Wednesday, August 17, 2022

Bab 23 - Firasat

 



Nanda menghentikan mobilnya di tepi pantai Kenjeran usai ia dan Ayu keluar dari pesta ulang tahun Nyonya Besar keluarga Hadikusuma.

“Kenapa kita ke sini?” tanya Ayu sambil mengedarkan pandangannya ke luar jendela mobil.

Nanda tersenyum. Ia segera keluar dan membukakan pintu untuk Ayu. “Kita santai di sini dulu. Lagipula, ini masih jam sepuluh.”

“Oh.” Ayu mengangguk dan melangkah keluar dari dalam mobil tersebut.

Nanda dengan cepat menyambar pinggang Ayu dan meletakkan tubuh wanita itu ke atas kap mobilnya. “Ayu, kita bisa bicara dari hati ke hati?” tanyanya.

Ayu terdiam sambil menatap wajah Nanda.

Nanda tersenyum manis. Kedua telapak tangannya bertumpu pada kap mobil dan mengunci tubuh Ayu di tengahnya. “Apa aku masih kurang ganteng, Ay?”

“Kenapa kamu tanya begitu?”

“Karena kamu selalu dingin sama aku,” jawab Nanda.

“Masa, sih? Mungkin perasaanmu aja karena sudah ada orang lain yang lebih menghangatkanmu,” sahut Ayu.

Nanda menghela napas. “Bisa nggak, kamu positif thinking ke aku, Ay? Kamu masih curiga kalau aku punya banyak cewek di luar sana?”

Ayu menggeleng. “Aku tahu mereka nggak akan berani deketin kamu saat mereka tahu kalau kamu sudah menikah.”

“Nah, itu pinter. Kalau gitu, berhenti menyelidikiku! Aku akan sayangi kamu setiap hari,” pinta Nanda sambil mengecup bibir Ayu.

Ayu tersenyum kecut menanggapi ucapan Nanda. “Kamu pura-pura manis ke aku supaya kamu bisa jalan sama perempuan lain tanpa merasa bersalah?”

“Ck. Kenapa kamu masih mikir negatif kayak gini, sih? Aku mana mungkin jalan sama perempuan lain. Aku sudah punya istri yang cantik dan baik hati kayak gini,” ucap Nanda sambil menjepit dagu Ayu.

Ayu tersenyum dan menatap hangat ke arah Nanda. “Udah sadar?”

Nanda menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Kamu nggak akan terima tawaran Galaxy ‘kan?”

“Aku nggak bisa nolak. Juga nggak bisa menerima.”

“Jadi?”

“Kalau kamu mengizinkan, aku akan bergabung dengan Galaxy,” jawab Ayu.

“Jangan, dong! Papa pasti pecat aku jadi anaknya kalau kamu sampai bergabung sama Galaxy. Papa akan siapkan jabatan buat kamu di Amora. Kamu bisa kerja dari rumah tanpa mengabaikan tugas dan kewajibanmu sebagai istri. Gimana?”

Ayu mengangguk setuju.

Nanda tersenyum lebar menatap wajah Ayu. Ada baiknya juga punya istri bangsawan yang terikat dengan aturan dan norma keluarga yang dijunjung tinggi. Meski Ayu terlihat membangkang dan menyebalkan, tapi tetap saja menurut dan melakukan banyak hal di luar sana atas izin suami terlebih dahulu.

“Nan, pulang yuk! Aku kedinginan,” ajak Ayu sambil menatap wajah Nanda yang berada tepat di hadapannya.

Nanda tersenyum dan mengangguk kecil. Ia menyentuhkan bibirnya ke bibir Ayu dan melumatnya perlahan.

Ayu menelan salivanya sambil menatap wajah Nanda yang menempel di wajahnya. Ia memejamkan mata perlahan. Aroma alkohol yang menyeruak dari mulut Nanda, menyusup ke dalam hatinya dan membuatnya minta diperlakukan lebih.

Nanda semakin bergairah saat Ayu membalas ciumannya. Ia memainkan telapak tangannya dengan liar di punggung wanita itu. Perasaannya semakin tak karuan saat bagian bawah tubuhnya tergerak. “Shit!” umpatnya dalam hati. Dengan cepat, ia menggendong tubuh Ayu. Membawanya masuk kembali ke dalam mobil dan bergegas pulang ke rumah untuk melampiaskan gairahnya pada istrinya itu.

 

...

 

Hari-hari berikutnya, Ayu disibukkan dengan rutinitas seperti biasanya. Kehamilannya yang semakin membesar, membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah saja. Menonton film atau membaca buku untuk mengusir kebosanan.

“Sore, Sayang ...!” sapa Nanda saat ia pulang ke rumah. Ia langsung mencium kedua pipi Ayu sembari mengulurkan bucket bunga mawar yang ada di tangannya.

“Sore ...! Tumben bawain bunga?” tanya Ayu sambil menatap wajah Nanda.

“Iya. Tadi lewat toko bunga. Sekalian aku beliin buat kamu. Oh ya, aku tadi dari agen property,” ucap Nanda sambil membuka tas laptopnya. “Kamu pilih aja design kamar anak yang kamu mau!” Ia menyodorkan katalog interior ke hadapan Ayu.

Ayu tersenyum dan meraih katalog tersebut. Ia membuka katalog itu dan memperhatikan detail design kamar anak satu per satu.

Nanda tersenyum sambil mengelus perut Ayu yang sudah menginjak usia tujuh bulan. “Ay, di adat kamu itu ada acara tujuh bulanan ‘kan? Kenapa keluarga kamu nggak pernah bahas ini sama kita?”

“Anak yang hamil di luar nikah, dilarang melakukan upacara sakral,” jawab Ayu sambil menatap katalog yang ada di tangannya.

“Oh ya? Tapi ... banyak aja temen-temenku yang hamil di luar nikah dan mereka tetap lakukan acara tujuh bulanan,” ucap Nanda.

“Setiap keluarga punya aturan. Di keluargaku, wanita yang hamil di luar nikah dilarang melakukan upacara sakral. Aku juga dilarang menginjakkan kakiku ke keraton sampai anak ini lahir.”

DEG!

Kalimat terakhir Ayu, seolah menghujam jantung Nanda. “Ma-maksudnya ...? Keluargamu nggak menerima kehadiran anakku ini?”

Ayu mengangguk tanpa ragu.

Nanda menghela napas. Ia terduduk lemas di hadapan Ayu. “Apa anakku juga tidak akan diperbolehkan memasuki keratonmu itu?”

“Boleh. Setelah melahirkan, kami harus melakukan upacara suci supaya kami bisa memasuki keraton.”

“Ribet amat, sih?” gumam Nanda.

Ayu hanya melirik sekilas, kemudian bangkit dari sofa. “Mau mandi? Aku siapin air hangat untukmu.”

Nanda mengangguk sambil tersenyum. Ia menghela napas lega karena Ayu tak lagi mengurusi pekerjaannya di luar sana dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Membuatnya lebih bebas melakukan banyak hal di luar sana tanpa rasa was-was.

Di saat bersamaan ...

Sonny melangkahkan kakinya menyusuri koridor Galaxy Hotel. Kali ini, ia harus pergi ke kota ini karena diminta untuk mengisi seminar parenting yang diselenggarakan salah satu universitas ternama di kota Surabaya.

“Ners, jam berapa jadwal seminar saya?” tanya Sonny pada asisten perawat pria yang ikut mendampinginya.

“Jam delapan, Dok,” jawab perawat yang ditanya.

Sonny melirik arloji di tangannya. “Lima belas menit lagi. Kita udah nggak sempat makan dan istirahat,” ucapnya. Karena terjebak macet, mereka harus tiba di kota Surabaya dalam waktu yang begitu mepet.

“Nggak papa, Mas. Tadi sudah ngemil di mobil. Saya nggak laper kok, Dok.”

“Ya udah. Kita makan abis seminar aja. Kamu reservasi, ya! Katanya, makanan di restoran hotel ini juga enak-enak,” perintah Sonny sambil menghentikan langkahnya saat ia sudah sampai di depan pintu nomor kamar yang sama dengan kartu yang ada di tangannya.

Belum sampai pintu itu terbuka, pandangannya langsung teralih pada sosok wanita seksi yang melangkah menuju pintu hotel yang berjarak satu pintu dari tempatnya berdiri. Wajah wanita itu tak asing lagi baginya. Ia langsung menarik asisten perawat yang ikut bersamanya agar menutupi tubuhnya. Dari balik tubuh pria muda itu, ia bisa melihat jelas Arlita memasuki pintu hotel dengan santai dan dalam keadaan sadar.

“Kenapa, Dok? Kenal sama cewek itu?” tanya asisten perawat itu sambil menatap Sonny.

“Temen SMA.”

“Wah ...! Cantik dan seksi, Dok! BO-an, ya?”

“Lihat aja kalau cewek begituan.” Sonny menoyor kepala asistennya dan masuk ke dalam kamar tersebut. Ia bergegas mengganti pakaiannya sembari menerka-nerka, siapa pria yang akan bersama dengan Arlita di kamar hotelnya. Ia harap, pria itu bukan Nanda. Sebab, ia tidak ingin melihat Roro Ayu terluka karena dikhianati oleh suaminya sendiri.

Beberapa menit kemudian, Sonny sudah berada di ballroom ruang seminar yang ada di hotel tersebut. Pertemuannya dengan Arlita, tiba-tiba mengganggu pikirannya. Ia terus memikirkan bagaimana rumah tangga Ayu dan Nanda yang sebenarnya. Ia tidak ingin melihat wanita yang paling ia cintai itu terluka. Ia merelakan Ayu bersama Nanda agar wanitanya itu bisa hidup bahagia. Tapi jika tidak ada kebahagiaan dalam kehidupan Ayu saat ini, maka ia akan merasa bersalah telah menyerahkan wanita itu pada sahabatnya.

Di tengah kemelut hatinya, Sonny tetap bersikap profesional. Ia berusaha menepis hal-hal buruk yang membayangi pikirannya. Berharap, Ayu tidak akan pernah dilukai oleh sahabatnya itu.

 

 

((Bersambung...))

 

Terima kasih sudah menjadi sahabat setia berkarya dan bercerita!

Dukung terus biar author makin semangat nulisnya!

 

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas