Wednesday, August 17, 2022

Bab 71 - Ditolak Papa Mertua

 


Setelah mendapatkan izin dari semua keluarga keraton untuk mempersunting puteri mahkota mereka, kini giliran Nanda yang membawa Ayu untuk masuk dan mengambil izin dari keluarga Perdanakusuma untuk menikah.

“Pagi, Ma ...!” sapa Nanda sambil menghampiri Nia yang sedang menyiram tanaman di depan rumah mereka.

“Nanda ...!?” Nia langsung melemparkan alat semprot di tangannya begitu saja dan berlari memeluk tubuh puteranya itu. “Kamu ke mana aja? Baik-baik di luar sana?” tanyanya sembari menitikan air mata.

Nanda mengangguk sambil tersenyum. “Nanda baik-baik saja, Ma. Hari ini Nanda datang ke sini bersama Ayu.”

Nia langsung menoleh ke arah Ayu yang berdiri di sebelah Nanda. “Gimana kabar kamu, Sayang?” sapanya sambil tersenyum manis.

“Baik, Ma. Mmh ... apa Ayu masih boleh panggil mama?”

“Boleh, dong,” jawab Nia sambil tersenyum manis. “Sudah beberapa minggu ini, Nanda tidak pulang ke rumah. Mama tenang kalau ternyata dia bersamamu.”

Ayu tersenyum sambil menatap wajah Nia. “Ayu baru bertemu Nanda empat hari belakangan ini, Ma.”

“Eh!? Kamu selama ini tinggal di mana?” tanya Nia dengan kening mengernyit.

Nanda tersenyum sambil merangkul tubuh Ayu. “Aku tinggal di kantor baruku untuk sementara.”

“Sudah kerja? Kerja di mana?” tanya Nia penasaran. “Papa kamu itu memang jahat sama anak sendiri.”

“Aku dirikan perusahaan sendiri, Ma,” jawab Nanda. “Mmh, masih kecil-kecilan. Tapi ... aku senang menjalaninya. Ayu juga sudah berjanji akan membantuku mengembangkan perusahaan setelah kami menikah.”

“Kalian mau rujuk lagi?” tanya Nia dengan wajah sumringah. Ia langsung memeluk dua orang yang ada di depannya itu. “Mama senang kalau kalian bisa rujuk lagi!”

Nanda tersenyum bahagia saat niatnya mendapat sambutan baik dari mamanya. Tapi, ia masih khawatir jika Papa Andre tidak merestuinya dan membuat hati Ayu terluka.

“Masuk, yuk!” ajak Nia sambil menarik lengan Ayu dan Nanda.

“Papa di rumah?” tanya Nanda.

“Masih di rumah. Jam sepuluh baru berangkat ke kantor,” jawab Nia sambil melangkah memasuki rumahnya.

“Pa ...! Papa ...! Lihat, siapa yang datang?” seru Nia ceria sambil menghampiri Andre yang sedang bersantai di ruang keluarga.

Andre langsung memutar kepalanya dan menatap wajah Nanda yang ada di sana. “Kamu ...!? Masih punya nyali masuk rumah ini? Mau apa? Udah bersedia menikah sama Karina?”

“Pa ...!” Nanda langsung menggenggam tangan Ayu sembari  menatap wajah papanya. “Aku nggak akan menikahi wanita lain selain Ayu.”

Andre tersenyum sinis menatap Ayu yang berdiri di samping Nanda. “Jangan harap Papa mau menerima wanita ini jadi mantu Papa. Perempuan ini sudah membuatku masuk rumah sakit, masuk penjara dan membuat keluarga kita bangkrut. Kalau kamu masih memaksakan diri menikahi wanita ini, kamu bunuh aja papamu!” sentaknya.

Ayu langsung menitikan air mata mendengar ucapan Andre. Ia benar-benar tidak menyangka jika pria yang dulu begitu baik dan menyayanginya sebagai menantu, kini telah berubah menjadi sosok pria yang begitu membencinya.

“Maafin Ayu, Oom ...! Ayu memang sudah menghancurkan keluarga ini dan tidak layak untuk ada di sini. Terima kasih sudah pernah menerima Ayu dengan baik sebagai menantu,” ucap Ayu sambil menunduk hormat.

“Bagus kalau kamu sadar siapa dirimu saat ini. Jangan pernah dekati puteraku lagi! Sebagus apa pun dirimu sekarang, aku tidak tertarik menjadikanmu menantu!” tegas Andre.

Ayu menahan rasa perih yang begitu menusuk mata, hati dan seluruh tubuhnya. Kalimat yang keluar dari mulut Andre, benar-benar seperti belati yang sedang menguliti seluruh tubuhnya.

Ayu menahan napas` dan tersenyum menatap Nanda. “Nan, makasih sudah menjadi pria yang mau menerimaku apa adanya. Sudah mau menerimaku kembali meski aku sangat menyakitimu. Maaf! Mungkin, jodoh kita hanya sampai di sini,” ucapnya sembari melepaskan tangan Nanda.

Nanda menggelengkan kepala sambil berusaha menggenggam tangan Ayu. Namun, wanita itu terus menepisnya dan berbalik pergi meninggalkannya.

“Mas, kenapa bicara sekasar itu sama Ayu? Dia wanita baik-baik. Aku yakin, dia nggak bener-bener salah. Yang salah memang anak kita, Mas. Nanda saja mau memaafkan Ayu, kenapa kamu tidak bisa?” tutur Nia sambil menatap wajah Andre.

Andre bergeming dan menatap wajah Nanda. “Kalau kamu mengejar dia, jangan harap Papa akan menerimamu sebagai anak Papa lagi!”

Nanda balas menatap tajam ke arah Andre sambil mengepal erat jari-jari tangannya. “Selama Papa tidak bisa menerima Roro Ayu, selama itu juga aku tidak akan menginjakkan kakiku ke rumah ini dan perusahaan Papa!” tegas Nanda.

“Nan, kenapa kamu bicara seperti itu?” tanya Nia sambil menghampiri puteranya. “Papamu hanya sedang emosi sesaat. Kamu tidak perlu mengambil hati!”

Nanda menatap wajah mamanya sejenak. Ia sangat berharap, mamanya bisa membujuk sang papa untuk menerima kehadiran Ayu lagi dalam hidupnya. “Maafin Nanda, Ma! Mama jaga kesehatan, ya!” ucapnya. Ia mengecup punggung tangan Nia, mengecup kedua pipi wanita itu dan melangkah keluar dari rumah tersebut.

Nia menggelengkan kepala melihat Nanda yang memilih untuk keluar lagi dari rumah itu. “Mas, kenapa kamu nggak mau berdamai sama anak sendiri? Ayu itu kebahagiaannya Nanda. Kamu tega banget bikin Nanda menderita, Mas!” ucapnya sambil berlinang air mata.

“Kalau mau aku nggak tega, kamu urus anakmu itu supaya bener! Dulu disuruh nikah sama Ayu, malah jalan sama pelacur. Sekarang, disuruh nikah sama Karina yang dari keluarga baik-baik, dia malah pilih mantan istri yang udah bikin keluarganya bangkrut!” sahut Andre. Ia benar-benar tidak ingin bernegosiasi dengan siapa pun dan keukeuh dengan keputusannya sendiri. Ia langsung melangkah pergi meninggalkan Nia begitu saja.

Nia terduduk lemas sambil terisak. Baru saja puteranya masuk ke rumah,  duduk saja belum, suaminya malah membiarkan Nanda keluar lagi di rumah itu. “Mas, kamu tega banget sama anak sendiri. Nanda itu anak kita satu-satunya. Kenapa kamu usir dia lagi?” serunya histeris. “NAN, JANGAN TINGGALIN MAMA LAGI!” seru Nia sekuat tenaga. Tapi suaranya tetap saja tidak terdengar oleh Andre, sebab tercekat di tenggorokan dan nyaris tak terdengar.

“Ibu ...!” Asisten rumah tangga yang ada di sana langsung berlari menghampiri tubuh Nia yang tergeletak di lantai. “BAPAK ...! IBU PINGSAN!”

Andre yang baru menaiki anak tangga menuju ke kamar, langsung berbalik dan berlari menghampiri istrinya. “Nia ...!” panggilnya sembari menepuk lembut pipi wanita itu.

“Pak, akhir-akhir ini ibu sering sakit. Dia tidak bisa tertekan dan setress. Mungkin, dia rindu dengan Mas Nanda,” tutur asisten rumah tangga itu sambil menatap wajah Andre.

Andre menghela napas. Ia segera mengangkat tubuh Nia dan membawanya ke rumah sakit.

Sementara itu ...

Nanda terus menginjak pedal gas mobilnya, mengikuti taksi yang membawa tubuh Ayu pergi. Ia terus men-dial nomor ponsel wanita itu, tapi Ayu tetap saja tak menjawab panggilan darinya.

“Ay, berhenti, dong!” pinta Nanda sambil menatap mobil taksi yang berada di depannya. Jalanan yang terlalu padat, membuatnya kesulitan untuk mengejar taksi yang dinaiki Ayu.

Begitu sampai di lampu merah dan taksi yang ditumpangi Ayu berhenti. Nanda langsung keluar dari dalam mobil begitu saja dan menghampiri taksi yang ada di sana.

“Ay, buka pintunya!” pinta Nanda sambil mengetuk kaca pintu taksi tersebut.

Ayu tersenyum menatap Nanda dengan berlinang air mata. Mungkin, Tuhan memang tidak menggariskan takdir jodohnya dengan Nanda. Sekuat apa pun ia melawan orang-orang di sekitarnya, tetap saja tidak bisa membuat ia dan Nanda bersatu.

“Pak, buka pintunya! Istri saya di dalam! Kalau Bapak tetap nggak mau buka, saya akan lapor polisi karena bapak menculik istri saya!” seru Nanda pada supir taksi yang membawa Ayu.

“Mbak, sebaiknya Mbak keluar dari taksi saya. Saya tidak mau kena masalah,” pinta supir taksi tersebut.

Ayu menghela napas. Ia mengulurkan beberapa lembar uang kepada supir taksi tersebut dan bergegas keluar.

Nanda langsung tersenyum lebar begitu melihat Ayu keluar dari taksi. Ia menghampiri wanita itu dan memeluknya begitu erat. “Ay, jangan pergi lagi dari aku! Aku nggak bisa hidup tanpa kamu. Kalau kamu cinta sama aku, kamu pasti mau bertahan di sisiku. Aku yakin, Papa Andre akan bersikap baik lagi ke kamu kalau kamu mau bersikap baik juga ke dia.”

Ayu menghela napas sambil membalas pelukan Nanda. “Aku juga nggak mau pergi dari kamu. Tapi ... kalau aku di sisimu, aku akan selalu menyakiti kamu, Nan.”

Nanda menggelengkan kepala sambil memeluk tubuh Ayu. “Aku akan sakit kalau kamu nggak ada di sisiku,” bisiknya.

Tiin ... tiin ... tiin ...!

Suara klakson kendaraan tiba-tiba terdengar riuh saat lampu lalu lintas kembali berubah menjadi warna hijau. Sedangkan Ayu dan Nanda, asyik berpelukan di tengah jalan dan mengganggu lalu lintas semua kendaraan di sana.

Ayu dan Nanda tertawa kecil sambil melepas pelukan mereka.

“Ayo, ikut aku! Kita tunjukan kalau kita bisa bahagia dan menjadi orang yang lebih baik tanpa Papa!” ajak Nanda sambil menggenggam pergelangan tangan Ayu dan membawanya masuk ke dalam mobil.

 

 

 

 

((Bersambung...))

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas