Wednesday, August 17, 2022

Bab 56 - Enggan Melepasmu

 



Satu minggu kemudian ...

Ayu akhirnya bisa menyelesaikan hukuman keduanya dengan baik berkat bantuan dari Nanda dan beberapa pelayan yang terus membantu menghangatkan tubuh Ayu. Meski beberapa kali mengalami hipotermia, ia masih bisa melewatinya dan selamat menjalani hukuman tersebut.

“Nan, terima kasih banyak sudah membantuku menyelesaikan hukuman ini. Aku tidak tahu apa jadinya kalau nggak ada kamu di sisiku,” ucap Ayu saat ia sudah selesai mengganti semua pakaiannya dan berada di dalam kamar bersama dengan Nanda.

Nanda mengangguk sambil tersenyum manis. “Ay, aku tidak bisa berlama-lama di tempat ini. Kepala pelayan sudah mulai mencurigai keberadaanku. Kalau dia mengumpulkan semua pelayan dan menghitungnya, dia akan tahu kalau ada orang lain yang menyelinap ke tempat ini.”

Ayu menatap wajah Nanda sejenak. Kemudian menganggukkan kepala. “Kamu juga sudah terlalu lama di tempat ini. Perusahaanmu juga pasti membutuhkanmu, Nan.”

Nanda mengangguk. Ia menangkup wajah Ayu dan mengecup bibir wanita itu. “Hukuman selanjutnya tidak terlalu berat. Aku yakin, kamu pasti bisa menjalaninya dengan baik. Setelah hukuman terakhirmu selesai, aku akan datang untuk menjemputmu. Aku janji, aku akan meminta kamu kepada keluargamu dengan cara baik-baik. Tidak seperti dulu."

Ayu mengangguk sambil tersenyum manis. “Kamu janji kalau akan kembali ke aku lagi ‘kan?”

Nanda mengangguk. “I promise.”

“Kamu bisa semudah ini mengikat janji denganku? Bagaimana kalau kamu mengingkarinya?” tanya Ayu sambil menatap lekat mata Nanda.

“Aku berani berjanji karena aku akan mempertanggungjawabkan janjiku dengan penuh keberanian. Aku ingin menjadi orang yang berani dan kuat sepertimu, Ay. Kalau kamu bisa mencintaiku dengan sungguh-sungguh, maka aku juga akan bisa mencintaimu dengan kesungguhan hatiku,” tutur Nanda sambil menatap lekat mata Ayu. “Jika suatu hari nanti, aku mengingkari janjiku ... kamu bisa lakukan apa saja kepadaku.  Mencabut nyawaku pun, aku izinkan.”

“Kalau aku cabut nyawamu, itu artinya ... aku akan menjalani sisa hidupku diselimuti kesepian,” tutur Ayu sambil menatap Nanda dengan mata berkaca-kaca.

Nanda tertawa kecil sambil mengetuk hidung Ayu. “Kamu nggak akan kesepian. Di istana ini aja sudah ada banyak orang yang melayanimu.”

“Pelayan tidak bisa diajak curhat. Nggak bisa diajak melakukan hal gila seperti saat bersamamu. Nggak bisa diajak membicarakan tentang masa depan. Dan nggak bisa menghangatkan aku dengan baik saat aku kedinginan,” tutur Ayu sambil menatap wajah Nanda.

Nanda tertawa tanpa suara. “Kamu sudah mulai ketagihan minta diangetin terus?” godanya.

Ayu tersipu sambil meninju ada Nanda. “Nyebelinnya masih aja nggak ilang!” dengusnya. Ia langsung berbalik dan duduk di tepi ranjang tidurnya. “Pergilah! Kamu harus mengurus perusahaanmu dan aku nggak mau hukumanku semakin diperpanjang karena kamu ketahuan menyamar jadi pelayan di sini.”

Nanda mengangguk. Ia tersenyum dan mendekatkan tubuhnya ke tubuh Ayu. “Cium dulu!” pintanya.

Ayu tertawa kecil menatap wajah Nanda. “Aku tuh agak kesel kalau dicium sama kamu dalam keadaan seperti ini.”

“Eh!? Kesel kenapa?” Nanda mengernyitkan dahi.

“Kesel aja. Berasa kayak lagi ciuman sama perempuan,” sahut Ayu sambil tertawa kecil.

Nanda ikut tertawa mendengar ucapan Ayu. Ia menarik dagu wanita itu dan mengulum basah bibirnya. Semakin Ayu membalas, ia semakin memperdalam ciumannya.

“Aw ...!” teriak Nanda sambil melepas tautan bibirnya saat ia merasakan Ayu menggigit lidahnya. “Kenapa kamu gigit beneran!?” serunya sambil menjulurkan lidah dan mengipas dengan jemari tangannya.

Ayu terkekeh sambil menatap wajah Nanda. “Biar aja! Biar kamu nggak nakal di luar sana.”

“Kamu udah pintar gigit, ya? Mau aku gigit juga?” dengus Nanda sambil mennyondongkan tubuhnya dan berusaha menyerang Ayu.

Ayu tertawa sambil menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Telapak tangannya menutup mulut Nanda yang berusaha membalas perlakuannya. “Ampuun, Nan ...!”

Nanda terdiam. Ia tertawa kecil dan mengangkat tubuhnya dari atas tubuh Ayu. “Aku akan segera pergi dari sini. Kamu jaga diri baik-baik, ya!” ucapnya lirih.

Ayu mengangguk. “Kamu juga, ya!” ucapnya sambil mengecup kembali bibir Nanda. Kedua lengannya melingkar di pinggang pria itu dan enggan untuk berpisah. Seramai apa pun hidupnya, hatinya akan tetap terasa sepi jika tanpa Nanda di sisinya. Ia mulai terbiasa berada di sisi pria ini setiap hari, merasa nyaman dan tidak ingin ditinggalkan begitu saja.

“Jangan nakal dan jangan dekat-dekat sama cowok lain!” pinta Nanda.

“Aku sedang dihukum dan memang tidak diizinkan dekat dengan pria lain. Kamu aja yang nakal dan nyusup ke tempat ini,” sahut Ayu.

“Kamu juga mau menerima aku menjadi penyusup di sini,” sahut Nanda sambil menjulurkan lidah dengan ekspresi payahnya.

Ayu memonyongkan bibir sambil melepaskan pelukannya. “Kapan sih kamu nggak ngeselin?”

“Aku nggak ngeselin, Ay. Kamu aja yang menanggapinya terlalu berlebihan,” sahut Nanda sambil tertawa kecil. Ia segera beringsut ke depan cermin untuk merapikan pakaian dan riasannya.

“Gimana caranya kamu keluar dari keraton ini tanpa ketahuan?” tanya Ayu.

“Sama seperti saat aku masuk ke keraton ini tanpa ketahuan,” jawab Nanda sambil mengerdip centil ke arah Ayu.

Ayu tersenyum sambil mengacungkan jempolnya. “Jangan sampai ketahuan, ya!”

“Siap, Tuan Puteri ...!” ucap Nanda sambil tersenyum manis. “Hamba pamit undur diri. Tuan Puteri harus menjaga diri dengan baik sampai hamba datang kembali menjemput Tuan Puteri untuk hamba persunting,” lanjutnya sambil membungkuk hormat di hadapan Ayu.

Ayu terkekeh menatap sikap Nanda. “Nggak usah berlebihan kayak gini. Aku geli lihatnya.”

Nanda tersenyum sambil menegakkan tubuhnya kembali dan menatap serius ke arah Ayu. “Sudah sepantasnya wanita sepertimu diperlakukan sebagai Tuan Puteri. Aku yang terlalu rendah hingga tidak pernah menyadari kalau dirimu berharga. Mulai saat ini ... aku berjanji akan memperlakukan kamu dengan baik, menyayangi dan mencintai kamu dengan tulus. Tidak akan pernah menyakiti dan menduakan cintamu lagi, Ay.”

“Janji?” tanya Ayu sambil menatap serius ke arah Nanda.

“Janji.” Nanda mengacungkan dua jarinya ke sebelah telinganya sendiri.

Ayu tersenyum. Ia berlari menghampiri Nanda dan menghambur ke pelukan pria itu. “Nan, makasih, ya! Jangan sakiti aku lagi! Aku sayang sama kamu dan aku mau ... kita bisa hidup bersama seperti dulu lagi! Aku tahu, semua malapetaka di hidupku juga disebabkan oleh diriku sendiri yang tidak pernah bisa ikhlas menerima jalan takdirku sendiri,” lirihnya sembari menitikan air mata.

Nanda mengangguk. “Aku janji, kita akan bersama kembali. Melahirkan banyak anak dan hidup bahagia seperti orang lain. Kamu bisa menjalani hari-harimu dengan bersantai. Membaca novel, menonton film, mendengarkan lagu dan bermain bersama anak-anak kita di masa depan.”

Ayu mengangguk sambil tersenyum. Ia terus memeluk erat tubuh Nanda. Enggan melepas pria itu pergi dari sisinya. Dunia ini memang permainan yang tidak bisa ia kendalikan. Saat ia tidak ingin bersama pria ini, dunia seolah membuatnya selalu berada di sisi Nanda. Dan saat ia ingin bersama pria ini, seluruh dunia menolak apa yang sedang ia inginkan dan ingin memisahkan mereka berdua.

 

 

 

((Bersambung...))

 

Terima kasih sudah menjadi sahabat setia bercerita!

Mohon maaf untuk telat update karena author masih diajak gelud sama laptop yang rewelnya nggak kelar-kelar. Hahaha. Meski mau gila, tetap aja masih harus ketawa untuk kalian semua, ya!

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas