Wednesday, August 17, 2022

Bab 55 - Sick for Love

 


Tepat jam enam sore, Nanda langsung menarik tubuh Ayu yang masih berendam di dalam kolam. Ia langsung membaringkan tubuh Ayu di tepi kolam dan pelayan lain buru-buru menghampiri Nanda untuk membantunya.

“Nin, Tuan Puteri baik-baik saja?” tanya salah seorang pelayan sambil memperhatikan wajah Ayu yang sudah memucat dan nyaris tak sadarkan diri.

“Nan ... Nan ...!” lirih Ayu dengan tubuh gemetaran dan langsung merangkul Nanda yang masih memangkunya.

“Nan itu siapa?” tanya salah seorang pelayan sambil mengulurkan handuk ke arah Nanda dan membantu melepas kain jarik yang melilit tubuh Ayu.

“Nama suaminya,” jawab Nanda sambil menatap tubuh Ayu yang sedang dibuka oleh pelayan lain.

“Iya. Nama suaminya itu Mas Nanda. Kalau nggak salah ingat,” sahut pelayan lain.

“Huft ...! Kasihan sekali Tuan Puteri kita ini. Hanya untuk mendapatkan restu dari keluarganya, harus menerima hukuman seberat ini. Kisah cinta orang-orang tinggi, memang diuji dengan masalah yang tinggi juga. Untungnya aku hanya orang biasa. Ujianku ya biasa-biasa saja.”

“Nggak usah banyak bicara! Cepat lepaskan kain Tuan Puteri! Keburu kedinginan,” perintah pelayan lain yang mengetahui kalau Nindi adalah suami dari Roro Ayu yang sedang menyamar.

Pelayan yang dimaksud langsung melepaskan jarik basah yang menutupi tubuh Ayu.

Nanda menahan napas saat tubuh polos Ayu yang terpampang di pangkuannya. Tubuhnya yang putih polos itu, berhasil membuat aliran darahnya tak karuan. Dengan cepat, tangannya menarik badcover dari tangan pelayan lain dan menggulungkannya ke tubuh Ayu. "Hangatkan jariknya supaya bisa digunakan lagi besok pagi!" perintahnya pada pelayan lain.

Pelayan itu mengangguk. Mereka segera menghangatkan kain jarik yang digunakan Ayu menggunakan api yang ada di sana.

“Masih ada penjaga di luar?” tanya Nanda.

“Masih.”

“Kalian siapkan makanan untuk Tuan Puteri dan beristirahatlah dengan baik! Biar aku yang menemani dan mengurus Tuan Puteri di sini,” pinta Nanda.

“Tapi ... kami juga ingin menemani Tuan Puteri di sini,” tutur salah seorang pelayan yang ada di sana.

“Hush! Jangan sampai kita semua sakit dan menularkan virus ke Tuan Puteri karena kita kurang istirahat. Lebih baik, kita beristirahat dengan baik dan kita bergantian jaga untuk besok lagi,” tutur pelayan lain sambil melangkah pergi.

Nanda menghela napas lega. Ia memeluk tubuh Ayu yang sudah ia baringkan di atas tikar yang disediakan di sana. “Ay ...!” panggilnya lirih sambil menepuk pipi Ayu. Ia ikut berbaring di samping tubuh Ayu sembari memeluk erat tubuh wanita itu.

“Ay ...! Wake up! Say something for me!” bisik Nanda sambil menempelkan keningnya ke kening Ayu. Ia terus mengusap pipi Ayu yang dingin dan pucat. Air matanya mengalir perlahan. Rasanya, ia ingin membawa Ayu pergi sejauh mungkin dari tempat ini. Tapi ia tahu, keinginan besar Ayu saat ini adalah diterima oleh keluarganya sendiri. Mungkin, terlalu banyak hari sepi yang dijalani wanita ini selama ia mengasingkan dirinya di London.

“Nan ...!” panggil Ayu lirih sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Nanda yang terasa sangat hangat.

“It’s me,” tutur Nanda sambil membelai lembut kepala Ayu.

“Dingin,” lirih Ayu sambil mendekatkan bibirnya ke leher Nanda yang terasa hangat.

Nanda langsung membenamkan kepala Ayu ke dalam dadanya. “Ay, kita akhiri saja, ya! Aku nggak sanggup lihat kamu kayak gini,” bisiknya.

“Aku masih kuat,” bisik Ayu sambil merasakan tubuh Nanda yang terasa sangat hangat dan nyaman. Ia terus memeluk erat tubuh pria itu hingga kesadarannya bisa kembali dengan sempurna.

“Masih dingin?” tanya Nanda sambil menatap wajah Ayu.

Ayu mengangguk. Ia membuka matanya perlahan dan langsung berhadapan dengan wajah Nanda yang nyaris tak berjarak dengannya. Suhu dingin yang menyelimuti tubuhnya, membuat gairahnya tiba-tiba bangkit saat berhadapan dengan pria ini. Seluruh tubuhnya yang tadi lumpuh dan tidak bisa bergerak, langsung merangkul tubuh Nanda dan menyambar bibir pria itu penuh sensual.

Debar jantung Nanda semakin menderu kala Ayu mulai memberikan sentuhan di tubuhnya dan meminta diperlakukan lebih dari sekedar pelukan dan ciuman. Ketika gairah itu mulai menguasai mereka, Nanda tiba-tiba terbangun dari fantasy seksualnya dan langsung mendorong tubuh Ayu yang sudah bergerak agresif di atasnya.

“Ay, sadar!” pinta Nanda sambil menangkup wajah Ayu.

“Aku kedinginan, Nan,” ucap Ayu sambil menatap lekat wajah Nanda.

“Kita ada di kolam suci. Bertemu dengan pria bukan mahrom saja kamu tidak diperbolehkan. Aku tidak ingin kalau kamu harus menanggung hukuman yang lebih berat lagi dari leluhurmu,” ucap Nanda.

Ayu menghela napas mendengar ucapan Nanda.  Ia langsung mengangkat tubuhnya dari atas tubuh Nanda dan duduk di samping pria itu. Ia mengedarkan pandangannya ke semua api unggun yang mengelilingi kolam tersebut.

“Kamu yang buat api-api ini, Nan?” tanya Ayu.

Nanda mengangguk. “Dibantu dengan pelayan lain. Mereka bawakan aku kayu bakar untuk memastikan kalau api ini tidak akan pernah mati.”

“Semoga tidak pernah mati dan abadi di sini. Aku suka melihatnya,” ucap Ayu sambil tersenyum. Ia memeluk tubuhnya sendiri sembari merapatkan badcover yang menjadi selimutnya.

Nanda tersenyum mendengar ucapan Ayu. “Kalau benar-benar bisa abadi, itu keajaiban. Aku ingin ... cinta kita saja yang abadi. Tidak mati dimakan usia, tidak hilang ditelan zaman.”

Ayu tersenyum dan menoleh ke arah Nanda. “Kamu udah pinter ngegombal?”

Nanda tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Kalau nggak pandai gombal, mana mungkin dinobatkan sebagai playboy paling keren di negeri ini.”

“Playboy paling keren nggak akan ngejar-ngejar aku,” sahut Ayu.

“Kamu ...!?” Nanda mendelik ke arah Ayu sambil menahan geram. “Kamu udah pandai ngejek aku, hah!?”

“Di dunia ini ...  karma beneran ada. Dulu, kamu selalu bilang kalau aku ini cupu, kutu buku dan nggak menarik sama sekali. Kenapa sekarang malah nempel mulu kayak lem tikus?”

“Karena kamu itu beda sama cewek lain. Cuma kamu satu-satunya wanita yang mau berkorban banyak buatku, Ay. Rela memberikan nyawa kamu buat aku dan satu-satunya wanita yang menjadi tempat untuk melahirkan bayi-bayiku,” jawab Nanda.

“Bayi-bayi? Kamu kira aku ini binatang ternak?” dengus Ayu.

Nanda terkekeh dan menarik tubuh Ayu ke pelukannya. “Hehehe. Jangan ngambek, dong! Kamu tuh makin lucu kalau lagi ngambek. Eh, kapan aku pernah ngomong kalau kamu cupu dan nggak menarik?”

“Entah kapan,” sahut Ayu sambil melirik Nanda.

“Serius, Ay!”

“Iya, serius. Udahlah, nggak usah dibahas! Oh ya, gimana acara pernikahan Sonny? Kamu jadi datang ke acara dia?”

Nanda menggeleng. “Aku mana mungkin pergi ke pesta saat kamu lagi dihukum seperti ini. Nanti, kita datang ke rumah Sonny saat hukumanmu sudah selesai. Gimana?”

Ayu mengangguk-anggukkan kepalanya. “Aku rindu sama semua temen-temen SMA kita. Mereka semua apa kabar, ya? Kenapa saat kita sudah dewasa dan memiliki kehidupan masing-masing, kisah-kisah remaja itu menguap begitu saja?”

“Karena ...” Nanda menghentikan ucapannya saat ia mendengar langkah kaki memasuki gua tersebut. Ia langsung melepas pelukannya dan merapikan pakaiannya.

“Permisi ...! Kami mau antar makan malam untuk Tuan Puteri,” ucap dua pelayan sambil menghampiri Ayu.

“Taruh saja di sini!” perintah Ayu sambil menunjuk ke bagian depan kakinya. “Kalian bisa langsung keluar! Aku nggak mau diganggu.”

Dua pelayan itu mengangguk dan segera keluar dari dalam gua tersebut.

“Kamu udah makan?” tanya Ayu sambil menatap wajah Nanda.

Nanda menggeleng.

“Makan dulu, ya!” pinta Ayu sambil membuka kotak makanan yang dibawakan untuknya.

Nanda langsung menyambar kotak makanan itu dari tangan Ayu. “Kamu yang belum makan, masih bisa memperhatikan orang lain?”

“Kamu sudah menjagaku seharian. Pasti belum makan ‘kan? Aku nggak mau kalau kamu sakit. Kalau sakit, siapa yang jaga aku lagi?” tanya Ayu balik.

Nanda tersenyum menanggapi pertanyaan Ayu. “Baiklah. Kita makan sama-sama, ya!”

Ayu mengangguk. Ia menikmati makanan yang disuapkan Nanda ke mulutnya dengan perasaan bahagia. Semakin banyak ujian yang ia hadapi, membuat Nanda semakin perhatian terhadapnya. Tidak bisa dipungkiri jika naluri wanita memang selalu ingin dimanja dan dicintai seperti ini. Ia harap, cinta Nanda kepadanya bisa terus bertambah dan membuat kisah mereka bisa berakhir bahagia.

 

 

 ((Bersambung...))

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

  


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas