Saturday, January 12, 2019

Kertas Cinta | Rin Muna

pixabay.com

Beningnya embun pagi tak sebening cintaku
Putihnya awan tak seputih kasihku
Indahnya pagi tak seindah dirimu
Saat kau ada
Mengisi etiap detik dalam hidupku

***

Ku tulis sebuah kata cinta
Pada selembar kertas merah jambu
Kutitipkan pada merpati putih
Untuk menyampaikan padanya
Agar aku tetap ada dalam hari-harinya
Walau aku dan dia begitu jauh
Namun, lembaran-lembaran kertas itu
Kan membuat aku dan dia begitu dekat



Catatan masa SMA Rin Muna
Balikpapan, 16 September 2007
Inspirasi : Bintang Salju

Puisi | Tanpa Nestapa | Rin Muna

pixabay.com

Tak ada kata lain selain kata cinta
Tak ada bisikan lain selain bisikan mesra
Tak ada rintihan lain selain rintihan sayang
Tak ada intan permata yang bisa kuberikan
Tak ada istana yang mampu ku persembahkan

Tapi aku yakin
Kau akan tetap bahagia bersamaku
Karena sesungguhnya
Tak kan ada tetesan air mata dalam kisah kita
Tak kan ada nestapa abadi untuk jalinan kasih ini
Kebahagiaan akan terus menghampiri
Jika kita saling percaya
Pada nuraini yang telah lama menyatu...


~Rin Muna~
Catatan masa SMA.
Balikpapan, 21 Agustus 2017

Puisi | Bintang | by Rin Muna

pixabay.com
Bintang ...
Mengapa malam ini engkau tak nampak?
Aku sangat merindukanmu
Aku sangat membutuhkanmu

Bintang ...
Datanglah untukku!
Peluklah diriku
Hangatkan tubuhku
dengan cahaya cintamu

Bintang ...
Ku ingin engkau tahu
betapa aku merindukan
kehangatan yang kau berikan
kedamaian yang kau ciptakan
dan cinta yang kau hadirkan

Bintang ...
Jangan pernah kau pergi
Tinggalkan aku sendiri
Yang kini sedang pilu
menanti hadirmu kembali



~Rin Muna~
Catatan masa SMA.
Balikpapan, Agustus 2007

Wednesday, January 9, 2019

Novel Papringan dan Kebersamaan di Dalamnya


Hai... kali ini aku mau bahas salah satu karya yang sedang aku kerjakan bersama dengan beberapa sahabat penaku. Entah bagaimana ceritanya, aku lupa bagaimana kami pertama kali dipertemukan. Yang aku ingat, saat itu kami bersama-sama menulis di salah satu platform www.plukme.com. Karena terjadi kegaduhan di platform tersebut dan akhirnya platform tersebut tutup sementara dari bulan November 2018. Sejak itu, kami tak punya lagi tempat untuk mencurahkan ide dan kreatifitas bersama-sama. Namun, kami masih saling menjaga komunikasi dan silaturahmi agar tetap bisa menjadi sahabat yang baik.
Romantika Familia ini dicetuskan oleh Bang Textratis yang juga tergabung dalam proses kreatif cerita berantai berjudul "Asmara Negeri Somplak".
Dari dia, kami banyak belajar. Karena saat itu yang ikut bikin cerita Romantic Family baru dia, Sundari Mueeza dan Veraditias. Dia mengajakku untuk bergabung menyumbangkan tulisan, dan masih ada satu orang lagi yang kami harapkan bisa ikut memberikan sumbangsih. Namun, sampai saat ini orang tersebut belum bersedia memberikan karyanya bersama-sama.
Papringan, Romantika familia merupakan cerita berantai yang pada akhirnya menjadi project novel. Papringan sendiri merupakan salah satu tempat wisata yang berada di daerah Temanggung, Jawa Tengah. 

Dalam buku ini, disajikan cerita sederhana yang begitu romantis. Sebenarnya, ada banyak hal kecil di sekitar kita yang bisa menciptakan romantisme, tak perlu liburan mahal ala sosialita hanya untuk merasakan sensasi romantisme di sebuah tempat. Rumah tangga yang sudah dibangun dari komitmen dua orang yang berbeda, adalah tempat paling romantis di dunia. Rumah tangga dan tetangga yang harmonis, tidak bisa digantikan dengan tempat liburan semahal apa pun. Berapa lama pun kita akan pergi liburan ke tempat-tempat romantis. Pada akhirnya, rumahlah yang menjadi tempat paling nyaman untuk kita beristirahat, berbagi suka dan duka.
Konflik yang terjadi adalah konflik rumah tangga yang umum terjadi di masyarakat. Hampir semua rumah tangga akan merasakan pahit getirnya membangun dan membina rumah tangga yang baik agar tetap kokoh sampai akhir hayat.

Kamu wajib banget buat baca cerita ini! Buat kamu yang sudah menikah atau yang baru mau menikah, buku ini cocok banget untuk memberikan romansa harmonis di keluarga kecil kamu.


Silakan klik link di bawah ini untuk membaca bab ceritanya ya!


Bab selanjutnya, menyusul.
Jangan lupa subscribe untuk dapetin cerita terupdatenya ya! 😉

Penulis Buku:
- Textratis (Semarang)
- Veraditias (Temanggung)
- Sundari Mueeza (Medan)
- Rin Muna (Samboja)


Tuesday, January 1, 2019

Thursday, December 27, 2018

Seventeen - "Kemarin" : 2 Tahun Menciptakan Luka

Lagu Kemarin ciptaan Sang Gitaris Herman Sikumbang yang diposting di Youtube pada tanggal 21 Desember 2016 ini menjadi salah satu lagu paling menyedihkan pada bulan Desember 2018. Tepat 2 tahun lagu ini dirilis menjadi sebuah moment yang tak kan terlupakan oleh vokalis Seventeen yang berhasil selamat dari Tsunami Banten.
Riefian Fajarsyah atau yang sering disapa Ifan Seventeen ini sedang manggung di salah satu acara family gathering yang diadakan oleh salah satu perusahaan BUMN di Pantai Tanjung Lesung. Ifan menjadi salah satu korban yang selamat dari Tsunami Banten pada sabtu malam, 22 Desember 2018 ini . Sementara semua personel seventeen meninggal dalam kejadian tersebut.

Pada tanggal 23 Desember 2018, Ifan Seventeen mengunggah sebuah video yang menyatakan bahwa ia kehilangan istri dan teman-temannya bandnya. Sementara Bani Seventeen (Bassis) dan Oki Wijaya dinyatakan meninggal dunia.

Tak lama kemudian, Ifan Seventeen menggunggah postingan yang menyatakan bahwa Herman (Gitaris) juga menjadi korban Tsunami Banten.
Pada tanggal 24 Desember 2018, Ifan mengungkapkan bahwa ia tak dapat mengantarkan sahabatnya hingga peristirahatan terakhir dikarenakan masih harus mencari keberadaan Dylan Sahara (Istri) dan Andi (Drumer). Andi ditemukan meninggal dunia pada tanggal 24 Desember 2018 bersamaan dengan istri Ifan Seventeen, Dylan Sahara.


Kisah seventeen ini kemudian menjadikan salah satu lagu Seventeen yang berjudul "Kemarin" kembali viral. Pasalnya, lagu ini sangat mirip dengan kejadian tsunami yang menimpa Band Seventeen dan hanya menyisakan salah satu personelnya yakni Ifan Seventeen.

Bisakah waktu diputar ulang? Karena sebagian dari kita, sadar atau tidak, kadang menginginkan kenangan indah terulang. Setidaknya bisa mengulangi rasa bahagia dengan orang ya sama. Tapi apa jadinya jika orang tersebut sudah tiada?

Kalimat di atas adalah kalimat yang dituliskan pada lagu "Kemarin" di Official Music Video yang diunggah di Youtube 2 tahun yang lalu.
Single lagu "Kemarin" merupakan kisah nyata yang kembali menjadi nyata. Lagu ini nyata menggambarkan betapa sang penyanyi kehilangan orang-orang yang dicintainya sekaligus. 
Semua orang pasti akan merasakan sakitnya kehilangan, hanya waktu dan caranya yang berbeda-beda. Seperti bagaimana Ifan Seventeen begitu tegar menghadapi cobaan yang menimpanya. Walau tidak bisa disembunyikan bahwa luka dihatinya begitu dalam.

Ifan juga menyatakan "Pamit" kepada seluruh teman-teman dan pihak-pihak yang bekerja sama dengan Seventeen.

Ada satu kalimat dari Ifan yang membuat hatiku begitu terenyuh. "Sahabat Sepanggung Sehidup Semati"- Seventeen.

Semoga kejadian ini tidak membuat Ifan berhenti berkarya. Ada begitu banyak orang yang mendoakan Ifan agar tetap tabah. Juga mendoakan almarhum dan almarumah yang lebih disayang oleh Allah untuk kembali ke sisi-Nya.





Film Batman : Gotham by Gaslight

Thriller:


Nonton Film Full Online, klik link di bawah ini:

Batman : Gotham by Gaslight

In an alternative Victorian Age Gotham City, Batman begins his war on crime while he investigates a new series of murders by Jack the Ripper.
Tagline:As the Ripper stalks Gotham City, the Dark Knight reveals the face of terror.
Pemain:
Direksi:
Negara:
Rilis:12 Jan 2018
Bahasa:English
Anggaran:$ 10.000.000,00

Sumber : indoxx1.org


Wednesday, December 26, 2018

Nostalgia Masa SMA

pixabay.com



Hari ini, aku bertemu dengan salah satu kawan sekolahku di salah satu Kafe. Di mana secara kebetulan kami selalu sekelas semenjak SMP hingga SMA. Saat ini ia bekerja di Jakarta. Aku tidak tahu tepatnya apa, yang jelas dia lulusan Teknik Sipil dan masih ada hubungannya dengan pembangunan gedung. Dan sekarang dia sedang cuti, hingga menyempatkan waktu untuk menemuiku.
“Kamu nggak bosan sekelas mulu sama Puguh?” celetuk salah seorang teman kala itu.
Aku tidak merasa bosan. Sebab aku dan Puguh tidak terlalu dekat juga tidak terlalu jauh. Buatku, dia hanya sekedar pematik semangat belajarku. Sebab puguh memiliki kecerdasan yang lebih dibanding dengan murid lain. Dan dia selalu menjadi sainganku. Aku dan dia selalu berebut peringkat satu. Jika aku peringkat satu, sudah pasti dia yang peringkat dua. Begitu juga sebaliknya.
Aku tidak ingin bercerita tentang puguh. Sebab tak ada yang menarik darinya. Lebih menarik diriku, walau terkesan memaksakan diri. Aku ingin bercerita tentang bagaimana kesanku masuk SMA bersama Puguh. Nah loh? Kok Puguh lagi sih? Ya, sebab dia teman sekelasku sejak kelas 1 SMP. Jadi, mau tak mau aku memang harus menyeret dia ke dalam cerita masa SMA-ku.
“Rin, kamu ingat nggak waktu pertama kali masuk SMA. Kamu terkenal karena bisa mendapat predikat sebagai siswa MOS terbaik.” Puguh menundukkan kepala sambil terkikik geli.
“Apa!? Itu memalukan!” Aku menyeringai. Ia senang sekali mengejekku dengan predikat siswa MOS terbaik.
“Tapi, beneran kan!?”
“Iya. Tapi itu memalukan. Semua orang melihatku menangis di sepanjang koridor.”
“Itu artinya Kakak Osis berhasil mengerjaimu. Dan kamu beruntung berdiri di depan podium dengan penghargaan kalung bawang. Bersama Kakak Kelas yang kamu idolakan itu.” Lagi-lagi Puguh tertawa kecil di sela pembicaraan kami.
Aku memonyongkan bibirku. Wajahku memerah karena tersipu. Mengingat kakak kelas idolaku. Kakak kelas yang mendapat penghargaan sebagai Kakak Osis terbaik, hasil polling dari seluruh siswa peserta MOS.
Ya, aku mulai mengidolakannya sejak itu. Terlebih lagi dia punya sederet prestasi yang membuat mataku selalu memunculkan simbol love love setiap kali melihatnya. Ia tak hanya pintar secara akademik. Namun ia juga punya sederet prestasi lainnya. Seperti saat ia menjadi Kapten Paskibraka dan berhasil meraih juara 1 tingkat Provinsi. Itu sangat membanggakan. Bukan hanya itu, dia juga aktif dalam seni musik Tingkilan yang juga berhasil menyabet Juara 1 kompetisi Tingkilan antar sekolah se-Kalimantan Timur.
Dia juga vokalis Band Metal yang lihai bermain gitar juga Drum. Apa sih alat musik yang dia tidak bisa? Aku lihat dia bisa memainkan semuanya dengan baik. Terlebih lagi ketika dia beraksi mengeluarkan suara Scream-nya yang khas. Itu keren banget buatku! Sebagian wanita tidak suka dengan Band Metal terlebih lagi saat vokalis mengeluarkan suara Scream-nya. Aku justru sangat terpesona. Itu laki banget!
“Woi...! Malah ngelamun. Pulang yuk udah malam!” Puguh membuyarkan lamunanku tentang kenangan masa SMA.
“Eh... Oh... Iya!” Aku meraih tas yang kuletakkan di kursi sebelahku.
“Mau ku antar?” Puguh menatapku menggoda.
“Ke sini bawa motor sendiri-sendiri. Camana mau ngantarkan? Hadeuuuh...!” Aku memutar bola mataku.
Puguh tertawa lepas. Kami kembali ke rumah masing-masing.

Juna's Don Juan

pixabay.com



Aku menyandarkan kepalaku pada bingkai jendela yang basah. Menatap rintik hujan yang menyapu setiap jejak masa lalu. Aku suka hujan. Sebab ia datang untuk menyapu jejak kesedihan. Namun, ia tak mampu menghapus bayangan. Bayangan dua orang yang entah sedang apa di luar sana.
Sebelum turun hujan, aku melihat Juna menjemput Mbak Daya. Aku tak banyak bertanya mereka akan ke mana. Mungkin menghabiskan waktu duduk berdua di Kafe atau sekedar makan di pinggir jalan. Aku rasa, kantong Juna yang masih anak sekolah tak cukup tebal untuk membawa Mbak Daya ke tempat-tempat mewah. Atau justru Mbak Daya yang merelakan uangnya melayang untuk mengisi perut Juna? Ah, entahlah. Aku tidak bisa terus mener-nerka.
Aku dan Juna satu kelas. Namun, tak pernah saling sapa. Sejak kepindahannya dari sekolah lama, ia telah banyak mencuri perhatian banyak gadis. Ia tak malu merayu banyak gadis dan sering membuatnya tersipu, bahkan betah berlama-lama menyandar di pundaknya. Tak perlu mendapat gelar pacar untuk bisa bergelayut manja di tubuhnya. Aku sering melihat beberapa cewek datang ke kelas saat jam istirahat hanya untuk mendekati Juna. Entah apa yang ia buat hingga cewek-cewek di sekolah menggilai kehadirannya.
Juna tak sungkan menggoda Mbak Daya, guru cantik di sekolah yang juga kakak kandungku. Tak banyak yang tahu jika Mbak Daya adalah kakakku, termasuk Juna yang sering datang ke rumah dan mengajak Mbak Daya pergi ke luar. Aku tahu, Mbak Daya tidak akan serius menanggapi Juna. Itu sekarang, tidak tahu besok jika hatinya berubah karena rayuan Juna.
Aku tidak menyalahkan Juna sebagai cowok Don Juan atau Casanova, sebab itu adalah pilihan hidupnya dan mungkin satu hal yang membuatnya bahagia. Juga tidak menyalahkan Mbak Daya jika suatu hari ia benar-benar jatuh cinta, sebab dia juga wanita biasa yang mudah tergoda. Sebab, semua kapal pasti akan berlabuh. Jika tidak, pastilah ia karam di tengah lautan.
Aku melipat buku yang sedari tadi aku pegang. Memeluknya sambil menatap rintik hujan yang mulai enggan menyapa pijakan kaki. Ada nama Juna di halaman pertama buku ini. Ya, ini memang buku Juna. Bagaimana bisa aku mendapatkannya atau bagaimana buku ini bisa di tanganku? Sudah pasti bukan sebuah hadiah darinya. Ia memberikannya begitu saja saat memintaku membantunya mengerjakan tugas. Dan tidak pernah lagi menanyakan buku miliknya. Dia terlalu sibuk dengan wanita-wanitanya.
“Eh! Hai...!” Aku mengangkat Ibon yang tiba-tiba bergelayut manja di kakiku. Kucing persia kesayanganku, dengan pita merah menghiasi lehernya. Aku ajak dia menikmati gerimis yang hampir hilang. Aku tahu, Ibon tidak suka hujan. Ia lebih memilih bergelayut manja mencari kehangatan. Aku meletakkannya di atas kasur.
Lamat-lamat aku dengar suara motor berhenti di depan rumahku. Aku melirik jam dinding, jam setengah sebelas malam. Selama inikah aku menghabiskan waktuku untuk melamun tentang Juna? Sejak mereka pergi hingga pulang kembali, aku menghabiskan waktuku untuk memikirkan pria yang sedang menebar cinta ke mana-mana.
“Dek, tolong bukain pintu! Mbak lupa nggak bawa kunci.” Teriakan Mbak Daya terdengar jelas di telingaku.
Aku bergegas menuju pintu, membuka perlahan.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam,” jawabku.
“Ayo masuk Jun! Tolong bikinkan teh hangat untuk Jun!” Mbak Daya menatapku, sedangkan Juna berdiri tepat di belakangnya.
“Apa ini ajakan untuk menginap?” goda Juna sembari menatapku tanpa berkedip, bahkan ia lupa mengatupkan kedua bibirnya.
Aku bergegas ke dapur.
“Mbak Daya nggak pernah bilang kalau punya adik yang cantik dan manis.” Aku mendengar suara Jun dari balik dapur.
“Untuk apa? Supaya kamu bisa menggodanya?” Mbak Daya mendengus sebal.
Juna terkekeh. “Siapa tahu dia jodohku.”
“Semua perempuan kamu bilang begitu.”
Aku keluar dan meletakkan dua cangkir teh di atas meja dengan bersimpuh di lantai.
“Hai, aku boleh—”
“Cepat minum dan cepat pulang!” sergah Mbak Daya.
Aku bergegas masuk ke kamar. Aku dengar tawa renyah dari mulut Juna. Ternyata, Juna tak mengenali penampilanku di rumah. Kemungkinan dia memang tak begitu memperhatikanku. Sebab aku bukan cewek modis seperti yang lain. Aku hanya menghabiskan waktuku bersama buku. Kacamata menghiasi mataku yang minus setengah. Rambutku kuikat sekenanya saja.
“Kamu sungguh tidak mengenali dia?” Suara Mbak Daya terdengar jelas dari kamar, sebab pintu kamar tidak kututup rapat.
Jun menggelengkan kepalanya.
“Karina, teman sekelasmu. Bahkan kamu sering belajar kelompok dengannya kan?” ungkap Mbak Daya. Duh, kenapa Mbak Daya mengungkapkan siapa aku di depan Juna? Sudah sedekat itukah mereka?
“Astaga! Pantes wajahnya familiar. Tapi aku lupa. Beda banget sama di sekolah. Di sekolah cupu banget! Tiap hari pacaran sama buku. Aku nggak berani ngajak ngobrol. Bahkan memperhatikan wajahnya aja aku nggak pernah Mbak.” Jun terlihat membalikkan tubuhnya dari sofa, menatap pintu kamarku. Kupastikan ia tak kan bisa melihatku di balik pintu.
“Sudah, jangan banyak bicara lagi! Cepat habiskan tehmu dan cepat pulang!”

***
“Ternyata kamu di sini. Aku udah cari kamu ke semua ruangan di sekolah ini. Akhirnya, aku bisa juga menemukan tempat persembunyianmu.” Juna tiba-tiba duduk di sebelahku tanpa permisi. Bagaimana bisa Don Juan seperti dia masuk ke perpustakaan sekolah?
“Kamu suka mojok ya?” Juna menatapku yang memang sedang duduk di lantai di sudut ruang perpustakaan.
Aku bergeming, melanjutkan membaca buku Ensiklopedia tentang perkembangbiakan makhluk hidup.
“Kamu suka baca kayak gini? Pengen berkembangbiak juga ya? Aku siap kok.” Juna mendekatkan wajahnya.
Aku terkejut bukan kepalang. Jantungku berdebar tak karuan sebab tingkahnya yang sangat menggelikan.
PLAK!
“Kehabisan wanita buat kamu goda? Hah!?” Aku menyeringai, merasa puas bisa menampar seorang Don Juan sekolahan.
“Kamu jahat banget sih!?” Juna memegangi pipinya, meringis menahan sakit.
“Lebih jahat kamu yang membiarkan hati banyak wanita ketar-ketir karena ulahmu. Kamu pikir mereka boneka-bonekamu? Dan satu lagi, jangan pernah dekati Kakakku lagi, atau—”
“Atau apa?!” Juna mendongakkan kepalanya menatapku yang berdiri di depannya.
BUK!!
Buku Ensiklopedia super tebal mendarat tepat di kepalanya.
“Sialan! Minta dicium memang kamu ya! Kakaknya cantik, kalem, baik. Adiknya freak!” Juna bangkit dari duduknya dan berdiri menatapku penuh kekesalan.
Aku balik menatapnya dengan sengit. “Apa kamu bilang?”
“Freak!” sentak Juna mendekatkan wajahnya ke wajahku.
Aku menginjak kakinya sekuat tenaga, mengangkat lutut kananku tepat mengenai alat vitalnya.
“Aaaauuuu....!” teriakan Juna menggema ke seluruh ruangan sembari memegangi alat vitalnya, terduduk menahan sakit.
Aku segera berlari sebelum ia membalas perbuatanku.
“Awas ya! Kalau sampai aku mandul, kamu harus tanggung jawab!” teriakan Juna masih bisa kudengar dari pintu keluar.
Aku bergegas menaiki tangga kecil di sisi bangunan perpustakaan. Aku berdiri di atas balkon berukuran 3x3 meter. Tidak banyak yang tahu tempat ini, tempat biasa aku menyendiri. Dan kini akan jadi tempatku bersembunyi dari kejaran pria seperti Juna.
“Gila ya itu cewek cepet banget ngilangnya!” Kulihat Juna berlari mengejarku. Celingukan ke sana kemari sementara ia tak akan bisa melihatku. Siapa murid yang tahu di ujung bangunan sekolah yang hanya berisi rak-rak buku, ada balkon yang asyik untuk melihat aktivitas anak-anak sekolah.
Juna terus berjalan menuju ke ruang kelas. Aku yakin, dia pasti mencariku ke kelas. Terlihat bertanya pada beberapa murid lain yang menggelengkan kepalanya.
Aku kembali ke kelas setelah lima menit bel berbunyi, kupastikan guru sudah masuk ke kelas terlebih dahulu sebelum Juna menghujaniku dengan tingkahnya yang menggelikan.
Tiba-tiba Juna sudah duduk manis di kursi sebelahku saat aku masuk. Tersenyum begitu manis. Senyum yang mengandung banyak makna. Jelas ada maksud tertentu di balik senyuman itu. Senyuman yang sengaja dibuat-buat untuk menyembunyikan niat jahatnya.
Selama jam pelajaran, semua baik-baik saja. Aku belajar seperti biasa. Namun, saat jam pelajaran usai dan semua murid meningalkan ruang kelas. Ada hal tak terduga yang terjadi. Juna tiba-tiba menahanku untuk bangkit dari kursi. Bahkan menarik kursiku merapat di kursi duduknya. Membentangkan satu kakinya di atas pahaku.
“Kamu apa-apaan sih!?” Aku menyingkirkan kaki Juna dengan kasar. Membiarkannya mengaduh sebab kakinya terhantup meja.
“Aku suka cewek kasar sepertimu.” Juna menatapku penuh nafsu.
“Semua cewek kamu suka Jun. Kambing cewek aja kamu sukain!” celetukku, secepatnya bangkit untuk meninggalkan Juna.
Gerakan tangan Juna lebih cepat dari gerakanku. Ia kembali menahanku.
“Aku teriak nih!”
“Nggak papa. Teriak aja! Biar semua sekolah tahu kalau kamu sedang tergila-gila denganku.” Jun tersenyum.
“Apa!? Aku nggak pernah tergila-gila denganmu dan tidak akan pernah!” Aku menyeringai tepat di depan hidungnya.
Juna justru mencondongkan tubuhnya dan beraksi ingin menciumku, secepatnya aku menghindarinya.
PLAK!
Tamparan Kedua.
“Dasar Omes! Piktor!” Aku segera bergegas pergi saat ia tertegun sambil memegangi pipinya yang masih panas. Tangannya tak lagi bisa bergerak cepat menahan kepergianku.
Aku berlari secepatnya sebab ia berusaha mengejarku hingga ke parkiran sekolah. Aku tahu, Juna pasti bisa mengejarku dengan sepeda motornya bila aku naik angkot.
“Angkot... Please! Jangan lama datangnya!” batinku sambil berlari keluar dari gerbang sekolah.
Tak lama angkot berhenti dan aku segera menaikinya. Tepat saat motor Juna berjarak lima meter. Hal ini membuat Juna terus mengikuti angkotku. Duh, kenapa jadi begini sih? Apa semua perempuan yang tergila-gila dengannya itu dikejar-kejar dahulu seperti ini? Bagaimana para cewek sekolah tidak tergila-gila jika melihat perjuangan Juna dalam mengejar cewek seperti ini?
“Aku nggak akan berhenti mengejarmu sampai kamu bilang cinta sama aku!” Juna masih duduk di atas motor. Menatapku yang sedang membuka pintu rumah.
“Nggak akan pernah!” Aku segera masuk rumah. Membanting pintu keras-keras. “Dasar cowok gila!” makiku.
“Kenapa pulang sekolah kok marah-marah? Ada siapa di luar?” tanya Mbak Daya yang melihat wajahku terlipat tujuh.
“Cowok gila!” Aku bergegas masuk kamar.
Mbak Daya keluar menemui Juna. Mereka malah asyik mengobrol di teras rumah. Sementara hatiku masih sangat dongkol dengan tingkah Juna hari ini.


Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas