Wednesday, April 1, 2020

Membuat Rok Dress untuk si Kecil dalam Waktu Singkat



Kecil-kecil sudah pandai ngerjain mamanya. Yah, aku bilang begitu untuk mendeskripsikan foto yang satu ini.

Hari ini aku lumayan sibuk ngerjain deadline novel. Nggak usah ditanya novel apa karena aku Ghost Writer untuk salah satu perusahaan start up.

Pas lagi sibuk-sibuknya ngerjain naskah, tiba-tiba si Livia nongol dengan segala keribetannya. Why? 
Karena ... yang pertama, dia nyari palet make-up. Dia bilang mau make-up. Dia juga ngambil foundation dan spons yang aku simpan di laci meja.

Hmm ... akhirnya dia asyik make-up sendiri sampai mamanya ngelarin 1 bab novel. Waktu mau nulis bab selanjutnya ... eh, tiba-tiba dia minta pake baju Princess.

"Mak, aku udah cantik. Aku mau pake baju Princess dong!"

"Hah!? Mau ke mana pake baju princess?"

"Nggak ke mana-mana. Mau pake baju princess!" rengeknya.

"Itu ... baju princessnya dipake kalo mau jalan aja ya? Kalo kondangan atau ke pesta ulang tahun temen."

"Iih ... aku mau pake baju Princess Cinderella!"

"Pake yang princess belle aja gimana? Yang warna kuning."

"Itu udah kekecilan!"

"Nggak kekecilan. Masih cukup. Cuma panjangnya sampe lutut aja." Aku langsung mengambilkan dress tile warna kuning dari dalam lemari. Sebenarnya, itu bukan baju princess Belle. Cuma karena warnanya kuning, aku bilang aja itu baju princess Belle biar si Livia mau pakai.

"Nggak mau! Aku maunya yang panjang sampe sini!" pintanya sambil menunjuk mata kaki.

Aku kehabisan akal. Nggak tahu lagi harus gimana.

"Aku mau yang warna ungu!" rengek Livia.
"Ungu?" Akhirnya aku memeriksa etalase dan mencari kain tile warna ungu.

Untungnya aku masih punya stock kain tile warna ungu.
Livia yang terus merengek, akhirnya memaksaku untuk membuatkan rok dari kain tile, biar jadi princess ala-ala gitu.

"Ma, kalau bajunya warna ungu itu princess apa?" tanya Livia.

"Princess Sofia."

"Iya. Aku mau kayak Princess Sofia!" seru Livia.

"Princess Sofia atau Rapunzel?"

"Rapunzel kan rambutnya panjang. Aku kan rambutnya pendek. Princess Sofia aja deh. Princess Sofia, rambutnya pendek kan Ma?"

"Iya."

Akhirnya ... aku langsung membuatkan rok tile bertumpuk warna ungu dari jam lima sore sampai lanjut malam hari.

Setiap masuk ke ruang jahit, dia selalu nanyain baju yang aku jahit sudah selesai atau belum. Dia sudah nggak sabar ingin memakai gaunnya.

Aku pikir, dia pengen gaun baru untuk apa. Ternyata ... dia cuma minta difotoin dengan berbagai gaya bak model profesional. Padahal, aku nggak pernah ngajarin dia buat bergaya.

Sepertinya, dia punya bakat jadi model untuk produk-produk fashion mamanya. Di usianya yang baru menginjak lima tahun, dia udah pinter bergaya di depan kamera 

Mamanya sih happy-happy aja. Malah seneng kalo dia mau make baju yang dibuatin sama Mamanya. Yang penting nggak ngerjain mamanya lagi dan bikin mamanya sampe ninggalin kerjaan.

Cuma karena permintaan si kecil, akhirnya aku bikinkan rok dengan waktu yang singkat. Nggak nyampe 4 jam, roknya sudah jadi. Itupun diselain ngerjain keperluan yang lain.


Rok dress buat anak, itu yang paling mudah dibikin kalau menurutku. Karena nggak banyak pola. Tinggal dipotong dan langsung jahit aja.


Buat temen-temen yang pengen bisa jahit, bisa kok belajar dari rumah. Di Youtube ada banyak tutorialnya.

Silakan mencoba!. 

Mamuja Memproduksi Masker Kain untuk Membantu Memenuhi Kelangkaan Masker


Sejak wabah Covid-19 melanda Indonesia. Masker menjadi barang yang langka. Bahkan, tenaga medis kekurangan APD.

Masker dan hand sanitizer menjadi barang yang diburu dan diborong oleh masyarakat. Padahal, masker sekali pakai lebih diutamakan untuk tenaga medis yang rentan dan berisiko tinggi tertular wabah Covid-19.

Aku yang tinggal di kampung, tidak begitu ekstrem seperti di perkotaan. Sehingga, aku sendiri bukan termasuk deretan netizen yang memborong masker, handsanitizer dan sembako.

Tapi, buat adikku yang tinggal di Kota Balikpapan, sangat merasakan dampak dari wabah Covid-19.
Dia harus kerja dari rumah. Sampai menyetok beberapa bahan pangan untuk bisa tetap bertahan di dalam rumah. Dia juga bilang kalau kehabisan masker untuk teman-temannya yang tetap harus bekerja di lapangan.

Kelangkaan masker di kota, membuat dia memintaku membuatkan masker kain untuk ia gunakan.
Yah, awalnya aku hanya membuat masker kain karena pesanan dari dia saja sebanyak 2 lusin. Tapi ternyata, bukan hanya adikku yang di kota yang membutuhkannya. Warga di sekitar juga ikut memesan. Termasuk perusahaan tambang terdekat. Mereka tetap harus bekerja dan menyiapkan APD untuk karyawan-karyawannya.

Alhasil, aku mengajak Mamuja untuk ikut berperan aktif menghadapi wabah Covid-19. Akhirnya, kami membuat masker yang ukurannya lebih besar dan lebih tebal untuk melindungi pernapasan kita dari virus Covid-19 yang penyebarannya sangat cepat.

Mamuja adalah komunitas ibu-ibu kreatif yang aku bentuk setahun lalu. Kami bergerak di bidang sosial. Sehingga, ketika ada satu fenomena seperti wabah Covid-19 ini, kami berupaya untuk ikut berperan. Walau tak banyak aksi yang bisa kami lakukan, tapi setidaknya bisa membantu kesulitan masyarakat sekitar.

Walau memproduksi masker. Kami juga tetap Work From Home. Alhamdulillah, mesin jahit bantuan dari Pertamina Hulu Sanga-Sanga sangat berguna bagi Mamuja dan bisa dibawa oleh anggota ke rumahnya untuk memproduksi masker dari rumah.
Banyak sekali kendala yang harus kami hadapi. Terutama kesiapan modal dan bahan baku yang sulit. Karena kami harus pergi ke kota Balikpapan atau Samarinda untuk mendapatkan bahan baku sementara akses menuju dua kota tersebut dibatasi.

Dengan segal keterbatasan, Mamuja tetap bersemangat memproduksi masker yang merupakan pesanan dari teman-teman.

Saya merasa bersyukur dan berterima kasih dipertemukan oleh teman-teman yang memiliki kepedulian besar terhadap masyarakat sekitar. Tidak hanya mengambil keuntungan semata.

Bagiku, Mamuja adalah orang-orang hebat yang memiliki jiwa sosial tinggi. Harapannya, Mamuja bisa terus berkarya, bermanfaat untuk orang banyak dan dapat mensejahterahkan anggotanya. 
Oleh karenanya, aku juga harus lebih aktif dalam memberikan ide-ide baru agar Mamuja tidak berhenti berkarya 




salam manis


@rin.muna

Monday, March 30, 2020

Drama Covid-19 Part 1 - Murid Libur



“Anak-anak, mulai besok libur sampai 14 hari ke depan. Karena negara kita sedang ada wabah Covid-19,” tutur Bu Raya, wali kelas di kelas IX SMA Mangga.
“Hore ...!” teriak semua murid sekelas.
“Tetap belajar online dari rumah ya! Nanti Ibu akan share jadwalnya lewat WA Group!”
“Huft ...!” Murid-murid yang awalnya ceria langsung berubah tak bersemangat.
“Ingat ya! Nggak boleh keluyuran! Stay at home! Tetap belajar dari rumah. Ibu pantau lewat ini!” perintah Bu Raya sambil tersenyum menunjukkan ponselnya.
“Iya, Bu!” jawab murid serentak.
“Kalau waktunya belajar online dan ada yang absen, nggak ibu naikkan kelas!” ancam Bu Raya.
“Yah .. Bu, kalo nggak punya paket gimana?”
“Beli dong!”
“Kalo nggak punya duit buat beli Bu?”
“Pakai uang bensin kalian yang biasa kalian pakai pergi ke sekolah. Uang jajan dan uang bensin kalian bisa dipakai buat beli paket data.”
“Yah, Bu ... kalo nggak sekolah, saya nggak dikasih uang jajan dan uang bensin,” sahut Rio.
“Lah? Inyong juga Bu.” Bejo menambahkan.
“Kumaha euy?” sahut Asep yang duduk di samping Bejo.
“Kumaha-kumaha!? Lah kepriben?” sahut Bejo.
“Bu, saya kan pakai wifi di rumah. Kalau pas lagi jadwal belajar online dan mati listrik gimana, Bu?” tanya Sinta.
“Ya beli paket internet dong!?” sahut Bu Raya.
“Kalo di rumah udah pakai wifi. Nggak bakal dikasih uang buat beli paket, Bu.”
“Uang jajan dan uang bensin yang kamu pakai ke sekolah kan bisa disisihkan untuk beli paket internet,” tutur Bu Raya.
“Lah? Saya tinggalnya di kampung, di pelosok, Bu. Nggak ada sinyal di sana. Gimana dong?” tanya Febrian.
“Naik ke gunung cari sinyal!” jawab Bu Raya.
Febrian menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Bu ...!” Si Gembul ikut mengacungkan tangan. “Saya nggak punya hape. Gimana, Bu?”
“Pakai hape orang tua kamu!”
“Orang tua saya nggak pake hape yang ada WA-nya, Bu.”
“Emangnya orang tua kamu hapenya merk apa?”
“Nokia 3315.”
“Suruh orang tua kamu ganti hape ya! Biar bisa belajar dari rumah!” pinta Bu Raya sambil tersenyum.
“Tapi, Bu ... orang tua saya nggak punya uang. Saya juga nggak pernah dikasih uang jajan dan uang bensin.”
“Kok, kamu bisa sampai ke sekolah?”
“Numpang sama Rio,” jawab Si Gembul lirih.
“Bener, Rio?” tanya Bu Raya sambil menatap Rio.
Rio menganggukkan kepala.
“Terus, kamu di sekolah nggak jajan?” tanya Bu Raya.
Si Gembul menggelengkan kepala.
“Betah nggak jajan?” Bu Raya mengernyitkan dahi. Ia tak percaya kalau murid bertubuh gempal itu tidak pernah pergi jajan.
Si Gembul mengannggukkan kepala. “Mamak bawakan singkong rebus dari rumah,” tutur Si Gembul lirih.
“Singkong rebus!?”
Semua murid di dalam kelas tertawa.
“Heh!? Nggak ada yang boleh ketawa!” tegur Bu Raya.
“Rumah kamu deket sama Rio?”
Si Gembul menganggukkan kepala.
“Kalo gitu, kamu belajarnya ke rumah Rio. Numpang belajar sama dia!”
Si Gembul menundukkan kepala sambil meremas jemarinya.
“Gimana Rio?”
“Siap, Bu!” jawab Rio.
“Oke. Semuanya sudah jelas ya? Sekarang, kalian semua boleh pulang. Ingat ya! Nggak boleh ngeluyur! Nggak boleh nongkrong apalagi pergi ke tempat-tempat hiburan!”
“Siap, Bu!”
Murid-murid langsung berhambur keluar kelas.
Sebagian ada yang bergembira karena tidak masuk sekolah. Sebagian lagi ada yang merasa menderita karena tidak masuk sekolah.


Kamu ... bagian yang mana?

( Bersambung ...)

Jangan lupa subscribe untuk dapetin update cerita terbarunya ya... bye ... bye...!


Follow instagram : @rin.muna
Facebook : Rin Muna

Friday, March 27, 2020

Enggan Berdamai



Ribuan langkah telah kutempuh
Sejauh langkahku tanpa berteduh


Tahukah kau ...?
Kopi kusuguh setelah kuseduh
Lamat-lamat suara sesap mulai terenyuh
Namun kopiku tak mampu berhenti berpeluh

Berpeluh tanpa keluh ...
Sakit yang tak berdarah terus kukayuh

Berjuang sendiri hingga tak terasa sakit yang teramat sakit.
Berjuang sendiri dan hanya mendapat tatapan mata, enggan mengulurkan tangan.
Berjuang sendiri hingga peluh berubah jadi darah.

Darah yang terus mengalir ...
Mengalir tanpa arah yang pasti ...
Yang pasti adalah perjuangan dan pengorbanan tak pernah bertepi.


Ingin kupergi ...
Memperbaiki diri ini...
Mungkin langkah awal telah mati ...
Aku enggan berdamai dengan hati.
Aku enggan berdamai dengan kaki.
Aku enggan berdamai dengan nuraini.

Bisik-bisik kecil yang menguatkanku ...
Senyum-senyun kecil yang menyemangatiku ...
Namun aku tetap enggan 
Tetap enggan melanjutkan jalan yang kini kulalui.
Terlalu banyak rasa sakit di hati.
Jika berdamai akan terus merasa sakit.
Aku enggan berdamai ... sebab ku ingin mencari damaiku sendiri ...



Kutai Kartanegara, 26 Maret 2020

@Rin.Muna


Thursday, March 26, 2020

Social Distancing Ngapain? Bikin Kreasi Dompet Dari Kain Flanel untuk Si Kecil


Hai temen-temen ...!

Hari ini masih Social Distancing. Beberapa hari lalu, aku nemenin si Kecil bikin kreasi masker.

Nah, kali ini aku mau ajak si kecil bikin Kreasi dompet yang mudah dan cocok buat kegiatan si kecil di rumah.

Alat dan Bahan yang diperlukan : 
1. Kain Flanel
2. Gunting
3. Benang
4. Jarum
5. Kancing baju


Langkah-langkah membuat kreasi dompet :
1. Potong kain flanel ukuran 23x12 cm

2. Lipat bagian bawah ke atas sepanjang 8 cm.

3. Jahit lipatan kain agar menyatu
4. Pasang Kancing di bagian tengah dompet
5. Buat Lubang kancing di bagian penutup dompet.
6. Dompet sudah jadi dan bisa digunakan untuk menyimpan uang atau kartu mainan si kecil.


Nah ... demikianlah dompet kreasi dari kain flanel untuk si kecil.
Kalian bisa mencobanya juga di rumah.


Selamat mencoba ...
Semoga bermanfaat dan bisa mengisi kegiatan Social Distancing karena wabah virus Covid-19 yang sedang merajalela di seluruh dunia.

Stay at Home ...

Tetap berkreasi dan selalu jaga kesehatan...


Salam manis,

@rin.muna

Saturday, March 21, 2020

Pecel Gorengan Legendaris di Beringin Agung




Hai ... hai ...!

Buat temen-temen yang tinggal di wilayah Desa Beringin Agung,   pastinya udah nggak asing dengan sosok yang satu ini. Siapa sih? Ya inilah sosok Mbah Mudin yang sudah terkenal sebagai penjual gorengan sejak aku masih kecil. Oh, No! Mungkin sejak aku belum dilahirkan.

Dari dulu sampe sekarang, rasa pecel dan gorengannya yang khas itu nggak pernah berubah. Dulu, setiap hari selalu langganan beli sama Mbah ini waktu masih sekolah. Dulu sih, belum banyak yang jualan di sekolah. Cuma Mbah ini aja. Nggak kayak sekarang yang makin banyak jajanan beragam di sekolah.

Sering kali, kita kangen sama pecel dan gorengan yang legendaris ini. Kenapa? Karena rasanya bener-bener mengingatkan pada masa-masa indah di bangku sekolah dasar.

Sampai sekarang, beliau masih berjualan di sekolahan. 
Hayo ngaku ... siapa yang makan gorengan lima biji, tapi bilangnya cuma tiga biji? wkwkwk ...
Alhamdulillah ... aku sih belum pernah ngisengin mbah ini. Mending aku bilang ngutang dulu daripada harus bohongin beliau. ( Asli, aku mah tukang ngutang gorengan sama Mbah ini )


 Beberapa waktu lalu, aku juga berbincang sama salah satu guru SMP. Yah, beliau juga bilang kalau Mbah Mudin sudah jualan pecel dan gorengan sejak dia masih kecil. 

Hmm ... kalau dihitung-hitung, beliau udah jualan pecel gorengan lebih dari 30 tahunan kali ya? Pasalnya, usiaku sekarang aja udah dua puluh delapan tahun.

Katanya, bagus tuh kalau kisah hidupnya dijadikan inspirasi dan masuk ke HITAM PUTIH-nya Trans7. Tapi, gimana caranya ya? Kayaknya harus ada pengajuan dulu buat ngajukan kisah hidup beliau yang masih konsisten jual pecel dan gorengan selama puluhan tahun. Pastinya, perlu dukungan dari orang-orang di sekitar juga.

Ah, itu cuma intermezzo dan khayalan nakal semata. Tak perlu ditanggapi serius!

Yang serius itu, pecel dan gorengannya selalu enak. Kalau jualannya di sekolah nggak habis. Biasanya, beliau akan berkeliling kampung supaya pecel dan gorengannya bisa habis.

Aku sering bertanya kalau lagi makan pecel buatan beliau.

"Mbah, sudah tua kok masih kuat jualan gorengan kayak gini? Masaknya jam berapa, Mbah?" tanyaku.
"Jam tiga subuh, Mbah sudah bangun bikin adonannya. Nanti, gorengnya di sekolahan," jawab Beliau.

"Oh ... sehat terus ya, Mbah!"

Aku tersenyum dan berharap beliau selalu diberikan kesehatan biar aku bisa sering-sering makan pecelnya. Bahkan, puteri kecilku juga pasti beli gorengannya mbah ini setiap kali Mbah Mudin lewat depan rumah. Dia nggak mau ketinggalan dan melewatkan gorengannya Mbah.

So, yang udah ngerasain pecel dan gorengan legendaris ini pastinya generasi turun-temurun. Mulai dari Mbahku, Mamaku sampe ke anak-anakku.

Kalian juga suka sama pecel dan gorengan mbah ini?

Bagi ceritanya di kolom komentar juga bisa, kok.



Salam manis,


@rin.muna



Friday, March 20, 2020

Kosa-Kata Bahasa Inggris Tempat Umum (English Vocabulary Public Place )









Jawablah Soal Dibawah ini Dengan Nama tempat Umum (Public Places) Yang tepat :

  1. We can see many animals in the_______
  2. My family will eat in a new_______
  3. I will go to______with my friends to meet my teacher
  4. My mom asks me to buy sugar in the________
  5. My father goes to______today to work
  6. I will borrow a book in_________
  7. Will you watch football in the_________
  8. I Like to saw butterfly and flowers. Let’s play in the______
  9. I will swim in the_______
  10. My grandfather is sicks, so he goes to_______
  11. Jogjakarta has many______ like a Borobudur.
  12. I will wait train in the________
  13. Moslem pray in the ______
  14. My mom always buys vegetables in the ______
  15. You can do exercise in the ______
  16. You can buy book and pencils in _______
  17. You can watch movie in____________
  18. I go to bali and sleep in_____
  19. The christians pray in the___________
  20. You can report a thief in_______



Answer Key

Wednesday, March 18, 2020

Wisata Edukasi - Mengajak Si Kecil ke Pameran Seni



Aku lagi iseng, tiba-tiba bukain folder di komputer karena mau ngehapusin file-file yang udah nggak dipake alias bersih-bersih. Saking nggak pernah dihirauin, memori komputer udah mau full dan bikin aku kesel karena ngelag terus.

Akhirnya, aku dapetin beberapa foto kenang-kenangan yang belum pernah aku ceritain ke siapa pun alias cuma disimpan doang, nggak pernah mengungkapkan cerita-cerita di baliknya.

Buat aku, asal bisa menginspirasi dan menjadi kenang-kenangan untuk generasi penerus. Nggak ada salahnya kita bercerita tentang keseharian kita sendiri. Supaya masa depan, tetap mengingat kita dalam tulisan-tulisan kita.

Hari itu, weekend ... kebetulan, Livia masih berumur 3 tahun dan belum sekolah. Mamanya juga kerjanya dari rumah, jadi bisa ngatur jadwal buat berlibur.

Seperti biasa, kalau liburan kami selalu pergi ke Kota Balikpapan untuk mengunjungi keluarga yang ada di sana. Selain mengunjungi keluarga, kami juga pengen refreshing karena kelamaan di kampung. Yang dilihat cuma pohon-pohon aja.


Setiap kali ke Balikpapan, sering banget bingung mau ke mana.
Pengen nge-mall tapi duit terbatas. Alhasil, aku ajak aja si kecil ke tempat-tempat yang nggak perlu merogoh kocek banyak. Biasanya, aku ajak main ke taman kota. Dia juga senang menikmati pemandangan tanpa minta macem-macem. Paling cuma minta jajan yang masih bisa aku penuhi keinginannya.

Di foto kenangan kali ini, aku mengajak Livia ke sebuah Pameran Seni karya teman-teman seniman di Balikpapan.
Entah, sejak dulu aku suka sekali datang ke tempat-tempat seperti ini. Sangat menginspirasi sekali.
Dulu, aku mengenal para pelukis Balikpapan ini saat aku masih duduk di bangku kelas 1 SMA. Waktu itu, guru kesenian memberikan tugas untuk datang ke pameran dan mengumpulkan data sebanyak-banyak tentang dunia seni rupa.

Aku seneng banget, sampe 7 hari berturut-turut aku datang ke sana dan berkenalan dengan para pelukisnya. Alhamdulillah ... sampai saat ini, mereka tetap mengenal aku. Walau kami lebih sering berkomunikasi via media sosial saja. Tapi setiap kali ada pameran lukisan, aku selalu hadir untuk melihat karya-karya mereka yang amazing banget.

Saat itu, lagi peresmian Balikpapan Art Center. Aku langsung ngajak si kecil untuk berkunjung ke sana. Aku lebih suka mengajak dia mengunjungi pameran atau toko buku. Selama dia menikmatinya, artinya aku berhasil membawa dia masuk ke dalam dunia yang positif dan menginspirasi.

Pertama kali masuk ke Balikpapan Art Center ini, aku langsung disambut sama koleksi Balikpapan Tempo Doeloe. Kebetulan aku mengenal salah satu relawan dari Balikpapan Tempo Doeloe, yakni mba Ocha (Rosalinda Tumbelaka). Dia seorang penulis, photografer dan juga karyawan swasta yang aktif sebagai pengelola Dahor Heritage, salah satu situs sejarah di Kota Balikpapan.

Setelah melewati koleksi-koleksi sejarah kota Balikpapan, aku langsung menuju ke bagian kiri ruangan. Yakni koleksi hasil seni rupa karya perupa Kota Balikpapan. Kebetulan di sana ada Ifrian Chaha beserta istri, juga Cadio Tarompo berserta istri dan anak-anaknya.

Alhasil, kami saling menyapa dan bercerita banyak.

Terkadang, aku merasa malu setiap kali bertemu dengan mereka. Mereka tetap konsisten dengan dunia seni lukis dan lukisannya semakin lama semakin amazing. Apalagi Abi Cadio Tarompo, hasil lukisan-lukisannya sudah ke tingkat nasional dan dikenal sebagai pelukis super realis.
Kamu bisa lihat hasil lukisan beliau lewat video di bawah ini :

Exhibition Balikpapan Creative Center

Aku juga merasa sangat senang karena si kecil juga Happy diajak ke pameran lukisan.
Nggak banyak orang tua yang ngajak anaknya ke tempat-tempat seperti ini. Aku hanya ingin membiasakan si kecil pergi ke tempat di mana ia bisa menjadi sesuatu suatu hari nanti.


Aku jadi seneng ngajak dia berwisata edukasi, selain refreshing, dia juga belajar banyak hal dari tempat ini. Tinggal gimana kita mengajak si kecil berkomunikasi dan membuat dia nyaman berada di tempat-tempat yang edukatif. Jangan sampai, kita cuma diem aja dan si kecil cuma plonga-plongo karena nggak tahu tempat yang ia datangi sebenarnya seperti apa dan bagaimana.

Menjadi orang tua, memang harus lebih aktif. Apalagi anak-anak Generasi Z sudah jauh lebih pintar dari generasi sebelumnya. Tantangan bagi orang tua, tentunya jauh lebih besar lagi.


Cukup sampai di sini aja ya tulisan dari aku.


See You di tulisan-tulisan selanjutnya...


Buat Little Livia, mungkin sepuluh tahun lagi kamu bakal baca tulisan ini.
Semoga saja kamu selalu menjadi kebanggaan Mama dan selalu berada di tempat-tempat yang baik.



Salam manis,

@rin.muna

Tuesday, March 17, 2020

Lock Down Karena Covid-19. Libur 14 Hari dan 14 Kegiatan Belajar yang Bisa Dilakukan Di Rumah


Sejak semalam, sudah ada surat edaran dari Bupati Kutai Kartanegara No : B-1035/Disdikbud/DPK.1/065.11/3/2020 Tentang INFORMASI PELAKSANAAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR TERKAIT WABAH CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19).

Dalam surat edaran tersebut dinyatakan kalau proses belajar-mengajar untuk jenjang pendidikan PAUD/RA, SD/MI, SMP/MTs dilakukan di rumah mulai tanggal 17 Maret 2020 sampai dengan 30 Maret 2020 dengan memanfaatkan sistem pembelajaran secara online.

Nah, karena surat edaran ini ... si Livia juga harus libur selama 14 hari. Akunya jadi bingung mau ngasih kegiatan apa buat Livia yang masih PAUD (Kelompok Bermain). Karena pastinya, aku harus membuat dia nyaman bermain di dalam rumah tanpa mencari teman main. Karena Livia termasuk anak yang sangat aktif dan tidak bisa bermain sendirian. Dia bakal keluar nyari temen buat main.

Sejak semalam, aku sudah memikirkan banyak hal yang bisa aku lakukan untuk si kecil supaya bisa menemaninya bermain sambil belajar.

Aku banyak berselancar di internet untuk bisa memberikan edukasi pada si kecil agar mudah menerima pembelajaran dari ibunya. Soalnya, Livia termasuk anak yang nggak mau belajar sama ibunya, dia maunya belajar sama ibu guru aja. Yah, aku juga nggak bisa terlalu memaksakan. Takutnya, dia malah nggak happy sama ibunya.



Salah seorang teman menyarankan untuk mengajak si kecil belajar membantu pekerjaan rumah. Seperti mencuci pakaian, menyapu dan sebagainya. Yah, mungkin tak banyak membantu, hanya bermain dan membuatnya happy. Akan aku coba salah satu saran dari temanku.

Karena anakku perempuan, aku punya ide buat main masak-masakan. Masakan yang bisa dimakan beneran tentunya.

Selama 14 hari ini, aku harus lebih kreatif memberikan kegiatan untuk anakku supaya dia tetap aktif bermain sambil belajar.

Ada banyak kegiatan di rumah yang bisa aku coba sebagai kegiatan untuk si kecil, seperti :

1. Membuat Cokelat
2. Menjemur Pakaian
3. Mencuci piring
4. Menyapu
5. Mengepel Lantai
6. Menanam Bunga
7. Membuat Origami
8. Membuat Hiasan Pensil
9. Membuat Tempat Pensil dari Botol Bekas
10. Membuat Tabungan dari Kaleng Bekas
11. Membuat Dompet dari Kain Flanel
12. Membuat Gelang
13. Membuat Kalung
14. Membuat Baju Boneka


Nah, aku udah punya 14 list kegiatan yang bisa aku kasih ke si kecil selama 14 hari libur ke sekolah alias belajar di rumah.

Nah, kalian juga bisa bikin list kegiatan yang beragam biar nggak jenuh saat mengisi waktu luang di rumah.


Yuk, share juga kegiatan yang bakal kamu lakuin selama 14 hari ke depan. Siapa tahu salah satu kegiatan kamu juga bisa jadi inspirasi baru buat aku. Bisa share lewat kolom komentar ya!



Salam manis,

@rin.muna

Monday, March 16, 2020

Dari Sampah Plastik Jadi Lampu Cantik

Dok. Pribadi




Di artikel sebelumnya, aku menulis kegiatan Ibu-Ibu Mamuja di Rumah Literasi Kreatif. Silakan klik link di bawah ini:



Dok. Pribadi



Dari sampah-sampah gelas air mineral yang kerap kali dibuang begitu aja bahkan berserakan. Sekarang sudah bisa dipakai untuk lampu hias atau lampion loh. Lihat aja di Rulika ada dua lampion karya ibu-ibu Mamuja. 

Selain mengurangi volume sampah, lampion gelas bekas ternyata juga bisa terlihat cantik juga.

Buat yang suka berkreasi, bisa mencoba bikin lampion ini juga di rumah. Apalagi saat ada hajatan atau konser, biasanya sampah-sampah air mineral bertebaran ke mana-mana dan bisa jadi bunga di lapangan. Bisa tuh coba dipungutin dan kita jadikan barang yang berguna. 

Terutama buat kita yang tinggal di daerah pesisir pantai. Sebisa mungkin, sampah plastik tidak terbawa arus air ketika hujan dan bermuara di lautan. Karena, kehidupan di laut akan terancam. Kita nggak pernah tahu, sudah berapa volume sampah plastik yang masuk ke lautan. Dari hal kecil ini, kita bisa menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan. Kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi?

Aku yang dulunya gengsi mungutin barang bekas, sekarang dengan pede-nya jadi pemulung setiap kali ada acara. Sampe-sampe, Mamuja dikatain sebagai pemulung.

Aku sih nggak masalah. Asal itu positif dan bermanfaat. Walau jadi pemulung, aku merasa Mamuja menjadi orang yang lebih mulia. Karena saat orang lain buang sampah sembarangan, tanpa sadar merusak alam dan lingkungan. Mamuja masih peduli terhadap lingkungan dengan memungut barang-barang bekas. Walau dipandang rendah oleh orang lain, aku tetap bangga pada mereka yang memiliki jiwa sosial dan kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya.

Saat ini, kreasi Mamuja dari barang bekas ini bisa dinikmati di Rumah Literasi Kreatif Bunga Kertas. Sebagai salah satu ikon dan wujud kepedulian Mamuja terhadap lingkunga. Sebab, tak banyak orang yang mau peduli.

Aku sering menitikan air mata jika melihat tempat ini sekarang. Dalam dua tahun, tempat ini sudah bisa berkembang dengan baik. Bahkan, di luar yang aku bayangkan. Kalau bukan karena dukungan dari masyarakat sekitar, aku tidak akan bisa membuat Rumah Literasi Kreatif menjadi rumah bagi mereka yang memiliki minat, bakat dan kreatifitas.

Dua lampu cantik ini mengingatkan diriku sendiri bahwa :

Tidak perlu menjadi lampu kristal untuk terlihat indah dan bercahaya. Tetaplah sederhana untuk bercahaya dan menerangi siapa pun yang ada di sekitarnya.

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas