Wednesday, December 11, 2019

[Teen Story] Masa-Masa Ulangan yang Paling Indah

Sumber Ilustrasi : https://id.nic45.biz.id


Aku menyusuri koridor sekolah dengan perasaan gembira. Hari ini mulai ujian tengah semester dan akan menjadi hari paling menyenangkan buat aku. Kenapa? Karena aku bisa pulang sekolah lebih cepat dan punya banyak waktu untuk bermain. Selain itu, aku juga terbebas dari tugas sekolah. Rasanya sangat menyenangkan!
Aku tidak terlalu suka belajar. Aku belajar hanya jika ada tugas dari guru. Sisanya, aku akan menghabiskan waktu untuk jalan-jalan dan bermalas-malasan. Salah satu momen yang paling tepat adalah saat ulangan di sekolah. Aku bisa menggunakan alasan belajar sebagai alat untuk bermalas-malasan. Terlalu naif kalau aku bilang, aku belajar dari jam pulang sekolah sampai malam. Ah, itu dusta besar yang orang tuaku saja tidak akan mempercayainya sekalipun aku mengurung diri di dalam kamar dengan alasan fokus belajar.
“Rin, hari ini ulangan Matematika. Kamu udah belajar?” tanya Rika, teman sebangkuku.
“Eh!? Udah,” jawabku santai. Aku hanya belajar satu jam dalam sehari. Sejak selesai sholat subuh sampai jam enam pagi. Sebelum sarapan pagi dan berangkat ke sekolah.
“Aku deg-degan banget. Takut soalnya susah-susah.”
“Biasa aja. Hitung kancing aja kalo susah.”
Rika mengernyitkan dahi menatapku. “Kamu sih enak, nggak belajar juga udah pinter. Aku heran deh sama kamu, nggak pernah belajar tapi nilai kamu bagus terus.”
“Yee ... siapa bilang aku nggak pernah belajar?”
“Aku. Aku tahu kamu lebih suka keluyuran, main game online atau tidur seharian. Emangnya, kapan waktu kamu belajar?”
“Waktu di sekolah,” jawabku santai.
“Tapi, kan ...”
“Rika ... kamu pernah ngitung nggak berapa jam kamu di sekolah?”
“Tujuh jam,” jawab Rika sambil menghitung jarinya.
“Bener! Tujuh jam di sekolah. Tujuh jam kita belajar, belum lagi kalo ada tugas sekolah. Apa tujuh jam itu waktu yang kurang buat belajar?”
Rika menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Aku tertawa kecil menatap Rika. “Makanya, kalo di sekolah ... belajarnya yang bener. Jadi, nggak perlu tambahan belajar lagi di rumah.”
“Tapi ... aku udah belajar di sekolah, di rumah ... nggak pinter-pinter juga.”
“Itu sih derita loe!” sahutku sambil tertawa. “Kalo kamu belajar dua belas jam sehari dan belum ngerti juga. Artinya, kamu harus belajar dua puluh empat jam. Nggak usah tidur, nggak usah makan, nggak usah jalan-jalan, nggak usah pacaran!”
“Jahat banget sih!”
Aku tertawa menatap wajah Rika yang terlihat sangat payah. Hanya karena ulangan Matematika, wajahnya sudah terlihat pucat dan tidak bersemangat. Padahal, soal ulangan semuanya pilihan ganda. Tinggal jawab sesukanya aja. Kalau nilainya bagus, artinya sedang mendapat keberuntungan. Semoga, keberuntungan selalu menyertai. Kalau tidak, yah ... tinggal mengandalkan remedial saja. Toh, mau sejelek apa pun nilai ulangannya ... masih ada remedial yang ngasih kesempatan untuk memperbaiki nilai.
Aku bahkan pernah mengikuti lima kali remedial Fisika karena aku nggak bisa mendapat nilai sesuai standar. Padahal, aku memang tidak suka dengan mata pelajaran itu. Mau dipaksa seperti apa pun, nilaiku tidak akan pernah bagus. Tapi, sekolah memaksaku harus mendapat nilai sesuai standar dan aku tidak tahu bagaimana cara mereka membuat nilaiku mencapai standar. Karena aku sendiri, tahu sampai di mana kemampuanku.
Sepanjang ulangan, aku mengerjakan soal sebisaku saja. Karena soal Matematika pilihan ganda, aku bisa menjawab sisanya sesukaku. Benar atau salah, itu urusan belakangan. Toh, nanti bakal ada remedial juga. Yah ... walau aku hampir tidak pernah ikut remedial kecuali mata pelajaran Fisika.
Buatku, soal multiple choice seperti ini benar-benar memuakkan. Entah kenapa aku tidak terlalu suka dengan soal seperti ini. Ini terlalu mudah. Ah, bukan-bukan! Ini terlalu bikin malas. Aku nggak usah capek-capek mikir atau nulis banyak, bisa menjawab lima puluh soal dalam waktu satu atau dua jam. Benar-benar dimanjakan dan mulai membuatku jenuh. Terkadang, aku sering tertidur setiap kali dihadapkan oleh soal seperti ini.
Jam sepuluh pagi, aku sudah keluar dari kelas. Soal ulangan Matematika lumayan berat, tapi tidak membuatku khawatir. Untungnya, itu soal pilihan Ganda. Aku bisa mengandalkan Dewi Fortuna untuk mendapat keberuntungan.
Aku langsung bergegas pulang ke rumah dan masuk kamar. Alasannya, aku ingin belajar. Padahal, aku hanya berbaring di atas kasur sambil bermain game online. Rasanya ... lebih menyenangkan karena tidak perlu mengerjakan tugas dari sekolah.
Saat sedang ulangan, biasanya orang tua tidak ingin mengganggu dengan hal-hal lain. Aku juga terbebas dari mencuci piring, mencuci baju dan membereskan rumah. Benar-benar waktu yang menyenangkan. Aku bisa menghabiskan banyak waktu di dalam kamar sambil bermain. Bahkan, Mama sampai mengantarkan makanan dan minuman ke dalam kamar karena menyangka kalau aku benar-benar belajar.
Aku selalu menyelipkan ponselku di antara buku setiap kali Mama masuk ke dalam kamar. Aku juga terkadang memilih untuk bermain ke rumah teman dengan alasan ingin belajar bersama.
Ah, masa-masa remaja memang masa yang indah dan penuh dengan kebohongan. Semoga saja, saat aku menjadi orang tua ... aku tidak akan dibohongi oleh anak-anakku.
Hmm ... aku rasa, aku akan tahu kalau anak sedang membohongi orang tuanya karena pengalamanku yang pandai berbohong saat remaja. Kalau pada akhirnya, anakku juga pandai berbohong, artinya dia benar-benar anakku yang akan mewarisi gen berbohongku.
So, buat kamu yang pengen masa mudanya tetep asyik. Jangan suka bohongin orang tua kayak aku ya! Mungkin, aku bakal jujur ke orang tua setelah aku selesai ulangan. Karena, aku masih ingin menikmati waktu bersantai yang sulit sekali aku dapatkan ketika sekolah seperti biasanya.


Tuesday, December 10, 2019

Cinderella Fashion Kids

www.rinmuna.com

Ini adalah salah satu gaun dengan tema Cinderella yang aku buat khusus untuk anakku.
Ada cerita menggelitik di baliknya.
Aku ... sebenarnya sudah lama ingin membuat gaun Princess Cinderella. Tapi, kalau harus mirip sekali dengan aslinya ... aku tidak mungkin bisa melakukannya. Alasannya ... bahan yang kumiliki tak sebagus kualitas bahan pakaian asli juga aku bisa saja melanggar hak cipta karya seseorang atau dianggap menjiplak. Hehehe ...

Aku juga tidak tahu bagaimana memulainya.

Akhirnya ... Aku membuat gaun ini secara spontan karena anakku mendapat undangan acara ulang Tahun dan dia tidak punya gaun untuk pergi ke pesta. Alhasil, setelah pulang sekolah, aku langsung membuatkan gaun untuknya agar bisa dipakai untuk menghadiri acara ulang tahun salah satu teman sekolahnya.


Terkadang, inspirasi dan motivasi itu justru muncul di saat sudah mendesak dan terpaksa melakukannya dengan cepat.

Terima kasih untuk kamu yang selalu menginspirasi.

Monday, December 9, 2019

Anak - Sumber Inspirasi Fashionku (Fashion Design #1)

www.rinmuna.com

Anak adalah harta yang paling berharga, membuat kita mengerti arti cinta yang sesungguhnya. Bagiku, kehadiran seorang anak benar-benar memberikan inspirasi yang tak terhingga untuk kehidupanku.
Foto yang aku posting, adalah design yang pertama kali aku wujudkan jadi nyata.
Aku punya hobby menggambar busana sejak masih duduk di bangku SMA. Tapi, saat itu tak pernah terpikirkan bahwa gambar yang aku buat bisa dibuat menjadi nyata, mengingat banyak kekurangan yang aku miliki. Aku besar di panti asuhan, aku sadar dengan siapa aku dan aku membunuh cita-citaku satu per satu. Semua hal rasanya menjadi tidak mungkin. Sebab, aku tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal yang lebih.
Semua gambar busana yang pernah aku buat, aku posting di media sosial kemudian aku buang begitu saja. Beberapa tahun lalu, bahkan aku sudah menghapusnya dari media sosialku. Alasannya ... ada yang berkomentar kalau designku bisa ditiru orang kalau aku mempostingnya ke media sosial. Jadi, aku memang sudah nggak punya hasil designku yang lalu. Tapi, aku masih ingat semua model yang  pernah aku buat. Aku selalu membuat sebuah gaun dengan motif batik Kalimantan.

Cukup lama aku berhenti menggambar busana. Aku tidak punya begitu banyak semangat untuk mengumpulkan karya-karyaku. Karena, menurut aku sendiri ... hasil gambarku sangat buruk jika harus dibandingkan dengan karya orang lain. Hasil gambar mereka jauh lebih bagus dari yang aku buat dan aku merasa tidak percaya diri.

Sampai suatu hari ... aku berniat membuat baju untuk anakku yang baru berusia dua tahun. Harusnya, baju itu lebih mirip dengan model princess Cinderella. Tapi, karena aku hanya memesan di tukang jahit. Alhasil, jadinya malah seperti seragam sekolah. Rasanya kecewa, kesal dan aku ngerasa ... kok, kayak gini sih? Tapi, aku nggak berani untuk komplain untuk tetap menjaga hubungan baik.

Akhirnya ... dengan susah payah aku menyisihkan uang gajiku sedikit demi sedikit untuk membeli mesin jahit. Mesin jahit yang aku beli, merupakan salah satu mesin jahit bekas yang ada di panti asuhan tempat aku tinggal. Selama di sana, aku biasanya membantu pengurus untuk menjahit. Tapi, aku tidak benar-benar bisa menjahit. Aku hanya membantunya merapikan kain atau memasang kancing. Aku nggak punya keberanian sama sekali buat pakai mesin jahit.

Terus ... kenapa nekat beli mesin jahit kalo nggak bisa jahit?
Iya juga ya?
Akhirnya ... mesin jahitnya juga nggak terpakai karena aku bener-bener nggak paham gimana cara makainya.
Sampai suatu hari, adik aku pulang dari Balikpapan dan mengajariku cara memintal benang. Sejak saat itu, aku mulai memakai mesin jahit untuk menjahit pakaian yang sobek di rumah.
Aku tinggal di kampung. Akses informasi tentunya sulit aku dapatkan. Aku juga tidak tahu bagaimana caranya menjahit yang benar dan memahami bagaimana cara kerja mesin jahit. Setelah aku membuka taman baca, tak berapa lama wifi masuk desa hadir. Aku langsung memasang wifi, patungan dengan adikku untuk membayarnya. Sejak itu, aku bisa mengakses internet dan mendapat banyak informasi.

Dari internet, aku belajar cara menjahit yang baik dan bagaimana mengatasi masalah pada mesin jahit. Sehingga, aku bisa belajar memperbaiki mesin jahitku sendiri saat ada masalah.

Aku mulai belajar perlahan, bagaimana membuat pola dan akhirnya aku membuat baju untuk anakku. Aku design sendiri, buat pola sendiri dan membuatnya sendiri saja. Yah, walau hasil gambar dengan kenyataannya masih jauh berbeda. Aku masih melakukan kesalahan dan itu membuat aku terus belajar dan belajar.

Aku sengaja memilih motif yang mencolok untuk anakku. Alasannya, karena dia masih kecil dan aku mudah untuk mendapatkannya ketika aku ajak dia di keramaian. Benar saja, aku sempat membawanya masuk ke mall dan dia lari ke sana - ke mari. Aku sempat bingung dan bertanya pada beberapa orang karena aku nggak bisa menemukan anakku yang asyik bermain di antara pakaian. Dia bilang, itu labirin dan dia senang berlari dari satu stand ke stand lain. Akhirnya, aku bisa dengan mudah menemukannya karena pakaiannya yang mencolok dan berbeda dengan kebanyakan orang yang ada di sana. Dari kejauhan, aku sudah bisa menemukan tubuh mungil itu.


Baju ini adalah design pertama yang aku buat menjadi nyata. Semua itu karena aku sangat mencintai anakku dan aku ingin dia memakai sesuatu yang aku buat dengan cinta untuknya. Bisa saja aku membelinya di toko. Lebih praktis dan nggak perlu repot bikin. Tapi, rasanya ada kepuasan tersendiri saat aku bisa membuatkan baju untuk anakku. Terlebih lagi saat dia sangat senang memakai baju yang aku buatkan.

Anak -- Dialah sumber inspirasiku dalam berkarya. Jika tidak ada dia, mungkin selamanya aku akan mengubur dalam-dalam keinginanku untuk membuat sebuah fashion dari karya aku sendiri.



Nak, terima kasih sudah menjadi sumber inspirasi untuk Mama...

I Love you ...

Aku tinggalkan tulisan ini ... untuk kamu ... 15 Tahun ke depan ...
 




Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas