Setelah mendapatkannya, ia langsung menghampiri Nanda dan meneteskan obat mata itu perlahan ke mata Nanda.

Nanda terus menatap wajah Ayu yang sedang meniup lembut matanya. Bibir wanita itu benar-benar menggoda. Membuat hasratnya bangkit dan ingin melumat bibir merah jambu yang terpampang nyata di hadapannya itu.

Tanpa sadar, telapak tangan Nanda meraih tengkuk Ayu dan mendekatkan bibirnya ke bibir wanita itu.

“NANDA ...!?” seru Ayu sambil mendorong tubuh Nanda saat ia menyadari kalau pria itu ingin menciumnya. “Kamu pura-pura nggak lihat!? Mau aku semprot lagi, hah!?”

“Eits, jangan! Ampun ...! Ampun ...!” pinta Nanda sambil bangkit dari sofa dan menatap wajah Ayu.

“Kalau kamu baik-baik aja, keluar dari rumahku!” seru Ayu kesal.

“Ay, aku nggak punya tempat tinggal. Aku baru aja sampai di kota ini dan nggak tahu harus tinggal di mana. Aku boleh tinggal di sini? Malam ini aja!” pinta Nanda sambil memasang wajah paling melas yang ia miliki.

“Kamu ke sini pasti perjalanan bisnis ‘kan? Banyak hotel di kota ini. Check-in aja! Apa susahnya?” sahut Ayu.

Nanda meringis sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bicara dengan wanita cerdas, memang sangat sulit. Ia tidak tahu lagi alasan yang tepat agar Ayu mengizinkannya tetap tinggal di sana.

“Aku ditinggal sama asistenku. Aku nggak bawa handphone, nggak bawa dompet. Cuma bawa diri aja. Aku nyasar ke sini dan kebetulan ketemu kamu.”

“Nggak usah berkilah! Kamu udah lama ada di perpustakaan dan ngikuti aku diam-diam ‘kan?” sahut Ayu sambil mendelik ke arah Nanda.

Nanda menghela napas dan bersandar lemas di sofa. “Kamu nggak kasihan sama aku? Mataku nggak bisa lihat jelas karena kamu semprot pakai cabai? Masih pedes ini, Ay,” ucapnya sambil menunjuk wajahnya sendiri.

Ayu menghela napas saat melihat kulit di sekitar mata Nanda memang memerah. Tapi ia enggan memelihara pria itu di dalam rumahnya dan ingin membuatnya segera pergi dari sana.

Nanda melipat kedua tangan di dada sambil memejamkan mata.

“Nanda, pergi!” pinta Ayu sambil menarik lengan Nanda agar bangkit dari sofa.

Nanda langsung menguatkan lengannya dan menarik tubuh Ayu hingga wanita itu terjatuh tepat di atas dadanya.

Ayu melebarkan kelopak matanya ketika bibirnya tepat menyentuh hidung Nanda yang bangir. “Nan, lepasin!”

Nanda malah mengunci tubuh Ayu dan menatap wajah wanita itu. “Tadi kamu khawatir banget sama aku. Sekarang, kamu malah ngusir aku pergi? Apa kamu memang begitu tidak bertanggung jawab?”

“Bodo amat!? Lepasin!” sahut Ayu sambil berusaha melepaskan lengan Nanda yang melingkar di pinggangnya.

“Aku nggak akan lepasin kamu lagi!” sahut Nanda sambil menatap wajah Ayu.

“Jangan ngimpi! Aku udah pacar di sini. Kalau kamu macam-macam, aku bakal bikin kamu babak belur lagi. Mau?” sahut Ayu kesal.

Nanda langsung melonggarkan kuncian tangannya begitu mendengar ucapan Ayu.

Ayu langsung bangkit dari atas tubuh Nanda. “Keluar dari sini! Kalau nggak, aku yang akan keluar!”

“Iya, iya. Aku keluar.” Nanda bangkit dari sofa dan enggan melangkah keluar dari flat mungil itu. Otaknya berputar cepat, mencari cara agar Ayu mau mengizinkannya tetap di sana.

“Ayu ...!” panggil Nanda sambil tersenyum manis.

Ayu membuang pandangannya. Ia enggan menatap wajah pria itu. Tidak tahu apa yang membawa pria itu datang ke kota ini. Sudah pergi begitu jauh, kenapa takdir tetap membuatnya bertemu dengan pria ini.

“Ay, kamu laper ‘kan? Aku akan masak buat kamu. Sebagai imbalannya, aku boleh tinggal di sini?” tanya Nanda.

“Kalau niat bantu, nggak usah minta imbalan!” sahut Ayu kesal. Ia segera mendorong pria itu agar keluar dari dalam rumahnya.

“Iya, iya. Aku nggak akan minta imbalan,” sahut Nanda dengan cepat sambil menahan pintu rumah itu agar tidak tertutup rapat. “Aku akan masakin buat kamu. Setelah itu, aku langsung pergi. Gimana?”

Ayu terdiam mendengar ucapan Nanda. Ia enggan bersama dengan pria ini. Tapi perutnya yang sudah sangat lapar dan tubuhnya yang sudah lelah, membuatnya menginginkan ada seseorang yang menyuguhkan makanan untuknya.

“Gimana?” tanya Nanda lagi dengan wajah sumringah saat menyadari kalau kekuatan tangan Ayu mulai melonggar. Ia tersenyum dan mendorong pintu itu perlahan agar tubuhnya bisa masuk kembali ke dalam rumah tersebut.

“Cuma masak, ya! Setelahnya, kamu harus pergi! Aku mau mandi,” pinta Ayu sambil melangkah masuk ke dalam kamarnya.

“Siap!” Nanda mengangguk. Ia tersenyum sambil mengepalkan tangannya. “Yes!” serunya dalam hati.

 

 

((Bersambung...))

 

Yuk, dukung Nanda yang savage bersatu lagi dengan Ayu!

Karen cinta ... selayaknya membuat diri kita menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas