Wednesday, August 17, 2022

Bab 40 - Find You, Love

 


Nanda tersenyum lega saat ia sudah menginjakkan kakinya di Heathrow Airport, kota London. Ia langsung memesan taksi menuju Tennis Court Road yang berjarak sekitar 69,5 miles dari Heathrow Airport.

Sepanjang perjalanan, ia sudah mendapatkan informasi bahwa Roro Ayu tinggal di sekitar Tennis Court Road yang hanya berjarak sekitar lima menit ke University of Cambridge Judge Business School. Ia meminta bantuan dari salah satu teman lama yang tinggal di kota tersebut untuk mendapatkan tempat tinggal yang dekat dengan Roro Ayu, ia bahkan rela membayar mahal untuk mengambil alih tempat tinggal orang lain.

“Excuse, Me ...! I’m Mr. Perdanakusuma,” sapa Nanda begitu ia sampai di salah satu private Hall of Residence yang ada di sana. Ia sudah memesan satu flat untuk ia tinggal, tepat di sebelah studio flat milik Roro Ayu.

“Oh. From Indonesia?” balas petugas yang berjaga.

Nanda mengangguk.

Petugas itu segera mengambil kunci dari dalam laci dan bangkit dari tempat duduknya. “Ayo, ikut saya!”

“You can speak Bahasa?” tanya Nanda.

Pria itu mengangguk. “Anda ingin tinggal di sebelah Miss Roro. Dia tidak hanya bersekolah di kota ini. Tapi dia juga mengajar Bahasa Indonesia dengan baik di sini. Kami semua senang berbicara Bahasa dengannya,” jawabnya dengan aksen British yang kental.

Nanda tersenyum sambil mengingat wajah Roro Ayu. Ia sangat merindukan ketenangan dan kelembutan wanita itu. Apa yang ia lakukan tiga tahun lalu adalah kesalahan yang harus ia tebus dan membuatnya benar-benar memperjuangkan wanita yang layak menjadi pendamping hidupnya di masa depan.

“It’s your flat,” ucap pria itu setelah ia sampai ke pintu ruangan yang ia tuju. Ia segera memberikan kunci kamar tersebut ke tangan Nanda. “Semoga Anda senang tinggal di sini!”

“Terima kasih ...!” ucap Nanda sambil tersenyum manis.

Pria itu mengangguk dan segera pergi meninggalkan Nanda.

Nanda menghela napas sambil menatap nomor yang ada di atas pintu. Ia beringsut ke pintu sebelahnya dan membaca nomor pintu. “Roro beneran tinggal di sini atau nggak, ya?” gumamnya.

Nanda segera kembali ke pintu kamarnya. Ia memasukkan kunci dan membuka pintu tersebut. Ruangan itu tidak begitu besar, tapi cukup nyaman untuk tinggal seorang diri.

“Gimana caranya aku bisa temui Ayu, ya?” gumam Nanda sambil mondar-mandir di dalam ruangan tersebut. Ia menjatuhkan tubuhnya di sofa dan memainkan ponselnya.

Tanpa ia sadari, ia menekan nomor ponsel Ayu dan langsung terhubung.

“Halo ...!”

Nanda buru-buru mematikan sambungan teleponnya begitu ia mendengar suara Ayu di balik sana. “Dia nggak ganti nomor telepon?” gumamnya tersentak. Sementara, ia sudah mengganti nomor ponselnya berkali-kali.

Nanda mengelus dada dan bernapas lega saat ia menyadari kalau nomor ponselnya tidak akan dikenali oleh Ayu.

Di tempat lain ...

Roro Ayu mengerutkan wajah ketika ia melihat panggilan telepon dari nomor yang tidak ia kenal dan menggunakan kode negara Indonesia.

“Siapa, ya?” gumamnya sambil mengusap layar ponsel, menjawab panggilan telepon tersebut.

“Halo ...!”

Tut ... tut ... tut ...!

“Ngeselin banget call spam kayak gini!” gerutu Ayu sambil menggeletakkan ponselnya ke atas meja. “Bodohnya aku juga, sih. Kenapa aku angkat aja telepon dari nomor nggak dikenal? Biasanya juga aku cuekin.”

Ayu kembali fokus dengan laptop dan buku-buku di hadapannya.

“Roro Ayu, I wanna go home. You wanna stay here?” tanya salah seorang wanita yang selalu bersama Ayu di kampus tersebut.

Ayu mengangguk sambil tersenyum. “Be carefull!”

Wanita berdarah Eropa itu tersenyum sambil menggenggam salah satu pundak Ayu. “You’e a good hooker in the world. Everyday, always dating with books. No bored?”

“No,” jawab Ayu sambil menggelengkan kepala. “I love this books. It’s make me unhurt and doing better in my future,” ucapnya sambil tersenyum manis.

Wanita itu mengangguk-angguk sambil tersenyum. “I trust your brain. But, don’t forget to love someone! You won’t be alone forever, right?”

Ayu meringis ke arah wanita berambut blonde tersebut. “Give me a reason to love someone!”

“Never be alone,” jawab wanita itu.

“Hahaha. I never be alone. I have family and many friends like you,” jawab Ayu sambil tertawa kecil.

Wanita blonde itu mengangguk-anggukkan kepala. “Yeah. You’re right. But, your parents wouldn’t live forever. Your friends aren’t always by your side,” ucapnya sambil menepukkan telapak tangannya dan melangkah pergi meninggalkan Ayu.

Ayu tersenyum sambil menahan perih di matanya. Sudah tiga tahun berlalu, ia masih tak bisa menghadapi takdirnya sendiri dan memilih berlari ke tempat yang jauh. Meski ia sudah bekerja keras meningkatkan dirinya, ia tetap merasa tidak layak di sisi Sonny. Juga tidak memiliki keberanian untuk kembali pada Nanda. Terlebih mencari cinta yang baru untuknya. Ia terlalu takut dan terlalu melindungi dirinya sendiri.

“Aku tidak siap disakiti lagi,” gumam Ayu lirih sambil merogoh rantai kalung yang ia sembunyikan di balik kaosnya. Ia menatap cincin pernikahannya dengan Nanda. Meski tidak pernah ada cinta di antara mereka, tapi mereka pernah memiliki hubungan yang begitu dekat. Mereka pernah tidur bersama, makan dalam satu meja, menggunakan kamar mandi yang sama dan semua aktivitas kesehariannya tak pernah lepas dari pria ini.

Dalam waktu yang begitu singkat, hubungannya dengan Nanda berakhir dengan cara yang begitu menyakitkan. Meski sakit, ia tidak pernah bisa lupa setiap adegan yang ia lakukan saat hidup bersama pria itu. Kisah yang hanya terjalin dalam hitungan bulan, begitu sulit untuk ia lupakan dalam tiga tahun terakhir.

“Nanda is a bad man, bad place and bad future,” gumam Ayu sambil menatap cincin yang menjadi liontin di kalungnya.

Ia buru-buru memasukkan kalung itu kembali ke kaosnya dan mengalihkan perhatiannya kembali fokus dengan bahan-bahan tulisannya. Ia memilih menghabiskan waktunya di perpustakaan itu hingga larut malam. Tidak ada hal lain yang bisa mengusir kesedihan dalam hatinya kecuali buku. Tak peduli dengan orang lain yang menganggapnya sebagai kutu buku. Ia malah bahagia karena baginya ... orang-orang yang mencintai buku adalah orang-orang kelas atas dan ekslusif. Membuatnya begitu bahagia bisa membaca banyak buku, berbagi ilmu dan cerita lewat buku-buku yang ia tulis.

 

***

 

Nanda mondar-mandir di dekat pintu pagar gedung yang ia sewa. Sesekali ia melirik arloji di tangannya. Lima menit lagi, tepat pukul 24:00 waktu setempat dan ia belum melihat sosok Roro Ayu kembali ke flat tempat tinggalnya.

“Ini Ayu kuliah apaan sih sampai tengah malam gini belum pulang? Beneran kuliah atau jalan sama cowok lain?” gumam Nanda makin gelisah.

“Mr. Perdana ... are you okay?” sapa penjaga gedung tersebut sambil menghampiri Nanda.

Nanda langsung memutar tubuhnya. “Eh!? I’m OK. Mmh ... I have any question about Roro Ayu.”

“Yeah. Ada apa?”

“Apakah dia sering pulang tengah malam?” tanya Nanda.

“Oh. Kamu sedang mengkhawatirkan dia?”

Nanda langsung menganggukkan kepalanya.

“Dia terbiasa pulang tengah malam. Terkadang sampai pagi hari. Jika kamu tidak sabar menemui dia, kamu bisa pergi ke perpustakaan.”

“Perpustakaan?”

Pria itu mengangguk. “Kamu datang sangat jauh dari Indonesia untuk mencari Miss Roro. Hubungan kalian pasti tidak biasa.”

“Bisa tunjukkan di mana perpustakaannya?”  pinta Nanda.

Pria itu mengangguk. Ia segera menunjuk sebuah gedung yang bisa terlihat dari sana dan memberikan petunjuk untuk pergi ke sana.

Nanda tersenyum lega. Ia masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil sesuatu dan bergegas pergi mencari keberadaan Ayu ke perpustakaan. Ia harap, Ayu bisa menerima kembali dan membawa wanita itu pulang bersamanya. Ia terus berlari-lari kecil sembari mengumpulkan banyak kekuatan untuk berhadapan langsung dengan wanita yang telah ia hancurkan hidupnya.

Nanda melangkah perlahan memasuki area perpustakaan yang sepi. Di salah satu sudut, lampu ruangan menyala paling terang dan seorang wanita sedang asyik bercengkerama dengan laptop dan buku-buku di depannya.

Nanda menarik napas berkali-kali sembari memegang buku di tangannya. Ia memberanikan diri melangkah perlahan mendekati wanita yang sedang sendirian di sana. Di sudut lain, terlihat beberapa orang masih ada di perpustakaan itu. Mahasiswa Cambridge memang begitu bekerja keras untuk menjadi yang terbaik. Tidak heran jika universitasnya sangat terkenal dan menjadi masuk ke daftar Top 10 Universitas Terbaik Dunia.

“Permisi ...! Boleh minta tanda tangan?” sapa Nanda sambil menyodorkan buku karya Roro Ayu yang ia dapatkan dari Sonny.

Roro Ayu mengangguk dan menarik buku tersebut. Ia langsung membubuhkan tanda tangannya di halaman pertama buku itu tanpa melihat siapa orang yang memintanya. Kemudian, ia menyodorkan kembali buku itu dan fokus menatap laptopnya lagi.

Nanda menaikkan kedua alis sambil menarik buku tersebut. Ia menyandarkan tubuhnya di bibir meja yang ada di sebelah Ayu. Tak tahu apa yang harus ia katakan, ia hanya menikmati wajah Ayu yang nampak begitu cantik di balik kacamata bulatnya. Rambutnya yang diikat asal dan pakaiannya yang sederhana, terlihat sangat menarik di matanya.

Dulu, ia pikir seleranya yang turun drastis karena menganggap Roro Ayu adalah wanita yang cupu. Tapi saat kedewasaan dan kualitas hidupnya meningkat, ia akhirnya mengerti bahwa wanita yang memesona bukanlah mereka yang mengenakan pakaian seksi setiap hari. Tapi mereka yang mengenakan pakaian sederhana bahkan tertutup rapat dan tetap terlihat sangat seksi. Membuatnya enggan mengalihkan pandangannya pada dunia lain selain yang sedang ia nikmati saat ini.

 

 

((Bersambung...))

 

Hmm ... Roro Ayu sudah lupa sama suara Nanda? Atau dia nggak sadar sama kehadiran Nanda karena terlalu asyik sama buku-buku dan tugas kuliahnya?

 

Nantikan cerita selanjutnya, ya!

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas