Sumber Ilustrasi : https://id.nic45.biz.id |
Aku menyusuri koridor sekolah dengan
perasaan gembira. Hari ini mulai ujian tengah semester dan akan menjadi hari
paling menyenangkan buat aku. Kenapa? Karena aku bisa pulang sekolah lebih
cepat dan punya banyak waktu untuk bermain. Selain itu, aku juga terbebas dari
tugas sekolah. Rasanya sangat menyenangkan!
Aku tidak terlalu suka belajar.
Aku belajar hanya jika ada tugas dari guru. Sisanya, aku akan menghabiskan
waktu untuk jalan-jalan dan bermalas-malasan. Salah satu momen yang paling
tepat adalah saat ulangan di sekolah. Aku bisa menggunakan alasan belajar
sebagai alat untuk bermalas-malasan. Terlalu naif kalau aku bilang, aku belajar
dari jam pulang sekolah sampai malam. Ah, itu dusta besar yang orang tuaku saja
tidak akan mempercayainya sekalipun aku mengurung diri di dalam kamar dengan
alasan fokus belajar.
“Rin, hari ini ulangan Matematika.
Kamu udah belajar?” tanya Rika, teman sebangkuku.
“Eh!? Udah,” jawabku santai.
Aku hanya belajar satu jam dalam sehari. Sejak selesai sholat subuh sampai jam
enam pagi. Sebelum sarapan pagi dan berangkat ke sekolah.
“Aku deg-degan banget. Takut
soalnya susah-susah.”
“Biasa aja. Hitung kancing aja
kalo susah.”
Rika mengernyitkan dahi
menatapku. “Kamu sih enak, nggak belajar juga udah pinter. Aku heran deh sama
kamu, nggak pernah belajar tapi nilai kamu bagus terus.”
“Yee ... siapa bilang aku
nggak pernah belajar?”
“Aku. Aku tahu kamu lebih suka
keluyuran, main game online atau tidur seharian. Emangnya, kapan waktu kamu
belajar?”
“Waktu di sekolah,” jawabku
santai.
“Tapi, kan ...”
“Rika ... kamu pernah ngitung
nggak berapa jam kamu di sekolah?”
“Tujuh jam,” jawab Rika sambil
menghitung jarinya.
“Bener! Tujuh jam di sekolah.
Tujuh jam kita belajar, belum lagi kalo ada tugas sekolah. Apa tujuh jam itu
waktu yang kurang buat belajar?”
Rika menggaruk kepalanya yang
tidak gatal.
Aku tertawa kecil menatap
Rika. “Makanya, kalo di sekolah ... belajarnya yang bener. Jadi, nggak perlu
tambahan belajar lagi di rumah.”
“Tapi ... aku udah belajar di
sekolah, di rumah ... nggak pinter-pinter juga.”
“Itu sih derita loe!” sahutku
sambil tertawa. “Kalo kamu belajar dua belas jam sehari dan belum ngerti juga.
Artinya, kamu harus belajar dua puluh empat jam. Nggak usah tidur, nggak usah
makan, nggak usah jalan-jalan, nggak usah pacaran!”
“Jahat banget sih!”
Aku tertawa menatap wajah Rika
yang terlihat sangat payah. Hanya karena ulangan Matematika, wajahnya sudah
terlihat pucat dan tidak bersemangat. Padahal, soal ulangan semuanya pilihan
ganda. Tinggal jawab sesukanya aja. Kalau nilainya bagus, artinya sedang
mendapat keberuntungan. Semoga, keberuntungan selalu menyertai. Kalau tidak,
yah ... tinggal mengandalkan remedial saja. Toh, mau sejelek apa pun nilai
ulangannya ... masih ada remedial yang ngasih kesempatan untuk memperbaiki
nilai.
Aku bahkan pernah mengikuti
lima kali remedial Fisika karena aku nggak bisa mendapat nilai sesuai standar.
Padahal, aku memang tidak suka dengan mata pelajaran itu. Mau dipaksa seperti
apa pun, nilaiku tidak akan pernah bagus. Tapi, sekolah memaksaku harus mendapat
nilai sesuai standar dan aku tidak tahu bagaimana cara mereka membuat nilaiku mencapai
standar. Karena aku sendiri, tahu sampai di mana kemampuanku.
Sepanjang ulangan, aku
mengerjakan soal sebisaku saja. Karena soal Matematika pilihan ganda, aku bisa
menjawab sisanya sesukaku. Benar atau salah, itu urusan belakangan. Toh, nanti
bakal ada remedial juga. Yah ... walau aku hampir tidak pernah ikut remedial
kecuali mata pelajaran Fisika.
Buatku, soal multiple choice
seperti ini benar-benar memuakkan. Entah kenapa aku tidak terlalu suka dengan
soal seperti ini. Ini terlalu mudah. Ah, bukan-bukan! Ini terlalu bikin malas. Aku
nggak usah capek-capek mikir atau nulis banyak, bisa menjawab lima puluh soal
dalam waktu satu atau dua jam. Benar-benar dimanjakan dan mulai membuatku jenuh.
Terkadang, aku sering tertidur setiap kali dihadapkan oleh soal seperti ini.
Jam sepuluh pagi, aku sudah
keluar dari kelas. Soal ulangan Matematika lumayan berat, tapi tidak membuatku
khawatir. Untungnya, itu soal pilihan Ganda. Aku bisa mengandalkan Dewi Fortuna
untuk mendapat keberuntungan.
Aku langsung bergegas pulang
ke rumah dan masuk kamar. Alasannya, aku ingin belajar. Padahal, aku hanya
berbaring di atas kasur sambil bermain game online. Rasanya ... lebih
menyenangkan karena tidak perlu mengerjakan tugas dari sekolah.
Saat sedang ulangan, biasanya
orang tua tidak ingin mengganggu dengan hal-hal lain. Aku juga terbebas dari
mencuci piring, mencuci baju dan membereskan rumah. Benar-benar waktu yang
menyenangkan. Aku bisa menghabiskan banyak waktu di dalam kamar sambil bermain.
Bahkan, Mama sampai mengantarkan makanan dan minuman ke dalam kamar karena
menyangka kalau aku benar-benar belajar.
Aku selalu menyelipkan
ponselku di antara buku setiap kali Mama masuk ke dalam kamar. Aku juga
terkadang memilih untuk bermain ke rumah teman dengan alasan ingin belajar
bersama.
Ah, masa-masa remaja memang
masa yang indah dan penuh dengan kebohongan. Semoga saja, saat aku menjadi orang
tua ... aku tidak akan dibohongi oleh anak-anakku.
Hmm ... aku rasa, aku akan
tahu kalau anak sedang membohongi orang tuanya karena pengalamanku yang pandai
berbohong saat remaja. Kalau pada akhirnya, anakku juga pandai berbohong, artinya
dia benar-benar anakku yang akan mewarisi gen berbohongku.
So, buat kamu yang pengen masa
mudanya tetep asyik. Jangan suka bohongin orang tua kayak aku ya! Mungkin, aku
bakal jujur ke orang tua setelah aku selesai ulangan. Karena, aku masih ingin
menikmati waktu bersantai yang sulit sekali aku dapatkan ketika sekolah seperti
biasanya.