Thursday, February 28, 2019

Review Buku | Calon Arang | Toety Heraty

Komunitas Kacaku


Judul Buku        : Calon Arang, Kisah Perempuan Korban Patriarki
Penulis                : Toeti Heraty
Isi                          :  132 hlm
Penerbit             : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Tahun Terbit   : November 2012 ( Edisi dua bahasa)
Waktu Baca    : 1 hari
Reviewer          : Rin. Muna



Buku ini merupakan prosa lirik yang ditulis oleh Toeti Heraty. Dalam karya ini, suara pengarangnya tetap seperti dahulu: mengajak bercengkerama, terkadang mengajak tersenyum, tetapi selalu mengajak berpikir.

Prosa lirik ini selesai ditulis Toeti Heraty pada Agustus 2000, menokohkan Calon Arang bukan hanya sebagai korban, tetapi terutama sebagai perempuan korban. Dengan kalimat lengkap perempuan korban patriarki, jelas sudah sang antagonisnya adalah pria, lelaki, semua makhluk manusia berlingga. Dikotomi perempuan-lelaki adalah topik utama kaum feminis: dunia ini tidak adil terhadap perempuan, karena kebudayaan dunia merupakan manifestasi penindasan lelaki terhadap perempuan – sengaja atau tidak, dunia ini menguntungkan lelaki. Seolah-olah nasib malang kaum perempuan adalah kodrat. Tidak aneh jika prosa lirik ini dipersembahkan kepada setiap perempuan yang meredam kemarahan saja. Karena proses internalisasi nilai tersebut, yang membuat pria, di sisi lain telah juga dimanfaatkan perempuan, sehingga mampu menangguk keuntungan, tidak marah, malah pasrah dan bahagia dalam ketertindasannya.

Perempuan yang mampu marah (termasuk yang mampu meredamnya) hanyalah perempuan yang sadar dan tidak setiap perempuan (seperti juga tidak setiap lelaki) beruntung mengalami penyadaran.

Dongeng Calon Arang telah menggelitik orang-orang kreatif dari abad ke abad. Memunculkan sekian banyak versi yang mencerminkan berbagai semangat zaman dan tampil di panggung-panggung yang tak sebatas di Bali, kampung halaman kulturalnya.

Calon Arang namanya, perempuan janda ini tinggal di desa Dirah di wilayah kerajaan Daha. Kesaktiannya konon melebihi sang raja. Alkisah, kesaktian itu digunakan untuk berbuat jahat, sampai-sampai tidak ada laki-laki yang berani mendekati apalagi sampai melamar anak gadisnya yang cantik jelita bernama Ratna Manggali. Si janda teramat murka karenanya dan dengan pertolongan Durga, sang Dewi Pembinasa, ia melampiaskan amarahnya dengan menyebarkan wabah penyakit ke segenap wilayah kerajaan.
Untuk menanggulangi kuasa Calon Arang yang dipandang sebagai sihir jahat atau santet, raja meminta seorang petapa yang berdiam diri di kaki pegunungan. Baradah adalah seorang begawan yang karena keluhuran budi dan keluasan pengetahuan kerohaniannya menyandang gelar Mpu.
Empu Baradah kemudian menasehati raja agar menggunakan siasat dan muslihat agar dia dapat menguasai kesaktian Calon Arang. Diusulkannya muridnya yang paling menjanjikan bernama Empu Bahulu sebagai calon yang hendak mempersunting Ratna Manggali yang cantik jelita.
Bahula mengambil kitab ilmu sihir Calon Arang yang bernama Buku Lipyakara. Buku Lipyakara sebenarnya berisi ilmu kebaikan, hanya saja disalahgunakan oleh Calon Arang menjadi ilmu jahat yang menimbulkan ketakutan dan keresahan dalam negeri. Buku Lipyakara diambil oleh Ratna Manggali dan diberikan pada suaminya. Kemudian Empu Bahula memberikan buku tersebut pada Empu Baradah. Dengan buku Lipyakara, Empu Baradah berhasil mengalahkan kesaktian Calon Arang.

Kelebihan :
Dalam buku Calon Arang, Kisah Perempuan Korban Patriarki, Toeti Heraty selaku salah seorang penyair feminis Indonesia terdepan tak hanya memintakan perhatian pada sebab musabab dan kesia-siaan perang antarjenis. Ia juga memintakan perhatian pada ancaman terhadap kedamaian yang datang dari patriarki yang tak putusnya berupaya melemparkan kesalahan ke alamat lain. Toeti Heraty menghadirkan Calon Arang dalam sudut pandang yang berbeda.

Kekurangan:
Buku ini mengandung versi cerita yang berbeda-beda. Prosa Liriknya membuat kita berpikir untuk mengerti setiap kata yang tertulis. Sebenarnya liriknya indah, mudah untuk diingat. Pembaca bisa melihat Calon Arang dari sudut pandang yang berbeda. Ni Rangda sebagai ibu yang mencintai anaknya dan Calon Arang sebagai nenek sihir.


Author by Rin. Muna

Review Buku | Back to Love | Kaka HY



Komunitas Kacaku

Judul Buku    : Back to Love
Penulis  : Kaka HY
Isi  : 358 Halaman
Penerbit          : Gagas Media
Tahun Terbit : 2018
Reviewer        : Rin. Muna


Kepergian kekasih bisa membuat seseorang seolah jauh dari perputaran dunia. Kosong. Sepi. Begitulah hari-hari yang tersisa bagi ia yang patah hati, begitu juga Abid. Meski sang kekasih sudah lama meninggalkannya, entah sampai kapan, Abid masih menginginkannya kembali. Sosok Aline tak pernah berhenti mengisi hatinya.
Aline kembali dengan cara yang tak terduga, bersama Fay perempuan yang kerap bersikap tak acuh dengan sekitarnya. Namun, Fay tahu hanya dirinyalah yang mampu mengakhiri kisah Abid dan Aline yang seharusnya telah lama usai. Kisah yang membuatnya seperti tersesat.

  Kematian Aline membuat kehidupan Abid berubah seketika. Ia masih terus menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Aline. Dia masih terus berharap Aline akan kembali ke kehidupannya. Ada hal yang belum sempat tersampaikan dan itu terus membuat Abid merasa bersalah. Sikapnya dingin, pikirannya tak menentu. Teman-teman Abid perihatin dengan keadaannya yang semakin menyedihkan, dia hidup tapi seperti mati.
Tahun ajaran baru adalah awal Abid bertemu dengan Fay. Gadis biasa yang pandai melukis dan sangat cuek dengan sekitarnya. Kemampuan Fay untuk melihat arwah, membuatnya berkenalan dengan Aline. Aline yang ingin Abid hidup dengan bahagia, terus berusaha meminta tolong pada Fay untuk menyadarkan Abid agar bisa melanjutkan hidup normal seperti biasanya. Sejak itu, Fay dan Abid sering bertemu dalam beberapa kegiatan. Hingga akhirnya, Fay jatuh cinta untuk pertama kalinya pada Abid, namun Abid masih belum bisa menyerahkan cintanya karena masih mencintai Aline.

  Setelah meninggalkan Fay karena Abid masuk perguruan tinggi, batinnya mulai mengalami pergulatan. Ia merasa tidak bisa jauh dari Fay dan tidak mengerti apa alasan yang membuatnya ingin selalu dekat dengan gadis itu. Di akhir cerita, Abid memenuhi janjinya untuk menggendong Fay sembari mendaku Gunung Papandayan yang menjadi saksi cerita cinta mereka.

Kelebihan Buku: Kelebihan dari buku ini adalah alur cerita yang menarik, masa kini, mudah dipahami dan tidak membosankan. Kisah cinta yang terjadi di masa-masa SMA yang begitu manis. Dikemas dalam cerita yang indah dan menarik. Karakter tokohnya kuat dan menarik.

Kekurangan Buku: Kekurangan dari buku ini, sejauh ini sudah sangat bagus. Tema yang diangkat sangat umum mudah ditebak. Namun, di dalamnya tetap terdapat cerita-cerita cinta yang manis dan menarik yang sayang untuk dilewatkan.

Literasi | Taman Bacaan Bunga Kertas dan Kawan Baca

Hai ... teman-teman!
Apa kabarnya hari ini?
Semoga selalu baik dan diberkahi setiap langkah hidupnya ya!

Hari ini aku mau buat PhotoStory.
Hmm ... maksudnya buat story dari photo yang mengingatkanku padw momen-momen tertentu. Cerita keseharian yang ingin aku tulis dan abadikan sebelum aku terserang demensia atau alzheimer.

Foto di atas adalah gambar yang menunjukkan logo Taman Bacaan Bunga Kertas dan beberapa buku bacaan. Pasti, kalian semua akan menebak kalau foto ini diambil di taman baca aku yakni Taman Bacaan Bunga Kertas kan? Hmm ... salah banget! Karena foto ini adalah buku-buku koleksi milik Kawan Baca yang didirikan oleh Mas Fadli. Mas Fadli adalah pengusaha digital printing di wilayah Handil. Sehingga, dia juga yang membuatkan spanduk taman bacaku, beliau kasih secara cuma-cuma alias gratis.

Di usia taman bacaku yang masih seumur jagung, aku mendapat sambutan baik dari senior-seniorku yang jauh lebih dahulu bergerak menjadi relawan literasi.

Tanpa aku minta, Mas Fadli membuatkan spanduk Taman Bacaku. Ada perasaan bahagia tersendiri ketika Mas Fadli mengirimkan foto ini. Aku bahkan tidak menyangka kalau logo taman bacaku bisa ada di dalam ruang baca milik Kawan Baca yang didirikan oleh Mas Fadli.

Sampai saat ini, aku belum berkesempatan untuk berkunjung ke Kawan Baca. Lokasi taman bacaku dengan taman baca milik Mas Fadli memang lumayan jauh. Terlebih lagi kegiatan di taman bacaku yang mulai padat. Membuat aku akhirnya sulit untuk keluar dari rumah karena hampir setiap hari ada kegiatan. Yah... walau kegiatannga hanya kecil-kecilan saja. Itu sudah membuat kegiatanku cukup padat. Karena di samping sebagai ibu rumah tangga yang sibuk mengurus rumah dan anak-anak. Aku juga punya kegiatan kreatif termasuk dalam hal menulis. Hehehe...

It's okey!

Aku abadikan foto ini dalam ceritaku. Supaya Taman Bacaan Bunga Kertas dan Kawan Baca bisa berjalan bersama-sama dan berdampingan dalam memajukan literasi di Indonesia.


Salam literasi ...!

Terima kasih untuk pembaca yang udah setia membaca cerita-cerita aku.

Jangan lupa subscribe ya! 😉😉😉


Kenangan Bersama Annisa Nur Adnin - Finalis Duta Baca Kaltim 2018

Kalau lihat foto ini, aku jadi teringat akhir Agustus tahun 2018 lalu. Aku mengikuti sebuah ajang kompetisi "Duta Baca Daerah" yang membuatku berpikir ulang, kenapa aku bisa mengikuti ajang gila ini? Sementara aku bukan lagi anak remaja yang berprestasi. Aku hanya lulusan SMA dan harus bersaing dengan anak kuliahan. Jelas saja membuat nyaliku menciut. Aku sendiri tidak yakin kenapa aku bisa mengikuti ajang ini.

Yang aku ingat, hari itu Bunda Harmi (Perpus Kukar) menyuruhku untuk mengikuti seleksi Duta Baca Kaltim 201i karena aku memenuhi kriteria yang dituliskan, yakni memiliki sebuah perpustakaan dan prestasi di bidang literasi. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan dan bertanya ke sana kemari, aku mengirimkan berkas-berkas yang diperlukan untuk kompetisi tersebut.

Setelah semuanya selesai dan dinyatakan aku lolos seleksi, maka aku pun berangkat menuju kota Samarinda untuk mengikuti masa karantina selama 3 hari. Panitia penyelenggara tidak menyiapkan penginapan dan konsumsi, sedih banget kan? Aku nggak tahu harus menginap di mana. Aku nggak punya banyam kenalan di Samarinda. Kemudian aku teringat tawaran Bapak Muhammad Samsun ( Wakil Ketua DPRD) untuk memberi kabar kalau aku masuk sebagai finalis. Beliau bersedia membantu semampunya. Karena kepepet, ya aku hubungi beliau dan bilang kalau aku nggal dikasih penginapan sama panitia penyelenggara. Semua peserta juga tidak ada yang diberi biaya transport, akomodasi dan penginapan. Sehingga harus mencari sendiri di mana kami akan tinggal selama masa karantina. Ada beberapa yang memang warga Samarinda atau ngekos di Samarinda. Sehingga, mereka lebih mudah untuk mengikuti kompetisi ini.

Aku diendorse sama Bapak Samsun yang kebetulan tetangga kampungku, diberikan menginap selama 2 malam di sebuah penginapan yang tepat berseberangan dengan Kantor Perpusda Kaltim. Yah, alhamdulillah ... setidaknya aku tidak tidur di mes ... mesjid. Karena aku tidak punha uang untuk menginap.

Karena jatah menginap hanya dua malam, maka malam ketiganya aku harus keluar dari penginapan tersebut dan mencari penginapan lainnya. Sore itu aku mengeluh dengan peserta lain. Aku berniat untuk pulang saja sore harinya dan kembali besok paginya ketika malam Grand Final dimulai.
Namun, beberapa teman finalis melarangku dan menawarkan untuk menginap di kosan mereka. Ada dua peserta yang menawarkan aku menginap bersama mereka. Yang pertama Cindy, si gadis cantik berhidung mancung itu. Yang kedua, Anisa Nur Adnin atau yang sering disapa Anin. Mereka sama-sama menawarkan agar aku menginap di kosan mereka saja.

Awalnya, aku memilih untuk ikut menginap di kosan Cindy. Tapi, karena ketika mau pulang, Cindy terlihat sibuk dengan finalis yang lainnya, aku memutuskan untum ikut ke kosan Anin saja. Aku bilang pada Cindy dan ia menyetujuinya.

Singkat cerita, akhirnya aku menginap di kosan Anin. Waktu pertama kali masuk ke kosan ini, aku disambut baik dengan pemilik kosan. Bahkan diminta untuk makan bersama di ruang makan mereka. Alhamdulillah ... setidaknya bisa menghemat uang makan sekali. Hehehe...

Selama dua malam aku menginap di kosan Anin, sesekali kami jalan-jalan ke luar mencari makanan atau barang-barang keperluan. Saat itu, aku mengenal Anin sebagai pribadi yang baik dan apa adanya. Asyik aja gitu jalan dan cerita-cerita sama dia.
Dia bilang, "Aku jalan sama Kak Rin, kayak jalan sama mamaku, deh."
Aku tersenyum dan bertanya, "kenapa emangnya?"
Dan dia bilang, aku seperti ibunya yang bayarin dan jajanin dia. Hihihi ... entah kenapa, asyik aja gitu. Aku tahu gimana kehidupan anak kos. Dia harus pandai mengatur uang bulananya. Jadi, setiap kali jalan, aku memang yang traktir dia.

Ada hal yang aku pikirkan tentang masa depan. Seandainya anakku suatu hari merasakan hidup sendiri di kosan dan jauh dari orang tua. Dia pasti merasakan hidup hemat. Bahkan untuk makan saja harus bisa irit. Itulah sebabnya, aku tidak pernah berpikir dua kali membantu orang lain selama aku masih bisa dan masih mampu.

Aku dan Anin yang baru mengenal, serasa sudah akrab dan mengenal lama. Itu karena pribadi Anin yang apa adanya, ramah dan nggak neko-neko. Ada hal yang sama antara aku dan Anin, yakni ... nggak begitu suka dengan ruangan yang terlalu rapi, hahaha ...

Bagiku, ruangan yang terlalu rapi itu membatasi setiap gerak-gerikku. Aku pastinya sungkan untuk melakukan pergerakan yang kira-kira akan membuat ruangan kotor atau berantakan. Tapi, ketika bersama Anin, aku bisa menjadi apa adanya aku. Tidak harus jaim dengannya walau dia jauh lebih muda dan lebih cantik dari aku. Aku sama sekali tidak minder ketika bersama dengannya.

Selain baik hati, ramah dan asyik, Anin juga salah satu mahasiswa Unmul yang berprestasi. Ia seringkali menjadi presenter di salah satu komunitas, juga terlibat dalam pers mahasiswa universitasnya.

Hai ... Adnin, semoga tulisan ini bisa mengabadikan cerita kita dan membuat kamu selalu ingat sama aku, begitu juga sebaliknya. Kalau kita pernah menghabiskan malam bersama dalam satu ruang yang sama.

Wednesday, February 27, 2019

Mampir ke Taman Samboja. Akankah Jadi Ikon Kecamatan Samboja?


Hai ... hai ... hai ...!
Kali ini aku berkesempatan untuk mampir ke salah satu taman yang ada di daerah Samboja Kuala. Taman ini baru saja dibuat dan memang belum jadi. Di sisi jalan, masih ada tiang pembatas sebagai tanda kalau taman ini memang belum bisa digunakan.

Di bawah kepemimpinan Bapak Ahmad Junaidi, Kecamatan Samboja tumbuh menjadi daerah yang pesat dengan banyak potensi wisata yang menjadi destinasi favorite para turis.
Oleh karenanya, kini hadir Taman Samboja sebagai icon bahwa Samboja memang tempat favorite yang nggak kalah kece sama kota sebelahnya yakni Balikpapan.

Untuk teman-teman tahu, Samboja bersebelahan dengan kota Balikpapan. Akses dari Bandara Balikpapan sangatlah mudah dan dekat. Banyak juga tempat wisata di Samboja yang menjadi favorite para pengunjung. Bukan hanya deretan pantai-pantainya. Samboja juga memiliki tempat wisata alam yang masih alami seperti Borneo Orang Utan Survival dan Pulau Bekantan.

Ah, kalau ngomongin destinasi wisata di Samboja mah banyak. Samboja merupakan salah satu kecamatan yang memiliki banyak potensi wisata seperti Pantai Ambalat, Pantai Tanah Merah, Pantai Pemedas, Pulau Bekantan, Taman Hutan Raya, Borneo Orang Utan Survival, KWPLH, Lamin Etam Ambors, Batu Dinding, Water Park Handil, dll.

Bukan hanya wisata alamnya saja, di Samboja juga punya banyak tempat wisata edukatif seperti taman baca. Di Kecamatan Samboja sendiri, terdapat 5 taman baca yang bisa kamu kunjungi.



Taman Samboja di buat di atas lahan eks. Pasar Tradisional Kuala. Pasar Traditional Kuala sendiri sudah di relokasi ke tempat yang jaraknya tidak begitu jauh dari pasar sebelumnya. Taman Samboja ini bakal jadi tempat yang asyik karena berada di tepi jalan provinsi. Tepat di dekat jembatan Kuala. Dari taman ini, kamu bisa melihat kapal-kapal nelayan bersandar.

Karena aku ke sini waktu tamannya belum jadi,,, yah,,, keadaannya memang masih gersang. Lain kali aku akan menyempatkan waktu untuk mampir ke tempat ini lagi. Semoga saja tempat ini semakin bagus dan menjadi pusat anak-anak muda berkreatifitas demi mewujudkan kecamatan Samboja yang lebih baik lagi sesuai dengan slogan "Samboja Makin Keren".



Jalan-Jalan ke Taman Anggrek Sendawar | Gersang dan Kurang Terawat





Dokumen Pribadi



Minggu, 24 Feberuari 2019

Aku meluangkan sedikit waktu untuk mengunjungi Taman Anggrek Sendawar yang ada di tempat wisata Waduk Panji Sukarame, Tenggarong. 
Taman Anggrek ini cukup luas dan dipenuhi beraneka ragam tanaman anggrek. Sayangnya, tempat ini sepertinya kurang begitu terawat. Entah karena cuaca yang sedang kemarau atau memang kondisinya seperti itu. Tanaman anggrek terlihat menguning dan kurang terawat, bisa dibilang tempat ini sangat gersang. Aku mengajak serta anakku untuk bisa mengenal alam sekitar terutama jenis-jenis tanaman anggrek. Namun, saya tidak menemui seseorang yang bisa memberikan informasi tentang berbagai macam tanaman anggrek yang ada di tempat ini. Sehingga aku hanya bisa mengajak puteriku berkeliling tanpa bisa mengenalkan jenis-jenis tanaman anggrek yang ada di sini. Tidak ada papan informasi sedikit pun yang bisa menjelaskan jenis tanaman anggrek yang ada di tempat ini. Tempat ini sebenarnya bagus menjadi wisata edukasi bagi anak-anak. Mereka bisa mengenal jenis-jenis tanaman anggrek yang ada di tempat ini.

Di antara tanaman-tanaman anggrek ini ada sebuah bangunan yang terbuat dari kaca. Di dalamnya ada banyak jenis tanaman anggrek yang terlihat terawat. Ada beberapa yang berbunga indah. Hanya saja, tempat ini terkunci dan kami hanya bisa melihat dari luarnya saja. Kami juga tidak menemukan petugas yang menjaga tempat ini. Dari tampilan luar, tempat ini memang terkesan gersang dan kurang terawat. Padahal, tempat seperti ini harusnya sejuk dan asri karena tanaman-tanaman di sini bisa menghadirkan rasa sejuk dan indah di depan mata.

Menurut penuturan dari sepupuku, dahulunya tempat ini bagus dan terawat. Entah karena apa, tempat ini berubah menjadi gersang. Ada kemungkinan akibat dari kemarau dan suhu Tenggarong yang tinggi. Ada kemungkinan juga kalau tempat ini memang kurang terawat karena rumput-rumput liar lumayan tinggi, kesannya memang tidak pernah dibersihkan atau dirawat.

Semoga saja pemerintah bisa lebih bijak dan lebih baik dalam mengelola tempat seperti ini. Misalnya bekerjasama dengan pihak-pihak instansi atau sekolah sebagai wisata edukasi untuk anak-anak. Sangat disayangkan kalau tempat ini nantinya justru terbengkalai dan tidak terawat. Harapan kami, tentunya tempat seperti bisa dikelola dengan baik sampai generasi-generasi selanjutnya karena anak-anak kita butuh tempat-tempat edukatif yang bersinggungan langsung dengan alam.

Terima kasih untuk pengalaman hari ini. Walau merasa kurang puas dengan tempat ini, aku tetap mengapreasiasi, semoga ke depannya menjadi lebih baik lagi.



Dokumen Pribadi


Literasi Digital

Rawpixel


Hai ...!
Met sore...
Ceritanya hari ini dari Plukme Friends aku dapet tugas buat ngasih clue untuk latihan menulis.
Entah kenapa terlintas begitu saja kalimat "Literasi Digital" dalam otakku.
Dan aku sendiri masih sulit mencari ide tentang literasi digital ini.
Hmm... sebenarnya dengan menulis di sebuah platform , aku sudah dikategorikan berliterasi secara digital.
Literasi digital sendiri diartikan sebagai kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital untuk mengakses informasi secara digital, mengelola, mengintegrasi, menganalisa dan mengevaluasi  informasi dengan baik sehingga bisa membedakan informasi antara fakta dan hoax. Bukan hanya itu, dengan literasi digital diharapkan dapat membangun sebuah pengetahuan baru.

Literasi digital dirasa sangat penting karena memberikan banyak kemudahan kepada masyarakat. Segala hal menjadi mudah termasuk bertransaksi jual-beli secara online. Bahkan, banyak masyarakat yang lebih memilih untuk belanja online karena lebih menghemat waktu dan biaya.

Literasi digital sendiri memiliki beberapa dampak bagi setiap penggunanya yang dibagi menjadi 8 bagian:
1. Creativity 
Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, mampu mengasah kemampuan penggunanya dalam berkreatifitas. Misalnya menjadi konten kreator, video grafis, game accelerator, termasuk dalam membuat website seperti platform Plukme yang sedang kita pakai ini.
2. Collaboration
Dengan mudahnya akses informasi, kita lebih mudah untuk mengenal seseorang dari dunia luar. Bahkan berkolaborasi menciptakan sebuah komunitas kreatif. Saat ini sudah banyak yang bisa berkolaborasi dengan pengkarya di luar negeri. Sebab dunia digital, kita selalu merasa lebih dekat dengan  banyak user.
3. Critical Thinking and Evaluation
Di sini pengguna internet dan dunia digital diminta untuk bisa berpikir kritis dan mampu mengevaluasi setiap informasi. Tidak semata-mata di lahap mentah-mentah tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Sehingga lebih banyak tersebar berita-berita hoax, dan sulit membedakannya sebab banyak user yang latah dan dengan mudahnya jarinya menekan tombol share. Padahal, berita yang beredar belum tentu kebenarannya.
4. Cultural and Sosial Understanding
Memahami budaya sosial di masyarakat menjadi semakin mudah. Contohnya saja ketika admin Plukme memberikan kompetisi menulis dengan tema "Tradisi Menjelang Ramadan". Wow...! Di sini aku bisa menemukan beragam budaya yang unik. Jika bukan karena mudahnya mengakses informasi hingga ke seluruh dunia. Mungkin, aku tidak akan pernah tau apa itu kesenian "Ebeg". Kemungkinan juga aku tidak akan pernah tahu bagaimana pesona keindahan raja ampat.
5. Curate Information
Pengguna internet diharapkan dapat mengkurasi setiap informasi yang masuk. Mampu mengelola konten-konten positif dan membuang jauh-jauh konten negatif. Bukankah di setiap platform selalu ada menu report untuk melaporkan konten-konten negatif berbau pornografi, sara dan radikalisme. Aku bahagia mengenal Plukme, karena admin Plukme mampu mengkurasi dengan baik setiap tulisan yang masuk. Juga kebijakan pengguna/user yang dengan sigap melaporkan pada admin jika menemukan indikasi kecurangan dan tingkah laku negatif user.

6. E-Safety
Aku rasa ini sudah tau semua ya! E-Safety juga menjadi bagian terpenting dalam menggunakan literasi berbasis digital ini. Kalau di Plukme aku rasa jauh dari konten-konten negatif. Tapi, bagaimana dengan platform lain? Itulah sebabnya kita tetap harus melakukan pengawasan terhadap penggunaan internet. Mengawasi anak-anak dalam mengakses suatu informasi. Agar tak mudah terpengaruh dengan isu sara dan radikalisme. Terutama pembatasan akses konten-konten negatif. Saya senang Kementerian Komunikasi dan Informasi sudah banyak membantu mencegah beredar luasnya konten negatif dengan memblokir situs-situs berbau pornografi. Kalau masih ada yang berusaha membobol situs itu. Itu mah emang orangnya aja yang memang pengen masuk ke dunia negatif.


7. Practical and Functional Skills
Aku rasa yang satu ini penting bagi generasi muda untuk mampu bersaing dengan dunia kerja. Mereka harus memiliki skill yang baik dan bisa diterima di masyarakat dengan baik pula. Tidak sekedar mencari informasi dan sumber referensi, tapi juga harus mampu mempraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bisa didapat dalam berliterasi digital, di mana seorang anak diajarkan untuk berinteraksi, memecahkan masalah, mengatur strategi dan membuat perencanaan yang baik. Biasanya dihadirkan dalam sebuah game online berkelompok atau video grafis yang mengajak antar user untuk saling berinteraksi.

8. Proficient Communicator
Ha ini sangat penting bagi penulis seperti aku. Eh! Emang aku penulis? Sory lidahku keseleo. Hmm... lebih tepatnya aku yang hobi menulis. Karena profesiku bukanlah seorang menulis. Tapi, aku memang sedang belajar menulis. Belajar untuk berkomunikasi dengan pembaca. Komunikasi yang baik tentunya. Untuk menjadi Proficient Communicator memang tidak mudah. Tapi, hampir semua teman-teman sudah melakukannya. Menyampaikan informasi begitu apik untuk dapat dipahami dan dicerna dengan mudah oleh pembacanya.

Hmm... Apa ini sudah kepanjangan ya?
Aku harap teman-teman  mau berkenan memberikan pengetahuannya tentang literasi digital.
Sebagai bahan referensi dan diskusi untuk saya.
Sebab literasi digital itu sangatlah luas.
Dengan bermain Plukme seharian saja kita sudah mendapatkan banyak manfaat dan sudah berliterasi.
Secara langsung kita memperoleh informasi dari penulisnya. Dapat berinteraksi dengan baik dengan penulisnya sekaligus. Mampu menganalisa dan mereview tulisan kawan-kawan. Hanya dengan mengunjungi postingannya saja, kita sudah mengajak penulis berinteraksi dengan kita.
Banyak sekali manfaat gawai dalam dunia digital ini. Oleh karenanya, gunakanlah kemudahan dunia digital ini dengan bijak. Jika bukan kita yang memfilter setiap konten yang masuk, lalu siapa lagi?
Bermain internet juga harus memperhatikan peraturan platform, juga undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Mari kita buat dunia digital kita menjadi dunia yang nyaman. Jauh dari konten-konten negatif yang merusak moral generasi penerus bangsa.

Salam Literasi!

Oh ya, sebagai informasi bahwa Literasi di Indonesia di bagi menjadi enam pola dasar literasi, yakni:
1.       Literasi Baca & Tulis
2.       Literasi Berhitung
3.       Literasi Sains
4.       Literasi Financial / Keuangan
5.       Literasi Digital
6.       Literasi Budaya dan Kewargaan

Enam literasi ini masih beranak-pinak lagi. Untuk lebih jelasnya bisa surfing di google.com tentang dunia literasi.

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisanku.




Tuesday, February 26, 2019

Filosofi Kerasukan Pada Tari Tradisional Kuda Lumping



Awalnya aku melihat kuda lumping sebagai pertunjukkan seni yang biasa. Terutama pada fenomena kerasukan. Banyak yang bilang pertunjukkan tersebut bekerja sama dengan makhluk ghaib. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa makhuk ghaib memang ada.
Menjadi hal biasa saat sebelum pertunjukkan melakukan sebuah ritual dengan membakar kemenyan dan menyiapkan beberapa sesajen. Aku tidak begitu tertarik dengan hal itu. Melihatnya sudah menjadi hal biasa dalam sebuah pertunjukkan seni kuda lumping yang merupakan sebuah warisan budaya. Memanggil arwah leluhur atau makhluk ghaib ini sudah menjadi sebuah pertunjukkan sejak zaman peradaban Hindu-Budha.
Sampai ketika tahun lalu, satu hal membuatku tercengang dan selalu membuatku penasaran. Biasanya, di Kalimantan ini banyak pertunjukkan Seni Kuda Lumping yang sama. Dengan penari-penari kuda dan Barongan/Reog. Mereka selalu membakar kemenyan dan menyiapkan sesajen untuk menghadirkan sebuah pertunjukkan “Kerasukan” pada penonton.
Tahun lalu, sebuah Paguyuban Seni Kuda Lumping yang baru berdiri menghadirkan kesan baru. Aku ada di antara mereka sebab memang aku asli keturunan Temanggung. Hanya saja keberadaanku yang memang sejak lahir di Kalimantan, aku tidak begitu paham dengan kesenian daerah. Sampai akhirnya kedewasaanlah yang membuatku meninggalkan kegemaranku pada seni-seni mancanegara dan beralih untuk lebih memaknai dunia Seni Tradisional. Sebab, banyak orang-orang luar negeri yang lebih menyukai kebudayaan Indonesia yang beragam.
Paguyuban Seni Kuda Lumping yang mengusung konsep Jaranan Temanggung menghadirkan warna baru dalam dunia Seni Budaya Jawa yang ada di Kalimantan. Awalnya, mereka tidak akan menghadirkan apapun yang berbau mistis. Hanya sekedar menghibur masyarakat dengan tari-tarian. Namun, siapa sangka jikalau tamu-tamu ghaib berdatangan tanpa diundang.
Hal ini membuatku terus merasa penasaran dan banyak bertanya.
“Man, kenapa kalau kuda lumping yang ini nggak pakai ritual, nggak pakai menyan dan sejenisnya tapi masih aja banyak kerasukan?” tanyaku pada salah satu Paman yang memang asli dari Jawa dan mengerti tentang kebudayaan Jawa.
“Ya itu. Bedanya antara undangan dan yang datang dengan kemauan sendiri. Contohnya kamu membuat sebuah pertunjukkan. Kalau kamu mengundang 300 orang untuk hadir. Yang hadir ya hanya 300 orang tersebut. Kamu juga harus menyiapkan hidangan untuk tamu-tamu yang kamu undang. Biasanya, undangan hanya akan datang, makan dan pulang. Berbeda ketika kamu membuat sebuah pertunjukkan dan banyak yang datang tanpa diundang. Pasti mereka mau menonton pertunjukkan sampai acara selesai dan kamu tidak perlu menyuguhkan apapun sebab kamu tidak mengundang mereka datang. Begitulah makhluk ghaib itu datang pada kami,” jawab Paman, cukup membuatku mengerti.
Lalu, apa yang menyebabkan makhluk ghaib mau datang? Sedangkan tidak ada ritual khusus untuk memanggil makhluk ghaib tersebut?
Pertanyaan ini kemudian aku lemparkan pada salah satu kawanku yang merupakan Jurnalis di Balikpapan. Dia asli orang jawa dan begitu mencintai sejarah dan kebudayaan Jawa. Dia tahu banyak tentang kehidupan orang jawa termasuk hal-hal ghaib yang sering menyelimuti kehidupan orang jawa.
“Mas... Kenapa makhluk ghaib bisa datang di saat pertunjukkan seni kuda lumping sementara tidak ada sesajen dan ritual untuk memanggil makhluk ghaib tersebut. Dari mana mereka datang? Apa dari musik yang dialunkan?” tanyaku.
“Nah, Iya bisa jadi itu. Jadi, dalam gending Jawa itu ada dua jenis. Yang pertama, gending untuk acara hiburan. Yang kedua, gending yang diperuntukkan untuk pemanggilan makhluk ghaib atau arwah. Coba kamu menyanyikan lagu ‘Lingsir Wengi’ di tengah malam. Pasti rasanya akan jauh berbeda saat kamu menyanyikannya di siang hari,” jawab Mas Jurnalis.
Aku mengangguk-anggukan kepala sebagai tanda mengerti. Ya... cukup masuk akal karena menurutku gending klasik yang ada dalam Tarian Jawa Tengah itu cukup menghipotis jika benar-benar dinikmati. Kamu bisa dengarin musiknya dalam video ini. ( URL Video Pilihan Gue)
Oke... itu adalah jawaban dari rasa penasaranku. Tentang proses bagaimana makhluk ghaib itu berdatangan dalam sebuah pagelaran seni. Memang ada dua jenis, yang pertama diundang dan yang kedua tidak diundang. Makhluk ghaib bisa datang dengan sendirinya dan bisa datang dengan undangan (ritual).
Lalu... pertanyaan berikutnya, bagaimana menyembuhkan orang yang kesurupan?
Pertanyaan ini aku ajukan pada salah seorang guru yang juga mengerti agama. Beliau biasa membantu menyembuhkan kawan-kawan yang kerasukan ketika sedang melakukan pertunjukkan seni kuda lumping.
Why? Dan ternyata memang kebudayaan ini tidak bisa lepas dari sisi agama.
“Kamu nggak tahu kan filosofi kerasukan itu apa? Dan kenapa di zaman Walisongo tidak di larang?”
Aku menggelengkan kepala. “Kenapa gitu Pak?” tanyaku penasaran. Memperbaiki posisi duduk untuk menyimak dengan seksama setiap perkataannya.
“Karena zaman dahulu itu orang-orang belum banyak mengerti agama. Sedangkan kesenian ini sudah ada sejak zaman Hindu-Budha. Maka, dijadikan jalan dakwah bagi para Wali untuk menunjukkan bahwa sekuat apapun jin yang menguasai manusia. Akan kalah hanya dengan dua kalimat syahadat.” Bapak itu mengacungkan kedua jari telunjuk dan jari tengahnya.
“Iya kah, Pak?” tanyaku makin penasaran.
“Iya... makanya zaman dahulu itu ketika Agama Islam masuk. Agama tidak menghapuskan kebudayaan yang sudah ada. Tapi, memperbaiki pemikiran masyarakat bahwa arwah atau jin yang mereka sembah, sekuat apapun akan kalah hanya dengan dua kalimat syahadat. Dua kalimat syahadat itu ditiupkan pada tali cemeti/pecut kemudian dipecutkan pada manusia yang sedang dikendalikan oleh Jin, maka Jin yang ada dalam tubuhnya akan pergi,” tutur Bapak itu.
Aku semakin tertarik dengan pembahasan ini. Mungkin bisa mengobati rasa penasaranku selama ini.
“Itulah sesungguhnya filosofi dari kerasukan dan pesan agama yang ingin disampaikan. Namun, memang ada beberapa pendapat yang berbeda. Karena tidak semua kesenian Jaranan berbau syariat Islam atau Dakwah. Memang masih ada pertunjukkan kesenian yang memang masih bekerjasama dengan makhluk ghaib untuk menunjukkan sebuah keperkasaan, keberanian dan kedigdayaan seseorang di beberapa daerah. Nggak masalah sih itu. Kepercayaan mereka dan kepercayaan kita berbeda. Kita tidak perlu mengusik mereka, begitu juga sebaliknya mereka tidak akan mengusik kita.”
Aku menganggukkan kepala sebagai tanda mengerti.
Aku merasa, ucapan beliau memang benar. Sebab sebagai umat muslim, kita memang harus percaya dengan yang ghaib. Namun, tidak diperbolehkan menyembah atau memuja makhluk ghaib. Sebab makhluk yang paling tinggi derajatnya adalah manusia.
Beberapa juga ada yang berpendapat bahwa pertunjukkan kesenian kuda lumping bekerja sama dengan makhluk halus. Mungkin, mereka belum memaknai pesan yang ingin disampaikan dalam pertunjukkan tersebut. Seperti hal yang baru saja aku ketahui. Bahwa pesannya ada di akhir acara. Bahwa, sekuat dan sehebat apapun jin yang menguasai manusia (makan kaca, makan rumput dll.) akan kalah hanya dengan dua kalimat Syahadat. Dan aku memang baru tahu kalau ternyata hanya Dua Kalimat Syahadat yang ditiupkan di kedua telinga manusia yang bisa mengusir jin yang masuk ke dalam tubuhnya.
Sebenarnya, di setiap tubuh manusia sudah ada jin yang terus menemaninya. Hanya saja, ada manusia yang bisa mengendalikan dirinya dari gangguan jin dan ada manusia yang bisa dikendalikan oleh Jin/Setan. Sebab aku melihat sendiri tidak semua dikendalikan sepenuhnya oleh Jin. Masih ada beberapa yang mencoba melawan kehadiran makhluk ghaib dalam tubuhnya. 
Sama seperti dalam kehidupan kita sehari-hari. Bagaimana mengendalikan diri kita dari rasa marah, rasa iri, dengki, benci dan sebagainya. Jika kita bisa mengendalikannya, maka hati kita sebagai pemenang atas semua rasa yang datangnya dari setan. Namun, jika kita tidak bisa mengendalikan, maka diri kita akan sepenuhnya dikuasai oleh setan. Perbanyaklah mengaji sebab Al-Qur’an adalah Ayat-Ayat Suci yang tidak perlu diragukan lagi kesucianNya. Sebab dengan dua kalimat syahadat saja sudah bisa mengusir Jin/Setan. Bagaimana jika kita bisa membaca lantuanan Ayat Suci setiap hari? Pastilah hati kita jauh dari gangguan jin/setan.
Sebab Setan/Jin itu mengganggu dengan cara “Membisikkan (kejahatan) ke dalam dada Manusia.” – (Surah An-Nas Ayat 5). Jin/Setan membisikkan ke dalam dada, bukan ke dalam telinga. Oleh karenanya penyakit-penyakit hati itulah yang sesungguhnya harus diobati. Termasuk orang yang suka nyinyirin tulisan aku dan bilang tulisan-tulisanku unfaedah.
Itulah informasi yang aku dapatkan demi memenuhi rasa penasaranku. Aku sampai berbulan-bulan bertanya pada banyak orang hingga mendapatkan jawaban yang memuaskan. Bagiku, semua rasa penasaranku sudah terjawab. Mungkin masih ada banyak pendapat lain yang berbeda di luar sana. It’s Oke, nggak masalah sebab setiap orang punya hak untuk berpendapat.
Sepertinya aku harus lebih banyak belajar tentang sejarah kebudayaan Indonesia. Karena pada zaman dahulu, orang-orang bisa menyampaikan pesan atau kritik melalui tari-tarian, tembang-tembang, seni rupa dan seni yang lainnya. Bagiku, itu hal yang indah. Mengkritik dengan sebuah karya.
 Cukup sampai di sini tulisan aku ya...
Mau jalan-jalan dahulu cari informasi, ilmu dan teman-teman baru.
Oh ya ... Salam Budaya Indonesia. Mari kita lestarikan kebudayaan yang merupakan ciri khas dan kekayaan orang Indonesia. Jika bukan kita, siapa lagi?


Ditulis oleh Rin Muna
Samboja, 8 September 2018

[Cerpen] On Backstage #1

Beeki



“Minum?” Roby menyodorkan sebotol air mineral saat aku bersandar di pagar balkon gedung lantai 3. Usai menggelar pagelaran, aku memilih untuk menyendiri.
“Selamat ya! Pertunjukkannya sukses,” ucap Roby sembari menatap ke arah panggung yang mulai lengang.
Aku langsung menenggak setengah botol air mineral sebelum menanggapi ucapan Roby.
“Alhamdulillah ... aku lega semuanya berjalan dengan lancar. Aku deg-degan sepanjang acara.” Aku menghela napas. Melirik Roby yang berdiri di sebelahku.
“Capek ya? Kerja kerasmu nggak sia-sia kok, Rin.”
“Bukan aku, tapi kita semua.”
“Ya, aku tahu. Tapi kalau nggak ada kamu, entah apa jadinya acara kita hari ini.”
“Why? Aku nggak terlalu penting kali By, cuma main di belakang layar aja. Mereka yang hebat-hebat!” Aku tersenyum, ikut menatap panggung pertunjukkan yang baru saja usai.
“Penting, lah. Kalau nggak ada orang yang galak dan cerewet kayak kamu. Mungkin saja pertunjukkan kita kacau. Aku lihat sendiri kalau yang lain latihannya angin-anginan. Tunggu diteriaki dulu baru mereka mau serius. Belum lagi setiap masalah yang datang saat persiapan. Semuanya bisa kamu atasi karena sikapmu yang galak itu.” Roby terkekeh.
“Emang aku galak?” Aku menatap tajam ke arah Roby.
Roby menggelengkan kepalanya. “Enggak, sih. Kamu mah baik. Peduli dan tegas. Mereka aja yang suka bilang kamu galak dan aku juga terbawa, hehehe.”
“Perez!!” celetukku.
“Hahaha. Acara udah kelar, mukamu masih serius aja.”
Aku menatap ke arah Roby, mungkin benar wajahku masih sangat tegang.
“Kamu tahu kan, kalau sampai acara ini gagal, aku akan dicaci maki banyak orang.”
“Yes, I know. Tapi, sudah jelas kan acaramu sukses. Semua baik-baik saja.”
“Belum. Sampai benar-benar semuanya selesai. Besok masih harus beres-beres dan mengembalikan peralatan yang kita pinjam.”
Roby berdecak. “Sudahlah, yang besok, pikirkan besok saja!”
“Iya. Perasaanku belum tenang aja kalo belum kelar semuanya.”
“Kak Rin, dipanggil Pak Zoel.” Suara Shella mengagetkan kami.
Aku dan Roby saling pandang. Roby mengangkat kedua pundaknya. Dia sudah mengerti apa maksud dari ekspresi wajahku tanpa aku harus mengucapkan sesuatu.
Pak Zoel hanya akan memanggilku saat ada masalah. Dua bulan lalu beliau marah besar karena sebuah event besar berakhir dengan sangat memalukan. Terjadi miss antara pelaku seni dengan panitia. Aku merasa pertunjukkan kali ini sudah cukup memuaskan. Itu bagiku, tidak bagi Pak Zoel. Bisa saja dia merasa masih ada yang kurang.
Berat sekali kulangkahkan kaki menemui Pak Zoel di lantai bawah.
“Semangat ya, Rin. Kamu wanita hebat!” Roby menepuk pundakku, mengalirkan energi yang membuat hatiku lebih tegar menghadapi apa pun. Dia satu-satunya sahabat yang paling mengerti posisiku. Tidak pernah ikut menyalahkan saat pertunjukkan kacau.
Di balik layar memang seperti itu. Hasilnya bagus, yang di depan yang dipuji. Kalau jelek, kita yang dicaci maki.” ucap Roby beberapa bulan lalu saat panggung pertunjukkan ambruk diterpa hujan deras dan angin kencang.
Aku hampir gila menghadapi cacian, semua menyalahkan aku karena dianggap aku lalai. Padahal, aku sudah berusaha semaksimal mungkin agar panggung tetap aman dari guncangan cuaca ekstrem. Tapi masih saja panggung yang berbahan Rigging itu masih ambruk sebagian. Bersyukurnya tidak ada korban luka akibat kejadian itu.
Aku menepis semua pikiran negatif itu sesampainya di dalam ruangan, tempat Pak Zoel menungguku. Beberapa panitia yang lain sedang menikmati makan malam usai memastikan semua sound sudah masuk ke dalam ruangan agar mereka tidak perlu tidur di atas panggung, entah makan apa jam segini? Ini sudah tengah malam, bukan malam lagi.
“Kamu ngapain di atas!?” sentak Pak Zoel dengan suara yang membahana di seluruh ruangan.
Aku menarik napas, menghadapi beliau membuatku bingung. Entah dia marah sungguhan atau hanya acting. Kalau soal acting, memang dia senior dalam dunia perfilman. Sedangkan aku, tidak bisa acting sama sekali.
“Kenapa diam!?” Pak Zoel menggebrak meja karena aku tak kunjung menjawab pertanyaannya.
“Anu ... Pak,”
“Anu-Anu apa!? Pacaran terus kau sama Roby, hah!?”
Mataku terbelalak mendengar ucapan dari Pak Zoel. Sejak kapan ada isu aku dan Roby pacaran? Ini kerjaan siapa pula?
Sementara Roby masuk ke dalam ruangan dengan santainya sambil cengengesan. Meraih satu kotak nasi kemudian bergabung dengan yang lain. Aku melirik sinis ke arahnya. “Awas kamu ya!” batinku. Aku yakin ini pasti ada hubungannya dengan Roby.
“Kenapa diam!? Kamu nggak menghargai saya lagi ngomong!”
“B ... bukan gitu, Pak. Saya masih mikir ....” Aku ingin memaki diriku sendiri. Kenapa kalimat ini yang keluar dari mulutku? Kalau udah gugup, nggak karuan menghadapi Pak Zoel.
“Mikir-mikir! Masih bisa kamu mikir!? Kamu nggak mikir kalau lagi ada masalah!?”
“Masalah apa?” Pikiranku melayang-layang, mencari sudut-sudut bayangan selama pertunjukkan. Aku merasa semuanya baik-baik saja. Entah apa yang dilihat oleh Pak Zoel sehingga ia terlihat marah. Sementara timku semuanya baik-baik saja. Tidak ada laporan kendala selama pertunjukkan berlangsung.
“Kamu koordinator acara dan nggak tau masalahnya apa? Ndak becus!”
Aku menarik napas berkali-kali. Mencoba menenangkan perasaanku. “Maaf, Pak. Kali ini saya bener-bener nggak tau masalahnya apa.”
Pak Zoel langsung berceramah panjang lebar kali luas kali tinggi. Aku hanya mendengarkan sambil menggaruk keningku. Sudah menjadi hal biasa seperti ini. Hatiku mulai kebal menghadapi kemarahannya.
“Kamu tahu tanggung jawabku, kan?” tanya Pak Zoel kemudian.
Aku menganggukkan kepala.
“Jadi, udah tahu masalahnya apa?”
Aku menggelengkan kepala. Asli, aku nggak bener-bener nyimak Pak Zoel ngomong apa dari tadi.
“Masih nggak tau!?” Pak Zoel terlihat naik pitam.
Aku menunduk, menggelengkan kepala. Kali ini aku hanya bisa menatap kakiku sendiri, tak lagi menatap wajah Pak Zoel yang sepertinya semakin emosi.
“Kamu nggak makan dari pagi sampai sekarang, apa kamu pikir itu bukan masalah!?” Pak Zoel mendelik ke arahku.
Aku mengangkat kepalaku, menatap wajahnya yang mendelik sambil tersenyum. Aku terkekeh geli.
“Astaga ...!” Hanya itu kata yang bisa keluar dari mulutku. Sementara teman-teman yang lain tertawa terbahak-bahak karena berhasil mengerjaiku.
“Makan dulu! Kita masih ada agenda pertunjukkan selanjutnya. Saya nggak mau kamu jatuh sakit. Pertunjukkan malam ini, sangat memuaskan dan selanjutnya saya ingin lebih baik lagi.” Pak Zoel kini merendahkan nada bicaranya.
“Baik, Pak.” Aku melangkahkan kakiku menghampiri teman-teman yang sedang berkumpul di pojok ruangan sembari menikmati makanan.
“Pak Zoel kok tahu aku belum makan dari tadi pagi?” tanyaku pada Shella.
Yang ditanya hanya meringis, menunjukkan gigi-giginya yang tersusun rapi.
“Kamu ya?” selidikku.
“Ya, kita khawatir kali kalau kamu nggak makan dari pagi. Udah gitu sibuk lari sana, lari sini. Sebagai seksi konsumsi pasti aku memperhatikan sejak pagi kamu belum makan apa-apa. Hanya minta air mineral saja.”
“Iya ... tapi nggak usah ngadu ke Pak Zoel juga kali. Kamu nggak tahu, jantungku hampir copot dibentak-bentak. Dah gitu, sialnya aku nggak tahu kalau dia cuma acting,” celetukku.
Aku akhirnya membuka nasi kotak yang sudah aku pegang. Tidak ada semangat untuk menikmatinya, terlebih ini sudah tengah malam.
Aku sedikit lega karena akhirnya pertunjukkan bisa berlangsung dengan baik. Semua pasti lelah dan ingin segera beristirahat. Karena esok sudah ada pekerjaan lain, membereskan area panggung juga membersihkannya. Usai malam pertunjukkan berlangsung, pengunjung selalu meninggalkan sampah-sampah berserakan. Panitia harus bekerja ekstra untuk mengangkut sampah-sampah yang membanjiri lapangan acara. Andai saja penonton bisa lebih bijak dalam mengelola sampah dari makanan yang mereka makan. Misalnya, membuangnya di tempat sampah yang sudah disediakan atau menyiapkan kantong sendiri sampai menemukan tempat sampah jika memang tempat sampahnya sulit untuk dijangkau. Pastilah pekerjaan kami akan terasa lebih ringan.
Sampah-sampah yang ditinggalkan saat event menjadi bagian dari tanggung jawab kami yang bekerja di belakang panggung. Memanglah sangat lelah karena harus menyiapkan dan membereskan banyak hal. Tapi, aku sudah terlanjur masuk ke dalamnya dan harus menikmatinya. Awalnya memang dipaksa dan terpaksa. Tapi lama-lama jadi terbiasa dan aku menikmatinya dengan bahagia.

Tulisan ini telah saya posting untuk Kompasiana.

[PhotoStory] Indahnya Awan Pagi di Rapak Lambur, Tenggarong

Dokpri : Halaman SMP 6 Tenggarong

Sabtu, 23 Februari 2019

Aku berkesempatan mengunjungi salah satu saudaraku yang tinggal di daerah Rapak Lambur, Tenggarong. Kami berangkat dari Samboja sekitar pukul 15.00 WITA dan sampai di sana ketika waktu Magrib tiba.

Seperti biasa, ketika aku baru sampai dari perjalanan jauh. Aku langsung tepar dan baring-baring lurusin badan. Bahkan sampai malam hari, aku nggak beranjak sedikit pun dari ruang tamu atau kamar.

Hal yang paling nyebelin adalah : anakku nggak mau tidur karena dikasih mainan lego sama budenya. Sampai jam 11 malam, dia masih main. Mau tak mau, mamanya harus nunggu dia terlelap. Tapi, selalu saja gagal, dia tetap asyik bermain lego sampai larut malam. Bahkan, ketika dia sudah tidur, aku justru sulit untuk memejamkan mata. Masalahnya, kipas angin punya bude rusak dan anakku tidak bisa tidur dalam keadaan panas. Aku harus terjaga supaya bisa ngipasin dia secara manual alias kipasan pakai kipas bambu. Hmm ... itu lumayan bikin aku kurang tidur dan akhirnya bangunnya kesiangan.

Aku baru bangun tidur sekitar pukul 06: 30, asli ini mah mbangkong banget!
Baru aja selesai cuci muka, mbakku alias budenya anakku mengajak untuk main atau silaturahmi ke rumah tetangga yang ada di belakang rumahnya. Lumayan lama main di sana sambil bercerita panjang lebar. Karena Livia udah ngajak pulang, akhirnya kami balik ke rumah bude.

Waktu mau masuk ke rumah, tiba-tiba mataku tertuju pada gumpalan kabut awan di depan halaman sekolah SMP 6 Tenggarong. Kebetulan, budeku adalah salah satu guru di SMP tersebut dan rumahnya memang bersebelahan dengan bangunan SMP.

Aku langsung pergi mendatangi pemandangan tersebut, nggak jadi masuk ke rumah. Dan aku sempatkan buat ngambil sedikit gambar. Ada rasa kecewa di dalam hati. "Kenapa nggak dari tadi pagi ke sininya? Kan bisa lihat awan dan kabut dari ketinggian. Ini mah udah siang banget dan kabut awannya sudah hampir habis."

Walau kabut awannya sudah mau habis, tapi pemandangannya tetap saja indah kok. Aku baru tahu kalau ternyata di sini tempatnya lumayan tinggi sehingga bisa melihat pemandangan alam yang luas ketika kita berdiri di halaman sekolah SMP 6 Tenggarong.

Wah, anak-anak SMP pasti udah pada ngeksis nih di tempat ini. Apalagi kalau kabut paginya emang indah banget. Itu pun kalau mereka menyadari keindahan itu. Biasanya sih, kalau yang setiap hari berhadapan langsung, melihatnya ya biasa aja. Kalau yang jarang lihat, itu pemandangan yang langka dan indah banget.

Serasa lagi kemah di gunung, seperti Gunung S yang ada di daerah Kutai Barat. Tapi, ini cuma di halaman sekolah yang aksesnya mudah banget! Nggak perlu mendaki gunung seperti di Gunung S. Pemandangan alamnya juga nggak kalah indah kok. Yang jelas, setiap bangun pagi sudah ada keindahan dan kesejukan yang menyapa. Jarang-jarang kan bisa lihat pemandangan alam yang bagus kayak gitu. Terlebih buat kita yang tinggalnya di kota. Yang dilihat cuma bangunan-bangunan mati dan polusi udara di mana-mana.

Hei ... buat kamu yang pernah sekolah di SMP 6 Tenggarong, kamu sadar nggak kalau pemandangan sekolahmu itu indah banget di waktu pagi. Sesekali ... bikin PhotoStory tentang sekolah kamu yang asyik banget ini. Bisa jadi bahan pertimbangan juga buat aku nulis cerita fiksi. Latar tempatnya udah asyik banget. Hehehe ...

Yuk, tulis cerita-cerita dan pengalaman yang ada di sekitarmu!
Karena dengan menulis, bukan hanya mengabadikan namamu ... tapi juga mengabadikan orang-orang dan tempat-tempat yang ada di sekelilingmu.


Salam Literasi ...!
Salam Lestari ...!



Rin Muna


Rapak Lambur, 24 Februari 2019


Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas