Friday, March 13, 2020

Mempercantik Kebaya dengan Mutsin Sederhana


Hai ... hai ...!

Buat kalian yang suka fashion, pasti suka juga dong dengan hal yang manis-manis kayak gini. 
Kebetulan, aku juga suka sama fashion. Hmm ... walau penampilanku belum bisa fashionable karena memang lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah daripada di luar rumah. Alhasil, baju yang paling sering aku pake ya cuma daster doang. Tapi ... aku seneng banget kalo bisa bikinkan baju yang cantik buat orang lain.

Hmm ... emang sih, selain hobi nulis dan gambar, aku juga suka menjahit. Mmh ... dibilang suka banget sih enggak juga. Tapi ... suka aja bisa bikin baju sendiri. Yah ... ujung-ujungnya ya tetep aja suka. Hahaha ...

Di sela-sela kesibukan aku sebagai ibu rumah tangga, aku juga selalu menjalankan hobiku bikin baju. Bikin baju buat siapa? 

Awalnya, aku bikin baju cuma buat si kecil dan buat aku pribadi. Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang berdatangan dan minta tolong dijahitkan bajunya. Yah, namanya orang minta tolong, nggak tega sih nolaknya. Sampai akhirnya ... ini kebaya yang ke-6 yang aku buat.

Nggak ada pelatihan khusus. Aku belajar menjahit secara otodidak. Nggak ada yang ngajarin aku buat jahit. Aku cuma suka gambar fashion. Yah, walau sekarang sketsa fashionku udah aku bakarin semua. 

Awalnya belajar jahit, karena berambisi pengen bikinin baju sendiri buat si kecil. Jadi, belajarnya cuma bikinin baju untuk si kecil aja. Belajar bikin fashion yang mudah-mudah dulu, seperti sarung bantal atau rok untuk Livia.

Seiring berjalannya waktu, banyak yang minta potong dan rombak bajunya. Dari situ aku benar-benar mempelajari dan meneliti alur dan pola jahitan serta teknik menjahit yang baik.

Malam ini, aku masih berkutat memasang manik-manik di atas brukat supaya hasilnya jadi lebih manis lagi. Memang sudah larut malam. Tapi, aku tetap semangat dan merasa bahagia melakukannya. Aku menambahkan beberapa mutiara sintetis di bagian leher supaya terlihat lebih manis dan elegan. Alhasil, kebaya brukat yang awalnya terlihat sangat sederhana akan berubah menjadi lebih elegan ketika dipadukan dengan bahan batik di bagian rok/bawahannya. Kalian juga bisa coba di rumah untuk mempercantik gaun-gaun pesta kamu dengan mutsin yang harganya sangat terjangkau. Tampil cantik nggak harus mahal, kok. Asal hatinya juga tetep cantik... 

Ada satu kekhawatiran ketika aku membuatkan baju untuk orang lain. Aku terlalu takut kalau orang yang memesan tidak menyukai hasil karyaku.

Selama ini, aku belum pernah mendapatkan kripik (Kritik) pedas dari pelanggan. Padahal, kritiknya selalu aku rindukan supaya aku bisa memberikan pelayanan yang lebih baik lagi.

Saya harap, teman-teman juga bisa mampir untuk memberikan kripik dan sarannya, hehehe ...


Sampai jumpa ...!
Cukup sampai di sini aja tulisan dari aku. semoga menginspirasi dan aku jadi rajin berbagi...


Wednesday, March 11, 2020

Ruang Bermain Anak, Pentingkah?

Source : pixabay.com

Beberapa waktu lalu, aku bertemu dengan seorang ibu muda dan banyak berdiskusi tentang anak bungsunya yang memiliki keterlambatan dalam belajar dan merespon sekitarnya. Kebetulan, di taman baca ada banyak mainan edukasi dan anaknya dengan cepat merespon setiap permainan balok huruf. Anakku juga ikut aktif mengajak teman barunya bermain sambil belajar.

Di sela-sela mengawasi anak bermain, kami membicarakan hal-hal ringan terkait perkembangan anak. Ada satu hal yang terkadang membuat kita tidak pernah memikirkannya. Yakni, ruang bermain anak di rumah. Mungkin, setiap rumah memiliki ruangan gudang untuk menyimpan perkakas. Tapi, terkadang kita lupa menyiapkan satu ruang khusus untuk anak-anak bermain.

Awalnya, aku juga tidak pernah terpikir tentang ruang bermain anak ini. Namun, setelah bercerita ringan, akhirnya terpikir juga di kepalaku untuk membuatkan ruang khusus bermain anak. Yah, mungkin sebagian orang menganggap kalau ruang bermain anak tidak terlalu penting karena seiring berjalannya waktu dan bertambah dewasa, anak-anak tidak lagi memerlukan ruang bermain.

Aku tetap merasa kalau ruang bermain anak sangat penting. Di dalam ruang bermain, anak-anak bisa dengan bebas dan leluasa mengeksplore dirinya. Ruang bermain anak harus dibuat dan dirancang sedemikian rupa untuk membuat anak-anak nyaman saat bermain. Orang tua juga harus menyiapkan kegiatan yang disukai anak-anaknya. Misalnya, si anak tertarik dengan otomotif atau boneka. Maka kita harus menyediakan berbagai permainan edukasi yang dapat menarik minat dan bakat si kecil.

Terus, kalo si kecil udah besar. Ruangannya bakal jadi apa? Apa bakal jadi gudang lagi karena si anak udah nggak doyan main?

Yah ... nggak juga seperti itu. Ruang bermain anak, bisa berubah menjadi ruang berkreasi bagi anak ketika ia beranjak remaja.

Misalnya, si anak yang suka menari. Kita bisa setting ruang bermain menjadi ruang untuk berlatih menari. Ketika si anak memiliki ruang kreasi sendiri, ia akan rajin berlatih untuk menggali potensi bakatnya. Juga mengajak teman-teman sebayanya untuk berlatih bersama di dalam rumah. Seru banget kan kalau masa-masa remaja anak kita juga bisa bermanfaat karena kita sudah terbiasa memberikan fasilitas untuk minat dan bakatnya.

Yah, mungkin sebagian orang sudah punya ruang bermain untuk anaknya. Sebagian lagi, masih menganggap kalau ruang bermain untuk anak tidak terlalu penting.

Kalau menurut aku, ruang bermain anak sangat penting karena permainan yang diminati anak mampu merangsang kecerdasan otaknya. Kita juga bisa melihat minat dan bakat anak sejak dini saat melihat ruang bermain, permainan apa yang dominan dimainkan oleh anak kita.

Aku sendiri belum punya ruangan khusus untuk anak-anak bermain. Harapannya, bisa membuatkan ruang khusus untuk anak-anak bermain. Selain si anak bebas bermain di dalam ruangannya, juga untuk menghindari koleksi mainannya tercecer dan berhamburan ke mana-mana.

Menurut para Moms gimana? Apakah ruang bermain anak penting ada di rumah kita?

Silakan komen di bawah buat yang udah punya pengalaman tentang ruang bermain anak ini ya!


Salam Manis,

@rin.muna

Monday, March 9, 2020

Mamuja Bersama Dirjen Kementerian PKP2Trans (Hari Pramudiono)


Kamis, 05 Maret 2020 menjadi hal yang membahagiakan bagi Rumah Literasi Kreatif Bunga Kertas dan Mamuja. Pasalnya, rumah kami dipercaya untuk menjadi tuan rumah dalam acara penyambutan Dirjen Kementerian PKP2Trans.

Kunjungan kali ini bertujuan untuk melakukan Monitoring Program Pengembangan Masyarakat PT. Pertamina Hulu Sanga-Sanga di Area HPL Transmigrasi Samboja.

Pada kesempatan kali ini, Rumah Literasi Kreatif mendapat bantuan berupa 1 unit mesin jahit yang diberikan langsung oleh Bpk. Hari Pramudiono selaku Dirjen Kementerian PKP2Trans kepada Walrina (Pendiri Rumah Literasi Kreatif Bunga Kertas). Harapannya, bantuan ini bisa bermanfaat untuk ibu-ibu dan anak-anak remaja yang sedang belajar menjahit di rumah literasi kreatif.

Mamuja (Mama Muda Samboja) adalah salah satu klub/komunitas bagian dari rumah literasi sebagai penerapan literasi finansial. Dengan adanya komunitas ini, saya berharap bisa menggali potensi dan kreatifitas ibu-ibu di desa Beringin Agung dan sekitarnya. 

Tepat di tahun pertama, Mamuja mendapatkan sebuah keberuntungan untuk bertemu dengan menteri. Ke depannya, kami berharap kalau Mamuja terus konsisten berkarya dan bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang. Membuat banyak orang terinspirasi untuk membentuk sebuah komunitas kreatif yang memiliki tujuan untuk membangun Desa Beringin Agung bersama-sama.

Saya selaku pendiri Rumah Literasi Kreatif merasa sangat senang karena akhirnya bisa mendapat secercah harapan untuk anak-anak dan warga desa yang beraktifitas di desa Beringin Agung. Selama dua tahun berdiri, saya memfasilitasi kebutuhan rumah literasi setiap bulannya dengan dana pribadi. Dengan adanya kerjasama pihak desa dan pertamina, saya berharap bisa meringankan beban yang saya pikul dan mampu membawa rumah literasi kreatif menjadi tempat yang jauh lebih baik lagi.



Demikian tulisan kecil dari saya tentang foto ini. Semoga foto ini bisa menjadi kenangan yang terus memotivasi diri sendiri dan orang-orang yang ada di sekitar.


Salam literasi,

@rin.muna

Thursday, March 5, 2020

Buktikan Saja dengan Prestasi

Pertama kali buka taman baca, tentu ada yang nyinyir. Di zaman modern gini, masih aja nekat bikin taman baca. Nggak menghasilkan apa-apa. Malah keluar uang banyak buat beli buku, alat tulis dll.

Yah, pernah sih mau nyerah di awal2 karena aku ngerasa dapet bantuan buku sulit banget. Sampai akhirnya program kirim buku gratis dihentikan, aku nggak bisa dpet sumbangan buku dari temen2 di luar jawa krna ongkir mahal. Aku pikir, tutup aja gin taman bacaku. Apalagi aku ini pengangguran dan nggak punya penghasilan tetap.

Tapi, setiap kali ada anak yang datang ke taman baca mau pinjem buku. Aku selalu nggak tega kalau harus nutup taman baca. Mereka yang selalu bikin aku bangkit dan bangkit lagi.

Sampai akhirnya ... Hari ini taman baca bisa menjadi tempat bertemu dan berkumpulnya orang-orang hebat. I feel blue ...

Yang dulu dipandang sebelah mata, sekarang sudah bisa bikin gebrakan baru di lingkungan sekitarku. Aku bisa kayak gini juga bukan karena diriku, tapi karena orang2 yang ada di sekelilingku.

Sejak mendirikan taman baca 2018 lalu. Aku sendiri nggak nyangka kalau bakal dapet beban baru setiap tahunnya.
Jadi Juara Favorite Duta Baca Kaltim 2018.
Jadi Juara Pemuda Pelopor Tingkat Kabupaten 2019

Tahun ini, aku juga sedang ikut berkompetisi lagi. Semoga bisa menang lagi dan membawa nama baik Desa Beringin Agung. 

Tahun ini, tugasku juga makin berat. Kenapa?
Karena aku harus bisa menjadikan Rumah Literasi Kreatif sebagai tempat yang nyama untuk siapa saja dan berkegiatan apa saja seperti di rumah sendiri.

Aku selalu ingat kata mutiara bijak. 
"Tak perlu membalas cacian dengan caci maki pula, balaslah dengan prestasi. Itu sudah cukup membuktikan kalau kamu lebih baik dari orang yang mencacimu."

Wednesday, February 26, 2020

Rindu Lukisan Batu Dinding



Meski tidak pernah berkunjung secara langsung. Aku tahu kalau Batu Dinding yang terletak di Km.45 Samboja ini sangat indah.
Oleh karenanya aku berusaha mengabadikannya ke dalam lukisan.
Walau lukisanku belum sebagus lukisan seniman-seniman lain.

Apa adanya yang bisa aku buat untuk kenang-kenangan.

Sayangnya, lukisan ini sudah berganti pemilik dan aku hanya bisa mengabadikannya dalam bentuk foto sebagai kenang-kenangan.





Masjid Hidayatul Amin - 35 Tahun Berdiri, Baru Pertama Kali Dikunjungi Bupati Kutai Kartanegara



Minggu, 23 Februari 2020. Menjadi hari bersejarah bagi warga Desa Beringin Agung, khususnya bagi jamaah Masjid Hidayatul Amin. Pasalnya, Masjid yang sudah berdiri sejak awal transmigrasi (1985) belum pernah dikunjungi oleh Kepala Daerah secara langsung.

Menurut penuturan warga, ini pertama kalinya Masjid Hidayatul Amin dikunjungi oleh Bupati Kutai Kartanegara ( Edy Damansyah ). Beliau memimpin langsung Safari Subuh. Masjid Hidayatul Amin menjadi masjid ke-130 yang dikunjungi oleh Bupati Edy Damansyah beserta rombongan dalam satu tahun terakhir.


Acara Safari Subuh ini dimulai dengan sholat subuh berjamaah. Kemudian, diisi dengan sambutan dari Kepala Desa Beringin Agung (Kusnadi) dan Bupati Kukar (Edy Damansyah). Kami juga mendengarkan kuliah subuh yang disampaikan oleh Ustadz Harun Ar-Rasyid.
Bapak Edy Damansyah juga memberikan bantuan kepada takmir masjid berupa Al-Qur'an, Mukenah dll.

Setelah selesai sholat berjamaab dan mendengarkan siraman rohani sejenak, acara ditutup dengan ramah tamah. Para jamaah sudah menyiapkan kopi dan kudapan untuk dinikmati bersama.



Friday, February 21, 2020

Bukan Ditolong, Malah Diketawain

Tepat jam 08:30 WITA, akhirnya si kecil terlelap setelah seharian bermain dan tidak punya waktu untuk tidur siang.
Aku merasa sangat senang saat Livia mau bermain dengan teman-teman sebayanya. Hanya saja, aku sedikit cerewet saat pakaiannya mulai kotor. Aku paling tidak suka dia bermain kotor. Bukan karena pakaian yang kotor sulit untuk dibersihkan, tapi karena dia selalu menangis karena tubuhnya gatal-gatal usai bermain kotor. Terlebih, saat ada acara, mamanya sibuk rewang dan anaknya tidak terlalu terperhatikan. Tapi, aku selalu berusaha mengawasi Livia agar tidak bermain pasir atau tanah berlebihan. Selain tubuhnya yang gatal-gatal usai bermain. Aku juga merasa menjadi ibu yang tidak becus jika membiarkan anakku tak terurus. Sekali pun sibuk, aku sesekali mengecek kondisi anakku.

Terkadang, dia yang datang menghampiriku ketika menginginkan sesuatu. Misalnya, minta makan, minum atau ingin ke toilet.

Seharian, ia bermain dengan teman-temannya. Sementara, mamanya sibuk di dapur membantu tuan rumah yang sedang melaksanakan hajatan. Otomatis, aku tidak bisa mengawasi Livia secara instens. Asal dia tidak menangis, artinya ia masih baik-baik saja.

Siapa sangka, kalau ternyata ada cerita yang begitu menyentuh di balik permainan anak-anak itu. Aku bahkan tidak tahu jika Livia tidak bercerita saat ia minta diantar buang air kecil ke toilet.

Usai buang air kecil, Livia langsung berkata,"Ma, tadi aku jatuh di depan."
"Oh ya? Sakit nggak? Ada yang lecet atau nggak?" tanyaku pada Livia.
"Nggak lecet. Tapi tulangku sakit," jawab Livia sambil memegangi pinggangnya.
"Tapi nggak nangis kan?" tanyaku lagi.
Livia menggelengkan kepala. "Nggak. Tapi aku malah diketawain sama temen-temen," jawabnya kesal sambil berlinang air mata.
"Masa sih? Nggak ada yang nolongin?"
"Nggak ada," jawab Livia sambil menggeleng sedih.
"Duh, kasihannya anak Mama," ucapku sambil mengusap ujung kepala Livia.
Livia terlihat murung karena saat jatuh, ia justru ditertawakan oleh teman-temannya. Kemudian, aku teringat pada materi di sekolahnya tentang penerapan sikap saling tolong menolong, tentang perbuatan baik dan tidak baik. Aku langsung bertanya pada Livia.
"Di sekolah. Diajarin apa kalau ada teman jatuh? Diketawain atau ditolongin?"
"Ditolongin," jawab Livia lirih.
"Kalau gitu, teman-teman Livia anak yang baik atau nggak?"
"Nggak," jawab Livia sambil menggeleng.
"Anak yang nggak baik nggak boleh diikutin ya!" pintaku.
Livia menganggukkan kepala.
"Nanti, kalau ada teman yang jatuh, Livia harus tolongin ya! Nggak boleh diketawain. Kan katanya Livia mau jadi anak baik, kan?"
Livia menganggukkan kepala.
"Kasih tahu juga sama teman-teman yang lain. Kalau ada teman jatuh, harus diapain?" tanyaku untuk memastikan Livia mendengarkan nasehatku.
"Ditolongin."
"Iya, bener. Nggak boleh diketawain ya! Karena anak baik harus selalu menolong," pintaku sambil tersenyum.
Livia menganggukkan kepala.
"Gitu dong! Baru anaknya Mama yang baik. Cium dulu!" pintaku sambil menyodorkan pipiku ke arah Livia.
Livia langsung mencium pipiku dan kami keluar dari toilet bersama-sama.

Ada satu hal yang aku pelajari dari obrolan kecil ini. Mendidik anak menjadi baik memang tidak mudah. Tapi, sebagai orang tua kita harus berusaha menjadikan anak kita selalu berbuat kebaikan. Sekalipun lingkungan sekitar tidak mengajarkan hal yang baik. Terlebih, yang membuatnya peka terhadap keadaan sekitar adalah praktik langsung di kehidupan sehari-hari. Di sekolah, Livia diajarkan menjadi anak yang baik, bertanggung jawab, saling tolong-menolong dan berbagi.

Oleh karenanya, sebagai orang tua, aku harus selalu mengingatkan dan menerapkan pelajaran moral yang diberikan di sekolahan. Tidak hanya di-aplikasikan ketika berada di sekolah. Tapi juga bisa diterapkan di dalam kehidupan sehari-sehari agar anak terbiasa dengan kepribadian yang baik.

Aku juga tidak mengerti, sejak kapan budaya "Tertawa di saat teman jatuh" menjadi salah satu kebiasaan orang-orang di Indonesia. Tapi, sejak aku kecil pun sudah merasakan hal seperti itu. Akhirnya, muncul sikap saling bully karena kebiasaan dari kecil. Terlebih, saat masih kecil, ada anak yang sering melakukan kesalahan dan terlihat ceroboh. Karena setiap anak memiliki karakter yang berbeda-beda, punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Aku hanya berharap, Livia bisa melihat setiap hal dari sudut pandang yang berbeda. Tentunya adalah sudut pandang yang positif. Karena kebiasaan akan menjadi budaya yang secara tidak sadar dapat menumbuhkan moral negatif pada diri anak kita sendiri. Andai aku tidak memberikan pengertian yang baik pada Livia. Mungkin, ia terus berpikir kalau ada teman terjatuh, ia akan tertawa. Karena itu menjadi salah satu kebiasaan di lingkungan teman sepermainan dan tidak lagi dianggap sebagai hal yang buruk alias masih wajar-wajar saja. Tapi bagiku, pola pikir Livia sejak ia masih kecil, akan berpengaruh pada saat ia sudah dewasa nanti. Saat ini, yang paling penting adalah bisa membedakan perbuatan baik dan buruk. Membuatnya selalu ingin menjadi anak yang baik, bukan memilih menjadi anak yang nakal karena terlihat jauh lebih hebat. Sebab, masih ada jalan mulia yang bisa ia tempuh untuk menjadi anak yang hebat. Tidak harus menang berkelahi, tidak harus terlihat paling kuat. Yang terpenting, dia bisa bersikap baik dan terus berprestasi. Sebab, tidak semua orang bisa menanamkan rasa empati ke dalam hati anak-anaknya sejak dini.

Oke, cukup di sini aja tulisan dari aku. Semoga bisa menjadi sebuah pelajaran kecil untuk kita sebagai orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Karena waktu sudah malam dan sudah ngantuk, aku akhiri sampai di sini sebelum ceritanya makin ngelantur. Hahaha ...

Jangan lupa follow dan sibscribe blog aku ya!
Semoga bisa menginspirasi dan memberikan pelajaran berharga untuk kita semua ... aamiin ...

Tuesday, February 18, 2020

Peduli Terhadap Lingkungan, Mamuja Manfaatkan Sampah Gelas Air Mineral


Mamuja bukan hanya sebuah komunitas kreatif yang menghasilkan karya dan uang. Tapi, sebagai bagian dari penerapan Literasi Finansial di taman baca. Mamuja memiliki peranan penting terhadap lingkungan sekitar. Salah satunya ialah menunjukkan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungannya.

Dalam beberapa kegiatan di taman baca dan kegiatan desa. Mamuja menjadi salah satu komunitas yang berperan aktif dalam pengembangan sumber daya manusia. Selain melatih kreatifitas di dalam komunitas, Mamuja juga memiliki kepedulian sosial terhadap lingkungan sekitar, baik di bidang pendidikan maupun di bidang lingkungan hidup.



Kami percaya, bahwa komunitas kecil seperti kami tidak menutup kemungkinan bisa melakukan hal-hal besar. Selain berada di daerah pelosok, komunitas ini juga memiliki banyak keterbatasan. Namun, keterbatasan dan kekurangan itu tidak menyurutkan semangat ibu-ibu untuk konsisten berkarya. Terbukti, sudah setahun komunitas Mamuja terbentuk dan telah menghasilkan banyak karya.

Minggu lalu, kami juga membuat sebuah karya daur ulang dari kantong plastik bekas untuk dijadikan bunga. Dari satu buah kantong plastik ukuran besar, bisa menjadi lima tangkai bunga. Pot yang kami gunakan juga menggunakan daur ulang kertas bekas.

Minggu ini, ibu-ibu kreatif berkumpul untuk membuat sebuah karya daur ulang dari barang bekas sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan sekitar.  Pertemuan minggu ini, kami membuat lampion dari sampah gelas mineral. Untuk bisa menjadikan satu buah lampion, kami membutuhkan sekitar 166 buah gelas plastik bekas. Itu setara dengan 4 dus air mineral yang berisi 40 gelas. Artinya, dari satu karya lampion, Mamuja sudah membantu mengurangi volume sampah sebanyak 4 dus. Tentunya, hal ini dapat membantu mengurangi volume sampah yang ada di masyarakat.

Pemanfaatan barang bekas ini, merupakan salah satu kegiatan sosial sekaligus membantu mengkampanyekan cinta lingkungan. Mamuja berharap, kegiatan ini bisa menginspirasi setiap ibu rumah tangga dan keluarga untuk memanfaatkan sampah di sekitarnya menjadi barang yang memiliki nilai guna. Sehingga, masyarakat bisa lebih ramah lingkungan mengingat sampah plastik merupakan sampah yang sulit terurai.

Mencintai lingkungan, bisa dimulai dari hal kecil dan dari diri kita sendiri ...



Salam literasi,




Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas