Wednesday, February 10, 2021

Cerpen | I Am Sita

 I AM SITA

pixabay.com


Sita berjalan perlahan menyusuri jalan serapak dengan ransel di punggungnya. Setiap hari libur sekolah, gadis kelas 2 SMU ini selalu menyempatkan waktu untuk pergi mengunjungi adik-adik angkatnya. Butuh waktu satu jam untuk memasuki dusun tempat adik-adiknya tinggal.

“Kak Sita datang...!” teriak salah seorang bocah cilik yang sedang asyik bermain gundu.

Hanya dalam hitungan detik, anak-anak mengerubungi Sita. Sila duduk bersila di sebuah pondok yang hanya beratapkan ilalang. Tempat yang sangat sederhana untuk berkumpul dengan adik-adik angkatnya. Sita mengeluarkan isi ranselnya, ada banyak buku tentang pendidikan dan alat-alat tulis yang dibagikan satu persatu kepada 16 adik-adiknya. Dengan ijin dari kepalam dusun, Sita mengajak anak-anak bermain sambil belajar setiap hari minggu.

Beberapa bulan kemudian...

“Sit, nanti sore ada waktu nggak?” tanya Randi.

“Waktu untuk apa?” tanya Sita.

“Ya untuk jalan sama aku lah.” Jawab Randi.

“Hmm.... jalan ke mana?” tanya Sita.

“Ke mana aja yang kamu suka.” Jawab Randi.

“Yang bener nih?” tanya Sita.

Randi mengangguk sambil memainkan matanya.

Sita tersenyum geli, “Oke, kalau begitu jemput aku di rumah jam tiga ya!”

Randi melompat kegirangan. Ini kesempatan pertama baginya setelah beberapa kali mendapat penolakan.

Randi datang ke rumah Sita tepat jam 3 sore.

“Ran, kamu bisa bawa mobil kan?” tanay Sita saat melihat Randi datang dengan sepeda motornya.

“Bisa lah, kan setiap hari ke sekolah juga bawa mobil.” Jawab Randi.

“Kita pakai mobil aku aja ya!” pinta Sita.

“Kenapa? Trus motorku ini bagaimana?” tanya Randi.

“Masukin aja ke garasi!” jawab Sita sambil menunjuk ke arah garasi rumahnya.

“Gimana sih? Padahal kan lebih romantis kalau pakai motor. Emang dasar nih cewek kaya, nggak mau banget kena debu dikit aja.” Celetuk Randi sambil memasukkan motor kawasakinya ke dalam garasi.

Sita tersenyum sambil memberikan kunci mobilnya pada Randi.

“Kita mau ke mana?” tanya Randi.

“Nggak usah banyak tanya! Nanti juga bakalan tau kok, ikutin aja petunjukku!” sahut Sita.

Mereka terdiam untuk beberapa saat.

“Kamu nggak salah kan?” tanya Randi kebingungan. Mereka sudah ada di jalur jalan luar kota. Randi semakin bingung saat mereka sudah jauh dari kota dan tidak ada tanda-tanda dari Sita untuk menepikan mobilnya. Randi melirik arlojinya, mereka sudah menempuh tiga jam perjalanan. Randi melihat ke arah Sita yang sedang asyik membuka-buka majalah fashion dengan earphone di telinganya. Randi memberanikan diri menyentuh pundak Sita.

“Ada apa?” tanya Sita yang tersadar dengan sentuhan Randi. Sita melepas earphone dari telinganya.

“Masih jauh kah?” tanya Randi.

Sita memandang ke sekeliling jalan. “Tiga jam dari sini kita sudah sampai.” Jawab Sita.

Randi menginjak rem tiba-tiba karena kaget mendengar jawaban Sita.

“Eh, kamu kalau ngerem kira-kira dong!” sentak Sita.

“Kamu juga kalau ngajak jalan kira-kira dong!” jawab Randi.

“Lho? Kan kamu sendiri yang menawarkan diri untuk jalan sama aku.” Sahut Sita.

“Tapi nggak sejauh ini, aku Cuma pengen menikmati malam mingguku bareng kamu. Setidaknya kamu punya waktu buat nonton bareng, makan bareng, dan pergi ke tempat-tempat yang romantis...” ucapan Randi terhenti saat jemari telunjuk Sita mendarat di bibirnya.

“Aku nggak pernah memimpikan kencan romantis sama siapapun. Sekarang kamu mau pergi sama aku atau pulang balik sendirian?” bisik Sita lembut di telinga Randi.

Randi terdiam beberapa saat, sampai akhirnya ia memutuskan untuk menemani Sita. Randi kembali melajukan mobilnya, mereka berhenti sejenak di sebuah warung makan untuk mengisi perut mereka.

“Kamu yakin makan di sini?” tanya Randi melihat kondisi warteg yang sangat jauh di luar dugaannya.

“Kenapa? Kamu nggak mau makan di sini? Nggak ada restoran di sini.” Jawab Sita.

Randi tersenyum manis pada Sita. Randi tak menyangka kalau Sita yang selama ini dikenal sebagai gadis kaya yang sombong dan borjuis, ternyata bisa juga makan di sebuah warteg seperti ini.

“Pa kabar Mbah?” sapa Sita pada nenekn pemilik warteg.

“Ya Ampun Mbak Dewi. Sudah lama tidak kelihatan.” Sambut Nenek itu dengan hangat.

“Iya Mbah, saya masih sibuk beberapa bulan ini.” Jawab Sita.

“Lagi sibuk ngurusin proyek ya Mbak?” tanya si Mbah.

“Proyek apa Mbah?” tanya Randi yang keheranan. Karena Sita sangat akrab dengan orang-orang yang ada di sekitar situ. Semua orang sangat mengenal dan menghagrai Sita dengan nama Dewi.

“Lho? Mas ini ndak tau toh kalau Mbak Dewi ini yng suka nolong orang-orang di sini. Mbak Dewi yang buat...” ucapan Mbah terhenti karena panggilan Sita.

“Mbah, buatin nasi pecel ya!” pinta Sita memotong pembicaraan Mbah.

“Sit, ini ada apaan sih? Banyak tanda tanya di otakku. Kenapa kamu di panggil Dewi dan semua orang yang makan di warung ini kenal sama kamu sebagai Dew?” tanya Randi yang kebingungan.

“Kali ini kamu akan lihat sisi lain dari kehidupanku.” Jawab Sita singkat.

Randi masih tak mengerti dengan jawaban Sita. Masih ada ribuan tanda tanya di otaknya.

Tiba-tiba lelaki setengah baya menghampiri Sita. Sita tersenyum dan menyambut hangat kedatangan lelaki itu. Sita memperkenalkan Randi pada lelaki itu. Randi menyambut uluran tangannya dengan senyuman .

“Kenapa tidak memberi kabar terlebih dahulu kalau mau ke sini mbak?” tanya Pak Wiryo, lelaki setengah baya itu.

“Tidak apa-apa Pak, saya hanya ingin berkunjung saja kemari. Sudah lama sekali saya tidak berkunjung kemari. Bagaimana dengan proyeknya Pak? Apakah ada kendala?” tanya Sita.

“Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar Mba, semua warga turut berpartisipasi, jadi semua pekerjaan terasa lebih ringan. Warga sangat antusias dengan apa yang telah Mba berikan kepada mereka,” jawab Pak Wiryo.

“Baik, semuanya saya percayakan pada Bapak. Semoga saja semuanya bisa dikerjakan dengan baik. Kalau ada kendala langsung hubungi saya!” pinta Sita.

Dengan segala tanda tanya dan rasa penasarannya, Randi memberanikan diri untuk bertanya pada Pak Wiryo. Apa yang sebenarnya terjadi. Dan akhirnya, Randi mendapatkan jawaban setelah Pak Wiryo menceritakan semua yang telah Sita lakukan untuk warga kampung dan dusun-dusun tertinggal. Sita yang mengucurkan dana untuk pembangunan beberapa daerah tertinggal. Untuk pembuatan jalan akses ke kota, pembangunan beberapa sekolah, fasilitas desa.

“Semulia itukah hatimu, Sita?” batin Randi mengagumi sosok Sita yang ada di sampingnya kini. Sangat berbeda sekali dengan Sita yang ia kenal di sekolah. Sita yang angkuh, jutek, selalu bergaya hidup mewah dan galak sudah tidak di kenalnya kali ini.

Seusai makan, Pak Wiryo mempersilahkan Sita dan Randi untuk beristirahat di rumahnya karena hari sudah larut malam.

“Sampai kapan kita di tempat terpencil seperti ini?” tanya Randi.

“Sampai semuanya selesai,” jawab Sita.

“Apa itu Sit?” tanya Randi.

“Besok kamu akan tahu, segeralah tidur dan siapkan tenagamu untuk besok!” perintah Sita.

Akhirnya mereka masuk ke kamar masing-masing dan semua terlelap dalam hening malam kecuali Randi. Randi gelisah dengan suara jangkrik yang tak ada hentinya. Randi menutupi telinganya dengan bantal, namun tetap tidak berhasil. Randi membuka jendela kamar karena kepanasan dan kembali berbaring di ranjang. Baru saja matanya terpejam, ia di bangunkan oleh gigitan nyamuk.

“Aaaargh...!” teriak Randi membangunkan orang-orang di rumah itu.

Pak Wiryo, Istrinya dan Sita langsung menuju ke kamar Randi.

“Ada apa Mas Randi?” tanya Pak Wiryo dari balik pintu.

Randi membuka pintu kamarnya. “Pak, nggak ada AC ya? Nggak ada obat nyamuk? Panas Pak, banyak nyamuk juga. Nggak bisa tidur saya.” Omel Randi.

“Maaf Mas, ini di kampung. Tidak Ada AC di sini Mas, kalau obat nyamuk ada. Tolong bakarkan ya Bu!” tutur Pak Wiryo pada istrinya.

“Apa? Obat nyamuk bakar Pak? Saya nggak biasa pakai obat nyamuk bakar.” Sahut Randi.

Sita tertawa kecil melihat kelakuan Randi. “Manja banget sih kamu jadi cowok!” celetuk Sita.

“Aku bukan manja. Tapi aku nggak biasa hidup susah. Kamu kan tau sendiri kalau aku...” ucapan Randi terputus.

“Anak orang kaya?” sahut Sita. “Yang nggak bisa hidup susah, yang nggak bisa cari duit sendiri, yang semuanya bisa kamu lakuin cuma dengan nyuruh babu-babu kamu itu kan!” sambungnya sambil berlalu pergi.

“Bukan gitu Sit! Tapi...”

“Sudah lah Pak, nggak usah di urusin tuh anak! Kalau udah ngantuk banget pasti bisa tidur kok ” perintah Sita pada Pak Wiryo.

 

Keesokan harinya...

“Masih pagi kok sudah bangun Tuan?” sapa Sita saat Randi baru saja keluar dari kamarnya, padahl sudah jam 10 pagi.

“Makan apa kamu?” tanya Randi yang melihat Sita sedang asyik mengunyah makanan.

“Mandi dulu sana! Bauuu...” sahut Sita sambil menutup hidungnya.

Randi menciumi tubuhnya sambil mesam-mesem. “Nggak ada baju ganti”, celetuknya.

“Itu!” tunjuk Sita dengan dagunya ke arah meja yang di atasnya ada tas belanjaan.

Randi mengambil dan membukanya. Baju-baju cowok dan semuanya bermerek. Randi tersenyum sumringah melihatnya. “Ini kamu yang siapin?” tanya Randi.

Sita hanya mengangkat kedua alisnya sebagai tanda mengiyakan pertanyaan Randi.

“Pengertian banget ya kamu jadi cewek”, celetuk Randi sambil berlalu pergi.

Setelah Randi selesai mandi dan makan. Sita mengajak Randi untuk pergi ke sebuah tempat yang sudah lama tak di datanginya. Sepanjang perjalanan Randi hanya mengomel saja karena Sita mengajaknya berjalan kaki naik turun bukit dan melewati rawa. Namun Sita tak memperdulikannya dan tetap saja melanjutkan perjalanan.

“Sit, kamu lihat? Sepatu aku rusak kalau kayak gini, baju, celana. Ya ampun, ini mahal semua. Mamaku belikan di luar negeri.” Tutur Randi yang sudah kelelahan.

“Aku ganti tiga kali lipat.” Sahut Sita.

“Kalau gitu, kita istirahat dulu”, pinta Randi.

Sita tersenyum melihat Randi dan melemparkan sebotol minuman pada Randi. “Minumlah dan lanjutkan perjalanan! Tempat yang kita tuju sudah dekat.”

“Di mana?” tanya Randi sambil meneguk minuman dan membasuh wajahnya yang kepanasan oleh terik matahari.

“Di balik gunung itu.” Jawab Sita menunjuk gunung yang sangat jauh sekali.

“Apa!?” Randi kaget dan tak sadarkan diri.

Sita panik karena sebenarnya dia hanya bercanda. Kenapa pingsan betulan? Tapi ternyata Randi tidak pingsan sungguhan.

“Kamu ini jadi cowok ngerepotin banget sih”, celetuk Sita.

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di tempat yang mereka tuju. Sudah ada Pak Wiryo yang menyambut mereka. Randi bingung melihat Pak Wiryo dan beberapa anak orang yang di temuinya semalam sudah ada di tempat itu.

“Tidak usah bingung Mas Randi. Tadinya Mba Dewi juga akan bersama kami pagi-pagi. Tapi Mas Randi masih tertidur pulas dan susah sekali dibangunkan. Makanya Mbak Dewi menunggu Mas Randi sampai bangun.” Tutur Pak Wiryo.

Randi terdiam mendengar penuturan dari Pak Wiryo. Begitu baiknya hati Sita, menungguku bangun hingga berjam-jam. “Aku sangat payah, bahkan untuk melakukan perjalanan seperti ini saja aku selalu mengeluh selama perjalanan”, batin Randi.

Ternyata Sita mengajak Randi ke sebuah tempat yang masih sangat terpencil dan sulit di jangkau. Ada sebuah perkampungan kecil, fasilitas yang tidak memadai dan tidak ada sarana pendidikan yang layak. Randi melihat sekeliling dan mencoba memahami kehidupan baru yang dikenalkan oleh Sita. Banyak hal yang dia pahami kali ini. Saat ia berbicara dengan anak-anak di kampung itu. Saat ia melihat bagaimana Sita bekomunikasi dengan orang-orang kampung itu. Seakan tak ada garis batas di antara mereka. Sita mampu berbaur dengan warga kampung itu. Randi hanya berdiri mematung memandang Sita yang sedang asyik bercengkerama dengan beberapa warga. Randi sama sekali tak tahu kalau di dalam mobil yang mereka bawa ada begitu banyak sembako untuk warga di sini. Pak Wiryo dan beberapa orang telah membantu Sita untuk memasokkan barang-barang itu ke kampung ini dengan di pikul.

“Mbak, alatnya sudah datang.” Tutur Pak Wiryo pada Sita.

“Langsung dikerjakan saja Pak!” perintah Sita.

Dengan bantuan dan partisipasi beberapa warga, akhirnya Sita dan beberapa warga mampu membuka jalan akses ke kampung itu. Sehingga warga tidak harus kesulitan berjalan kaki untuk bisa menjual hasil pertanian mereka. Sita menggunakan beberapa alat berat untuk dapat membuka jalan. Semuanya tak akan selesai dalam waktu satu hari, Pak Wiryo telah mendapatkan kepercayaan dari Sita untuk dapat menjalankan semuanya.

“Ibu-Ibu, Bapak-bapak, Adik-adik semuanya, saya mohon pamit. Saya tidak bisa berlama-lama di tempat ini karena saya masih banyak urusan.” Pamit Sita pada warga yang sedang mengerubunginya.

“Terima kasih ya Bu Dewi. Berkat Ibu, Kampung kami ini menjadi lebih maju.” Tutur seorang kepala dusun di tempat itu.

Sita dan Randi segera bergegas dari tempat itu. Mereka harus segera pulang karena harus kembali ke bangku sekolah sebagai seorang murid.

“Kamu lagi kampanye politik kah?” tanya Randi.

“Maksudnya?” tanya Sita tak mengerti.

“Kamu sampai rela ngehabisin uang banyak untuk pembuatan jalan di kampung, pembangunan sekolah-sekolah dan sebagainya. Bukannya itu urusan pemerintah?” tutur Randi.

“Apa? Urusan pemerintah? Pemerintah itu lebih mementingkan kepentingan mereka sendiri Ran. Kalau Pemerintah memperhatikan rakyatnya. Nggak akan ada tempat yang masih tertinggal seperti itu. Apa kamu nggak miris melihat kehidupan mereka? Aku punya uang lebih untuk membantu mereka. Dan tidak harus duduk di bangku pemerintahan kalau memang kita mau membantu warga yang kekurangan.” Ucap Sita.

“Aku nggak nyangka kamu punya hati sebaik ini, seandainya kamu di sekolah seperti ini tak akan ada penilaian buruk tentang dirimu.”

Sita memutar bola matanya. “ Biarlah. Anak-anak di sekolah pun semuanya hampir sama. Ingin meneunjukkan kemewahan yang mereka miliki. Aku saja yang beruntung di antara mereka semua karena aku punya yang lebih dari mereka semua.” Tutur Sita.

Randi tersenyum memandangi wajah Sita yang sebenarnya tampak kelelahan. Namun, Sita masih punya jutaan semangat untuk membantu orang-orang di sekelilingnya.

“Kamu nggak dimarahi sama Ayah kamu kalau sampai pergi sejauh ini?” tanya Randi

“Marah kenapa? Ayahku di luar negeri dan dia tahu semua kegiatanku. Aku yang membantu bisnis ayah di sini. Dia sedang sibuk mengurus bisnisnya di Kanada.” Jawab Sita. Sedangkan Mama Sita sudah meninggal saat Sita berusia 7 tahun. Mamanya lah yang menjadikan inspirasi bagi Sita. Mama Sita salah satu anggota dewan pemerintahan yang banyak memberikan partisipasi dalam pembangunan daerah terpencil. Namun berbeda degan Sita. Sita sama sekali tak mau duduk menjadi anggota dewan pemerintahan seperti ibunya. Sita ingin jadi pengusaha seperti ayahnya dan tetap ingin membantu warga lain seperti ibunya tanpa duduk sebagai anggota dewan.

“Jadi? Hidupmu begitu bebas.”

“Tapi aku tidak terlibat dalam pergaulan bebas.” Pootong Sita.

Randi tersenyum menanggapinya.

“Aku tahu itu Sit, kamu wanita yang sangat mulia. Seperti ibu kamu.”

Sita tersenyum sambil menyandarkan tubuhnya di kursi mobil, memasang earphone di telinganya dan bernyanyi mengikuti alunan musik santai dari earphonenya. Randi hanya tertawa kecil melihat kelakuan Sita.

“Ini pelajaran buat aku. Sebuah pengalaman terburuk dan aku ingin mengulanginya kembali.” Tutur Randi sambil tersenyum.

Akhirnya mereka pulang dan kembali memulai aktifitas di sekolah seperti biasa.

 

 

 

 

Puisi "Bayanganku Pun Tak Tahu"

 

BAYANGANKU PUN TAK TAHU

pixabay.com

 

Karya : Walrina/Rin Muna

 

Tak satupun orang tahu saat aku bersedih

Tak ada mata yang melihat raut dukaku

Tak ada bibir yang berucap menghiburku

Tak ada tangan yang usap air mataku

 

Bahkan bayanganku pun tak tahu

Kapan aku jatuhkan air mata itu

Kapan hatiku merasa pilu

Kapan batinku terasa ngilu

 

Dan kaupun takkan pernah tahu

Bagaimana rasa hatiku

Saat ku tahu bahwa dirimu

Selamanya takkan jadi milikku....

 

Samboja, 6 Agustus 2011

 

Dongeng "Asal-Usul Jamur Merang"

 


pixabay.com


ASAL USUL JAMUR MERANG

 Karya : Walrina / Rin Muna



Di sebuah desa tinggal sepasang petani yang memiliki anak cantik jelita bernama Arjana. Arjana adalah gadis yang sangat lembut, baik hati dan selalu peduli pada siapapun. Ia sering menolong orang yang sedang kesusahan tanpa pandang bulu. Sifatnya yang ramah banyak disenangi oleh anak-anak dan pemuda yang ada di negeri itu. Bahkan kecantikan dan kebaikan hatinya sudah dikenal oleh warga di desa-desa sebelahnya. Banyak sekali pemuda yang mengagumi kecantikan dan kebaikan hati Arjana. 

Namun, Arjana hanya terpikat pada pemuda bernama Ranggida. Ranggida memiliki sifat yang pemberani, baik hati dan bijaksana. Penduduk desa sangat menyegani Ranggida bukan hanya karena dia anak Kepala Desa. Tapi juga karena Ranggida memang memiliki sikap bijaksana dan mampu merangkul semua penduduk desa dalam hal apapun.

Suatu hari, terdengar kabar bahwa Raja Asmanan meninggal dan tahtanya digantikan oleh anaknya yang bernama Murgantara . Raja Murgantara memiliki sifat tamak, kasar, egois dan sangat ambisisus. Seluruh desa yang awalnya hidup dengan tentram dan damai tiba-tiba berubah menjadi desa-desa yang tak lagi nyaman untuk dihuni. 

Penduduk desa selalu  merasa  ketakutan dengan kekuasaan Raja Murgantara. Warga desa dipaksa untuk memberikan hasil panen ke kerajaan dengan jumlah yang sangat tinggi. Banyak warga desa yang kelaparan dikarenakan hasil panen yang mereka miliki tidak cukup untuk bertahan hidup hingga panen berikutnya.

“Apa ini!? Kurang banyak!” bentak Raja Murgantara pada petani yang tidak mampu untuk memberikan hasil panen lebih banyak.

“Maafkan kami Tuan, hasil panen kami hanya ini saja.” Jawab sang petani.

“Bohong...! Geledah rumahnya dan ambil semua yang ada di sana!” kata Raja.

“Jangan tuan, hanya itu saja yang kami punya untuk bertahan hidup sampai panen tiba.” Ucap petani ketika melihat satu karung gabah yang ia sisakan untuk makan keluarganya di ambil juga.

“Panen berikutnya harus lebih banyak lagi atau ku penggal kepala kalian!” kata Raja yang dzalim.

Semua warga desa geram melihat hal itu namun tak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya Ranggida dan Arjana menyusun sebuah rencana agar warga desa bisa selamat dan tidak kelaparan lagi. Ia meminta warga desa untuk saling bekerjasama dalam meningkatkan hasil panen padi. Bukan hanya padi saja, Ranggida juga menyarankan warga untuk menanam singkong, gandum dan sayuran lain agar mereka memiliki hasil panen lebih untuk bertahan hidup. Namun Raja Murgantara justru semakin menjadi ketika melihat hasil panen penduduk desa melimpah. Dia menaikkan lagi pajak dan memaksa para petani untuk memberikan hasil panen yang lebih lagi.

Ranggida semakin geram dengan tingkah sang Raja yang sangat dzalim pada penduduk desa.

“Ini tidak bisa dibiarkan! Raja Murgantara sudah sangat keterlaluan” kata Ranggida.

“Lalu kami harus bagaimana?” tanya warga ketika sedang berkumpul.

“Kita harus melawan!” jawab Ranggida.

“Bagaimana bisa kami melawan sedang kami tak punya senjata? Prajurit Raja sangatlah banyak dan kami tidak mungkin bisa melawannya.”

Ranggida hanya terdiam dan terduduk lesu, memikirkan bagaimana caranya agar Raja yang dzalim itu tidak semena-mena. Ayah Ranggida sudah beberapa kali menemui Raja dan mencoba membujuk agar tidak memperlakukan warga desa dengan semena-mena. Namun, Ayah Ranggida tidak pernah berhasil dan Raja justru semakin dzalim.

Ketika musim panen tiba, Raja Murgantara mendatangi sawah milik orang tua Arjana yang baru usai panen.

“Hei Petani... Aku dengar kau punya anak gadis yang cantik jelita. Serahkan anak gadismu itu padaku!” seru Raja.

“Tidak Tuan...! Ambillah seluruh hasil panen kami, asal jangan ambil anak kami!” jawab Ayah Arjana.

Raja geram mendengar perkataan petani itu dan menghunuskan pedang di leher ayah Arjana.

“Kau berikan anak gadismu atau kupenggal kepalamu sekarang juga!” pinta Raja dengan paksa.

Tubuh petani itu bergetar karena ketakutan, namun ia juga tidak ingin anak satu-satunya diambil oleh raja.

Arjana tidak tega melihat ayah dan ibunya tak berdaya dihadapan Sang Raja.

“Bawalah aku tuan!” ucap Arjana yang muncul dari sebuah pondok kecil.

Raja memandanginya sambil tersenyum senang. Ia melihat betapa cantiknya anak petani itu. Rambutnya yang hitam dan panjang, kulitnya putih dan parasnya sangat cantik membuat Raja ingin segera mempersuntingnya.

Ayah dan ibu Arjana tersungkur dengan berjuta-juta kesedihan melihat anaknya dibawa paksa oleh Sang Raja. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

“Tunggu!” tiba-tiba sebuah suara menghentikan langkah Raja dan Arjana yang akan kembali ke kerajaan.

“Siapa Kau?” tanya Raja Murgantara.

“Aku kekasih Arjana! Tidak akan kubiarkan kau membawanya!” kata Ranggida dengan sangat lantang.

“Berani sekali kau menantangku!?” sentak Raja geram.

“Aku tidak takut padamu. Sekalipun nyawaku taruhannya. Kau sudah kejam kepada semua penduduk desa. Kau Raja yang dzalim!”

Raja semakin geram, matanya memerah dan wajahnya penuh dengan amarah. Ia memerintahkan para prajurit untuk membunuh Ranggida. Namun, semua prajurit terkalahkan di tangan Ranggida. Ranggida sangat pandai bela diri sehingga dia bisa melawan para prajurit Raja dengan mudah. Melihat hal itu Sang Raja mulai ketakutan dan mencoba menghunuskan pedang panjangnya dari belakang saat Ranggida masih berperang melawan dua prajurit yang masih tersisa. 

Arjana yang menyadari hal itu mencoba menghalangi Raja Murgantara. Alhasil, Arjana tertusuk pedang panjang yang dihunuskan oleh Sang Raja demi melindungi Ranggida. Raja Murgantara tertegun sesaat melihat Arjana yang cantik jelita itu tertusuk oleh pedangnya. Darah mengucur deras dari perut Arjana.

“Tidak....!” teriak Ranggida yang kemudian menangkap tubuh Arjana yang sudah tak berdaya. Ia menggendongnya dan meletakkannya di atas tumpukan merang.

Sementara Sang Raja mencoba berlalu tanpa rasa bersalah. Ia tinggalkan para prajurit yang mati bersimbah darah di atas tanah. Ia tinggalkan Arjana yang cantik jelita bersama dengan tangisan para warga desa.

Ranggida tidak bisa tinggal diam, ia segera mengambil anak panah dan busurnya yang kuat. Dengan jarak lebih dari 200 meter, satu anak panah Ranggida tepat menusuk punggung Raja Murgantara yang akan naik ke kudanya. Satu lagi, satu lagi dan satu lagi hingga Sang Raja tersungkur di tanah karena beberapa anak panah yang menusuk ke jantungnya.

Hujan datang dengan sangat deras kala itu. Ranggida masih memeluk tubuh Arjana di atas tumpukkan merang padi sambil terus menangisinya. Tiba-tiba Arjana menjelma menjadi jamur yang sangat cantik, putih dan wangi. Warga berlomba-lomba mengambilnya untuk dijadikan lauk makan. Semenjak itu warga desa selalu menunggu datangnya jamur merang dan mengambilnya untuk dimasak sebagai tanda syukur atas pengorbanan Arjana.

Sementara tubuh Sang Raja juga menjelma menjadi jamur tanah yang hitam, bau, dan beracun. Tidak ada satupun orang yang berani menyentuh atau mengambil jamur itu.

 

 

 Cerita ini terlah diterbitkan oleh FAM Publishing dalam Antologi Dongeng berjudul "Janji Seekor Tikus dan Semut"

 


______________________________
🅒 Copyright.
Karya ini dilindungi undang-undang.
Dilarang menyalin atau menyebarluaskan tanpa mencantumkan nama penulis.

 

 

                               

 

 

 

 





Thursday, February 4, 2021

2 Tahun Bersama Mamuja - Menjaga Kebersamaan Itu Tidak Mudah

 


03 Februari 2021.

Pagi-pagi sekali, tiba-tiba group dikejutkan dengan peringatan hari ulang tahun MAMUJA yang muncul di Facebook.
Dari delapan orang anggotanya, nggak ada yang ingat sama hari ulang tahun Mamuja kali ini. Entah, mungkin karena kesibukan masing-masing. Juga mungkin karena aku pernah bilang mau merayakannya saat peresmian Rumah Literasi Kreatif. Jadi, emang nggak diingat-ingat, hahaha.

Mamuja adalah salah satu komunitas divisi Literasi Finansial yang ada di taman bacaku. Aku bentuk satu tahun setelah aku mendirikan Rumah Literasi Kreatif pada 18 Februari 2018.


Alhasil, karena nggak ingat .. cuma beli kue ulang tahun doang. Itupun karena aku sekalian keluar nyari kayu. 

Akhirnya, kami harus merayakan tahun kedua kami dengan cara yang sangat sederhana. Mmh ... sebelumnya juga sangat sederhana, sih. Kami ini orang kampung, makan daun singkong dan iwak asin saja sudah merasa mewah. Hehehe.

Meski dalam kesederhanaan, tapi kami tetap bersama-sama. Menjadi teman dalam suka dan duka. Meski tak punya banyak uang, asal bisa bersama-sama menikmati kebersamaan.

Tak terasa, dua tahun sudah aku membersamai Mamuja. Salah satu komunitas ibu-ibu kreatif yang kami bentuk secara mandiri. Bergerak dengan dana pribadi yang kami mampu untuk tetap bisa berkarya dan menginspirasi masyarakat di sekitar.

Kami bukan satu-satunya komunitas di desa ini. Kami hanya sebagian kecil yang ada di sini. Tidak banyak yang bisa kami lakukan, hanya bisa mencoba menjadi orang yang bermanfaat dan berguna bagi orang lain.

Setiap kali melihat semangat ibu-ibu ini ... aku selalu terharu. Banyak suka dan duka yang sudah kami lalui. Mungkin, orang hanya melihat sukanya saja. Tapi tidak tahu bagaimana kami berjuang hingga sampai di titik ini.

Dengan banyak hal yang harus kami hadapi, mereka tetap solid, tetap bersama dan menemani langkahku berjuang hingga detik ini. 

Terkadang, ada sebuah pertanyaan yang kerap mendera. Untuk apa aku memperjuangkan orang lain hingga sampai seperti ini?

Jawabannya, karena kebahagiaan dan obat dari rasa sakit yang teramat dalam. Aku bahagia melihat orang lain, ingin membuat mereka bisa merasakan kebahagiaan. Sebab, merasakan hidup menderita dan dikucilkan di masyarakat adalah salah satu hal yang membuat hidup tidak nyaman.

Awalnya, aku sudah merasa tidak percaya diri saat aku nggak tahu lagi harus membawa mereka ke mana. Berkoordinasi dengan pemerintah pun tidak akan ada hasilnya untuk komunitas pengepul sampah yang kecil seperti kami. Kalau menunggu bantuan, tidak akan ada kegiatan yang kita buat. Akhirnya, kami berinisiatif untuk mengumpulkan uang kas yang akan kita gunakan untuk kesejahteraan anggota nantinya.

Alhamdulillah ... hanya dengan modal 5rb per pertemuan ... sekarang sudah bisa memiliki uang kas di atas 2 juta rupiah dan menjadi modal bagi Mamuja untuk mulai menjadi pelaku ekonomi kreatif. Saat ini, kami tidak perlu lagi memungut uang kas dari anggota dan tetap bisa berkarya, tentunya juga menghasilkan finansial.

Harapan saya, orang-orang ini tidak hanya membesarkan komunitas ini. Tapi juga bisa menjadi besar karena komunitas. Sebab, aku baru berhasil ketika mereka bisa merasakan manfaatnya, merasakan ilmu yang mereka dapat di Rumah Literasi Kreatif benar-benar berguna.

Untuk bisa menyamaratakan visi dan misi tidaklah mudah. Dari seratus orang, mungkin hanya ada 1 orang yang berjiwa sosial dan peduli dengan orang lain. Mereka adalah bagian dari orang-orang itu dan saya bersyukur dipertemukan dengan ibu-ibu muda yang begitu hebat.

Sebab, Mamuja memanglah sebuah komunitas sosial. Lebih banyak kegiatan sosialnya daripada kegiatan ekonominya. Tapi ... dengan kegiatan sosial kita bisa mendapatkan banyak hal. Hal yang tidak akan bisa dinilai dengan uang.

Uang sebanyak apa pun, akan habis dalam sekejap. Tapi ilmu yang kita dapat walau secuil, akan berguna untuk bekal dunia dan akhirat. 
Dengan berkegiatan sosial, kita mengenal banyak orang yang beragam. Memiliki profesi dan pola pikir yang berbeda pula. Bisa mendapatkan banyak ilmu yang mungkin saja tidak bisa dinilai dengan uang. Mendapatkan banyak pengalaman yang mungkin saja tidak bisa dinilai dengan harta yang hanya titipan.

Terima kasih Mamuja ...!
Kalian mengajarkan banyak hal padaku.
Mengajarkan kebersamaan, kekeluargaan.
Mengajarkan tentang bagaimana aku bisa menerima kekurangan orang lain.
Mengajarkan tentang bagaimana aku bisa menunjukkan kekuranganku pada orang lain.
Mengajarkan tentang sabar dan ikhlas dalam menghadapi hidup.
Mengajarkan tentang kekuatan dan keuletan dalam menjalani sesuatu.
Mengajarkan tentang semangat saat aku berada di titik terakhir hampir menyerah.
Mengajarkan tentang cinta dan kasih sayang yang bisa tumbuh meski tak punya pertalian darah.

Aku bahkan belum memberi apa-apa. Apa yang kuberikan tak sebanding dengan apa yang kuterima. Kalian sudah memberikan begitu banyak hal untukku. Pengalaman hidup yang tidak akan bisa aku beli dengan semua uang yang kuhasilkan seumur hidupku.

Terima kasih ... selama 2 tahun bersama dan tetap menjaga kebersamaan.
Suatu hari ... anak-anak kita akan bercerita tentang kita di masa depan. 
Tentang bagaimana kisah kita tertulis hingga 1000 tahun kemudian ...











Thursday, January 28, 2021

Aman Bertransaksi di Era Pandemi



Di Era pandemi gini, sebisa mungkin melakukan transaksi menggunakan dompet digital supaya lebih mudah dan nggak perlu pegang duit yang udah dari tangan-tangan ke tangan.

Walau tinggal di kampung, tetap aja bisa transaksi sesama OVO hanya dengan scan barcode doang.
Mudah banget!!
Semua yang pada jualan juga bisa mulai beralih menggunakan dompet digital ini loh.
Cuma modal android, aplikasi dompet digital, tinggal scan doang.

Mudah, aman dan pastinya bebas bersentuhan di saat pandemi seperti ini.



Aku cuma berharap di sini juga banyak pengguna @ovo_id biar aku juga makin mudah bertransaksi. Karena aku sudah pakai ini sejak tahun 2018 dan nggak ada yang pakai juga di sini.
Kalau pada pakai, pasti bakal enak banget, deh. Aku nggak perlu capek2 pakai uang tunai untuk pembayaran. Cukup bawah handphone dan semuanya jadi mudah.

Tinggal di kampung bukan jadi alasan. Karena hampir semua orang udah pakai android loh.

🤗🤗🤗
Yuk, temenin aku pakai OVO dan tetap sehat di masa pandemi.


Much Love,


@samboja_kuy


#samboja #kaltim #kukar #ibukotabaru #ovo #ovopay #dompetdigital

Thursday, January 21, 2021

4 Hak Anak yang Wajib Kita Ketahui

 



Hai, teman-teman!

Apa kabarnya hari ini?

Semoga tetap semangat selalu ya!


Kali ini aku mau berbagi sedikit ilmu yang aku dapat saat menjalani pelatihan menuju "Desa Ramah Anak" yang diadakan di Desa Beringin Agung. Aku nggak pintar, sih. Mungkin, nggak pantas untuk mengajari orang lain. So, aku cuma mau sharing materi saja. Semoga bermanfaat.



Buat kalian yang masih anak-anak atau pernah menjadi anak, udah pada tahu apa belum sih kalau kita tuh punya hak-hak yang harus kita dapat dalam kehidupan bermasyarakat?




Nah, kali ini ... aku mau bahas 4 hak anak yang wajib kita ketahui.


1. Hak Hidup

    Hak atas hidup dan kebutuhan dasar untuk keberlangsungan hidup anak. Mendapatkan ASI eksklusif, imunisasi, mendapatkan makanan bergizi, perawatan kesehatan, mendapatkan tempat tinggal yang layak, dll.

2. Hak Tumbuh Kembang

    Hak untuk mengembangkan potensi secara penuh; Mendapatkan pendidikan termasuk pendidikan usia dini, kasih sayang, motivasi, rekreasi, kegiatan untuk mengembangkan minat dan keterampilan, dll.

3. Hak Untuk Dilindungi

    Perlindungan anak untuk mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan, penelantaran dan eksploitasi. Tidak diperlakukan kasar, tidak dihukum secara fisik atau verbal, tidak digunakan untuk kepentingan seksual dan ekonomi, tidak dipenuhi hak hidup dan tumbuh kembangnya, dll.

4. Hak Untuk Berpartisipasi

    Memberikan kesempatan pada anak untuk terlibat dalam hal-hal yang mempengaruhi hidup mereka seusai denga usia dan tingkat perkembangan anak. Meminta pendapat dalam mengambil keputusannya sendiri seperti tentang mendengarkan pendapat anak tentang pilihan sekolah, makanan, hobby/minat, dll.


Itulah empat hak anak yang wajib kita ketahui. Supaya, kita sebagai anak juga bisa menuntut hak-hak kita jika suatu hari kita menemukan pelanggaran terhadap hak-hak anak.



Sumber : Buku Pintar Perlindungan Anak (dalam rangka mewujudkan Desa Beringin Agung yang ramah anak), Yayasan Teman Kita x Pertamina Hulu Sanga-Sanga



Pelatihan Bisnis Untuk Pelaku UMKM di Desa Beringin Agung


Sabtu, 16 Januari 2021

Awal tahunku kali ini ... dimulai dengan pelatihan bisnis untuk pelaku UMKM di Desa Beringin Agung.
Pelatihan ini diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Beringin Agung yang bekerjasama dengan Pertamina Hulu Sanga-Sanga dan Yayasan Teman Kita.

Dalam pelatihan kali ini, ada materi tentang "Langkah Memulai Bisnis" yang disampaikan oleh Ibu Nany Achmad, SE (Pengusaha Kuliner, Shoes Crispy) dan materi tentang Management Keuangan yang disampaikan oleh Bapak Sunar Junaidi, SE (biasa dipanggil Bang Juned).

Pelatihan ini diikuti oleh pelaku usaha dari berbagai sektor seperti usaha makanan, cemilan, kerajinan tangan, percetakan/penerbitan dll.

Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan para pelaku usaha UMKM di Desa Beringin Agung bisa semakin berkembang dan dapat meningkatkan perekonomian serta kesejahteraan masyarakat Desa Beringin Agung.

Pelatihan kali ini benar-benar membuka wawasan saya dalam memulai usaha. Terutama bagi saya yang masih belum memiliki banyak ilmu dalam dunia usaha.

Terima kasih atas ilmunya...

Semoga bermanfaat dan membawa kemajuan bagi warga desa.



Much Love,
@rin.muna

Wednesday, December 30, 2020

Hutang Kebaikan Akan Dibalas dengan Kebaikan

 

Siapa sih aku?

Aku bukan orang baik, bukan juga orang kaya raya.

 

Source : pixabay.com


Aku terlahir di desa terpencil, minim akses pendidikan, minim fasilitas mewah. Setiap hari hanya berpanas-panasan di bawah terik matahari dengan kaki yang tergenang lumpur di tengah sawah. Cuma anak kecil yang dekil, hitam dan sering kali dijuluki "Kecap Manis Kedelai Hitam" karena saking hitamnya ini kulit. It's Okay! Aku nggak pernah ambil hati ketika dibully.

Meski aku mengabaikannya, tapi bukan berarti batinku bisa melupakannya begitu saja. Karena body shamming memang menyisakan luka batin sampai aku sedewasa ini. Tapi aku bisa apa? Nggak punya kekuatan untuk melawan. Hanya bisa menerima kekurangan yang aku miliki dalam hidupku.

Saat aku lulus SD, aku keluar dari desa dan pergi ke kota untuk bersekolah. Karena di desa tidak ada sekolahan dan harus berjalan kaki kurang lebih 10 kilometer kalau ingin bersekolah di desa. Tahun 2004 lalu, desaku masih sangat terpencil. Jangankan punya buku, mau lihat pasar pun hanya bisa satu tahun sekali dan harus berjalan kaki sepanjang 10 kilometer.

 Saat aku bersekolah di kota, aku tinggal di Panti Asuhan. Ya, Panti Asuhan memang diperuntukkan untuk anak-anak yatim piatu dan anak tidak mampu. Aku adalah salah satu anak tidak mampu, berprestasi dan beruntung bisa bersekolah di kota walau harus tinggal di Panti Asuhan.

Sebagai anak yang tidak mampu, aku nggak bisa bersaing dengan anak-anak kota yang orang tuanya punya banyak uang. Bisa membelikan buku-buku pelajaran, bisa memberikan kursus tambahan untuk anak-anaknya. Sedangkan aku, harus berjuang lebih keras untuk bisa setara dengan mereka.

 

Karena aku cuma anak panti yang jelek, dekil, dan tidak punya apa-apa. Aku tidak punya banyak teman dekat. Hanya beberapa orang yang mau berteman tulus denganku. Sampai aku menikah, dia satu-satunya orang yang masih menganggapku sebagai teman.

 

Di sekolah, aku nggak pernah bisa jajan seperti yang lain. Biasanya, aku cuma dijajanin sama teman. Kadang, harus nahan laper sampai sore karena di panti, aku cuma bisa sarapan mie instan. Nggak ada makanan lain. Kadang juga nggak sarapan karena memang nggak ada apa-apa.

Tinggal di panti asuhan memang nggak mudah. Banyak hal yang membuat kita harus menerima kenyataan kalau kita bukanlah siapa-siapa di masyarakat dan tidak akan mendapatkan peran apa-apa. Sampai aku lulus SMA, aku mengenal orang-orang yang begitu baik. Yang aku tidak bisa membalas budi kebaikan mereka.

Setelah lulus SMA, aku bekerja sebagai admin di salah satu perusahaan perkebunan. Hanya dengan gaji pas-pasan, aku harus menghidupi diriku sendiri, dua nenek kakek dan dua adikku yang masih bersekolah. Setiap aku teringat masa-masa sekolahku, aku selalu berpikir ... kapan aku bisa membalas kebaikan-kebaikan tema-temanku dulu. Hutang budi yang tidak akan terbayarkan, pikirku.

 Hingga aku menikah, aku masih harus bekerja keras karena suamiku memilih berhenti dari pekerjaannya dan tidak mau lagi bekerja hingga sekarang. Mengandalkan hidupnya dari penghasilanku. Jujur, rasanya memang sangat berat. Tapi aku tidak bisa pergi begitu saja. Entah karena aku yang terlalu baik atau aku yang terlalu bodoh. Aku nggak sanggup membiarkan kakek nenek dan anak-anakku terluka, itu saja.

Huft, sampai di sini ... aku semakin tidak berdaya. Beban hidup yang aku pikul semakin berat dan aku semakin tidak bisa membalas kebaikan-kebaikan teman-temanku semasa sekolah dulu. Aku hanya bisa berdoa, semoga Tuhan membalas kebaikan mereka melalui malaikat-malaikatnya. Sebab, aku di sini masih terpuruk dan tidak bisa melakukan apa pun.


Sampai akhirnya ... Tuhan menjawab semua doa-doaku. Melihat mereka sukses dan bahagia, aku juga merasa sangat bahagia. Tuhan juga menjawab doa dan harapanku 15 Tahun kemudian. Saat itu, aku pernah membaca 1 buah novel dan bercita-cita menjadi seorang novelis. Aku nggak tahu, apakah aku bisa mendapatkan keinginanku itu karena banyak sekali cerita yang sudah aku tulis, tapi tidak ada yang mau membacanya. Bahkan, aku ditolak oleh penerbit mayor karena tema yang aku tulis tidak marketable.

Dari kata marketable yang dituliskan oleh penulis mayor tersebut, akhirnya aku tahu ... meski menulis adalah sebuah tugas mulia untuk keabadian, tapi ketika ingin masuk ke penerbit mayor, itu sudah menjadi sebuah bisnis dan harus memberikan keuntungan untuk penerbit.


Karena aku sudah berhenti bekerja, uang tabunganku tidak banyak, suamiku pun tidak bekerja. Aku belajar menulis dari berbagai platform dan komunitas penulis. Semuanya sangat mudah untuk diakses ketika di desaku sudah ada internet. 

Aku berkarir di dunia kepenulisan, awalnya sebagai konten writer atau blogger yang menulis beberapa artikel "evangelist" untuk beberapa produk perusahaan. Disitulah awalnya, tulisanku bisa menghasilkan uang. Kenapa? Karena saat ini, editor platform lebih banyak menggunakan penulis dengan gaya bahasa santai untuk bisa menjamah banyak pembaca. Cara penyampaian ilmiah pun, harus disampaikan dengan bahasa yang asyik dan tidak membosankan.


Sejak itu, akhirnya aku juga menjadi seorang ghost writer. Dengan aktivitas di dunia nyata yang padat, aku selalu menyempatkan diri untuk menulis. Meski menjadi ghost writer, aku selalu menulis untuk diriku sendiri. Sebab, menjadi GW tidak akan dikenal banyak orang. Menulis hanya demi uang. Karena saya tidak munafik, saya butuh uang untuk anak-anak saya. Meski tidak seberapa.


Sekarang, aku sudah menjadi salah satu penulis best seller. Bisa menghidupi keluargaku dari menulis, bahkan menolong orang-orang di sekitarku. Tapi aku tidak begitu berbesar hati karena belum tentu semua karya tulisku akan best seller.


Sekarang, aku sudah bisa membantu salah satu sahabatku yang sedang membutuhkan pertolongan. Meski tidak seberapa, aku merasa sangat bahagia. Sebab, dia selalu menganggapku sebagai teman baik sejak dulu. Selalu membantuku tanpa pamrih, melihatku sebagai seorang teman sejak SMP hingga sekarang.

Hutang kebaikan, akan dibalas juga dengan kebaikan. Jangan meremehkan orang yang masa lalunya terlihat buruk dan tidak punya apa-apa. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi sepuluh atau dua puluh tahun ke depan. Bisa jadi, merekalah yang akan menolong kita karena kebaikan kecil dari kita, dia menganggapnya sangat besar.

Itulah yang aku rasain sekarang. Jika aku tidak bisa membalas kebaikan orang yang sudah berbaik ke aku. Maka aku akan berusaha melakukan lebih banyak kebaikan yang dia berikan supaya kebaikan-kebaikan itu juga bisa sampai ke tangannya. 

Melakukan kebaikan itu tidak seperti berjualan. Asal kita ikhlas melakukannya, Tuhan akan membalas dari mana saja. Bahkan dari sesuatu yang tidak pernah kita duga.


Terima kasih untuk semua yang pernah meremehkanku, menghinaku, berusaha menjatuhkanku sejatuh-jatuhnya. Tapi aku tetap ingin menjadi bola bekel, semakin dijatuhkan lebih keras, aku akan semakin melambung lebih tinggi. 

Sebab, saat kita berada di tempat yang lebih tinggi, orang-orang yang ada di bawah kita akan selalu berusaha menarik kita untuk jatuh. Tapi Tuhan tidak pernah pergi. Dia akan selalu berada di sisi orang-orang baik dan menyelimutinya dengan kebaikan.


Semoga tulisan ini bisa membuat kita berusaha menjadi orang baik, walau sering gagal, teruslah mencoba. Karena menjadi baik itu sulit, tidak semua orang bisa melakukannya dengan ikhlas.


Terima kasih sudah membaca tulisan ini.


Salam hangat untuk sahabat-sahabatku yang telah banyak menebarkan kebaikan dan mengajariku cara berbuat baik.

 

 

 Much Love,

@rin.muna


______________________________________________
🅒Copyright. 
Dilarang mengutip atau menyebarluaskan konten blog ini tanpa mencantumkan link atau kredit penulis.







Tuesday, December 29, 2020

8 Cara Meminimalisir Plot Hole dalam Novel

 


 

Hai ... hai ...!

Ketemu lagi sama Kak Rin yang sok sibuk, hehehe.

Mohon dimaklumi kalau sekarang sulit untuk ngasih materi di grup atau menyapa-nyapa kalian semua. Karena lagi punya bayi yang super aktif, bikin Kak Rin harus fokus mengurus anak-anak dan juga keiatan sosial yang ada di daerahku.

Hmm, kali ini aku mau sharing sedikit tentang ilmu kepenulisan yang aku dapat. Semoga, kalian nggak bosen baca tulisanku yang berantakan ini.

Tarik napas dulu dan baca tulisan ini dalam keadaan rileks. 

Supaya kalian bisa mencerna kata-kata yang aku tuliskan dengan baik.

Aku mau bahas tentang Plot Hole. Plot Hole itu apa sih? Plot hole adalah sebuah lubang kesalahan dalam alur cerita. Namanya juga plot, artinya alur atau jalan cerita yang kita tulis. Kalo jalannya bolong, berarti kita akan bikin pembaca jadi terperosok. So, penulis juga harus berhati-hati karena plot hole kadang bikin pembaca kita tersesat. Artinya, free writing juga nggak asal-asalan nulisnya, kudu masuk akal.

 

Plot hole biasanya sering terjadi karena penulis tidak fokus atau terburu-buru dalam menulis cerita. Terlebih, untuk penulis webnovel / novel series yang harus tayang setiap hari dengan ratusan bahkan ribuan bab. Kemungkinan untuk plot hole, itu sangat besar. Tidak semua penulis bisa melakukan persiapan dan teliti saat menulis novel ratusan bab.


Untuk itu, aku akan berbagi sedikit cara meminimalisir plot hole dalam novel kalian. Baca tips di bawah ini ya!



1. Meminimalkan Kebetulan-Kebetulan

 

    Sebagai penulis, harus memiliki persiapan saat menulis cerita. Sesuaikan dengan outline atau catatan-catatan yang kalian punya. Minimalkan adegan kebetulan. Kenapa? Karena adegan kebetulan itu pastinya akan mempengaruhi cerita selanjutnya jika tidak ada pengaruhnya pada bab selanjutnya yang akan kita tulis.


2. Carilah Solusi yang masuk akal untuk masalah dalam novelmu.

    Setiap konflik yang kita buat dalam novel, harus masuk akal dalam penyelesaiannya. Karena saat membuat teka-teki konflik, harus ada jawaban dan solusi yang masuk akal. Misalnya, ketika seseorang dibunuh di sebuah rumah sakit atau hotel dengan latar waktu tahun 2020. Jangan buat semuanya nggak ketahuan karena tahun dengan teknologi modern sudah ada CCTV di mana-mana dan bisa dicek semua pergerakan orang asing di sana. Jadi, penyelesaian masalahnya bisa menggunakan CCTV untuk menemukan pembunuhnya.

   
3. Pastikan kamu sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan besar dalam novelmu.

    Dalam sebuah novel yang naskahnya panjang, kamu harus menyiapkan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan besar yang kamu buat dan akan dimunculkan di bab berapa. Jika ingin membuat pembaca penasaran, bisa berikan clue dari pertanyaan-pertanyaan itu terlebih dahulu agar kita tidak kebingungan ketika ingin menyelesaikan sebuah konflik.


4. Pastikan kamu sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kecil dalam novelmu.

    Dalam novelmu, pasti ada pertanyaan-pertanyaan kecil yang timbul dan harus sudah terjawab di bab berikutnya. Jangan menumpuk banyak pertanyaan. Gunakan outline sebagai panduan menulis ceritamu dan juga catatan-catatan kecil jika outline yang sudah kamu buat mengalami perubahan.


5. Gunakan transisi untuk menghindari lompatan waktu, berikan petunjuk tentang lewatnya hari, bulan dan tahun.

    Alur waktu adalah hal yang paling penting dalam sebuah cerita. Untuk webnovel dengan bab yang panjang, aku saranin untuk gunakan alur maju saja. Jangan terlalu banyak flashback karena itu akan sangat membingungkan untuk pembaca dan juga penulisnya. Gunakan saja alur maju, si tokoh masa itu yang bercerita tentang masa lalu.


6. Pastikan bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam urutan logis waktu, kecuali novelmu memiliki genre yang tidak biasa.

    Untuk genre novel biasa seperti Perfect Hero, aku selalu berusaha untuk menggunakan urutan waktu yang logis. Tahun lahir tokoh tidak boleh lebih dahulu dari tanggal pernikahan kedua orang tuanya. Terlebih saat ada hubungan cerita dengan masa lalu.Karena, fiksinya Perfect Hero hampir ke real life story

    Kalau ditanya, apakah tokohnya sungguhan ada? Kalian cek saja kehidupan Crazy Rich Surabaya! Aku menggunakan kota itu sebagai latar novel, bukan tanpa alasan. Aku juga menggunakan alur waktu di tahun 2017 dan seterusnya. Jadi, ketika si tokoh nonton film di bioskop, aku tidak mungkin memunculkan film yang dirilis setelah tahun 2018. Alur waktu dan semuanya harus logis. Perlu banyak riset untuk bisa membuat alur waktu yang detil dengan jumlah bab yang ratusan.

    Kalau penulis genre fantasy, time traveller dan sejenisnya ... tentu bisa berimajinasi sebebas-bebasnya dan tidak terpaku pada alur waktu dan tempat yang sesuai di dunia nyata. 

    Artinya, menulis cerita fiksi juga nggak asal-asalan. Tetap harus melakukan riset, tetap harus menentukan alur waktu yang sesuai.



7. Pastikan perilaku karakter dalam novelmu sesuai dengan kepribadiannya.

    Nah, ini yang biasanya bikin penulis yang udah nulis banyak tokoh itu pusing. Pusing dengan banyaknya karakter yang dia ciptakan. Kenapa? Aku ngerasain sendiri, sih. 

    Aku perlu bekerja keras untuk membuat kepribadian si tokoh itu tidak berubah ketika menghadapi konflik. Aku pakai contoh di Novel aku aja ya, karena aku lebih mudah untuk mengingatnya. 

    Ada lima Hero yang ada di novel Perfect Hero. Yeriko, Chandra, Lutfi, Satria dan Arjuna. Setiap tokoh punya karakter dan kehidupan yang berbeda. Punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.

    Itu baru 5 tokoh utama. Belum lagi sama pasangannya, kedua orang tua mereka, teman-teman bisnis, teman sekolah dan lain-lain. Secara, kita hidup di dunia ini juga bertemu dengan banyak orang. Hanya orang-orang tertentu yang setiap hari bertemu dengan kita. Kita akan terus bertemu dengan orang berbeda setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun. Udah nggak terhitung berapa tokoh "Perfect Hero" yang sudah menginjak bab 700 di bulan ke-8. Yang jelas, kalau nggak panda menguatkan karakter, kadang tokoh itu bisa tertukar kepribadiannya.


8. Periksa semua detail agar informasi yang kamu berikan tetap konsisten.

    Untuk penulis novel fisik yang jumlah katanya nggak lebih dari 100rb kata dan masih bisa melakukan perubahan, tentunya akan lebih mudah sebelum novelnya dirilis. Tapi ... untuk penulis webnovel yang dituntut untuk rilis minimal 3 bab sehari, harus bener-bener punya pegangan untuk yang satu ini supaya cerita dalam novel kita tetap konsisten.

    Saat kita ingin memberikan informasi tapi tidak mengetahui detailnya, itu bener-bener bikin sakit kepala. Selain kita harus nyari ide, kita juga harus riset secara bersamaan. Makanya, jadi penulis webnovel itu nggak mudah. Tingkat setress-nya jauh lebih tinggi karena setiap hari harus rilis dan berhadapan langsung sama pembaca. Udah kayak nulis skenario sinetron.

    Supaya bisa tetap konsisten, tentunya harus punya detil informasi setiap adegannya. Jangan terlalu banyak menggunakan bahasa ilmiah kalau sebenarnya otaknya pas-pasan kayak aku. Karena cuma akan bikin banyak plot hole di cerita kamu.

 

 

Udah, ah ...

Sampai di sini aja ya ocehan dari aku.

Aku udah ngantuk banget dan harus istirahat. Supaya, bisa nulis novel lagi untuk besok pagi.

 

Jangan lupa baca "Perfect Hero" hanya di aplikasi Novelme atau Novelaku ya!

Udah bab 733 loh...

Kamu akan ngerasain gimana amazingnya menulis cerita dengan episode yang puanjaaang banget! Sampai-sampai, semua reader setianya Perfect Hero selalu mengaitkan novel ini dengan sinetron "Ikatan Cinta" yang belum pernah aku tonton sekali pun. Maklum ya, penulis ya sibuknya ngehalu sama nulis doang. Belum sempat mau nonton sinetron karena harus update bab setiap hari.

 

Thanks udah mau baca tulisannku yang acak-acakan ini...

Sekarang, kalian boleh muntah setelah baca ini!

 

Ups, aku nggak tanggung jawab!

 

Kabooor dulu, guys!

 

Bye-bye!! 




______________________________________________
🅒Copyright. 
Dilarang mengutip atau menyebarluaskan konten blog ini tanpa mencantumkan link atau kredit penulis.



Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas