Labels
Thursday, April 7, 2022
Sunday, April 3, 2022
Awal Ramadan yang Menyedihkan
Puisi | Semakin Jauh
“Semakin Jauh”
Aku
kini tak lagi bisa tersenyum
Aku kini tak lagi
punya sayap
Sejak kau
pergi jauh tinggalkanku
Dan masih
penuh bekas luka yang tak jua sirna
Kini
ku hanya bisa berdiam diri
Ku bagai
peri tak bersayap lagi
Dan aku
telah kehilangan hati
Yang pernah
dalam hidupku beri arti
Air
mataku kini tak ada arti
Kubiarkan
tumpah begitu saja
Menjadi
samudera yang tak terhitung luasnya
Yang
membuat kita terpisah
Semakin jauh…..semakin jauh…. dan semakin jauh
Balikpapan, 12 Nopember 2009
Puisi | Aku Ingin ...
“Aku Ingin ...”
Sat
aku mulai membuka mata
Aku ingin
kamu ada di sisiku
Temaniku
setiap waktu
Saat
aku mulai terlelap
Aku ingin
kamu tetap di sampingku
Membelai
rambutku dan mencium pipiku
Hingga aku
damai dalam tidurku
Saat
aku membuka mata kembali
Aku ingin
kamu masih ada di sampingku
Dan
saat aku menutup mata tuk selamanya
Aku
ingin tetap ada di hatimu
Dan
selamanya kau mencintaiku
Karena
selamanya kamu ada di hatiku…
Balikpapan,
23 Desember 2009
Puisi | Rasa yang Semu
“Rasa yang Semu”
Angin...
Tolong
sampaikan padanya
Bahwa aku
benci dia
Dan tak pernah
mencintainya
Dan jangan
katakan yang sejujurnya
Bahwa aku
sungguh mencintainya
Bahwa aku
membutuhkannya
Aku tak ingin
dia tahu
Perasaanku
baginya semu
Yang aku mau
dia tahu
Kalau aku tak
pernah merindu
Balikpapan, 16 Februari 2009
Tuesday, March 22, 2022
Puisi | Lorong Cinta
“Lorong Cinta”
Kulangkahkan
kakiku menyusuri lorong cinta
Yang kini
tak lagi bercahaya
Dalam
kegelapan kuterus melangkah
Dengan
naluri yang tak meyakinkan
Begitu lelah aku melangkah
Lorong
cintaku seakan tak berujung
Begitu
penat kurasakan
Tak kuasa
ku menahan dahaga
Nafasku pun
terasa berhenti…
Kenapa
lorong cintaku tak berujung..
Kemarin
kulihat ada di hadapanku
Sebuah
keindahan yang tak henti kuagungkan
Sebuah
tempat terindah yang pernah kulihat
Tapi kini
semua sirna ditelan kegelapan
Aku
terus melangkah dalam kegelapan
Mencoba
mencari setitik cahaya
Tapi tak kutemui sampai sejauh ini
Dengan
sisa-sisa kekuatanku
Kuraba
dinding-dinding cintaku
Ku
kumpulkan serpihan hatiku
Ku dekap
dengan penuh kelemahan
Kakiku
seakan layu
Ku terbaring
lemah bersama sisa-sisa cintaku
Dalam gelap
aku meratap
Meraba
cinta yang telah hancur
Aku tak
lagi mampu melihatnya
Semua
keindahan dalam hidupku
Sirna
begitu saja dalam gelapnya cintaku…
Balikpapan, 10 Oktober 2009
Monday, March 21, 2022
Puisi | Bayangkan ...!
“Bayangkan ...!”
Bayangkan…!
Bila
separuh hatimu menghilang
Masih
bisakah kamu mencintai sepenuhnya
Bayangkan…!
Bila
separuh jantungmu musnah
Masih
bergunakah sisa jantungmu
Bayangkan…!
Bila
sebelah kakimu tak ada
Masih
bisakah kamu berdiri tegak
Bayangkan…!
Bila
indera-inderamu terenggut
Masih
bergunakah sisa-sisanya
Bayangkan…!
Bila
kedua tanganmu tak ada
Masih
bisakah kamu memberi dan berbagi
Bayangkan…!
Bila jiwamu melayang tanpa arah
Masih
adakah gunanya ragamu…
Bayangkan…!
Bila
hal terpenting dalam hidupmu menghilang
Apa
yang akan kamu lakukan…
Apa
yang akan kamu lakukan
Saat orang
yang paling kamu cintai menghilang dari hidupmu..
Apa
yang akan kamu lakukan
saat orang
yang paling kamu sayangi menjauh dan membencimu…
Balikpapan, 09 Oktober 2009
Puisi | Aku Kini
“AKU KINI”
Apa
kamu tahu…
Bagaimana
aku setelah kamu pergi
Apa kamu
pernah berpikir
Sedikit
saja tentang aku
Aku
kini seperti pengembara
Terus
berusaha mencari cinta yang hilang
Aku kini
seperti anak angsa
Yang tak
tahu arah kembali
Aku kini seperti kupu-kupu
Yang
terbang kelilingi alam ini
Terus
mencari rindu-rindu yang tersisa
Aku
kini seperti bintang-bintang
Yang tak
mampu bersinar kembali
Terus
mencari rasa yang pergi entah kemana
Aku
kini seperti burung-burung jalang
Yang tak
mampu menahan rasa lelah
Terus
berusaha mengepakkan sayap untuk sisa sayangku
Aku
kini seperti cacing-cacing
Yang
mengembara dalam tanah tandus
Terus
berusaha mencari sisa mineral cinta
Aku
kini seperti semut-semut
Yang
beriring dalam kehampaan
Terus
berusaha mencari sisa gula cinta
Aku
kini seperti lebah-lebah
Yang
terperangkap di tengah samudera
Terus
berusaha mencari sisa madu cinta
Masih
adakah nurainimu tuk diriku
Masih
adakah cinta yang dulu pernah kau beri
Masih
adakah aku…di lembar terkecil dalam
hatimu…
Balikpapan, 09 Oktober 2009
Bab 11 - Menepis Benalu
Arlita bergelayut manja di
lengan Nanda saat pria itu mengantarkannya pulang ke apartemennya. Tak peduli pria
itu sudah menikah dengan wanita lain. Asalkan kebutuhannya masih dipenuhi, ia
tidak akan melepaskan Nanda dengan mudah begitu saja.
“Nan, thank’s ya udah belanjain
aku hari ini!” Arlita tersenyum manis dan mengecup pipi Nanda. “Gimana kalau
malam ini kamu nginap di apartemen aja? Aku kangen sama kamu.”
“Nggak bisa kalau nginap, Lit. Ada
istriku di rumah. Kalo dia laporin aku ke papa dan mama, bisa habis hidupku.”
“Dia jahat banget, sih?”
“Dia nggak jahat, Lit.”
“Jahat. Dia udah rebut kamu
dari aku.”
“Bukan dia yang rebut. Aku yang
udah bikin dia hamil. Aku harus bertanggung jawab, Lit,” sahut Nanda.
“Kamu hamilin aku juga! Biar
kita bisa nikah juga, Nan.”
“Kamu mau jadi istri kedua?”
tanya Nanda.
Arlita menggeleng. “Aku mau
jadi satu-satunya buat kamu, Nan. Kapan kamu bercerai sama Ayu? Kayaknya,
akhir-akhir ini waktu jadi terasa lambat banget.”
“Aku harus dapatkan hak asuh anakku
saat aku ceraikan Ayu. Kamu jangan banyak tingkah, ya!” pinta Nanda. Ia
menyubit gemas hidung Arlita sambil tersenyum manis.
Arlita mengangguk sambil tersenyum
manis. “Aku pasti support kamu dan akan menerima anak itu seperti anakku
sendiri saat kita menikah nanti.”
Mereka melangkah keluar dari
lift dan langsung menuju nomor apartemen milik Nanda yang selama ini ditinggali
oleh Arlita.
Belum sampai ke pintu
apartemen, langkah mereka terhenti ketika melihat sosok wanita paruh baya
berdiri di sana.
Nanda buru-buru menepis tangan
Arlita dari tubuhnya dan berdiri tegang di sana.
“Ta-tante Nia?” Bibir Arlita bergetar
saat melihat wanita itu sudah berdiri di depan pintu apartemennya.
“Kamu beneran masih tinggal di
apartemen ini?” tanya Nia. “Kalian sudah putus ‘kan?”
Arlita langsung menoleh ke arah
Nanda.
“Kamu belum putusin Lita?” tanya
Nia.
“Ayu juga lagi jalan sama
Sonny, Ma,” jawab Nanda.
“Pertanyaan Mama bukan itu.”
“Ma, aku sama Ayu menikah bukan
karena kami saling mencintai,” tutur Nanda.
PLAK!
Telapak tangan Nia mendarat
keras di pipi Nanda.
Arlita terdiam melihat Nia
tiba-tiba menampar wajah Nanda. Ia benar-benat tidak tahu harus berbuat apa.
“Kalau belum nikah, kamu boleh
berhubungan sama perempuan mana aja. Tapi kamu sudah menikah. Harusnya kamu
menghargai pernikahan kamu. Kamu malah pelihara perempuan yang bisanya Cuma
morotin duitmu ini, hah!?” seru Nia penuh emosi.
Nanda terdiam sambil memegangi
pipinya yang memanas.
“Belanjaan ini semua, Nanda
yang bayarin ‘kan?” tanya Nia sambil menatap wajah Arlita.
Arlita mengangguk kecil sambil.
“Iya, Tante.”
“Kunci apartemen ini mana?”
tanya Nia sambil menengadahkan telapak tangannya.
“Ma, nggak harus kayak gini
‘kan?” tanya Nanda sambil menatap wajah mamanya.
“Dia bisa pakai apartemen ini
karena mama memang ingin membantu dia. Bukan memberikannya begitu saja. Apalagi
lihat kelakuannya kayak gini. Mama jadi nggak respect. Bisa-bisanya masih
morotin kamu. Pasahal dia tahu kalau kamu sudah beristri,” tutur Nia.
“Tante, aku tinggal di mana?”
tanya Arlita dengan mata berkaca-kaca.
Nia menghela napas. “Tante
kasih kamu waktu selama satu minggu untuk cari tempat tinggal. Semua yang
dimiliki Nanda, bukan milikmu!”
“Ma, kasihan Lita. Biarkan dia
tinggal di sini. Apartemen ini juga nggak dipakai. Aku udah kasih rumah besar
untuk Ayu. Dia nggak mempermasalahkan itu semua. Dia juga jalan sama Sonny, apa
salahnya aku jalan sama Lita. Kami pasangan yang sesungguhnya.”
“Ayu jalan sama Sonny bukan
untuk mesra-mesraan kayak kalian. Nggak tahu aturan! Kalau kamu masih seperti
ini, jangan harap bisa punya jabatan di perusahaan. Lebih baik kami pelihara
anak orang lain daripada anak sendiri yang tidak tahu diri!” sahut Nia.
Nanda gelagapan mendengar
ucapan mamanya.
“Mama kasih kamu waktu satu
minggu untuk selesaikan perempuan ini. Kamu tahu tuntutan dari keluarga Roro
nggak main-main supaya kamu nggak dipenjara karena perbuatanmu itu. Papamu
sudah menandatangi perjanjian sebelum kamu menikahi Roro Ayu. Kalau sampai Roro
Ayu dan kamu bercerai, semua harta keluarga kita jadi taruhannya. Pikirkan itu,
Nan! Apa susahnya memperlakukan dia sebagai istri dengan baik? Kamu tinggalkan
perempuan ini atau jadi gembel? Pilihlah!” tegas Nia sambil melangkah pergi
meninggalkan Nanda dan Arlita.
“Ma ...!” Nanda berusaha
mengejar langkah mamanya, tapi Arlita menahannya.
“Nan, aku gimana?” tanya Arlita
sambil menggigit bibir bawahnya.
“Lepasin, Lit! Aku selesaikan
urusanku dengan Mama dulu. Kamu jangan ganggu aku dulu! Oke?”
Arlita terdiam dan melepaskan
lengan Nanda perlahan. Ia menatap punggung Nanda yang menghilang di balik pintu
lift yang ada di apartemen tersebut. Ia sudah terbiasa mendapatkan semua
fasilitas dari Nanda tanpa harus bekerja. Jika semuanya diambil, dia tidak akan
bisa hidup enak lagi. Gajinya sebagai SPG, tidak akan bisa mencukupi gaya
hidupnya yang mewah karena fasilitas dari sang pacar.
“Sialan kamu, Yu! Kalau bukan
karena ulahmu, aku nggak akan kehilangan Nanda. Aku nggak akan biarkan kamu
ambil semua yang seharusnya jadi milikku!” ucap Arlita kesal sambil
mengentakkan kakinya.
Sementara itu, Nia terus
melangkah keluar dari apartemen itu dan masuk ke dalam mobil. Ia segera menuju
ke Jamoo Restaurant karena sudah ada janji untuk bertemu dengan seseorang di
sana. Perasaannya sangat tak karuan melihat puteranya bermain api dan membuat
perusahaan keluarga mereka nyaris jatuh ke tangan keluarga bangsawan yang telah
direnggut harga dirinya oleh sang anak.
Beberapa menit kemudian, Nia
sudah masuk ke dalam Jaamo Restaurant dan menghampiri seseorang yang sudah
menunggunya di sana.
“Hai ...!” sapa Nia sambil
menghampiri wanita paruh baya yang sedang sibuk dengan tabletnya.
“Hei ...!” balas wanita paruh
baya itu sambil bangkit dari sofa dan menyambut kedatangan Nia dengan hangat.
“Gimana kabarmu, Yun? Aku
dengar, kamu tinggal di Amrik, ya?” tanya Nia.
“Nggak. Cuma temenin suami
berobat di sana. Yah, bolak-balik Washington-Indonesia,” jawab Yuna sambil
menatap wajah Nia.
Nia tersenyum manis dan duduk
di sofa yang ada di sana. “Yeriko sudah sembuh?”
“Baru aja menyelesaikan
pemasangan jantung mekanisnya. Suami yang punya penyakit jantung, aku yang
jantungan terus setiap kali dia operasi. Takut nggak bangun lagi. Andre apa
kabar?”
“Baik,” jawab Nia sambil
tersenyum. “Kamu udah pesen makanan?”
“Belum. Masih nunggu kamu.”
Nia dan Yuna langsung memesan
beberapa makanan untuk mereka.
“Aku denger anakmu sudah nikah.
Kenapa nggak undang aku?” tanya Yuna.
“Nikah dadakan, Yun. Nggak
sempat undang orang banyak. Acara keluarga aja,” jawab Nia.
“Aku juga dulu nikah dadakan,
hahaha. Setelah itu, kayaknya banyak yang nikah dadakan. Anakku juga ikut
begitu, hahaha. Sumpah, takdir hidup selalu bikin ngakak,” tutur Yuna sambil
terus tertawa.
Nia ikut tertawa mendengar
ucapan Yuna. “Iya, sih. Sekarang emang udah trend nikah dadakan kayak gitu.
Nggak nyangka kalau anakku sastu-satunya juga bakal begitu.”
“Bukannya mau tunangan? Kenapa
tiba-tiba nikah tanpa persiapan?” tanya Yuna penasaran.
“Dia nikah bukan sama calon
tunangannya,” jawab Nia berbisik.
“Oh ya? Kok, bisa?” tanya Yuna
lagi.
“Dia hamilin perempuan lain,”
jawab Nia berbisik.
“HAHAHA.” Yuna tergelak
mendengar ucapan Nia. “Sekarang udah biasa ‘kan? Mana ada anak muda zaman
sekarang yang masih virgin?”
“Itu perempuan masih virgin,
Yun. Dan polos banget, gitu. Dia nggak ngerti ada pil KB, alat kontrasepsi dan
sejenisnya biar dia nggak hamil? Heran, deh. Masih ada aja cewek sepolos itu.
Mana anakku itu burungnya nggak bisa diatur. Bikin malu keluarga aja,” jawab
Nia sambil menatap serius ke arah Yuna.
“Hahaha.” Yuna tergelak
mendengar cerita dari Nia.
“Lebih parahnya lagi, yang dia
hamilin itu cucunya keluarga bangsawan, Yun. Masih cucunya Sri Susuhunan
Pakubuwana. Aku mau gila sama anakku itu, Yun. Dari dulu, nakalnya minta ampun.
Dosa apa aku sampe melahirkan anak begitu,” tutur Nia sambil memukul-mukul meja
dan kepalanya bergantian.
“Hahaha. Andre untung dong dapet mantu cucunya Sultan?
Tapi mereka yang sial dapet anak kalian. Hahaha.” Yuna semakin tergelak.
“Iih ... kamu ini emang nggak
berubah, ya? Paling demen lihat temen susah!?” dengus Nia.
“Jarang-jarang aku lihat temen
susah, Nia. Eh, Andre mana? Nggak ke sini? Aku nggak lama loh di kota ini. Dia
nggak nyempetin waktu buat temui aku?” tanya Yuna sambil menahan tawa.
“Sibuk di kantor katanya,”
jawab Nia.
“Huh, gaya banget! Dulu aja
ngejar-ngejar aku terus sampai mantan tunangannya dia itu bunuh anakku.
Sekarang, sok cuek! Kalian nggak ingat jasaku yang udah comblangin kalian,
hah!? Aku dilupain gitu aja.”
“Jangan ngomong gitu, dong! Ini
aku ajak kamu ketemuan karena masih ingat sama jasa kamu,” tutur Nia sambil
menyentuh lengan Yuna.
Yuna tertawa kecil.
“Yun, kasih aku saran dong
gimana caranya nyingkirkan cewek yang ganggu rumah tangga anakku? Roro Ayu yang
keturunan bangsawan itu bener-bener berbahaya, Yun. Aku sampe pusing
ngurusinnya. Andre sampe lepas tangan gitu loh sama rumah tangga anak kami.
Kalau sampai keluarga Roro Ayu tahu anakku itu masih punya pacar, bisa habis
harta keluargaku, Yun.”
“Kok, bisa?”
Nia langsung menceritakan semua
surat perjanjian antara keluarga Sri Susuhunan Keraton Surakarta dan
keluarganya karena perbuatan Nanda yang melanggar norma. Pasal yang membuatnya
sangat berat adalah pasal tentang larangan perpisahan di pernikahan mereka.
Jika salah satunya melakukan gugatan cerai, maka seluruh harta keluarga
Perdanakusuma akan dihibahkan ke keluarga Keraton Surakarta. Hubungan Nanda dan
Roro yang tidak harmonis, membuatnya sangat khawatir.
((Bersambung...))
Terima kasih sudah jadi sahabat
setia bercerita!
Dukung terus biar author makin
semangat nulisnya!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
Sunday, March 20, 2022
Puisi | Dia Tak Pernah Tahu
"DIA TAK PERNAH TAHU"
Dia tak pernah tahu betapa aku sangat mencintainya....
Dia tak pernah sadar betapa aku merindukannya....
Dia tak pernah menghargai kasih sayang yang ku berikan....
Yang dia tahu aku masih tetap bersamanya...
Yang dia tahu aku harus ikuti semua ucapnya...
Yang dia tahu hanya bagaimana aku di hadapannya...
Dia tak pernah peduli apapun tentangku...
Dia tak pernah sadar saat aku begitu membutuhkannya...
Dia tak pernah ada saat aku begitu merindukannya...
Balikpapan,
19 April 2010