Saturday, August 5, 2023

Cerpen Kompetisi : Dua Sahabat Dunia Akhirat Karya Jagat Alit

 Cerpen Kompetisi 001

Judul : Dua Sahabat Dunia Akhirat

Oleh : Jagat Alit




Indonesia tanah airku

Tanah tumpah darahku

Di sanalah aku berdiri

Jadi pandu ibuku

Indonesia…

Suara lagu Indonesia Raya terdengar dari Radio Transistor 3 band milik Gendon. Radio lama, yang menemani kesendirian dan kesepiannya selama ini.

Sudah, puluhan tahun berlalu dan setiap lagu kebangsaan itu muncul dan  berkumandang hatinya selalu tergetar.

Tujuh Belas Agustus adalah Hari Kemerdekaan Indonesia, yang dibelanya dengan darah dan air mata. Bahkan, dibela dengan nyawa oleh Genjik sahabat sejatinya.

*

Gendon, hanya tersenyum samar, melihat dua anak kampung bermain hormat bendera di bawah rerimbunan bilah bambu. Hatinya berdesir, seirama desiran dedaunan bambu yang bergesek magis.

Dia ingat dahulu, dalam adegan yang sama.

Yang menghormat bendera dengan semangat adalah Genjik sahabatnya, yang memegang bambu bendera adalah Gendon dirinya sendiri.

Cerita itu telah lama berselang, namun ketika dia bertemu dan menyaksikan adegan hormat bendera itu, kenangannya menggulung cepat ke masa lalu.

Ke jaman perjuangan, sebelum Indonesia merdeka.


*

Gendon dan Genjik adalah sahabat sejati. Tak terpisahkan. Selalu berdua, di manapun mereka berada.

Di kali mereka berdua, di lapangan berdua, main di pinggir sawah, mereka pun berdua.

Di kejar-kejar pemilik buah juwet pun mereka berdua, dikejar pemilik jagong, dikejar pemilik singkong pun berdua karena mereka suka mencuri. Sebuah kenakalan kanak-kanak yang selalu menjadi kenangan lucu tersendiri.

Di mana ada Gendon, dipastikan di situ ada Genjik.

Di mana ada Genjik, Gendon tak ketinggalan ada di sana.

Tidak terpisahkan.

Mereka kecil bersama. Bermain bersama. Hingga tumbuh dewasa pun bersama pula.

Dua sahabat sejati!

*

Saat tentara Jepang menguasai Indonesia, dengan kemenangan dan berhasil mengusir tentara Belanda dari bumi Indonesia. Wilayah Indonesia jatuh ke tangan penjajah baru itu.

Demikian juga wilayah Jepara pun jatuh ke tangan Jepang.

*

Genjik karena keberanian dan ketangkasannya memilih menjadi tentara. Menjadi bagian tentara PETA yang gagah dan tangkas. Salah satu pejuang yang terjun ke medan pertempuran dengan senjata laras panjang bersangkur di tangan kanannya.

Sedang Gendon, karena memang seorang penakut, dia tetap menjadi rakyat jelata. Tidak masalah, yang pasti, di mana ada Genjik di situ pula ada Gendon.

Genjik di depan mendobrak dan menyerang musuh, Gendon di belakang menjaga perbekalan dan mengatur penduduk yang bergerak mengungsi.

*

Atas instruksi dari pemimpin pejuang yang bermarkas di Karisidenan Pati, sebelah timur Jepara. Dilakukanlah evakuasi rakyat yang dikawal tentara pejuang untuk bergerak ke timur meninggalkan daerah Jepara yang sudah hampir seluruh pelosok daerahnya di kuasai Jepang.

Terjadi eksodus besar-besaran untuk menyelamatkan rakyat yang tidak berdosa.

Ternyata, tentara kuning kecil ini  lebih galak dan kejam daripada sinyo-sinyo merah muda itu.

*

Rombongan bergerak ke timur, melintasi hutan, melintasi kebun, menyebrang kali, naik turun bukit, menempuh perjalanan panjang menghindari kekejaman tentara kuning kate itu.

Genjik dan tentara pejuang yang lain memimpin bergerak, menerabas hutan, melawan jika bertemu tentara Jepang.

Sedang Gendon di belakang mengawal rakyat yang mengungsi dan mengurusi perbekalan.

*

Matahari sebentar lagi hilang ke arah barat. Maghrib sebentar lagi turun, dari bawah rerimbunan pohon berbaris tentara, rakyat dan para sukarelawan.

Markas pejuang tinggal beberapa kilometer di depan. Dan perjalanan harus ditempuh dengan cepat, sebelum gelap.

Tinggal menyeberangi jembatan yang terbuat dari kayu dan bambu. Jembatan yang terbentang di atas kali Rangkas yang sangat lebar. Kalinya lebar dan berair deras. Mau tidak mau harus menyeberangi jembatan itu. Tempat yang sangat berbahaya dan tidak terlindung.

Jembatan itu hanya cukup menyeberang dua orang berendeng. Harus menyeberang dengan hati-hati, karena kalau ada beban melintasi, jembatan itu pasti bergoyang, berbunyi berderit, berkereot... mengerikan.

Tapi, apa pun yang terjadi semua harus segera melintasinya.

*

Matahari terus turun, semua konsentrasi tercurah, fokus dalam menyeberang.

Keadaan yang tegang, tiba-tiba pecah oleh suara teriakkan asing dan letusan senjata laras panjang bertubi-tubi dari balik punggung Gendon.

"Bakeroooo!" 

"Trata… trataaata… taaaa… Aaaaa!"

Tentara pejuang dan rakyat jelata yang menyeberang terjebak di atas jembatan oleh sergapan tentara Jepang.

Jerit kesakitan menghambur getir menggetarkan malam yang sebentar turun.

Dua tiga rakyat jelata, anak-anak, wanita dan orang tua, tersentak dan mengeluh rubuh mandi darah termakan peluru senjata api yang mendesing bagaikan hujan. Beberapa orang nekat meloncat dari jembatan menyelamatkan diri, dan diterima oleh air kali yang berarus deras. Bergelung sebentar dan kemudian lenyap ditelan kali yang semakin gelap karena sinar rembulan masih bersembunyi di balik rerumpun bambu yang tubuh berbaris sepanjang kali.

Tentara pejuang memberikan perlawanan, berlari serabutan ke belakang menyelamatkan para pengungsi.

Baku tembak terjadi, dua tiga pejuang jatuh terkapar tersambar peluru. Tentara musuhpun tidak beda jauhnya nasib yang diderita.

Meski kalah jumlah, tentara pejuang tidak gentar dan pantang menyerah.

Gendon dengan ketakutan, mencoba berlari dan menunduk menghindari peluru yang menyiraminya bagaikan hujan.

"Aaa.. ," jerit Gendon, sambungan lututnya terhantam peluru. Sudah habis harapannya, ketika dilihatnya tentara kate itu melempar tiga granat.

Satu meluncur deras melewati kepalanya, menghantam tiang penyangga jembatan dan meledak mematahkan tiang dan pagar jembatan.

"Buumm...bummm."

Yang kedua membuat satu pengungsi dan tentara menjadi korban.

Sisa satu menggelundung ke arah Gendon.

Gendon pucat pasi wajahnya, dia tidak bisa menyelamatkan diri, karena kakinya terluka parah. Dia memejamkan mata pasrah menanti kematian.

Sedetik, dua detik, bukan tubuhnya berkeping-keping, akan tetapi, dia malah merasakan tubuhnya melayang terlempar dari pagar jembatan dan melayang, terjun dan tercebur kali.

Rasa air dingin membuatnya tetap sadar. Dari balik air yang memercik, dia melihat Genjik sahabatnya, tetap memberikan perlawanan mati-matian kepada tentara Jepang.

Dua tentara Jepang, tersentak ke belakang kepalanya, karena dada dan kepalanya tertembus peluru Genjik, namun granat terus menggelinding dan tepat di bawah kaki Genjik yang belum sempat menghindar, karena tubuhnya masih terbawa sentakan senapan yang tadi memuntahkan peluru.

"Buummm...."

Genjik di antara arus air kali yang menyeretnya timbul tenggelam masih sempat melihat Genjik sahabatnya di saat terakhirnya. Dimakan ganasnya granat si Kate.

Sebelum kesadarannya hilang karena kepalanya menghantam batu yang ada di tengah kali. Semua gelap, dan hitam. Dia tidak ingat apa-apa lagi.

*

Gendon masih tersenyum samar melihat dua anak itu bermain hormat bendera,  Ada airmata yang meleleh dari ujung matanya. Hatinya berdenyut sedih dan nyeri. Tatapannya nanar sambil mengelus kaki kanannya yang tinggal sebatas paha. Karena peluru laknat itu, menyebabkan kaki kanannya infeksi dan terpaksa harus dipotong untuk menyelamatkan nyawanya.

Nyawa yang dua kali diselamatkan.

Terselamatkan karena amputasi kaki, dan yang pertama nyawanya terselamatkan karena kesigapan Genjik dengan melempar dirinya ke derasnya kali di bawah jembatan

Meski akhirnya Genjik sahabat sejatinya harus kehilangan nyawanya sendiri.

*

Genjik adalah pahlawannya, sahabatnya, yang begitu bersemangat menghormat bendera merah putih di atas tiang bambu seperti itu, dulu!

Hidup atau mati adalah bukan pilihan tapi suratan.

Bagi Gendon dan Genjik. Sahabat sejati yang akhirnya terpisahkan jua oleh takdir.

*

Cerita Gendon, 40 tahun kemudian, sebelum akhirnya dia pergi untuk berkumpul kembali dengan Genjik sahabatnya.


-TAMAT-

 

 

 

________________________________________________________

 

 

 

PROFIL PENULIS 

Member ID: PK23-1286632301 

Jagat Alit bernama asli M. Iwan setiawan. Lahir di kota Jepara, 27 Desember 1968. Buku Jagat Alit yang paling terkenal berjudul "Geger Kitab serat Jiwa". Penulis ini merupakan penulis cerita bergenre Dunia Persilatan. Jika kamu ingin membaca tulisan-tulisan lengkap beliau, silakan cari tahu di akun Ki Jagat Alit dan lihat semua koleksi karya-karya serunya!

 

 

 

 

 

 

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas