Wednesday, August 17, 2022

Bab 22 - Terancam Direbut Galaxy

 



Roro Ayu melangkah masuk ke dalam mansion keluarga besar Hadikusuma sambil menggandeng lengan Nanda. Mereka langsung menghampiri Nyonya Ye yang menyambut semua tamu undangannya dengan ramah. Di sana, sudah ada papa dan mama mertua Roro Ayu yang datang lebih dulu.

"Selamat ulang tahun, Oom, Tante ...!" ucap Roro Ayu sambil menyodorkan hadiah yang sudah ia siapkan.

"Ini menantunya Andre?" tanya Yuna sambil tersenyum manis. "Cantik banget!"

Ayu tersenyum menatap wajah Yuna. "Biasa aja, Tante."

"Nggak usah panggil Tante! Panggil Bunda Yuna aja, ya!" pinta Yuna sambil menyerahkan hadiah yang diberikan Ayu kepada salah satu pelayan di rumahnya. "Harusnya nggak usah kasih hadiah segala. Kami ini bukan anak kecil lagi."

Ayu hanya tersenyum mendengar ucapan Yuna. "Nggak papa Tante. Eh, Bunda," ralatnya. "Anggap saja ini tanda perkenalan dari saya."

Yuna tersenyum sambil menatap wajah Ayu. "Ayo, duduk!"

Ayu tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia membungkuk sopan melewati beberapa orang yang ada di dekatnya dan menghampiri Andre dan Nia. Ia langsung menyalami tangan mertuanya dan mencium punggung tangan mereka tanpa canggung.

"Gimana kabar Mama?" tanya Ayu sambil menatap wajah Nia.

"Baik. Kami semua baik. Gimana kandungan kamu? Sehat?" tanya Nia sambil mengelus perut Ayu yang sudah terlihat membuncit. Ia merasa sangat bahagia karena akan memiliki cucu. Terlebih, wanita yang mengandung anaknya adalah wanita baik-baik dan berpendidikan. Ia harap, rumah tangga anaknya itu bisa bertahan sampai maut memisahkan.

"Alhamdulillah ... sehat, Ma."

"Sudah USG atau belum?" tanya Nia.

"Belum," jawab Ayu sambil menggelengkan kepala. 

“Kalau mau USG. Ajak Mama Nia, ya! Mama pengen lihat calon cucu Mama,” pinta Nia berbisik.

Ayu mengangguk sambil tersenyum. Ia segera duduk berdampingan dengan Nia. Membiarkan Nanda bergabung dengan Rocky dan teman-temannya.

“Ndre, kamu udah mau punya cucu?” tanya Chandra yang ikut duduk di meja bersama Andre dan yang lainnya.

“Iya, Chan. Kamu kapan?”

“Nggak tahu. Masih belum pengen nikah anakku itu. Malah ambil S2 lagi di New York. Nemenin anaknya Lutfi,” jawab Chandra santai.

“Oh.” Andre manggut-manggut.

“Kamunya kapan, Chan?” goda Lutfi. “Jangan menduda terus! Banyak janda-janda yang nganggur di luar sana,” ucapnya sambil memainkan mata ke arah Mira.

“Kenapa lihatin aku kayak gitu?” tanya Mira.

“Nggak papa,” jawab Lutfi sambil menahan senyuman di bibirnya.

“Satria nggak ke sini, Mir?” tanya Andre sambil menatap wajah Mira.

Mira menggeleng. “Dia sibuk. Udah diwakilin anaknya, tuh.” Ia menunjuk ke arah Nadine yang sedang berbincang dengan Yuri dan yang lainnya.

Andre manggut-manggut sambil menoleh ke arah Nadine.

“Ayu, kamu nggak mau gabung sama anak-anak muda yang lain?” tanya Nia lembut sambil menunjuk ke arah Rocky dan teman-teman sebayanya yang sedang asyik mengobrol.

Ayu menggeleng sambil tersenyum manis. Sejak hari pernikahannya, ia tidak pernah berada di tengah keramaian. Ia takut dengan dirinya sendiri. Takut orang-orang akan memandang rendah ke arahnya karena ia mengandung anak di luar pernikahan. Rasa malu dalam dirinya, tidak pernah bisa hilang. Bahkan untuk bertemu dengan keluarga besarnya sendiri saja, ia merasa sangat canggung.

“Eh, Ayu di sini aja, dong! Aku mau ngobrol sama dia,” pinta Yuna sambil duduk di kursi kosong yang ada di sebelah kanan Ayu.

“Dia masih muda, biarkan ngumpul sama sebayanya! Mau ngobrolin apa sama kamu?” pinta Yeriko sambil menatap wajah Yuna.

Yuna tertawa kecil menanggapi ucapan suaminya. “Eh, si Roro ini lulusan terbaik di Melbourne University, loh. Aku sekolah di sana, belajar tiap malam sampai tidur di perpustakaan, tetap aja nggak bisa dapet nilai bagus.”

“Emang dasarnya kamu bodoh,” sahut Yeriko.

“Iih ... ngolok banget! Biar bodoh di sekolah, nggak bodoh ngurus perusahaan ‘kan?” ucap Yuna sambil memainkan kedua matanya ke arah Yeriko.

Yeriko tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Udah tua, centilnya nggak ilang-ilang.”

“Kamu jatuh cinta sama aku karena aku centil ‘kan? Kalau centilku ilang, ntar kamu cari perempuan lain yang lebih centil,” sahut Yuna. Suaranya menguasai ruangan tersebut dan membuat semua orang geleng-geleng kepala, termasuk Rocky yang duduk di sebelah meja sebelahnya.

“Bunda, maunya punya menantu yang centil atau kalem?” tanya Rocky sambil menoleh ke arah Yuna.

“Yang kalem dan elegan kalau di luar, tapi sayang dan peduli sama kamu,” jawab Yuna.

Rocky terkekeh sambil menyandarkan lengannya ke punggung kursi yang diduduki Nadine. “Kamu sayang sama aku, nggak?”

“Apaan sih?” sahut Nadine sambil menyubit perut Rocky.

“Aw ...! Sakit, Nad!” bisik Rocky sambil mengelus perutnya yang terasa memanas.

“Kalian berdua udah balikan?” tanya Yuna sambil menatap Nadine dan Rocky yang terlihat mesra.

“Nggak, Bunda,” jawab Nadine sambil tertawa kecil.

“Nggak mau dipacarin, Bunda. Dia maunya langsung dilamar. Kapan bunda lamarkan Nadine buat aku?” sahut Rocky sambil memainkan alisnya.

“Heleh, kemarin kamu masih jalan sama cewek lain. Kok, mau minta lamarkan Nadine. Nadine terlalu baik buat kamu.”

Rocky mendelik ke arah Yuna yang tidak mendukung dirinya sedikit pun.

Nadine menjulurkan lidahnya ke arah Rocky.

Rocky langsung memajukan wajahnya, berniat menyambar lidah Nadine yang terjulur menggunakan bibirnya. Tapi Nadine sudah berkelit dengan cepat dan berusaha menghindari Rocky meski pria itu terus memaksa dan mengunci kepala Nadine ke lengannya.

“Okky ...! Ampun ...!” seru Nadine saat kepalanya dijepit di dada Rocky. “Nanti make-up aku rusak!”

Semua orang tertawa melihat kelakuan Rocky yang  mengganggu teman-teman wanitanya. Tidak hanya dengan Nadine, Chika dan yang lain pun sudah biasa menghadapi candaan Rocky.

Yuna menggeleng-gelengkan kepala. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Roro Ayu. Mengajak wanita muda itu bercerita banyak hal tentang masa lalu mereka saat masih bersekolah di Melbourne University.

“Ternyata tongkrongan kita sama aja, ya? Tetep aja perpustakaan. Sekarang, kamu berhenti kerja? Kenapa?” tanya Yuna sambil menatap wajah Roro Ayu.

 

 

 

 

 

 

“Di keluarga kami, perempuan yang sudah menikah harus fokus mengurus rumah tangga dan mengutamakan pendidikan anak-anak. Jadi, saya resign.”

“Duh, sayang banget. Kalau ikut ngurus perusahaan keluarga, boleh kan?” tanya Yuna. “Aku juga nggak kerja. Orang lain yang kerja untuk aku,” lanjutnya sambil mengerdipkan sebelah matanya.

Ayu tersenyum menanggapi ucapan Yuna.

“Ndre, kamu jangan biarin dia jadi ibu rumah tangga doang, dong! Sayang loh prestasi yang dia punya. Kasih jabatan di perusahaanmu, Ndre. Amora ‘kan perusahaan besar. Masa menantu sendiri nggak dikasih kursi? Orang lain aja bisa menduduki kursi pimpinan di perusahaanmu.”

Andre tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Jangan senyum-senyum aja! Menantu kayak gini harus diperlakukan dengan baik. Kalau urusan rumah, bisa pakai pelayan. Kamu jangan kayak orang susah gitu dong, Ndre!” ucap Yuna sambil menatap wajah Andre.

Andre menahan tawa sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. “Akan aku pikirkan.”

“Jangan dipikir doang! Langsung bertindak! Kamu mau kasih jabatan apa buat menantumu ini? Kami semua jadi saksinya,” pinta Yuna.

Andre menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Eh, dia punya track record yang bagus. Prestasi bagus dan pengalaman kerja di perusahaan yang bagus juga. Kalau kamu nggak mau kasih jabatan buat dia. Aku hire dia jadi Wakil Direktur Pengembangan Bisnis. Chandra lagi butuh wakil karena yang sebelumnya udah resign,” tutur Yuna.

“Hahaha.” Andre tergelak mendengar ucapan Yuna. “Kamu jangan terang-terangan ngambil orangku, Yun.”

“Kamu sia-siain orang seperti ini. Aku mana bisa melewatkan orang-orang berpotensi seperti ini. Galaxy need generasi baru yang seperti ini,” ucap Yuna sambil menoleh ke arah Ayu. “Kamu mau salary berapa? Tinggal sebut dan kami akan kasih untukmu!”

Ayu tersenyum menatap wajah Yuna. “Nyonya, saya  merasa sangat terhormat mendapat tawaran seperti ini. Tapi saya sudah menikah. Kalau bekerja di luar, harus atas izin suami. Saya tidak bisa melanggar peraturan keluarga kami.”

Yuna tersenyum sambil mengusap lembut lengan Ayu. “Kamu istri yang berbakti banget?” ucapnya terharu. Ia mengedarkan pandangannya, mencari sosok suami Ayu yang ada di meja lain.

“Nanda, Ayu boleh kerja di Galaxy?” seru Yuna.

Nanda yang baru ingin menyuapkan makanan ke mulutnya, langsung memutar kepala menatap wajah Yuna.

“Boleh, ya!” pinta Yuna sambil memainkan alisnya menatap Nanda.

Nanda langsung meletakkan sendoknya perlahan ke atas piring. “Nggak kerja aja dia udah pinter. Kalau kerja di Galaxy, aku bakal jadi jongos buat dia, dong?” batinnya.

“Kalau diam artinya setuju!” seru Yuna sambil tersenyum puas dan langsung merangkul Ayu. Mengajak wanita itu untuk membicarakan tentang ekonomi dan bisnis di masa depan.

“Uhuk ... uhuk .. uhuk ...!” Nanda langsung tersedak. Ia segera meminum air putih yang ada di hadapannya.

Rocky memperhatikan wajah Nanda yang duduk berseberangan dengannya. “Bundaku paling jago kalau ngerebut orang. Kalau kamu sia-siakan Roro Ayu. Galaxy akan menyiapkan rumah yang nyaman untuk dia,” ucapnya lirih.

GLEG!

Nanda menelan salivanya dengan susah payah. “Shit! Apa sih yang dilihat dari Roro Ayu sampai semua orang belain dia dan menginginkan dia seperti ini?” batinnya menahan kesal.

 

 ((Bersambung...))


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas