Wednesday, August 17, 2022

Bab 62 - Salah Paham

 


Nanda melangkahkan kakinya bersama Karina sembari memegang konsep bisnis yang ada di tangannya. Ia tahu, tanpa bantuan dari Karina, ia tidak akan bisa melakukan hal seperti ini. Andai saja Roro Ayu tidak mendapatkan hukuman, ia pasti lebih memilih wanita itu untuk berada di sisinya dalam keadaan apa pun.

“Ay, hari ini hukumanmu selesai. Kamu pasti baik-baik aja di sana. Tunggu aku seminggu lagi! Aku akan datang menjemputmu,” batin Nanda sembari tersenyum manis mengingat wajah manis Ayu yang selalu mengisi hari-harinya.

 “Nan ...!” panggil Karina sambil menjentikkan jemarinya di hadapan Nanda.

“Eh!?” Lamunan Nanda terbuyar begitu Karina memanggil namanya.

“Ngelamunin apaan, si?” tanya Karina sambil menatap wajah Nanda. “Dari tadi dipanggilin nggak denger.”

Nanda tersenyum sambil menatap wajah Karina. “Lagi mikir aja,” jawabnya. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh lantai mall tersebut. Galaxy Mall adalah salah satu property dan usaha milik sahabat papanya.

Jika ia mau, ia bisa saja meminta bantuan sang papa untuk mendapatkan kerjasama dengan Galaxy. Tapi ia tidak ingin melakukannya. Kali ini, ia ingin berusaha dengan tangannya sendiri meski masih ada bantuan Karina di sana. Tak bisa dipungkiri kalau dihidup ini ... ia tidak akan bisa hidup seorang diri.

“Nan, lihat produk ini!” tutur Karina sambil menunjukkan beberapa sample produk yang sudah ia pilih. “Catet deh kelebihan dan kekurangan tiap produk. Kita cari lagi produk yang sama!” ajak Karina lagi.

Nanda mengangguk sambil tersenyum. “Aku kerjain di kantor aja untuk review produknya. Harus aku cobain dulu juga ‘kan?”

Karina mengangguk-anggukkan kepala sambil mengendus aroma sabun mandi yang baru ia ambil di tangannya. Untuk proposal bisnis kali ini, Nanda memilih untuk memproduksi berbagai bahan kebutuhan sehari-sehari dan produk pertama yang akan mereka kerjakan adalah sabun mandi. Ia juga tidak tahu mengapa pria ini memilih produk sabun mandi. Padahal, sudah ada banyak perusahaan yang memproduksi produk yang sama. Mau tidak mau, mereka harus melakukan riset untuk produk sabun yang sudah beredar di pasaran.

“Nan, kenapa kamu pilih bisnis sabun mandi, sih?” tanya Karina sambil memilih semua produk sabun lain yang ada di rak di hadapannya.

“Karena semua orang pakai produk ini setiap hari,” jawab Nanda santai.

“Kalau gitu konsepnya, apa proposal bisnismu bisa diterima? Beras juga semua orang makan setiap hari, Nan.”

“Beras masih bisa digantikan sama bahan pokok lain. Gandum, ubi, kentang dan lain-lain,” jawab Nanda santai sambil membantu membawa trolly belanjaan mereka. “Kalau orang mandi, sabun mandinya bisa diganti sama yang lain?”

“Bisa. Pakai shampoo buat di badan, hahaha.” Karina tergelak sambil membayangkan dirinya sendiri mandi menggunakan shampoo di tubuhnya.

“Kenapa ketawa? Kamu pernah sabunan pakai shampoo gitu?” tanya Nanda sambil ikut tertawa.

“Pernah. Waktu aku SMP dan ikut kegiatan pencinta alam. Aku lupa bawa sabun, Nan. Mandinya di sungai gitu, terus posisiku udah basahan dan cuma ada shampoo doang. Goblok ‘kan?”

“Hahaha.” Nanda tergelak sambil mengacak rambut Karina. “Aku nggak nyangka kalau kamu bisa sekonyol itu.”

Karina ikut terkekeh. “Udah, deh. Nggak usah bercanda terus! Kita cepet balik ke kantor kamu dan kelarin proposal secepatnya. Deadline kita cuma satu minggu, loh.”

Nanda mengangguk sambil tersenyum manis. Ia merangkul pundak Karina sembari melangkah menuju kasir. “Thank’s, ya! Kamu udah mau jadi temen terbaik di saat aku terpuruk,” ucapnya.

Karina mengangguk sambil tersenyum. “Kalau nggak bisa dicintai sebagai istri, masih bisa dicintai sebagai sahabat ‘kan?”

Nanda mengangguk sambil tersenyum.

“Sarangheo ...!” ucap Karina sembari membentuk jari tangannya menyerupai simbol cinta. “Sebagai sahabat. Ingat! Harus carikan aku jodoh yang jauh lebih baik dari kamu. Supaya aku punya alasan yang tepat buat batalin perjodohan kita.”

“Kamu mau jodoh yang gimana?” tanya Nanda sambil menatap wajah Karina. Ia sudah menganggap Karina seperti adiknya sendiri dan ia lebih nyaman bersamanya dengan cara seperti ini.

“Mmh ... yang ganteng, pinter, dewasa dan sayang sama aku,” jawab Karina sambil tersenyum lebar.

“Gampanglah. Di mall ini juga banyak. Lihat, tuh!” ucap Nanda sambil menunjuk ke arah salah satu staff toko tersebut.

Karina langsung mengerutkan wajahnya. “Nggak SPB juga kali, Nan.”

“Kamu nggak cari yang kaya ‘kan?”

“Nggak. Tapi nggak di bawah standar juga!” seru Karina kesal.

“Hahaha.” Nanda tergelak. Ia dan Karina terus bercanda dan segera keluar dari toko tersebut untuk mengurus bisnis mereka.

Di sudut lain ... air mata Ayu jatuh berderai ketika melihat Nanda terlihat mesra dan bahagia bersama wanita lain. Hari ini adalah hari di mana ia menyelesaikan penebusan dosa dan ia sengaja datang ke Surabaya untuk memberi Nanda kejutan. Tak disangka, ia akan bertemu dengan pria itu ketika ia sedang memilih beberapa barang yang akan ia bawakan untuk Nanda.

“Nan, sebenarnya kamu cinta sama aku atau nggak?” lirih Ayu dengan derai air mata. “Kenapa kamu masih jalan sama cewek lain di belakangku?”

“Ndoro Puteri ...!”

Ayu langsung menoleh ke arah pelayan keraton yang ikut bersamanya. “Jangan panggil aku seperti itu! Panggil Mbak Ayu saja!” pintanya.

Pelayan itu mengangguk. “Sudah selesai belanjanya?”

Ayu tersenyum dan meletakkan tumbler couple di tangannya ke rak semula. Tadinya, ia sudah memilih tumbler itu untuk ia berikan pada Nanda. Tapi, ia memilih mengurungkan niatnya setelah melihat apa yang terjadi di depan matanya.

“Mbak, kita kembali ke Solo aja, ya!” pinta Ayu sambil melangkah tak bersemangat. Air matanya terus menetes dan tidak bisa ia hentikan dengan mudah.

“Eh!? Kita baru sampai di kota ini. Katanya, mau kasih surprise buat Mas Nanda?” tanya pelayan itu.

Ayu menggeleng. “Nggak jadi, Mbak. Dia baru aja ngirim pesan kalau dia lagi sibuk dan nggak ada di kota ini. Salahku yang nggak kasih kabar dia lebih dulu.”

“Mbak Ayu nggak usah berbohong. Tadi aku lihat Mas Nanda sama ...?” Pelayan itu menatap wajah Ayu dengan perasaan tak karuan.

Ayu tersenyum sambil mengusap air matanya. “Anggap aja kita nggak lihat apa-apa.”

Pelayan itu mengangguk. “Sri boleh peluk Ndoro Puteri?”

Ayu mengangguk dan langsung memeluk tubuh pelayannya itu. “Hiks ... hiks ... hiks ...!” Tangisnya langsung pecah begitu saja.

“Sabar, ya! Hati manusia memang mudah berubah-ubah. Kalau nanti dia datang lagi ke keraton, Sri yang akan kasih pelajaran untuk dia! Sri nggak akan biarkan dia bikin Ndoro Puteri nangis lagi,” ucap pelayan itu penuh semangat.

Ayu menggeleng sembari mengeratkan pelukannya. “Nggak perlu, Mbak Sri. Kamu nggak perlu melakukan apa pun untuk Ayu. Ayu baik-baik aja. Ayu baik-baik aja, kok.”

Pelayan bernama Sri itu langsung memeluk erat tubuh Ayu. Ia berusaha menghibur majikannya itu dan membawanya kembali ke Solo. Rumah yang mungkin kejam bagi orang lain, tapi tetap nyaman bagi Ayu karena di sana ... tidak ada orang yang akan menyakitinya dan membuatnya menangis sesenggukan seperti ini.

 

((Bersambung...))

Terima kasih sudah menjadi sahabat setia bercerita!

Salah paham adalah hal yang wajib untuk menguji cinta sejati.

So, biarkan dulu Ayu salah paham. Biar bikin Nanda makin uring-uringan. Wkwkwk

 

 

 



 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas