Tuesday, January 21, 2020

[Short Story] My Patient



rinmuna.com


Hari ini aku dibuat gelisah karena putri kecilku tiba-tiba sakit lagi. Sejak dua minggu yang lalu kondisi tubuhnya tidak stabil. Tapi ia sulit sekali dibawa periksa ke dokter. Banyak sekali alasan yang ia lakukan agar aku tidak membawanya pergi ke dokter. Akhirnya, aku harus memikirkan cara agar dia bisa diajak keluar.

Puteri kecilku sangat suka dengan permen Yupi. Akhirnya, aku mengajaknya keluar untuk membeli permen Yupi sembari mampir ke dokter praktek.
Saat sampai di sana, si kecil tidak mau diajak turun dari motor. Dia tidak mau dibawa periksa ke dokter.

“Ma, beli obat aja! Nggak usah periksa!” rengeknya sambil memeluk erat pinggangku.
Aku tersenyum dan mengatakan hal yang bisa membuatnya tidak ketakutan.
Akhirnya, dia mau turun dari motor digendong oleh Mamaku. Kami masih harus menunggu selama lebih dari satu jam untuk mendapatkan layanan pemeriksaan.

Di tengah waktu menunggu. Aku memikirkan banyak hal. Terutama masalah keuangan yang sedang aku alami. Ya, aku memang sedang kesulitan mendapatkan uang. Beberapa hari yang lalu, aku bahkan hanya memiliki uang tiga puluh ribu rupiah. Aku sangat khawatir kalau tidak bisa membayar obat untuk anakku.

Alhamdulillah ... hari ini aku bisa mendapatkan uang dua ratus ribu rupiah dari hasil menjahit dan menjual pernak-pernik. Aku harap; uang ini cukup untuk kupakai memeriksakan anakku.
Sebenarnya, aku mengumpulkan uang untuk keperluan USG. Karena aku juga sedang mengandung seorang bayi di dalam perutku dan harua segera melakukan USG agar aku bisa mengetahui berapa usia kehamilanku sebenarnya.

Aku terlalu sibuk dengan kegiatanku sehingga aku tidak menyadari kalau aku sudah telat haid selama beberapa bulan. Aku sampai tidak menyadari kalau ternyata aku sedang hamil.
Aku mengambil banyak kegiatan dan kesibukan untuk mengalihkan kesedihanku.

 Sejak aku memutuskan untuk menjalani kehidupanku sendiri tanpa suami. Tentu aku harus lebih menguatkan lagi pundakku untuk memikul beban yang lebih berat. Aku masih harus menghidupi kakek dan nenekku yang sudah renta. Menghidupi anak-anakku yang masih kecil-kecil. Tanpa pekerjaan tetap. Aku hanya bisa mengandalkan uang dari hasil aku menulis novel. Tidak banyak, tapi sudah bisa aku buat untuk membeli satu unit sepeda motor. Sebab aku membutuhkan kendaraan untuk banyak kegiatanku.

Huft ... rasanya memang melelahkan.
Aku memilih hidup sendiri bukan tanpa sebab.
Bagiku, punya suami dan tidak punya suami rasanya sama saja.
Dia lebih seperti seorang anak daripada seorang suami apalagi disebut sebagai kepala rumah tangga.
Sudah hampir enam tahun kami menikah, ia tak juga menjadi dewasa. Masih seperti anak-anak. Aku masih harus bekerja setiap hari untuk menghidupi keluargaku. Sementara, ia hanya menghabiskan waktunya untuk bermain game semalaman. Siangnya, ia habiskan waktunya untuk tidur sampai sore. 

Selama lima tahun lebih aku harus menahan kesabaranku hidup bersama seorang pria yang aku sendiri tidak tahu ke mana arah tujuan hidupnya. Setiap kata yang ia ucapkan, tak sesuai dengan kenyataan yang ada. Kalau dibilang tertipu, mungkin dulu aku sudah tertipu dengan ucapan manisnya sebelum kami menikah. Kenyataannya, tak seperti yang ia ucapkan dulu. Sampai akhirnya, aku berada di titik paling lelah dan memilih menjalani semuanya sendiri.

Sungguh berat aku menuliskan semua kisahku. Banyak kata yang aku simpan selama ini di dalam hati. Tak mampu kuungkapkan pada siapa pun bahkan pada Mamaku sendiri. Tapi ... aku tidak tahu sampai kapan aku harus menyimpannya. Semakin hari semakin bertambah dan aku merasa sangat berat menjalaninya.

Kata orang, aku sangat sabar menjalani semuanya. Bahkan sampai sekarang aku masih terus bersabar menerima semua penderitaan yang memang sudah seharusnya aku nikmati.
Sampai kapan?

Terkadang aku pula bertanya pada diriku sendiri. Sampai kapan aku harus bersabar? Apakah dengan menyerah dan memilih menjalani semuanya sendiri, itulah batas kesabaranku?

Ternyata tidak. Masih ada banyak hal yang menguji hatiku untuk terus bersabar. Sampai akhirnya aku merasa kalau rasa sabar yang diciptakan Tuhan itu tidak berbatas. Hanya aku saja yang memberi batas kesabaran itu sendiri. Setiap hari, aku bahkan melatih hatiku untuk mengendalikan emosi. Sesakit apa pun, sesulit apa pun, aku ingin tetap tersenyum. Sebab senyumlah yang memberikan aku kekuatan saat aku ingin menyerah. Senyumlah yang menunjukkan padaku, bahwa rasa sabar itu tidak pernah ada batasnya. Jika suatu hari aku berhenti bersabar, itu artinya hatiku telah kalah dikendalikan oleh emosi dan keegoisanku sendiri.


Mengenal Macam-Macam Alur Cerita



Hai ... temen-temen!
Buat kalian yang lagi belajar menulis, pasti banyak hal yang ingin kalian kenal kan? Salah satunya adalah mengenal alur cerita. Ada 3 macam alur cerita yang bisa kita gunakan dalam menulis fiksi. Alur adalah runtutan peristiwa atau kejadian yang ada dalam cerita. Alur merupakan salah satu poin penting dalam menulis sebuah cerita. Agar tidak membingungkan, maka kita harus menentukan alur cerita yang kita inginkan sebelum menulis. Alur sangat mempengaruhi apakah cerita yang kita buat menarik pembaca atau tidak.

Nah, kali ini aku mau ngasih penjelasan singkat tentang macam-macam alur cerita. Semoga mudah dipahami ya!
 



Di bawah ini, penjelasan dari 3 macam alur cerita:
Simak yuk!


1. Alur Maju

  Alur Maju yakni alur yang menampilkan peristiwa atau kejadian secara kronologis, maju dan berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur maju menceritakan kejadian secara beruntun dan tidak menceritakan adegan atau kejadian di masa lampau.

Contohnya : 

Baca Cerpen : Court of Love

Cerpen ini menggunakan alur maju. Meski membahas masa lalu, namun di dalam cerita ini tidak ada adegan atau kejadian yang diceritakan di masa lalu mereka. Kejadiannya sederhana, menceritakan masa sekarang sampai masa ke depannya.

2. Alur Mundur

    Alur Mundur yakni alur yang menampilkan peristiwa atau kejadian yang dimulai dengan penyelesaian atau akibat. Alur ini sering kita temui pada sebuah cerita yang memakai setting waktu di masa lampau. Alur Mundur menceritakan kejadian yang menarik saat ini dan penyebabnya di masa lalu.

Contohnya : 

Seseorang yang telah menikah, kemudian menceritakan kembali kehidupannya sebelum menikah. Bagaimana mereka bertemu dan saling jatuh cinta di masa lampau.

3. Alur Campuran

    Alur Campuran yakni alur yang menampilkan peristiwa atau kejadian yang diawali dengan kllimaks cerita, kemudian menceritakan kembali masa lalu dan diakhiri dengan penyelesaian di masa sekarang. Dalam menggunakan alur ini, kita harus berhati-hati. Jangan sampai membuat pembaca bingung. Alur campuran jarang sekali digunakan oleh penulis pemula karena runtutan cerita yang dapat membingungkan pembaca, juga menyulitkan penulis itu sendiri jika belum terbiasa.

Contohnya : 

Kisah seorang adik yang memiliki kakak yang sedang koma di rumah sakit karena kecelakaan. Ia menceritakan kejadian masa lalu sebelum kakaknya mengalami kejadian kecelakaan sampai akhirnya koma. Dia melakukan segala cara untuk bisa menyembuhkan kakaknya dan membuat kakaknya tersadar dari komanya.




Yang masih nggak paham dan mau tanya-tanya, bisa langsung komen aja. Aku bakal balas komentarnya saat aku sudah luang.

Monday, January 20, 2020

Ada Mbak Sophie Razak Berkunjung ke Rumah Literasi Kreatif Bunga Kertas. Seneng Banget deh!

www.rinmuna.com
Rabu, 15 Januari 2020 menjadi salah satu kenangan yang tidak akan pernah terlupakan. Hari itu, Mbak Sophie Razak kebetulan menjadi narasumber untuk pelatihan motivasi wirausaha yang digelar di Desa Beringin Agung.

Usai memberikan pelatihan, beliau menyempatkan diri untuk mampir ke Rumah Literasi Kreatif Bunga Kertas yang ada di rumahku. Saya merasa sangat senang karena beliau mau menyempatkan diri berkunjung ke tempat yang sangat sederhana ini.

Banyak hal yang selalu kami bicarakan setiap kali bertemu. Beliau adalah penulis senior dan juga jurnalis. Saya mengenal beliau saat beliau memberikan Pelatihan Instruktur Literasi di Kota Balikpapan yang diselenggarakan oleh Kantor Bahasa Kalimantan Timur. Tentunya, banyak wawasan yang beliau bagikan saat itu, yakni ilmu dan cara membuat sebuah event literasi dan beliau sebagai motivator dari Bisnis Indonesia.

Dari perkenalan tersebut, akhirnya kami sering berbagi. Buatku, Mbak Sophie adalah orang sangat humble. Dia selalu bersedia kapan saja untuk aku ganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang kadang nggak penting gitu. Wkwkwk .... Makasih ya, Mbak! Banyak ilmu yang saya dapat. Terutama, beliau juga bergerak di bidang seni dan sangat menyukai seni.

Saat beliau mampir ke rumah bacaku, aku benar-benar tidak menyangka kalau akhirnya bisa dikunjungi oleh Beliau. Bahkan, aku sendiri belum pernah berkunjung ke Rumah Seni Nirmana. Salah satu rumah seni milik beliau yang setiap minggunya selalu membuka kelas seni atau pun sastra. Aku ingin sekali bisa berkunjung ke sana. Tapi, kegiatan yang semakin padat membuatku belum bisa menyempatkan diri untuk berkunjung ke sana. Aku berharap, suatu hari bisa ke sana dan tetap menjaga silaturahmi dengan beliau.


Terima kasih Mbak Sophie ... sudah mau jauh-jauh masuk ke Desa Beringin Agung. Semoga ke depannya dapat berjumpa lagi dan memberikan motivasi kepada anak-anak muda desa Beringin Agung. Aku senang sekali.

Terima kasih juga karena sudah peduli sama Mbahku. Si Mbah juga selalu senang setiap kali ada teman berkunjung. Jangan kapok berkunjung ke tempatku yang sangat sederhana ini.

Semoga ke depannya, kita bisa lebih sering bersua.











Wednesday, December 11, 2019

[Teen Story] Masa-Masa Ulangan yang Paling Indah

Sumber Ilustrasi : https://id.nic45.biz.id


Aku menyusuri koridor sekolah dengan perasaan gembira. Hari ini mulai ujian tengah semester dan akan menjadi hari paling menyenangkan buat aku. Kenapa? Karena aku bisa pulang sekolah lebih cepat dan punya banyak waktu untuk bermain. Selain itu, aku juga terbebas dari tugas sekolah. Rasanya sangat menyenangkan!
Aku tidak terlalu suka belajar. Aku belajar hanya jika ada tugas dari guru. Sisanya, aku akan menghabiskan waktu untuk jalan-jalan dan bermalas-malasan. Salah satu momen yang paling tepat adalah saat ulangan di sekolah. Aku bisa menggunakan alasan belajar sebagai alat untuk bermalas-malasan. Terlalu naif kalau aku bilang, aku belajar dari jam pulang sekolah sampai malam. Ah, itu dusta besar yang orang tuaku saja tidak akan mempercayainya sekalipun aku mengurung diri di dalam kamar dengan alasan fokus belajar.
“Rin, hari ini ulangan Matematika. Kamu udah belajar?” tanya Rika, teman sebangkuku.
“Eh!? Udah,” jawabku santai. Aku hanya belajar satu jam dalam sehari. Sejak selesai sholat subuh sampai jam enam pagi. Sebelum sarapan pagi dan berangkat ke sekolah.
“Aku deg-degan banget. Takut soalnya susah-susah.”
“Biasa aja. Hitung kancing aja kalo susah.”
Rika mengernyitkan dahi menatapku. “Kamu sih enak, nggak belajar juga udah pinter. Aku heran deh sama kamu, nggak pernah belajar tapi nilai kamu bagus terus.”
“Yee ... siapa bilang aku nggak pernah belajar?”
“Aku. Aku tahu kamu lebih suka keluyuran, main game online atau tidur seharian. Emangnya, kapan waktu kamu belajar?”
“Waktu di sekolah,” jawabku santai.
“Tapi, kan ...”
“Rika ... kamu pernah ngitung nggak berapa jam kamu di sekolah?”
“Tujuh jam,” jawab Rika sambil menghitung jarinya.
“Bener! Tujuh jam di sekolah. Tujuh jam kita belajar, belum lagi kalo ada tugas sekolah. Apa tujuh jam itu waktu yang kurang buat belajar?”
Rika menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Aku tertawa kecil menatap Rika. “Makanya, kalo di sekolah ... belajarnya yang bener. Jadi, nggak perlu tambahan belajar lagi di rumah.”
“Tapi ... aku udah belajar di sekolah, di rumah ... nggak pinter-pinter juga.”
“Itu sih derita loe!” sahutku sambil tertawa. “Kalo kamu belajar dua belas jam sehari dan belum ngerti juga. Artinya, kamu harus belajar dua puluh empat jam. Nggak usah tidur, nggak usah makan, nggak usah jalan-jalan, nggak usah pacaran!”
“Jahat banget sih!”
Aku tertawa menatap wajah Rika yang terlihat sangat payah. Hanya karena ulangan Matematika, wajahnya sudah terlihat pucat dan tidak bersemangat. Padahal, soal ulangan semuanya pilihan ganda. Tinggal jawab sesukanya aja. Kalau nilainya bagus, artinya sedang mendapat keberuntungan. Semoga, keberuntungan selalu menyertai. Kalau tidak, yah ... tinggal mengandalkan remedial saja. Toh, mau sejelek apa pun nilai ulangannya ... masih ada remedial yang ngasih kesempatan untuk memperbaiki nilai.
Aku bahkan pernah mengikuti lima kali remedial Fisika karena aku nggak bisa mendapat nilai sesuai standar. Padahal, aku memang tidak suka dengan mata pelajaran itu. Mau dipaksa seperti apa pun, nilaiku tidak akan pernah bagus. Tapi, sekolah memaksaku harus mendapat nilai sesuai standar dan aku tidak tahu bagaimana cara mereka membuat nilaiku mencapai standar. Karena aku sendiri, tahu sampai di mana kemampuanku.
Sepanjang ulangan, aku mengerjakan soal sebisaku saja. Karena soal Matematika pilihan ganda, aku bisa menjawab sisanya sesukaku. Benar atau salah, itu urusan belakangan. Toh, nanti bakal ada remedial juga. Yah ... walau aku hampir tidak pernah ikut remedial kecuali mata pelajaran Fisika.
Buatku, soal multiple choice seperti ini benar-benar memuakkan. Entah kenapa aku tidak terlalu suka dengan soal seperti ini. Ini terlalu mudah. Ah, bukan-bukan! Ini terlalu bikin malas. Aku nggak usah capek-capek mikir atau nulis banyak, bisa menjawab lima puluh soal dalam waktu satu atau dua jam. Benar-benar dimanjakan dan mulai membuatku jenuh. Terkadang, aku sering tertidur setiap kali dihadapkan oleh soal seperti ini.
Jam sepuluh pagi, aku sudah keluar dari kelas. Soal ulangan Matematika lumayan berat, tapi tidak membuatku khawatir. Untungnya, itu soal pilihan Ganda. Aku bisa mengandalkan Dewi Fortuna untuk mendapat keberuntungan.
Aku langsung bergegas pulang ke rumah dan masuk kamar. Alasannya, aku ingin belajar. Padahal, aku hanya berbaring di atas kasur sambil bermain game online. Rasanya ... lebih menyenangkan karena tidak perlu mengerjakan tugas dari sekolah.
Saat sedang ulangan, biasanya orang tua tidak ingin mengganggu dengan hal-hal lain. Aku juga terbebas dari mencuci piring, mencuci baju dan membereskan rumah. Benar-benar waktu yang menyenangkan. Aku bisa menghabiskan banyak waktu di dalam kamar sambil bermain. Bahkan, Mama sampai mengantarkan makanan dan minuman ke dalam kamar karena menyangka kalau aku benar-benar belajar.
Aku selalu menyelipkan ponselku di antara buku setiap kali Mama masuk ke dalam kamar. Aku juga terkadang memilih untuk bermain ke rumah teman dengan alasan ingin belajar bersama.
Ah, masa-masa remaja memang masa yang indah dan penuh dengan kebohongan. Semoga saja, saat aku menjadi orang tua ... aku tidak akan dibohongi oleh anak-anakku.
Hmm ... aku rasa, aku akan tahu kalau anak sedang membohongi orang tuanya karena pengalamanku yang pandai berbohong saat remaja. Kalau pada akhirnya, anakku juga pandai berbohong, artinya dia benar-benar anakku yang akan mewarisi gen berbohongku.
So, buat kamu yang pengen masa mudanya tetep asyik. Jangan suka bohongin orang tua kayak aku ya! Mungkin, aku bakal jujur ke orang tua setelah aku selesai ulangan. Karena, aku masih ingin menikmati waktu bersantai yang sulit sekali aku dapatkan ketika sekolah seperti biasanya.


Tuesday, December 10, 2019

Cinderella Fashion Kids

www.rinmuna.com

Ini adalah salah satu gaun dengan tema Cinderella yang aku buat khusus untuk anakku.
Ada cerita menggelitik di baliknya.
Aku ... sebenarnya sudah lama ingin membuat gaun Princess Cinderella. Tapi, kalau harus mirip sekali dengan aslinya ... aku tidak mungkin bisa melakukannya. Alasannya ... bahan yang kumiliki tak sebagus kualitas bahan pakaian asli juga aku bisa saja melanggar hak cipta karya seseorang atau dianggap menjiplak. Hehehe ...

Aku juga tidak tahu bagaimana memulainya.

Akhirnya ... Aku membuat gaun ini secara spontan karena anakku mendapat undangan acara ulang Tahun dan dia tidak punya gaun untuk pergi ke pesta. Alhasil, setelah pulang sekolah, aku langsung membuatkan gaun untuknya agar bisa dipakai untuk menghadiri acara ulang tahun salah satu teman sekolahnya.


Terkadang, inspirasi dan motivasi itu justru muncul di saat sudah mendesak dan terpaksa melakukannya dengan cepat.

Terima kasih untuk kamu yang selalu menginspirasi.

Monday, December 9, 2019

Anak - Sumber Inspirasi Fashionku (Fashion Design #1)

www.rinmuna.com

Anak adalah harta yang paling berharga, membuat kita mengerti arti cinta yang sesungguhnya. Bagiku, kehadiran seorang anak benar-benar memberikan inspirasi yang tak terhingga untuk kehidupanku.
Foto yang aku posting, adalah design yang pertama kali aku wujudkan jadi nyata.
Aku punya hobby menggambar busana sejak masih duduk di bangku SMA. Tapi, saat itu tak pernah terpikirkan bahwa gambar yang aku buat bisa dibuat menjadi nyata, mengingat banyak kekurangan yang aku miliki. Aku besar di panti asuhan, aku sadar dengan siapa aku dan aku membunuh cita-citaku satu per satu. Semua hal rasanya menjadi tidak mungkin. Sebab, aku tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal yang lebih.
Semua gambar busana yang pernah aku buat, aku posting di media sosial kemudian aku buang begitu saja. Beberapa tahun lalu, bahkan aku sudah menghapusnya dari media sosialku. Alasannya ... ada yang berkomentar kalau designku bisa ditiru orang kalau aku mempostingnya ke media sosial. Jadi, aku memang sudah nggak punya hasil designku yang lalu. Tapi, aku masih ingat semua model yang  pernah aku buat. Aku selalu membuat sebuah gaun dengan motif batik Kalimantan.

Cukup lama aku berhenti menggambar busana. Aku tidak punya begitu banyak semangat untuk mengumpulkan karya-karyaku. Karena, menurut aku sendiri ... hasil gambarku sangat buruk jika harus dibandingkan dengan karya orang lain. Hasil gambar mereka jauh lebih bagus dari yang aku buat dan aku merasa tidak percaya diri.

Sampai suatu hari ... aku berniat membuat baju untuk anakku yang baru berusia dua tahun. Harusnya, baju itu lebih mirip dengan model princess Cinderella. Tapi, karena aku hanya memesan di tukang jahit. Alhasil, jadinya malah seperti seragam sekolah. Rasanya kecewa, kesal dan aku ngerasa ... kok, kayak gini sih? Tapi, aku nggak berani untuk komplain untuk tetap menjaga hubungan baik.

Akhirnya ... dengan susah payah aku menyisihkan uang gajiku sedikit demi sedikit untuk membeli mesin jahit. Mesin jahit yang aku beli, merupakan salah satu mesin jahit bekas yang ada di panti asuhan tempat aku tinggal. Selama di sana, aku biasanya membantu pengurus untuk menjahit. Tapi, aku tidak benar-benar bisa menjahit. Aku hanya membantunya merapikan kain atau memasang kancing. Aku nggak punya keberanian sama sekali buat pakai mesin jahit.

Terus ... kenapa nekat beli mesin jahit kalo nggak bisa jahit?
Iya juga ya?
Akhirnya ... mesin jahitnya juga nggak terpakai karena aku bener-bener nggak paham gimana cara makainya.
Sampai suatu hari, adik aku pulang dari Balikpapan dan mengajariku cara memintal benang. Sejak saat itu, aku mulai memakai mesin jahit untuk menjahit pakaian yang sobek di rumah.
Aku tinggal di kampung. Akses informasi tentunya sulit aku dapatkan. Aku juga tidak tahu bagaimana caranya menjahit yang benar dan memahami bagaimana cara kerja mesin jahit. Setelah aku membuka taman baca, tak berapa lama wifi masuk desa hadir. Aku langsung memasang wifi, patungan dengan adikku untuk membayarnya. Sejak itu, aku bisa mengakses internet dan mendapat banyak informasi.

Dari internet, aku belajar cara menjahit yang baik dan bagaimana mengatasi masalah pada mesin jahit. Sehingga, aku bisa belajar memperbaiki mesin jahitku sendiri saat ada masalah.

Aku mulai belajar perlahan, bagaimana membuat pola dan akhirnya aku membuat baju untuk anakku. Aku design sendiri, buat pola sendiri dan membuatnya sendiri saja. Yah, walau hasil gambar dengan kenyataannya masih jauh berbeda. Aku masih melakukan kesalahan dan itu membuat aku terus belajar dan belajar.

Aku sengaja memilih motif yang mencolok untuk anakku. Alasannya, karena dia masih kecil dan aku mudah untuk mendapatkannya ketika aku ajak dia di keramaian. Benar saja, aku sempat membawanya masuk ke mall dan dia lari ke sana - ke mari. Aku sempat bingung dan bertanya pada beberapa orang karena aku nggak bisa menemukan anakku yang asyik bermain di antara pakaian. Dia bilang, itu labirin dan dia senang berlari dari satu stand ke stand lain. Akhirnya, aku bisa dengan mudah menemukannya karena pakaiannya yang mencolok dan berbeda dengan kebanyakan orang yang ada di sana. Dari kejauhan, aku sudah bisa menemukan tubuh mungil itu.


Baju ini adalah design pertama yang aku buat menjadi nyata. Semua itu karena aku sangat mencintai anakku dan aku ingin dia memakai sesuatu yang aku buat dengan cinta untuknya. Bisa saja aku membelinya di toko. Lebih praktis dan nggak perlu repot bikin. Tapi, rasanya ada kepuasan tersendiri saat aku bisa membuatkan baju untuk anakku. Terlebih lagi saat dia sangat senang memakai baju yang aku buatkan.

Anak -- Dialah sumber inspirasiku dalam berkarya. Jika tidak ada dia, mungkin selamanya aku akan mengubur dalam-dalam keinginanku untuk membuat sebuah fashion dari karya aku sendiri.



Nak, terima kasih sudah menjadi sumber inspirasi untuk Mama...

I Love you ...

Aku tinggalkan tulisan ini ... untuk kamu ... 15 Tahun ke depan ...
 




Tuesday, November 5, 2019

Race in Love


www.rinmuna.com


Hari ini, aku kembali duduk di bangku penonton untuk menyaksikan balapan sepeda motor. Sebenarnya, aku tidak suka berada di tempat ini karena aku harus menyaksikan kalau pacarku sedang dalam bahaya. Bahaya? Ya, bahaya yang bisa saja terjadi di sirkuit. Aku tidak ingin melihatnya terluka sedikit saja.

Setiap kali Rendra cedera, aku selalu menangis semalaman. Aku tidak bisa melihatnya terluka. Tapi, dia selalu bilang kalau dia baik-baik saja. Ia sangat mencintai dunia balap. Sekalipun aku terus memohon padanya untuk berhenti, ia tidak akan melakukannya. 
 
"Banyak hal yang harus dipertimbangkan. Aku mencintai dunia balap. Aku tidak ingin mengecewakan orang-orang yang telah memberikan kepercayaan kepadaku," tutur Rendra tiga tahun silam saat ia lolos seleksi tingkat nasional. 

Aku ingin mengakhiri semuanya. Beberapa kali hubungan harus putus karena aku egois. Aku terus menginginkannya berhenti balapan. Sementara Rendra, selalu kembali ke pelukanku setiap kali ia mengakhiri musim balapannya. Kami saling mencintai, itulah alasan kenapa aku tidak bisa melihatnya di arena balap.

Waktu terus bergulir, Rendra tak menyerah memberikan aku pengertian sampai akhirnya aku terus berada di sisinya dalam keadaan apa pun. Kini, Rendra berhasil menjuarai beberapa kejuaraan internasional di beberapa negara Asia. Walau banyak prestasi yang sudah ia raih. Aku tetap saja mengkhawatirkan dirinya.

Aku langsung menghampiri Rendra begitu ia selesai balapan. Aku selalu berlari ke arahnya dan memeluknya begitu erat. Aku berharap, Rendra akan terus memelukku sampai kami menua bersama.

"Kenapa masih nangis?" tanya Rendra sambil mengusap air mataku.

Aku tersenyum. "Karena aku takut kehilangan kamu."
"Kamu nggak akan pernah kehilangan aku. Aku ada di sini," tutur Rendra sambil menunjuk dadaku.

Ya, dia tahu kalau aku selalu menyimpan hatinya di dalam hatiku. Dia tahu kalau aku sangat mencintainya.

Rendra memelukku dengan erat. "Kamu jangan pernah pergi lagi! Jangan pernah bilang kata putus lagi. Aku sayang sama kamu. Sama seperti aku mencintai dunia balap. Jangan minta aku memilih antara kamu dan dunia balap. Aku mencintai keduanya."

Rendra selalu menenangkan perasaanku. Ia mengerti kekhawatiran yang menghantuiku. Itulah sebabnya, ia selalu mengajakku makan malam romantis setiap kali ia usai balapan.

Waktu begitu cepat bergulir. Rendra akan kembali ke sirkuit seminggu lagi. Entah kenapa, perasaanku begitu gelisah. Tak seperti biasanya. Rendra selalu menginginkan aku ada di kursi penonton setiap kali ia balapan. Tapi, kali ini Rendra justru memintaku untuk berdiam di dalam rumah. Dia bilang, "tidak perlu menyusul aku ke sini. Aku bakal baik-baik aja. Aku pasti pulang. Jangan lupa bikinin aku cream soup! Aku rindu cream soup buatan kamu."

Sikap Rendra benar-benar tak biasa. Hal ini justru membuat aku gelisah dan khawatir. Kami sudah tidak bertemu selama beberapa bulan karena Rendra sibuk latihan dan aku sibuk dengan tugas kuliahku.

Tak ingin terus dihantui rasa khawatir. Aku langsung mengemasi pakaianku ke dalam koper dan memesan tiket menuju Malaysia. Di sana, Rendra akan mengikuti balapan yang ke sekian kalinya. Aku tetap ingin melihatnya sebab aku sangat merindukannya.

Aku baru memberi kabar pada Rendra ketika aku sudah sampai di Malaysia. Rendra sangat terkejut karena aku selalu rela terbang ke negara tempat ia mengikuti kompetisi balap.
 
Malam hari sebelum balapan, Rendra memaksakan diri menemuiku di apartemen tempat aku menginap. Ia langsung memeluk erat tubuhku begitu aku membukakan pintu untuknya.

"Kamu boleh keluar?" tanyaku heran.

"Sebentar saja, mereka nggak akan tahu. Aku kangen sama kamu," jawab Rendra sambil memelukku begitu erat. Ia bahkan menciumku berkali-kali. 

"Oh ya, aku bikinin cream soup buat kamu. Mau makan?" tanyaku sambil menatap wajah Rendra.

"Serius?" Rendra terlihat senang dan langsung menghampiri meja makan. Ia tersenyum senang dan langsung menikmati cream soup buatanku dengan lahap.

"Mmh ... aku kangen banget sama cream soup buatan kamu. Nggak nyangka kalo kamu bikinin sekarang. Padahal, aku kan minta bikinin kalo udah pulang ke Indonesia."

Aku tertawa bahagia melihat wajahnya. "Kamu sudah telepon Mama kamu?" tanyaku.

"Sudah. Besok pagi aku telepon lagi sebelum mulai balapan," jawab Rendra.

Aku tersenyum sambil menganggukkan kepala.

"Besok kamu nggak usah ke sirkuit ya!" pinta Rendra.

"Hah!? Kenapa?"

"Nggak papa. Aku janji bakal langsung nemuin kamu begitu selesai balapan. Kita pulang ke Indonesia bareng," tutur Rendra sambil tersenyum. 

"Tumben buru-buru pulang?"

Rendra tersenyum. "Nggak boleh?"

"Boleh banget," sahutku.

Kami terdiam selama beberapa saat.

"Ren, aku khawatir sama kamu. Aku takut kehilangan kamu," tuturku perlahan sambil bergelayut di pundak Rendra.

"Anggi sayang ... kamu nggak perlu khawatir! Kamu cukup doain aku biar aku menang," pinta Rendra.

Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum.

"Buat seorang pembalap, mati di sirkuit itu sebuah kehormatan," tutur Rendra sambil tersenyum.

"Iih ... apaan sih!? Nggak usah ngomong soal mati, deh!" Aku menepuk bahu Rendra.

Rendra tertawa kecil. "Semua orang bakal mati dan aku bakal bahagia banget kalau aku mati dalam kompetisi. Itu kehormatan buat aku."

Hatiku nyeri mendengar ucapan Rendra. Aku tidak bisa menahan kesedihan dan air mataku menetes begitu saja. Aku paling benci ketika Rendra membahas soal kematian. Apa dia tidak tahu kalau perkerjaannya penuh dengan resiko dan dia justru menakut-nakuti dengan kematian.

Rendra tertawa kecil dan langsung merengkuh tubuhku. "Jangan pernah nangisin aku, karena aku bahagia sama dunia ini. Kamu harus tersenyum!" pinta Rendra sambil mengusap air mataku.

"Gimana aku bisa senyum kalo kamu ngomongnya kayak gitu? Kamu tahu nggak sih kalo aku khawatir banget sama kamu. Rasanya, aku pengen iket kamu sekarang di sini biar kamu nggak pergi ke sirkuit!" tuturku kesal.

Rendra tertawa kecil. "Jangan marah, dong! Jelek tahu."

Aku bergeming. Rendra benar-benar tak mengerti perasaanku. Apa dia tidak bisa merasakan kalau aku begitu mengkhawatirkannya?

Rendra tertawa kecil. Ia mengangkat tubuhku dan menarik ke pangkuannya. "Aku cuma bercanda. Makasih ya udah peduli dan selalu khawatir sama aku," tutur Rendra sambil tersenyum menatapku. Ia menyentuh pipiku dengan lembut, menyibakkan anak rambut yang berantakan menutupi wajahku. Kemudian ia menciumku penuh cinta.

"Aku sayang sama kamu," tutur Rendra terus menciumiku. 

Mungkin ia sangat merindukanku sehingga ia sampai menciumku berkali-kali. Tak seperti biasanya.

"Kita menikah setelah kamu wisuda ya!" pinta Rendra.

Aku menganggukkan kepala. Aku masih harus menyelesaikan empat semester lagi untuk bisa mendapatkan gelar sarjana. Kami sudah bertunangan sejak setahun yang lalu. Rendra tidak ingin aku terus mengajaknya putus hanya karena balapan dan dia benar-benar membuktika keseriusannya untuk menjadikan aku satu-satunya wanita yang ada dalam hatinya.

"Aku balik dulu!" pamit Rendra. "Besok nggak usah dateng ke sirkuit. Aku yang bakal datengin kamu. Kita sama-sama pulang ke Indonesia." Rendra mencium keningku dan bergegas pergi.

Keesokan harinya, aku menuruti permintaan Rendra untuk tidak hadir di sirkuit. Aku hanya menontonnya lewat siaran live di televisi. Aku menonton sambil sibuk membuatkan cream soup untuk Rendra. Dia akan senang sekali jika aku menyiapkan makanan kesukaaannya saat ia datang.

Aku langsung menatap layar televisi begitu mendengar nama Rendra disebut oleh komentator. Aku melangkah perlahan mendekat ke televisi sambil membawa mangkuk berisi cream soup hangat yang baru saja aku masak.

PRANG!

Aku membiarkan mangkuk itu terjatuh di lantai. Tangan dan tubuhku tiba-tiba lemas saat melihat Rendra terjatuh dari motornya saat balapan hampir usai. Ini bukan pertama kalinya Rendra terjatuh dari motor. Ia pernah cedera beberapa kali dan aku berharap Rendra hanya mengalami luka ringan. Aku langsung melangkahkan kaki keluar dari apartemen. Aku tidak ingin menunggu kabar dari televisi tentang keadaan Rendra. Aku langsung memesan taksi dan berangkat menuju lokasi sirkuit.

"Rendra mana?" tanyaku pada salah satu tim Rendra. Hampir semuat tim Rendra mengenaliku karena Rendra sering mengajakku pergi bersama mereka.

"Udah di bawa ke rumah sakit," jawab tim yang aku tanya.

"Rumah sakit? Emangnya petugas medis di sini nggak bisa nanganin?" tanyaku.

Cowok itu menggelengkan kepala dengan wajah murung.

"Rendra baik-baik aja, kan?" tanyaku dengan mata berkaca-kaca.

"Kami nggak tahu."

"Dia di bawa ke rumah sakit mana?" tanyaku.

Cowok itu menyebutkan nama rumah sakit yang ada di Kuala Lumpur. Aku langsung bergegas kembali menaiki taksi menuju rumah sakit. Perasaanku makin tak karuan saat tahu kalau Rendra dilarikan ke rumah sakit. Aku tak bisa menahan tangis selama perjalanan. 

Saat Rendra mengalami cedera ringan saja, aku menangis semalaman di sampingnya. Bagaimana aku harus menghadapi kenyataan yang lebih dari itu? Rasanya, hatiku begitu sakit.

Sesampainya di rumah sakit, aku langsung berlari mencari Rendra. Tidak begitu sulit untuk mendapatkan informasi. Aku langsung menuju ke ruang Emergency. Di luar ruangan, ada beberapa tim yang sedang duduk sambil menangis. Manager Rendra langsung berdiri menatapku begitu aku datang. Dari raut wajahnya, aku bisa mengerti kalau Rendra tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Kakiku terasa begitu berat untuk melangkah. Aku menyeret kakiku untuk mendekati Manager Rendra. Aku tidak bisa mengatakan apa pun, aku hanya menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Manager itu menatapku penuh kesedihan, ia menahan tangisnya dan tidak bisa berkata apa pun.

"Mister, dia baik-baik aja kan?" tanyaku perlahan saat melihat matanya berlinang. Aku berusaha untuk tersenyum walau hatiku begitu sakit.

"He's died." Tangis Manager itu akhirnya pecah.

DUAR!!

Aku merasa seperti tersambar petir ribuan voltase. Dunia dan isinya serasa runtuh. Aku tidak bisa menahan air mataku lagi. Aku menatap pintu ruang emergency. Di dalam sana ada Rendra yang ingin ia peluk erat. Aku ingin menagih janjinya untuk pulang sama-sama ke Indonesia. Aku tidak ingin pulang bersama dalam keadaan seperti ini. Tidak adakah hal yang bisa lebih membahagiakan, Rendra?

Kakiku terasa lemas, aku menjatuhkan lututku ke lantai dan membiarkan derai air mataku membasahi lantai. Hari ini, Rendra melarangku pergi ke sirkuit karena tidak ingin melihatnya merasakan sakit seorang diri. Ini jelas lebih menyakitkan dari apa pun. Aku tidak ada di saat dia berjuang sendirian. Kenapa dia biarkan aku seperti orang bodoh? Kenapa aku tidak pergi saja ke sirkuit dan memberikan semangat untuknya? Bukankah dia berjanji kalau dia tidak akan pernah membiarkan aku merasa kehilangan?

"Nggak mungkin. Nggak mungkin kamu ninggalin aku," ucapku sambil menggelengkan kepala. "Baru semalam kamu bilang kalo kamu nggak akan ninggalin aku. Kamu janji bakal datang dan kita sama-sama pulang ke Indonesia. Kamu bakal menuhin janji kamu kan?" tanyaku sambil terisak.

Beberapa saat kemudian, pintu ruang emergency terbuka. Aku langsung berlari dan menerobos masuk. Beberapa teman Rendra mencoba menahanku dan aku tetap tidak bisa mengendalikan diriku untuk menemui Rendra yang sudah terbaring kaku di atas ranjang pasien. Aku langsung memeluk erat tubuhnya.

"RENDRA, BANGUN!" teriakku sejadi-jadinya. "BANGUN, REN! BANGUN!" Aku memeluk tubuh Rendra dengan erat. Membiarkan air mataku jatuh ke pipinya. Aku terpaku menatap Rendra yang tersenyum dalam beku. 

Aku langsung menciumi bibirnya yang dingin. "Please ... balik buat aku, Ren!" bisikku bersama derai air mata. Aku terus menangis sambil memeluk erat tubuh Rendra sampai aku tidak bisa merasakan apa pun selain tubuh Rendra yang dingin seperti es. Aku harap ini cuma mimpi. Aku memejamkan mata dan berharap, Rendra masih tersenyum sambil memelukku erat saat aku membuka mata.

Aku berharap semuanya hanyalah mimpi. Tapi, Tuhan tidak berpihak padaku. Ia benar-benar mengambil Rendra untuk selamanya. Aku begitu terluka saat pulang ke Indonesia bersama Rendra yang tak lagi bisa kuajak bicara. Rendra selalu membuatku tertawa dengan candaan-candaan yang keluar dari mulutnya. Kini, ia hanya diam dan tak bicara apa pun.

Aku tidak pernah membayangkan sebelumnya kalau aku harus berpisah untuk selama-lamanya. Saat melihat tubuh Rendra dimasukkan ke dalam liang lahat. Aku benar-benar yakin kalau Rendra tidak akan pernah kembali lagi untukku. Aku terjatuh beberapa kali, aku merasa tubuhku benar-benar lemas dan tak bertenaga. Aku belum bisa menerima kenyataan kalau Rendra benar-benar meninggalkanku.

"Ikhlaskan ... Biarkan Rendra bahagia di surga!" Sebuah bisikan terdengar di telingaku. Entah bisikan dari siapa di saat kesadaranku tidak begitu baik.  Aku menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ya, Rendra pasti bahagia di sana dan aku tidak bisa menahannya seperti ini. Aku harus belajar mengikhlaskan kepergiannya walau rasanya begitu sulit.

"Mati di sirkuit itu sebuah kehormatan." Kalimat itu terus terngiang di telingaku. Aku melihat wajah Rendra tersenyum bahagia saat mengatakan kalimat itu.

"Ren, apa kamu bahagia ninggalin aku dan dunia balap yang sama-sama kamu cintai?" bisikku dalam hati.

Aku sama sekali tidak menyangka kalau Rendra begitu cepat pergi meninggalkanku. Setiap hari dalam doaku, aku berharap Tuhan akan mempersatukan kembali aku bersama Rendra dengan cara-Nya. Sebab, tak ada hal lain yang lebih membahagiakan selain menjalani hari bersamanya.

"Ren, terima kasih karena kamu telah memberikan kenangan indah dalam hidupku. Sungguh, aku tidak ingin menjadikannya kenangan. Tapi takdir Tuhan membawa kisah kita menjadi sebuah kenangan, bukan harapan masa depan. Kamu cintai aku sampai menutup mata, aku janji akan selalu tersenyum seperti yang kamu inginkan. Kamu juga harus bahagia di sana, di tempat yang abadi... "

"Tunggu aku, sampai surga menjadi milik kita!"





Ditulis oleh Rin Muna dalam isak tangis.


Samboja, 05 November 2019.
_______________________________________________________________

Cerita ini hanyalah fiktif belaka.

Aku persembahkan cerita ini untuk Alm. Afridza Syach Munandar. Salah satu anak muda yang berprestasi dan berhasil mengharumkan nama Indonesia. Semoga tenang dan bahagia di Surga Allah. Prestasi-prestasimu akan dikenang selalu ...

_______________________________________________________________





























Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas