Wednesday, August 17, 2022

Bab 33 - Nanda Cemburu

 


“Pagi, calon bunda ...!”

Ayu yang sedang menyiram tanaman di depan rumah, langsung memutar kepala ke belakangnya. “Sonny ...!? Kamu lagi di sini?”

Sonny mengangguk  sambil tersenyum manis. Ia mengeluarkan bucket bunga dari belakang punggungnya dan mengulurkan ke hadapan Ayu. “Hadiah buat kamu. Happy birthday ...!”

Ayu langsung menatap wajah Sonny dengan mata berkaca-kaca. “Kamu masih ingat hari ulang tahunku?”

“Aku nggak akan pernah lupa,” jawab Sonnya sambil menatap wajah Ayu. “Maaf! Aku nggak bisa jadi orang pertama yang ngucapin ulang tahun ke kamu tahun ini.”

Ayu menggeleng pelan sambil menitikan air mata. “You’re first.”

“Hah!? Serius!? Nanda nggak ucapin happy birthday buat kamu?” tanya Sonny.

Ayu menggeleng pelan.

“Nggak usah sedih! Terima bunga ini! Anggap aja ini hadiah persahabatan buat kita,” ucap Sonny sambil tersenyum manis.

“Beneran persahabatan?”

Sonny mengangguk sambil tersenyum manis.

Ayu langsung meraih bucket dari tangan Sonny dan tersenyum manis. “Makasih ya, Son!”

Sonny mengangguk. “Bunda sama ayah ada di rumah?”

“Ada. Mereka di dalam.”

“Aku boleh masuk?”

“Masuk aja!” sahut Ayu sambil tertawa. Tanpa ia sadari, ia merangkul lengan Sonnya seperti biasa dan melenggang masuk ke dalam rumah tersebut dengan ceria.

Edi yang sedang bersantai dengan istrinya, langsung tertegun melihat Ayu yang begitu ceria merangkul lengan Sonny.

Ayu buru-buru melepaskan tangannya dari lengan Sonny saat ia menyadari kalau ia sudah menjadi istri orang lain. Mungkin, ia terlalu bahagia dengan kedatangan pria ini hingga tidak menyadari kalau ia sudah menjadi seorang istri dengan perut membesar.

“Selamat pagi, Ayah ... bunda ...!” sapa Sonny sambil menunduk sopan.

“Pagi ...!” balas Ayah Edi dan Bunda Rindu bersamaan.

“Tumben ke sini pagi-pagi?” tanya Bunda Rindu. “Dari Semarang jam berapa?”

“Udah dari kemarin sore, Bunda.”

“Oh.” Bunda Rindu mengangguk-anggukkan kepala dan menoleh ke arah bucket yang digendong oleh Ayu dengan satu tangannya.

“Mmh ... aku ke sini buat ngucapin ulang tahun ke Roro Ayu,  Bunda,” ucap Sonny seolah mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh Bunda Rindu.

“Astaga ...! Kamu hari ini ulang tahun? Bunda lupa, Ro!” Bunda Rindu langsung bangkit dari sofa.

“Kamu ini gimana? Ulang tahun anak sendiri, kok lupa? Anak kita ini cuma satu. Gimana kalau punya anak lima?” tanya Ayah Edi.

“Ayah nggak usah bawel, deh! Emangnya ayah ingat kalau hari ini ulang tahun Ayu?” sahut Bunda Rindu.

Ayah Edi gelagapan mendengar pertanyaan dari Bunda Rindu. “Ayah ingat. Cuma pura-pura lupa aja. Biar bunda bisa kasih surprise ke Roro Ayu.”

“Halah, bohong!” dengus Bunda Rindu.

Ayu tersenyum sambil menatap wajah kedua orang tuanya. “Kalian nggak usah berdebat! Aku bukan anak kecil yang harus ngerayain ulang tahun,” pintanya.

“Mmh ... bener juga, sih. Tapi kami harus siapkan hadiah untukmu tahun ini. Kamu mau hadiah apa?” tanya Bunda Rindu sambil menatap serius ke arah Ayu.

Ayu menggeleng. “Ayu pengen ... lihat bunda dan ayah sehat selalu. Makin romantis, makin harmonis dan saling menyayangi sampai kalian tua nanti.”

“Aamiin,” sahut Edi.

“Aamiin. Kalau soal itu, kami juga menginginkannya!” ucap Bunda Rindu sambil merangkul lengan Edi dan menyandarkan kepalanya di pundak pria itu.

Ayu tersenyum bahagia melihat kedua orang tuanya yang terlihat begitu saling mencintai dan hidup harmonis. Ia juga menginginkan rumah tangganya bisa berjalan sebaik ini.

“Son, kamu mau minum apa?” tanya Ayu sambil menoleh ke arah Sonny.

“Eits! Kamu ini lagi ulang tahun. Nggak boleh melayani siapa pun. Harus dilayani. Biar bunda yang buatkan minum untuk Sonny. Kamu duduk manis di sini! Temani Sonny dan papa kamu ngobrol. Oke?”

Ayu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia duduk bersama Sonny dan papanya untuk membicarakan beberapa hal tentang pekerjaan dan kegiatan mereka akhir-akhir ini.

Ting ... Tong ...!

Ayu langsung menoleh ke arah pintu. “Ayah ada janji sama orang?”

Edi menggelengkan kepala. “Temen bunda kali. Kalo nggak, paling Kang Paket,” jawabnya santai sambil bangkit dari sofa dan melangkah menuju pintu rumahnya.

Sonny dan Ayu tertawa kecil sambil menggeleng bersamaan.

“Bundamu masih demen belanja online?” tanya Sonny.

Ayu mengangguk sambil tertawa kecil.

“Kamu sendiri?”

Ayu menggeleng. “Kamu yang demen belanja online ‘kan? Kenapa malah nanyain aku? Harusnya, pertanyaan itu ditujukan ke kamu!” ucapnya sambil menoyor pundak Sonny.

Sonny tertawa kecil. “Masih demen aku belanja online. Enak aja. Praktis dan cepet. Waktu itu aku pernah mau cari barang ke pasar. Karena udah biasa belanja online, aku nyasar. Udah gitu, barang yang mau aku cari nggak dapet-dapet. Aku malah muter-muter di dalam pasar itu. Nggak bisa keluar.”

“HAHAHA.” Ayu tergelak mendengar cerita yang keluar dari bibir Sonny. “Seriusan nggak bisa keluar?”

“Iya, serius. Aku tanya ke pedagang A-B-C, malah menyesatkan. Dari pagi sampe sore aku dipasar itu dan barang yang aku cari nggak dapet. Mana aku waktu itu lagi koas dan harus balik cepet. Menderita banget kalau belanja offline. Enak online, sih. Tinggal scroll-scroll doang, nggak perlu nyasar,” ucap Sonny.

“Hahaha ... hihihi ...” Ayu terus tertawa mendengar cerita Sonny.

Di saat bersamaan. Edi menarik gagang pintu rumah tersebut dan membukanya.

“Pagi, Ayah ...!” sapa Nanda sambil menatap wajah Edi. Kedua mata dan telinganya langsung menangkap suara Ayu dan Sonny yang sedang asyik bercanda di dalam sana.

“Pagi,” balas Edi dingin. Ia menatap Nanda dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Pria muda yang biasanya terlihat urakan itu, tiba-tiba muncul di hadapannya dengan baju koko dan sarung.

“Roro Ayu ada?” tanya Nanda sambil menahan perasaan takut di dadanya. Ia jarang sekali bicara dengan ayah mertuanya dan membuat ia sangat canggung.

“Ada.”

“Saya boleh masuk?” tanya Nanda canggung.

Edi langsung menoleh ke arah Sonny dan Ayu. “Boleh. Masuklah!” Ia membuka pintu rumahnya lebar-lebar untuk Nanda.

Nanda terdiam saat melihat Ayu sedang tertawa lepas bersama Sonny. Jakunnya naik-turun seiring dengan perjuangannya menelan saliva dengan susah payah. Hatinya tiba-tiba merasa nyeri ketika melihat Roro Ayu bisa tertawa bahagia bersama Sonny di depan sana. Bukankah Roro Ayu masih sah menjadi istrinya? Kenapa malah bersama dengan pria lain? Lebih parahnya lagi, mertuanya membiarkan istrinya itu bercanda tawa dengan pria lain yang bukan suaminya.

“Ayu ...!” panggil Nanda sambil melangkahkan kakinya perlahan menghampiri Ayu.

Ayu menghentikan tawanya seketika. Ia mengalihkan pandangannya pada sumber suara yang sudah tak asing lagi di telinganya. “Nanda?”

“Kamu ngapain berduaan sama Sonny di sini?” tanya Nanda.

“Kami nggak berduaan. Ada bunda dan ayah juga,” jawab Sonny santai.

Nanda menatap kesal ke arah Sonny. “Aku belum bikin perhitungan ke kamu, Son. Gara-kara kamu, aku jadi kayak gini!”

“Kamu itu udah kena karma, masih nggak mau tobat, Nan? Harusnya, kamu introspeksi diri tanpa menyalahkan orang lain,” sahut Sonny.

“Kamu ...!?” Nanda menatap geram ke arah Sonny. “Kamu juga harusnya introspeksi diri, dong! Ayu itu istriku! Kamu masih aja deketin dia!”

“Kamu juga suaminya Ayu. Kamu masih aja bisa bawa perempuan lain ke kamar hotel,” sahut Sonny.

“Kamu nggak usah ikut campur rumah tanggaku! Pasti kamu yang udah pengaruhi Ayu sampai dia pergi ninggalin aku!” seru Nanda.

“Nggak perlu aku pengaruhi, Nan. Perempuan mana pun tidak akan betah kalau punya suami bajingan kayak kamu!”

“Anjing kamu, Son!” Nanda langsung menyambar kerah baju Sonny.

“Nan, jangan main kekerasan!” pinta Ayu sambil menarik lengan Nanda dan membawanya pergi dari sana. Ia benar-benar kesal dengan sikap Nanda yang terlalu impulsif dan temperamental. Bisa-bisanya Nanda masih ingin berkelahi dengan Sonny di hadapan kedua orangtuanya. Pria ini benar-benar membuat perasaannya tak karuan setiap hari.

 

 

((Bersambung...))

 

 

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas