Tuesday, August 15, 2023

Cerpen Kompetisi : Meski Tidak Seperti Cut Nyak Dhien Karya Kim Sumi Ryn

 



        

Meski Tidak Seperti Cut Nyak Dhien

Penulis: Kim Sumi Ryn

 


Aku tersiksa melihat semuanya berubah.

Mengapa kau tak mau tahu?

Bagaimana hati ini tanpamu.

Cintamu ....

Oh, di mana aku bisa temui dirimu?

Yang dulu cinta dan anggap aku ada.

 

Jika kau minta aku menjauh,

hilang dari seluruh memori indahmu.

Kan kulakukan semua,

walau tak mungkin sanggup bohongi hatiku.

 

Suara alunan musik dan indahnya suara Mahalini mendadak berhenti. Aku yang sedang sesegukan menangis, langsung menoleh ke samping. Menjijikkan sekali sepertinya wajahku sekarang.

 

Terbukti ibu tiriku langsung melempar wajah ini dengan bantal. "Dasar Cengeng!" umpatnya dengan wajah masam. Selalu begitu, kadang aku kesal melihat wajah Nenek Sihir itu. Kalau bukan karena ayah aku tidak sudi tinggal di rumah yang sudah bak neraka ini. "Cuma disuruh nyuci piring aja sampai nangis-nangis kayak gitu? Udah enggak betah kamu di sini? Pergi aja sana, tinggal sama ibu kamu yang Pelakor itu!"

 

 Perempuan itu betul-betul selalu membuat kepalaku ingin meledak. Pelakor dia bilang? Padahal dia sendirilah yang merebut ayah dari ibu. Aku pun berdiri dengan dada sesak, menahan sakit yang belum berkesudahan sejak hari dua minggu lalu. "Aku bakal pergi! Aku enggak sudi tinggal sama perempuan enggak tahu malu kayak kamu! Aku bakal pergi kalau ayah udah menceraikan kamu. Puas?!" Aku menunjuk perempuan berdaster merah tersebut.

 

 Ibu tiriku semakin meradang, dia mendorong tubuh ini. "Pergi-pergi! Sana kamu pergi sekolah! Dasar Pemalas! Disuruh ini itu enggak mau, bisanya molor doang." Akan begitulah dia, kalau aku mengatakan perihal perceraian ayah dan dirinya.

 

 "Sudah pergi sana!" Dia kembali mendorong tubuhku. Untung saja aku sudah memakai tas, jadi bisa langsung pergi dari hadapan perempuan itu. Dia lemah kalau menyangkut hubungannya dengan ayah. Tentu saja, dia tidak mungkin mau kehilangan ayah karena sedang mengandung.

 

 Aku bisa saja memaksa ayah menceraikan ibu tiriku atau bahkan melaporkan perempuan itu sebagai Pelakor, sekarang kan ada hukumnya. Namun, tentu sebagai manusia aku mempunyai hati. Aku tidak tega dengan janin yang ada di rahim ibu tiriku, meski karena kehadirannya memporak-porandakan keluargaku.

 

 Ah, sial! Aku sangat membenci hidupku sendiri, kalau mengingat apa yang terjadi pada keluargaku sekarang. Ayah menikahi pacarnya, karena pacarnya mengandung benih ayah. Kemudian, ayah juga meninggalkan ibu. Ibu sekarang berada di rumah sakit karena depresi oleh sikap ayah. Ayah masih bertanggung jawab dan membiayai pengobatan ibu, tapi kalau aku mengingat keadaan sekarang malah semakin mengiris hatiku.

 

 Dua minggu lalu tepatnya, perasaanku kembali dihancurkan oleh seseorang yang sangat aku percaya. Dia adalah kekasihku, lelaki yang aku anggap sempurna. Memiliki usia di atasku, tampak dewasa, lembut, dan selalu memanjakanku. Sikap yang tidak pernah aku dapatkan di rumah aku mendapatnya dari dia. Si Brengsek Johan! Iya, laki-laki itu sekarang telah merubah pandanganku tentang laki-laki baik dan lembut. Dia yang baik, lembut dan perhatian tidak selamanya memang betul-betul laki-laki yang setia.

 

 Johan pergi ke luar kota untuk bekerja, katanya. Aku begitu percaya pada dia, karena sering melakukan video call, tapi beberapa hari lalu seorang perempuan menghubungiku dan mengatakan untuk menjauhi Johan. Kalian tahu siapa perempuan itu? Dia adalah istri Johan. Dasar laki-laki Jahat! Aku yang tidak mau dicap sebagai Pelakor tentu saja langsung memutuskan hubungan dengannya, meski laki-laki itu menolak. Aku tidak peduli, dia sudah menghancurkan perasaanki.

 

  Sakit sekali hatiku, selama di sini dia selalu berjanji akan menikahiku, tidak peduli sekarang aku yang masih SMP, katanya dia rela menunggu asal menikah denganku. Namun, semua itu hanya dusta saja, perempuan itu mengatakan sudah menikah dengan Johan selama satu bulan. Hah? Berarti aku sudah dibohongi Johan selama tiga puluh hari terakhir. Bodoh, Rena! Aku benar-benar bodoh, bisa-bisanya aku tidak mengikuti saran Aira untuk putus dengan Johan. Sekarang, aku merasakan sakit hati, karena benar ternyata pacaran memang tidak ada manfaatnya, hanya menuai luka batin.

 

 "Bodoh!" umpatku lirih sambil menendang botol minuman di jalanan. "Kenapa aku begitu percaya sama si Brengsek itu? Sekarang, dia bahkan enggak peduli sama aku yang udah terlanjur sayang sama dia?" Aku kembali menangis. Sesak di dada rasanya tak sanggup lagi aku tahan. Hubungan kami sudah ada satu tahun. Laki-laki itu selalu baik bahkan tidak pernah menyentuh sembarangan padaku. Dia selalu ada untukku, membantu urusan pelajaran bahkan mengantar jemput sekolah. Namun, sekarang di mana dia?

 

 Rasanya aku ingin menjerit sekencang-kencangnya. Masalah di rumah tidak pernah selesai, tugas sekolah, lalu sekarang pengkhianatan Johan. Sungguh dunia ini terasa menyakitkan untuk anak remaja sepertiku. Aku hanya ingin bahagia, apa sesulit itu?

 

 Ibu, aku ingin sekali kembali ke masa lalu, di saat ibu masih sehat, ayah masih setia, keluarga kami masih utuh, tidak ada si Nenek Sihir. Perih ini menyesakkan, setiap rasa sakit seolah menghimpit dada, menyulitkan aku untuk bernapas.

 

  Merasa kaki ini lemas, aku pun terduduk, jongkok di pinggir jalan. Aku tidak peduli dan menenggelamkan wajah di antara lutut. Kupuaskan menangis detik ini juga. Aku lelah.

 

 "Rena!" Suara seorang perempuan membuatku mendongkak. Mataku masih mengeluarkan bulir-bulir kepedihan. Aku menatap Aira, lalu berdiri lekas memeluk sahabatku itu.

 

 "Aira!" Tangisku pecah dalam pelukan Aira. "Kamu bener, cowok yang kayak Johan itu bakal jadi pengkhianat. Aku selalu berprasangka baik sama dia, aku pikir dia enggak mungkin mengkhianati aku, dia baik. Tapi, kamu benar, Ra, laki-laki yang obral janji bisa jadi pengkhianat dan pembohong. Aku salah, Ra. Aku sadar sekarang, Johan udah jahatin aku."

 

 "Maksud kamu apa, Re. Aku bingung, kamu kenapa? Johan mengkhianati gimana?" Aira melerai pelukan. Jemari dinginnya terasa mengusap pipiku.

 

 "Si Johan nikah, Ra. Dia ternyata pergi ke luar kota buat nikah, ninggalin aku. Kamu bener, dia cuma basa-basi aja enggak sanggup LDR, nyatanya dia mau menikah sama perempuan lain." Aku panjang lebar menceritakan sambil sesegukan menangis.

 

 "Ya Allah, Ra." Perempuan yang dua tahun lebih tua dariku itu kembali mengusap lembut air mata yang tak mau berhenti ini. "Sabar, sabar, kamu masih diselamatkan Allah dari orang yang salah."

 

 "Maksud kamu apa? Aku sakit hati." Sungguh memang agak aneh temanku satu ini. Kata-katanya memang baik, tapi sabar untuk saat ini rasanya tidak semudah itu. "Ini sakit banget, Ra. Aku bener-bener ngerasa enggak mau hidup, mau mati aja. Hidup aku bener-bener sulit." Kembali aku menangis mengingat begitu banyaknya penderitaan yang aku rasa. Nanti saja kalau pulang, Nenek Sihir itu pasti mengomel lagi, karena ayah sedang kerja dinas. Aku benci perempuan itu! Aku ingin ibu, ingin ibu sembuh.

 

 "Bukan begitu, Ra. Aku mengerti perasaan kamu. Tapi, jangan kamu jadikan alasan ujian hidup untuk menyerah dan bunuh diri. Kok kamu yakin banget masalah kamu akan selesai dengan bunuh diri?" Perempuan di depanku itu berbicara dengan nada lembut, tapi agak sedikit menusuk.

 

 "Hidup aku susah sejak ayah menikah dengan si Nenek Sihir, ibu juga belum sembuh, malah makin parah sering melamun. Belum lagi si Nenek Sihir yang suka nyuruh-nyuruh aku, ditambah si Johan ninggalin aku demi perempuan lain. Gimana aku enggak mau nyerah, Ra? Hidup aku udah enggak ada sandaran, aku udah enggak tahu harus berlindung sama siapa?" ceritaku masih dengan dada berdebar-debar. Sakit ini betul-betul menyakiti setiap sendi di tubuhku. Perut yang perih akibat belum sarapan juga terasa semakin melilit.

 

 "Aduh-duh." Tanganku repleks menekan perut karena sudah begitu perih.

 

 "Kenapa, Re? Kamu pasti telat makan lagi, ya?" Aku melihat Aira tampak cemas. "Ayo-ayo kita sarapan dulu."

 

 ***

 

 Aku dan Aira makan di kantin sekolah. Masih belum ramai sekolah di jam tujuh pagi. Hari ini adalah 17 Agustus. Rencananya memang tidak akan ada pelajaran, tapi akan ada upacara bendera pukul delapan, setelahnya lomba-lomba.

 

 Aku menghela napas melihat bendera-bendera kecil yang diterpa angin. "Makasih, ya, Ra. Aku lupa minta uang jajan tadi. Habis kesal sama si Nenek Sihir. Dia emang bakal ngasih uang, tapi aku males denger omelannya."

 

 "Iya, sama-sama, Re. Jadi, gimana? Kamu sama Johan sekarang udah enggak kontekan?"

 

 Sedikit denyutan menyakitkan terasa di hati ini, tapi aku berusaha tegar, mengingat obrolan Aira di perjalanan tadi membuatku sadar bahwa aku memang termasuk beruntung.

 

 "Enggak. Enggak mau aku kenal dia lagi. Cukup! Dia udah nyakitin aku, meskipun sakit, tapi aku enggak mau jadi Pelakor." Aku menyeka air yang sudah menggenang di sudut mata.

 

 "Alhamdulillah kalau gitu. Sekarang, kamu lebih baik fokus belajar aja. Kita adalah pejuang untuk negara kita. Masa di hari kemerdekaan ini hati kamu masih mau dijajah cinta yang enggak jelas. Iya, emang luka kamu masih basah tapi enggak seharusnya kamu terus berlarut-larut membiarkan luka itu," jelas Aira yang membuat aku menoleh padanya.

 

 "Iya, Ra, makasih, ya? Btw, kata kamu, kamu mau bacain satu sejarah tentang pahlawan kita biar aku ada motivasi hidup. Memang siapa tokoh itu?" Aku ingat tentang ucapan Aira tadi, membuatku penasaran.

 

 "Oh, itu. Sebentar." Aira tampak mengambil buku dari tas, lalu dia membukanya. "Aku bacain, ya?"

 

 Aku hanya mengangguk dan bersiap menyimak apa yang akan Aira baca.

 

 "Jadi, ceritanya aku mau pidato soal perempuan yang dijajah rasa cinta supaya jangan galau karena masalah cinta." Aira terkekeh sebentar, mungkin menurutnya ini lucu, ya? Padahal ini sangat menyakitkan bagiku. Kata-kata Aira seolah menyindir.

 

 "Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dhien, menangis karena kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu memeluknya dan berkata:

 

Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah syahid.

 

 Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan ia terkena penyakit encok dan juga jumlah pasukannya terus berkurang, serta sulit memperoleh makanan. Hal ini membuat iba para pasukan-pasukannya.

 

Anak buah Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba. Akibatnya, Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Mereka terkejut dan bertempur mati-matian. Dhien berusaha mengambil rencong dan mencoba untuk melawan musuh. Namun, aksi Dhien berhasil dihentikan oleh Belanda. Cut Nyak Dhien ditangkap, sementara Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya."

 

 Aku mendengar dengan seksama cerita Aira. Perempuan itu lalu tersenyum, masih melanjutkan bacaannya.

 

 "Jadi, sebagai perempuan yang hebat kita pun harus bisa melupakan duka untuk memerdekakan diri dari jajahan perasaan yang menyakitkan. Umumnya, perempuan di zaman sekarang memang diresahkan karena perasaan cinta.

 Maka, dirinya bukan berperang dengan orang lain, melainkan perasaannya sendiri. Terkadang perempuan juga tidak sadar, jika perasaannya yang berlebihannya itu hanya nafsu dan bisa melukai diri sendiri.

 Kita memang bukan Cut Nyak Dhien, perempuan hebat yang berperang melawan Belanda. Namun, setidaknya kita bisa meneladani semangat juang beliau dalam memerdekankan diri dari penjajahan.

 Jika dulu yang menjajah beliau adalah Belanda dan beliau berusaha merdeka dari penjajah tersebut. Maka kini, sebetulnya kita sebagai perempuan juga harus semangat memerdekakan diri dari segala perasaan menyakitkan yang menjajah kita, salah satunya perasaan cinta pada orang yang salah.

 Kenapa kita harus repot-repot memikirkan orang yang tidak mencintai kita? Bukankah itu hanya menjajah hati kita untuk semakin menderita?"

 

 Aira beralih menatapku. "Itu isi pidato yang aku buat nanti, Re. Kamu harus semangat, ya? Kita bukan dijajah sama orang lain, malah terkadang kita dijajah sama perasaan negatif. Termasuk kamu sekarang ini."

 

 Aku merasakan tangan Aira menepuk-nepuk bahuku. Sedikitnya aku merasa terharu. "Makasih, ya, Ra." Aku kembali memeluk Aira.

 

 Betul juga apa kata Aira, aku tidak harus mengangkat senjata. Ketika dulu orang-orang dijajah negara lain dan harus berjuang memerdekankan diri, sekarang aku hanya diharuskan belajar untuk mengharumkan nama bangsa, untuk bersyukur karena ada sekolah yang membantuku mencari ilmu, juga ayahku masih membiayai sekolah.

 

 Negara kita aman sekarang, mungkin kitanya saja yang tidak bersyukur. Iya, aku lebih tepatnya. Aku merasa paling menderita padahal dulu Cut Nyak Dhien sampai harus kehilangan suami tercinta karena perang.

 

 "Aku enggak bersyukur, ya, Ra. Derita aku enggak seberapa dibanding orang-orang di zaman penjajahan dulu," ucapku lagi sambil melerai pelukan.

 

 "Mulai sekarang, kita harus bersyukur. Lagi pula kamu pintar, Re. Kita masih muda dan banyak kesempatan untuk sukses di masa depan. Ayo kita semangat seperti pahlawan di masa penjajahan dulu. Kita harus merdeka, jadi perempuan independen yang hebat. Semua belum terlambat, kamu hanya baik pada orang yang salah. Lupakan Johan dan mulai untuk memperbaiki diri, semangat belajar!" Aira menggebu-gebu mengatakan itu seolah tengah menyalurkan semangat untukku.

 

 "Iya, Ra. Aku akan semangat." Aku melukis senyum. Senang rasanya memiliki teman seperti Aira. Dia baik, sholehah dan selalu mengingatkan aku dalam hal kebaikan. Ah, rasanya aku juga lupa untuk bersyukur karena memiliki sahabat sebaik dia.

 

 "Terima kasih, Aira. Aku bersyukur punya teman sebaik kamu," ucapku terharu.

 

 "Iya, kembali kasih, Rena." Dia menjawab sambil memperagakan finger heart, membuat kami tertawa setelahnya.

 

 

Profil Penulis


 Kim Sumi Ryn (No. ID: PK23-1646891784), 

Penulis yang satu ini, katanya suka mager nulis, bahkan sampai bingung pas bikin cerita ini. Kebetulan doi sedang galau, tema kemerdekaan dia jadikan jalan untuk memerdekakan hati kamu perempuan. (Ea! Semoga begitu, ya). Dia sudah menulis di beberapa platform online dengan nama pena Sumiryni dan Kim Sumi Ryn. Untuk tahu novel-novelnya boleh add Facebook: Kim Sumi Ryn or Instagram @sumi_ryn9. Thank you so much. 

Much love for Kak Rin Muna and Pena Kreatif community. ( ◜‿◝ )

 

Wednesday, August 9, 2023

[Self Experience] Pengalaman Rapat Koordinasi Bersama Diskominfo




Rabu, 09 Agustus 2023


Hello, Peers ...!

Hari ini aku dapet kesempatan buat ikut Rakor Diskominfo yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara di Grand Jatra Hotel Balikpapan dengan tema "Mewujudkan Kutai Kartanegara Sebagai Mitra Idaman IKN Melalui Sinergisitas Program SPBE, Smart City dan Satu Data Indonesia".

Seneng banget bisa dapet pengalaman dan ilmu baru di tempat ini. Bisa ketemu sama temen-temen Forum KIM Kukar yang humble dan friendly banget. Aku yang nggak pernah ketemu sama sekali sama mereka. Langsung bisa deket, bercandaan dan diskusi banyak hal. Semuanya ngerangkul aku dengan baik. 
Sempat insecure waktu belum sampe ke venue. Soalnya aku masih awam banget dan butuh belajar banyak. Ngerasa nggak pede kalo mau ketemu sama orang-orang yang profiling-nya udah keren banget saat lihat di sosmed mereka. Sementara, aku belum punya karya apa-apa dan masih krisis kepercayaan diri buat liputan berita.
But, semua ketakutan aku itu langsung hancur seketika saat ketemu mereka dan mereka nyapa aku dengan ramah.
Ada Mbak Ema Handayani yang menjabat sebagai staf Fungsional Pelaksana Seksi Sumber Daya Komunikasi Publik (SDKP) Diskominfo Kukar yang always ngajak diskusi dan  koordinasi secara intens tentang KIM yang ada di Kutai Kartanegara.
Ada Mbak Suhartini (Kim Muara Badak) yang vlog-vlog-nya sering aku intipin diam-diam. Ada Daeng Lompo (Ketua Forum KIM Kukar) yang konten wisatanya udah keren banget karena beliau adalah pemilik Pantai Panrita Lopi yang udah terkenal banget. Ada Bang Wahyudin Nur dan Bayu Setiawan dari KIM Muara Pelangi  yang kontennya seru, menghibur dan seger banget.  Ada Mas Budiyono dan Pak Zakaria Ahmad (KIM WKG) Desa Bangun Rejo, Tenggarong Seberang yang selalu ngasih nasihat-nasihat spiritual.
Masih banyak lagi orang-orang keren yang nggak bisa aku sebutkan satu persatu. Terutama narasumber yang keren-keren banget. (Silakan buka akun Forum KIM Kukar untuk melihat berita lengkapnya)


Nggak nyangka banget, aku yang orang biasa ini bisa ada di antara orang-orang hebat yang ada di sini. Semoga, ilmu dan kesuksesan mereka bisa menular ke aku dan bermanfaat untuk banyak orang.


Mungkin, ini aja cerita singkat dari aku.
Capek ah kalo mau nulis banyak-banyak.
Kalian juga bakal bosen baca tulisan yang panjangnya ngalah-ngalahin jalan tol Samarinda-Balikpapan. Iya, kan?
So, aku akhiri tulisanku sampai di sini dulu.
See you di tulisan-tulisan aku selanjutnya!
Semoga bisa jadi teman bercerita dan menginspirasi.



Much Love,


Rin Muna



Sunday, August 6, 2023

Kapan Lagi? Bunda Baking Class Datang Langsung ke Samboja


Hello, peers ...!
Apa kabar weekend kalian?
Ngapain aja, nih selama weekend?
Jalan-jalan ke pantai, ke mall atau ke tempat-tempat wisata yang lagi viral?

Hmm...
Kayak aku, dong!
Weekend aku kali ini, aku isi dengan cara mengikuti pelatihan pembuatan kue ulang tahun, langsung dari Bunda Baking Class Tenggarong.

Wow ...!
Keren banget, kan?
Kapan lagi bisa belajar langsung dari ahlinya, tanpa harus jauh-jauh pergi ke Tenggarong?
Secara, jarak Samboja-Tenggarong itu jauh banget. Rasanya pengen bikin rel kereta api express tujuan Samboja-Tenggarong supaya aku bisa bolak-balik ke Tenggarong-Samboja tanpa harus mikir tujuh keliling karena akses jalan yang lumayan jauh. Apalagi buat emak-emak kayak aku yang lebih doyan ngeram dalam rumah daripada keluyuran.


Rasanya seneng banget bisa ada di sini. Menjadi bagian dari perempuan-perempuan yang insya Allah akan membawa perubahan untuk daerahnya.
Ini pengalaman yang berkesan banget buat aku karena baru pertama kalinya aku ada di dalam organisasi di mana orang-orangnya nggak ada yang aku kenal, tapi mau nerima aku dengan baik.
Selain kenal sama ibu-ibu keren yang ada di Kuala Samboja, aku juga berkesempatan berada satu frame dengan Hj. Rena Kurdiana, SE selaku Ketua Umum Ranting Samboja dan Hj. Fetty Puja Amelia yang merupakan Ketua IWAPI Kutai Kartanegara sekaligus istri dari Bapak H. Rendi Solihin (Wakil Bupati Kutai Kartanegara).
Alhamdulillah dan nggak nyangka banget kalau Allah SWT telah memasukkan aku ke dalam circle orang-orang baik dan banyak memberikan inspirasi.
Lebih seneng lagi, bisa ketemu sama Bunda Lala, owner dari Bunda Baking Class Tenggarong yang humble dan ramah banget. Bahkan saat udah di jalan pulang, beliau masih teriakin aku untuk hati-hati di jalan karena aku bawa motor sendiri sambil bawa barang-barang hadiah dari acara cooking class hari itu. Pengen banget bisa belajar bikin kue yang lebih banyak lagi. Karena 1 hari waktunya nggak terasa banget. Cuma bisa belajar bikin cake ulang tahun dan roti gembong doang. Andai tempatnya deket, mungkin aku bakal sering main ke workshop Bunda Lala. Nggak papa deh jadi karyawan Bunda Lala, yang penting dapet ilmu masaknya. Hahaha.

Terima kasih untuk semuanya ...!
Terima kasih untuk IWAPI Samboja (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia) yang sudah mempertemukan saya dengan Bunda Baking Class.
Terima kasih untuk DP3A (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) yang telah memfasilitasi IWAPI hingga bisa menyelenggarakan acara yang sangat bermanfaat seperti ini.
 

Semoga kita bisa bertemu dan berkumpul lagi dalam keadaan baik dan berprestasi. Aamiin.



Sampai di sini dulu sharing experience dari aku. Semoga bisa jadi bahan referensi dan jadi teman bercerita yang menginspirasi.



Much Love,


Vella Nine

Saturday, August 5, 2023

Cerpen Kompetisi : Dua Sahabat Dunia Akhirat Karya Jagat Alit

 Cerpen Kompetisi 001

Judul : Dua Sahabat Dunia Akhirat

Oleh : Jagat Alit




Indonesia tanah airku

Tanah tumpah darahku

Di sanalah aku berdiri

Jadi pandu ibuku

Indonesia…

Suara lagu Indonesia Raya terdengar dari Radio Transistor 3 band milik Gendon. Radio lama, yang menemani kesendirian dan kesepiannya selama ini.

Sudah, puluhan tahun berlalu dan setiap lagu kebangsaan itu muncul dan  berkumandang hatinya selalu tergetar.

Tujuh Belas Agustus adalah Hari Kemerdekaan Indonesia, yang dibelanya dengan darah dan air mata. Bahkan, dibela dengan nyawa oleh Genjik sahabat sejatinya.

*

Gendon, hanya tersenyum samar, melihat dua anak kampung bermain hormat bendera di bawah rerimbunan bilah bambu. Hatinya berdesir, seirama desiran dedaunan bambu yang bergesek magis.

Dia ingat dahulu, dalam adegan yang sama.

Yang menghormat bendera dengan semangat adalah Genjik sahabatnya, yang memegang bambu bendera adalah Gendon dirinya sendiri.

Cerita itu telah lama berselang, namun ketika dia bertemu dan menyaksikan adegan hormat bendera itu, kenangannya menggulung cepat ke masa lalu.

Ke jaman perjuangan, sebelum Indonesia merdeka.


*

Gendon dan Genjik adalah sahabat sejati. Tak terpisahkan. Selalu berdua, di manapun mereka berada.

Di kali mereka berdua, di lapangan berdua, main di pinggir sawah, mereka pun berdua.

Di kejar-kejar pemilik buah juwet pun mereka berdua, dikejar pemilik jagong, dikejar pemilik singkong pun berdua karena mereka suka mencuri. Sebuah kenakalan kanak-kanak yang selalu menjadi kenangan lucu tersendiri.

Di mana ada Gendon, dipastikan di situ ada Genjik.

Di mana ada Genjik, Gendon tak ketinggalan ada di sana.

Tidak terpisahkan.

Mereka kecil bersama. Bermain bersama. Hingga tumbuh dewasa pun bersama pula.

Dua sahabat sejati!

*

Saat tentara Jepang menguasai Indonesia, dengan kemenangan dan berhasil mengusir tentara Belanda dari bumi Indonesia. Wilayah Indonesia jatuh ke tangan penjajah baru itu.

Demikian juga wilayah Jepara pun jatuh ke tangan Jepang.

*

Genjik karena keberanian dan ketangkasannya memilih menjadi tentara. Menjadi bagian tentara PETA yang gagah dan tangkas. Salah satu pejuang yang terjun ke medan pertempuran dengan senjata laras panjang bersangkur di tangan kanannya.

Sedang Gendon, karena memang seorang penakut, dia tetap menjadi rakyat jelata. Tidak masalah, yang pasti, di mana ada Genjik di situ pula ada Gendon.

Genjik di depan mendobrak dan menyerang musuh, Gendon di belakang menjaga perbekalan dan mengatur penduduk yang bergerak mengungsi.

*

Atas instruksi dari pemimpin pejuang yang bermarkas di Karisidenan Pati, sebelah timur Jepara. Dilakukanlah evakuasi rakyat yang dikawal tentara pejuang untuk bergerak ke timur meninggalkan daerah Jepara yang sudah hampir seluruh pelosok daerahnya di kuasai Jepang.

Terjadi eksodus besar-besaran untuk menyelamatkan rakyat yang tidak berdosa.

Ternyata, tentara kuning kecil ini  lebih galak dan kejam daripada sinyo-sinyo merah muda itu.

*

Rombongan bergerak ke timur, melintasi hutan, melintasi kebun, menyebrang kali, naik turun bukit, menempuh perjalanan panjang menghindari kekejaman tentara kuning kate itu.

Genjik dan tentara pejuang yang lain memimpin bergerak, menerabas hutan, melawan jika bertemu tentara Jepang.

Sedang Gendon di belakang mengawal rakyat yang mengungsi dan mengurusi perbekalan.

*

Matahari sebentar lagi hilang ke arah barat. Maghrib sebentar lagi turun, dari bawah rerimbunan pohon berbaris tentara, rakyat dan para sukarelawan.

Markas pejuang tinggal beberapa kilometer di depan. Dan perjalanan harus ditempuh dengan cepat, sebelum gelap.

Tinggal menyeberangi jembatan yang terbuat dari kayu dan bambu. Jembatan yang terbentang di atas kali Rangkas yang sangat lebar. Kalinya lebar dan berair deras. Mau tidak mau harus menyeberangi jembatan itu. Tempat yang sangat berbahaya dan tidak terlindung.

Jembatan itu hanya cukup menyeberang dua orang berendeng. Harus menyeberang dengan hati-hati, karena kalau ada beban melintasi, jembatan itu pasti bergoyang, berbunyi berderit, berkereot... mengerikan.

Tapi, apa pun yang terjadi semua harus segera melintasinya.

*

Matahari terus turun, semua konsentrasi tercurah, fokus dalam menyeberang.

Keadaan yang tegang, tiba-tiba pecah oleh suara teriakkan asing dan letusan senjata laras panjang bertubi-tubi dari balik punggung Gendon.

"Bakeroooo!" 

"Trata… trataaata… taaaa… Aaaaa!"

Tentara pejuang dan rakyat jelata yang menyeberang terjebak di atas jembatan oleh sergapan tentara Jepang.

Jerit kesakitan menghambur getir menggetarkan malam yang sebentar turun.

Dua tiga rakyat jelata, anak-anak, wanita dan orang tua, tersentak dan mengeluh rubuh mandi darah termakan peluru senjata api yang mendesing bagaikan hujan. Beberapa orang nekat meloncat dari jembatan menyelamatkan diri, dan diterima oleh air kali yang berarus deras. Bergelung sebentar dan kemudian lenyap ditelan kali yang semakin gelap karena sinar rembulan masih bersembunyi di balik rerumpun bambu yang tubuh berbaris sepanjang kali.

Tentara pejuang memberikan perlawanan, berlari serabutan ke belakang menyelamatkan para pengungsi.

Baku tembak terjadi, dua tiga pejuang jatuh terkapar tersambar peluru. Tentara musuhpun tidak beda jauhnya nasib yang diderita.

Meski kalah jumlah, tentara pejuang tidak gentar dan pantang menyerah.

Gendon dengan ketakutan, mencoba berlari dan menunduk menghindari peluru yang menyiraminya bagaikan hujan.

"Aaa.. ," jerit Gendon, sambungan lututnya terhantam peluru. Sudah habis harapannya, ketika dilihatnya tentara kate itu melempar tiga granat.

Satu meluncur deras melewati kepalanya, menghantam tiang penyangga jembatan dan meledak mematahkan tiang dan pagar jembatan.

"Buumm...bummm."

Yang kedua membuat satu pengungsi dan tentara menjadi korban.

Sisa satu menggelundung ke arah Gendon.

Gendon pucat pasi wajahnya, dia tidak bisa menyelamatkan diri, karena kakinya terluka parah. Dia memejamkan mata pasrah menanti kematian.

Sedetik, dua detik, bukan tubuhnya berkeping-keping, akan tetapi, dia malah merasakan tubuhnya melayang terlempar dari pagar jembatan dan melayang, terjun dan tercebur kali.

Rasa air dingin membuatnya tetap sadar. Dari balik air yang memercik, dia melihat Genjik sahabatnya, tetap memberikan perlawanan mati-matian kepada tentara Jepang.

Dua tentara Jepang, tersentak ke belakang kepalanya, karena dada dan kepalanya tertembus peluru Genjik, namun granat terus menggelinding dan tepat di bawah kaki Genjik yang belum sempat menghindar, karena tubuhnya masih terbawa sentakan senapan yang tadi memuntahkan peluru.

"Buummm...."

Genjik di antara arus air kali yang menyeretnya timbul tenggelam masih sempat melihat Genjik sahabatnya di saat terakhirnya. Dimakan ganasnya granat si Kate.

Sebelum kesadarannya hilang karena kepalanya menghantam batu yang ada di tengah kali. Semua gelap, dan hitam. Dia tidak ingat apa-apa lagi.

*

Gendon masih tersenyum samar melihat dua anak itu bermain hormat bendera,  Ada airmata yang meleleh dari ujung matanya. Hatinya berdenyut sedih dan nyeri. Tatapannya nanar sambil mengelus kaki kanannya yang tinggal sebatas paha. Karena peluru laknat itu, menyebabkan kaki kanannya infeksi dan terpaksa harus dipotong untuk menyelamatkan nyawanya.

Nyawa yang dua kali diselamatkan.

Terselamatkan karena amputasi kaki, dan yang pertama nyawanya terselamatkan karena kesigapan Genjik dengan melempar dirinya ke derasnya kali di bawah jembatan

Meski akhirnya Genjik sahabat sejatinya harus kehilangan nyawanya sendiri.

*

Genjik adalah pahlawannya, sahabatnya, yang begitu bersemangat menghormat bendera merah putih di atas tiang bambu seperti itu, dulu!

Hidup atau mati adalah bukan pilihan tapi suratan.

Bagi Gendon dan Genjik. Sahabat sejati yang akhirnya terpisahkan jua oleh takdir.

*

Cerita Gendon, 40 tahun kemudian, sebelum akhirnya dia pergi untuk berkumpul kembali dengan Genjik sahabatnya.


-TAMAT-

 

 

 

________________________________________________________

 

 

 

PROFIL PENULIS 

Member ID: PK23-1286632301 

Jagat Alit bernama asli M. Iwan setiawan. Lahir di kota Jepara, 27 Desember 1968. Buku Jagat Alit yang paling terkenal berjudul "Geger Kitab serat Jiwa". Penulis ini merupakan penulis cerita bergenre Dunia Persilatan. Jika kamu ingin membaca tulisan-tulisan lengkap beliau, silakan cari tahu di akun Ki Jagat Alit dan lihat semua koleksi karya-karya serunya!

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Monday, July 31, 2023

Di Mana Bumi Dipijak, Di Situ Langit Dijunjung

 




Kita sudah sering mendengar kalimat peribahasa "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung".
Peribahasa ini memiliki sebuah pesan tersirat, nasihat atau pinsip hidup masyarakat Indonesia.
Peribahasa ini mengandung makna bahwa seseorang  sepantasnya mengikuti atau menghormati adat istiadat yang berlaku di tempat ia hidup atau tinggal. 

Hal ini yang membuatku selalu ingin melakukan sesuatu untuk menghormati adat istiadat tanah Kalimantan yang aku pijak. Meski keturunan Jawa asli, aku lahir di Tanah Kalimantan. Banyak hal indah yang bisa aku rasakan di sini, termasuk menikmati adat istiadat dan kearifan lokal penduduknya.

Di tahun 2021, aku mengadakan program pembuatan pakaian Dayak yang dikerjakan oleh ibu-ibu komunitas MAMUJA. Saat itu, pembuatan baju Dayak memang diperuntukkan bagi penari-penari RULIKA. Sayangnya, aku tidak begitu serius mengurus penari-penari yang ada di Rulika. Sehingga, anggotanya silih berganti dan tidak pernah melakukan latihan rutin. Hanya latihan ketika akan manggung atau ada job yang aku dapatkan. Sampai akhirnya, baju-baju adat Dayak ini hanya menjadi pajangan dan aku sewakan.

Di satu waktu, ada sekelompok anak yang datang berkunjung. Mereka ingin menyewa baju Dayak, lengkap dengan Make Up Artist untuk penampilan mereka. Kebetulan, aku punya 2 orang tim Penari yang tetap dan siap untuk melayani permintaan mereka. 
Aku ngerasa bahagia banget karena aku bisa melihat mereka mencintai adat istiadat tempat mereka tinggal. Meski mereka bukanlah anak-anak asli suku Dayak.
Dari sekian banyak penari yang ada di Rulika, 90% dari mereka tidak bersuku asli Kalimantan (Dayak, Banjar, Paser, Kutai, dsb.). Mayoritas merupakan anak-anak suku pendatang seperti Jawa, Bugis, Sunda, Batak, dll. Tapi mereka sangat bersemangat untuk menjaga kelestarian budaya asli Kalimantan dengan menarikan tarian khas Kalimantan. Ini merupakan bukti bahwa orang-orang pendatang telah mengikuti dan menghormati adat istiadat yang ada di Tanah Kalimantan.
Hal yang paling membahagiakan dari Kalimantan adalah ... mereka begitu ramah dan welcome terhadap orang-orang pendatang. Sehingga, mayoritas penduduk Kalimantan didominasi oleh suku-suku pendatang di luar Kalimantan.
Masyarakat adat asli Kalimantan tidak pernah melarang penduduk pendatang yang membawa adat istiadat dan budayanya ke Tanah Kalimantan. Mereka juga tidak mewajibkan masyarakat pendatang untuk menjaga dan melestarikan budaya Kalimantan. 
Istilah peribahasa "Di mana bumi dipijak,  di situ langit di junjung" selalu menjadi sebuah prinsip hidup warga pendatang, terutama bagi warga perantauan. Kebanyakan dari mereka ingin mendapatkan status sosial yang baik di tempat yang mereka tinggali.

Kalau kamu bagaimana?
Apa kamu termasuk orang asli pribumi atau pendatang dari daerah lain?
Apa yang sudah kamu lakukan jika kamu adalah warga pendatang di tanah yang sedang kamu pijak saat ini?






Sunday, July 30, 2023

KIM MUTIARA BORNEO

 




KIM (Komunitas Informasi Masyarakat) merupakan sebuah komunitas yang didirikan oleh Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
KIM Mutiara Borneo dibentuk dan di SK-kan pada tahun 2019. Hanya saja, komunitas ini masih belum terlalu aktif karena kesibukan masing-masing anggota. Pada tahun 2021, KIM Mutiara Borneo melakukan pembaharuan nama komunitas dan kepengurusan dengan harapan bisa aktif menampung informasi dari masyarakat agar sampai kepada pemerintah setempat atau pemangku kepentingan.
Meski telah melakukan pembaharuan, tidak serta merta KIM Mutiara Borneo langsung aktif untuk melakukan dokumentasi dan publikasi kegiatan. Tidak adanya dukungan fasilitas yang memadai dan sumber daya jurnalistik, membuat KIM Mutiara Borneo kesulitan untuk melakukan publikasi. Hingga pada tahun 2023, Saya selalu ketua KIM Mutiara Borneo, merasa sudah vakum terlalu lama dan ingin menggerakkan kembali komunitas ini. Saya berharap, komunitas ini bisa menjadi ruang informasi publik dan memiliki banyak manfaat untuk warga.

Semoga, Komunitas Informasi Masyarakat ini bisa terus produktif, terorganisir dengan baik dan menjadi pusat informasi masyarakat umum, khususnya masyarakat Desa Beringin Agung


Struktur Organisasi KIM Mutiara Borneo






NGOPI (Ngobrol Pintar) Pemuda-Pemudi Desa Beringin Agung

 



Rabu, 26 Juli 2023


Pemuda-Pemudi Desa Beringin Agung mengadakan acara diskusi bersama. Acara NGOPI (Ngobrol Pintar) ini dilaksanakan di Warung Pengkolan dan diinisasi oleh pemuda-pemuda desa. Hadir juga Bapak Kusnadi selaku Kepala Desa untuk mendengarkan aspirasi dan gagasan dari pemuda-pemudi di Desa Beringin Agung. 

"Saya berharap diskusi seperti ini bisa sering dilakukan, tidak hanya satu kali saja. Agar kami sebagai Pemerintah Desa dapat mendengarkan gagasan dari pemuda-pemudi demi memajukan desa," ucap Pak Kusnadi dalam kesempatan diskusi kali ini.

KIM Mutiara Borneo ikut hadir dalam diskusi ini sebagai media utama yang akan menyampaikan informasi kepada seluruh masyarakat.





#diskusi

#pemudadesa

#desaberinginagung

#kimmutiaraborneo

#samboja

#kukar

#kaltim

Saturday, July 29, 2023

Wednesday, July 26, 2023

HOW CULTURE IS RELATED TO LANGUAGE?

 




Culture have many definitions. Gurito stated that culture indicates all aspects that members of a group share together. Children learn ways of doing things, ways of talking, smiling, laughing, liking and disliking things. Culture determines people’s action, their social relationship and their morality (Gurito, 2003: p 1).

Meaning of the culture is very diverse. People ussualy relate culture with traditional dancing, traditional ceremonies, and arts. Now let us see that there are other kinds of representations of culture on our daily life. The way we speak to our friends, to our parents, teacher or even strangers represents of our culture. Take for example the way the western people ear which uses knife and fork is different from the way we eat, which uses ouu hands and also different from the way Chinese people eat, which uses chopstick. Relate to the concept of culture, we have also the concepts of cultural values and cultural norms.

Let us move to discuss the relation between culture and language. If we apply Whorf’s ideas about language and culture, we can see that the way people see things is indeed reflected in their language. For example, in Indonesia we have many to represent rice. In our culture rice is very important, that is why we have many words to represent each from of it. We have the word ‘padi’ for the form of rice in the field, ‘gabah’ for its form after being harvested, ‘beras’ for the form before being cooked, and finally ‘nasi’ for the form after being cooked. In America, where rice is not considered as important as in Indonesia, there is only one word for it that is rice.

Languange is easiest communication tool to convey cultural differences. Each region has a different speech culture, different habbit, different celebration and different religion. All can be conveyed through good language communication. Language is expression from the culture. Many researchers found that there are many words or expressions that have strong relation with the culture of the people who use those words and expressions.

 

Source : Module 1 PBIS4102 Cross Cultural Understanding, Universitas Terbuka Publisher


I have been task from my Online Tutor.

 I share it to be reminder for my self and sharing with you.

If you read my text, give me some advice, please!


Thank you 💓


 043671972 - English Literature for English Translator


Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas