Friday, February 4, 2022

Best Performance Reward on Fizzo Application

 



Hai, Lovella ...!

Yuk, dukung author buat ikutan best performance reward di aplikasi baca paling keren di dunia karena kalian bisa baca ceritanya GRATIS sampe tamat dan authornya tetap bisa dapet pendapatan, loh. Sama-sama happy kan?

Biar authornya makin happy buat nulis cerita, kalian semua dukung author, yak!

Caranya gampang banget!

Baca novel berjudul “Suami untuk Istri” karya Vella Nine yang ada di aplikasi Fizzo ...!


Setuju?

Kalau setuju yuk dukung Adik Jenar!

Caranya?

 
1. Download aplikasi Fizzo di AppStore atau Playstore.
2. Masukan novel “Suami untuk Istri” karya Vella Nine ke dalam daftar bacaan/pustaka.
3. Baca semua bab tanpa skip-skip. Tanpa nunggu babnya banyak dulu. Setiap author update, kalian harus langsung baca, ya!
4. Tulis komentar di tiap bab yg berhubungan dengan cerita. Just a positif comment, please ...!
5. Berikan rating terbaik di novel “Suami untuk Istri”.
6. Bagikan link “Suami untuk Istri” di medsos. Kasih tahu sodara, tetangga, temen dan siapa pun yang kamu temui biar mereka juga ikutan baca novel kece ini.
7. Doain author biar karya-karyanya sukses, menghibur, menginspirasi dan yang paling penting adalah ... bisa bermanfaat untuk masa depan.

Gabung juga ya ke group pembaca LOVELLA FAMILY’S yang ada di instagram (DM untuk info)

*untuk kawan penulis, semangat berkarya, semoga kita semua diberikan yang terbaik lewat FIZZO

Terima kasih 
@fizzo_official_id

 

#fizzo #novel #novelromance #lovestory #library #books #newbook #literacy #literasi #vellanine #suamiuntukistri #lovella #penulisindonesia #author #contentwriter #writer

 

________________________________________________________________________________



Best Performance Reward  adalah program reward untuk penulis dengan ketentuan sebagai berikut:



Sudah Terdaftar
Saya telah membaca dan menyetujui. (Jan.27 2022,UTC+0)

Regulation

  • Periode: 28 Januari - 30 April 2022* (Zona Waktu Publikasi UTC+0)
  • Kontes berlaku untuk novel karya asli/karya orisinal.
  • Kontes hanya berlaku untuk naskah eksklusif (ongoing).
  • Jumlah reward yang didapat:
Range Kata
Persentase (%) Selesai Baca
jumlah kata dasar
≥8%
≥15%
≥20%
≥30%
≥40%
≥50%
≥60%
100.000-150.000
50.000
-
-
$50
$150
$400
$900
$1.900
150.001-200.000
100.000
-
-
$250
$350
$600
$1.100
$2.100
200.001-300.000
150.000
-
-
$450
$550
$800
$1.300
$2.300
300.001-400.000
200.000
-
$500
$700
$1.200
$2.200
$4.200
-
400.001-500.000
300.000
-
$700
$900
$1.400
$2.400
$4.400
-
500.001-600.000
400.000
-
$900
$1.100
$1.600
$2.600
$4.600
-
600.001-700.000
400.000
$1.000
$1.400
$2.400
$4.400
$8.400
-
-
700.001-800.000
500.000
$1.200
$1.600
$2.600
$4.600
$8.600
-
-
800.001-900.000
600.000
$1.500
$1.900
$2.900
$4.900
$8.900
-
-
900.001-1.000.000
800.000
$2.000
$2.400
$3.400
$5.400
$9.400
-
-

Ketentuan Reward

  • Di bulan pertama saat campaign dimulai, insentif akan diberlakukan untuk semua novel yang telah memenuhi persyaratan. Untuk novel yang sebelumnya sudah menjalani proses perpanjangan kontrak, di mana kontrak sebelumnya tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka hanya persentase (%) total jumlah kata ter-update selama periode campaign berlangsung yang akan diperhitungkan.
    Jika novel mencapai 500ribu kata di bulan Januari, maka penulis akan mendapatkan insentif reward  untuk bulan Januari sebanyak 6 tingkatan berdasarkan masing-masing "range kata": terhitung mulai dari "Jumlah Kata Dasar 50.000" hingga "Jumlah Kata Dasar 400.000". Selanjutnya, insentif reward bulan Januari beserta pendapatan lainnya (jika ada) akan dibayarkan secara bersamaan pada pertengahan bulan Februari.
    Namun, apabila semisal novel diubah kontraknya menjadi novel ekslusif di 300ribu kata, maka HANYA tingkatan "range kata 200.001-300.000" yang menjadi perhitungan insentif reward  pada bulan Januari (hanya insentif reward "Jumlah Kata Dasar 150.000" yang akan dihitung). Sementara itu, insentif reward untuk "range kata" dimulai dari kata ke 300.001 hingga seterusnya yang ada di bulan Januari akan dibayarkan secara bersamaan dengan pendapatan lainnya (jika ada) pada pertengahan bulan Februari.
  • Sebagai salah satu persyaratan, Best Performance Reward akan diberikan kepada pemenang jika novelnya memenuhi persyaratan bonus update harian pada bulan yang sama dan seterusnya. Jika penulis gagal memenuhi persyaratan tersebut, maka penghargaan Best Performance Reward tidak akan berlaku lagi.
  • Masing-masing penulis diberikan satu kali kesempatan untuk ikut serta dalam Best Performance Reward  dan satu penulis hanya boleh mengajukan satu novel saja. Apabila penulis mengajukan lebih dari satu novel, maka Fizzo akan memilih novel dengan jumlah reward  tertinggi.
  • Pihak Fizzo berhak mendiskualifikasi peserta apabila ditemukan kecurangan selama kontes berlangsung.
    Kecurangan seperti plagiarisme, repetisi bab, pengulangan konten, penipuan bab, chapter skipping (longkap bab) akan didiskualifikasi dari Best Performance Reward Campaign.
  • Peserta boleh berpartisipasi dalam Best Performance Reward Campaign jika novelnya sudah dibaca oleh minimal 1.000 pembaca.
  • Best Performance Reward akan dievaluasi berdasarkan laporan rata-rata total nilai mingguan dari "Persentase (%) Selesai Baca" per "jumlah kata dasar".
  • Peserta akan menerima total reward pada bulan berikutnya setelah nama pemenang diumumkan.
  • Hanya novel karya asli dengan hak cipta sendiri yang boleh diikutsertakan. Tidak ada toleransi untuk tindakan plagiarisme.
  • Fizzo berhak menentukan pemenang dari tahap awal hingga tahap akhir.

Sumber : Fizzo.org


Wednesday, January 19, 2022

I Haven't Previlege

 





Sukses dari nol untuk mereka yang punya previlege itu sudah biasa.

Beberapa hari lalu, aku melihat video podcast dari Deddy Corbuzier yang membahas tentang previlege seseorang yang sukses dan tidak pernah di-ekspose ke luar. 

Banyak orang yang bisa meraih kesuksesan berkat dukungan keluarga dan mereka bilang kalau mereka memulai semuanya SENDIRI dari nol.

Yeah, sendiri di sini dalam arti yang seperti apa? Apakah effort orang tua yang begitu besar untuk memberikan pendidikan yang baik terhadap mereka itu tidak ada nilainya? Nilainya di angka nol, padahal mereka sekolah di sekolah yang baik dan mendapatkan fasilitas pendidikan yang baik pula.

Tidak semua orang memiliki previlege untuk berada di puncak kesuksesan. Ada banyak orang yang bisa sukses tanpa previlege dan itu tidak banyak. Hanya sedikit. Lihat saja para orang sukses yang namanya berada di papan teratas dan selalu menjadi motivasi banyak orang, tidak ada satu pun dari mereka yang tidak menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Mereka semua punya previlege, meski katanya kesulitan untuk membayar uang kuliah, mereka tetap mendapatkan dukungan secara moral atau pendidikan dari keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Apakah pendidikan yang diberikan orang tua itu tidak termasuk sebuah previlege? Sesuap nasi atau seliter bensin yang membawa mereka menempuh pendidikan, tidak termasuk previlege? 

Sukses dari nol untuk mereka yang punya previlege itu beda dengan sukses dari nolnya orang yang tidak punya previlege.

Bagaimana kisah hidup perjuangan orang yang tidak punya previlege dan bisa sukses? Susah sekali untuk mendapatkan yang seperti ini. Sebab, ada banyak orang yang mengatakan dia sedang memulai bisnisnya dari nol dan dia tinggal di rumah mewah berharga di atas 800 jutaan. It's previlege yang tidak pernah mereka akui di depan banyak orang.

Bagaimana dengan kita yang tidak punya previlege, tapi ingin sukses? Rasanya memang sangat berat. Karena untuk menjadi sukses, semua faktor lingkungan kita itu harus mendukung. Mulai dari pendidikan, lingkaran pergaulan, jaringan, dukungan orang tua dan keluarga dan biaya yang kita butuhkan untuk mencapai kesuksesan tersebut.

Untuk mereka yang punya previlege, pinjam uang lima juta ke bank tidak akan khawatir karena mereka yakin punya sesuatu yang bisa menjadi jaminan kalau dia bisa mengembalikan uang tersebut. Misalnya rumah orang tua, kendaraan pribadi (meski hadiah orang tua) dan lain-lain.

Bagaimana dengan yang tidak punya previlege? Tentunya tidak percaya diri untuk meminjam modal di bank atau orang lain. Lah, wong untuk makan besok saja, masih kesusahan. Apalagi mau pinjam uang  untuk modal usaha? Orang yang tidak punya previlege, sukses itu hanya ada di angan-angan karena tidak ada faktor yang mendukung. Pendidikan tidak tinggi, hanya modal pendidikan gratis 12 tahun dari pemerintah dengan fasilitas pendidikan yang apa adanya. Dari faktor pendidikan saja, kita sudah tertinggal jauh, apalagi ditambah dengan faktor lain-lainnya. Sukses itu kayak khayalan, yang saat kita bangun, dia tetap menjadi sebuah khayalan belaka.


Itulah sebabnya, aku tidak pernah iri dengan pencapaian mereka yang sudah jauh lebih sukses dari aku dan punya previlege. I think, itu wajar. Mereka sudah punya modal besar yang aku tidak punya, salah satunya adalah modal pendidikan. Bohong banget kalau pengusaha sukses itu tidak memiliki ilmu bisnis untuk mencapai kesuksesannya. Mereka sudah punya bagian dari satu hal  (previlege) dalam hidup mereka.


Begitu juga dengan dunia yang sedang aku geluti. Aku adalah seorang penulis novel yang dituntut memiliki wawasan luas dan ilmu yang banyak. Sedangkan aku tidak memiliki apa itu previlege. Tidak bisa dibandingkan dengan mereka yang mendapatkan fasilitas pendidikan tinggi dan faktor lain yang mendukung untuk menambah wawasan pengetahuan mereka.

Jangankan mau sekolah tinggi atau kuliah, untuk beli satu buah buku saja ... mikir! Why? Karena uang yang aku punya sekarang, cuma cukup untuk makan sampai besok. Sisanya, masih harus cari utangan. Ya, mau nggak mau cuma bisa baca buku gratis di perpustakaan atau pinjam sama temen. Karena aku emang hobby baca, hanya keterbatasan modal untuk beli buku yang bikin aku akhirnya kurang membaca. Ini juga salah satu alasan kenapa aku buka sebuah taman baca gratis. Karena aku pernah ada di posisi di mana aku ingin baca buku, tapi tidak mampu untuk membelinya.


Kalau dibilang sukses, aku masih jauh dari kata itu. Tapi setidaknya, aku bisa lebih berada di depan dibandingkan dengan yang lain. Tanpa memiliki previlege, aku bisa membuktikan bahwa kerja kerasku membuahkan hasil yang cukup. Cukup untuk makan keluarga dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Aku tidak punya previlege seperti yang lain. Aku tidak menempuh pendidikan tinggi. Hanya lulusan SMA dengan modal sekolah gratis dari pemerintah. Saat itu, aku juga tinggal di sebuah panti asuhan hanya karena ingin bersekolah seperti yang lain. Keinginanku untuk kuliah juga tidak kesampaian karena kedua orang tuaku yang hanya bekerja sebagai petani kecil, tidak mampu membiayai kuliahku. Juga masih ada dua adikku yang masih bersekolah dan butuh banyak biaya.

Setelah lulus sekolah, aku bekerja sebagai admin keuangan di salah satu perusahaan swasta. Gajiku tidak banyak. Harus berbagi untuk nenek-kakek yang harus aku rawat, juga untuk kedua orang tuaku yang juga hidupnya berada di bawah garis kemiskinan sementara dua adikku masih bersekolah. Selama tujuh tahun bekerja di perusahaan, aku tidak mendapatkan apa-apa. Bahkan untuk membeli sebuah sepeda motor saja, harus menyisihkan uang dengan credit selama tiga tahun. Saat itu, rasanya sangat berat. Tapi tetap bisa terselesaikan.


Hidupku yang begitu berat, memaksaku untuk melakukan banyak pekerjaan. Jika boleh memilih, aku ingin hidup santai dan punya banyak uang, hahaha. Tapi jelas itu tidak bisa.


Hingga akhirnya aku memutuskan untuk berhenti bekerja. Meski tidak diizinkan untuk resign, aku tetap bersikeras dengan dalih ingin menjadi penulis novel, padahal saat itu aku tidak tahu sama sekali kalau menulis novel bisa menghasilkan uang. Karena aku harus mengurus puteri kecilku dan dua nenek-kakek yang sudah tidak bisa bekerja dan berpenghasilan. Hidupku semakin berantakan karena aku tidak punya pekerjaan, begitu juga dengan suamiku. Kami sama-sama pengangguran.

Aku memaksa diri untuk melakoni kerja serabutan. Di saat sedang jatuh-jatuhnya, aku malah melakukan hal gila dengan membuka sebuah taman baca yang tidak menghasilkan apa pun, malah mengeluarkan banyak uang untuk biaya operasional dan menunjang kebutuhan taman baca. Rasanya membuatku semakin menggila, tapi anak-anak taman baca adalah hiburan terbaik buatku saat aku memikirkan kesulitan hidup yang tidak ada jalan keluarnya.


Sampai akhirnya, aku bertemu dengan Novelme setelah aku berjalan ke sana ke mari tak tentu arah. Aku sudah mencoba untuk menulis di GWP, Storial, Wattpad dan blog saat itu. Tidak ada hasilnya karena tidak tahu harus bagaimana dan tidak ada feedback dari platform. Maybe, karena tulisanku saat itu memang tidak menjual dan tidak layak untuk dibaca.

Di Novelme, aku hanya mencoba peruntungan untuk ikut kompetisi menulis NTW Season 1 dan alhamdulillah, masuk lima puluh besar pun tidak. Bagaimana bisa jadi juara NTW yang hanya dipilih tiga orang teratas saja. Saat itu, penulis teratas utama adalah Shanty Milan yang tulisannya sudah terkenal di mana-mana. Karya pertama yang aku baca di Novelme adalah karya beliau. 

Di Novelme aku dihubungi oleh editor dan diminta untuk membuat alur cerita yang menarik dan dibimbing oleh tim editor. Aku bahagia sekali mendapat sambutan baik dari editor dan mau membimbingku dengan telaten. Sampai akhirnya, Novelme meluncurkan fitur bab berbayar. Di situlah aku mulai mendapatkan penghasilan dari menulis.

Pertama kali mendapatkan hasil penjualan bab berbayar, hanya berkisar 1 jutaan dalam sebulan dan aku sudah bahagia banget mendapatkannya karena itu adalah nilai paling besar yang aku dapatkan sepanjang sejarah menulisku. Hingga akhirnya, aku bisa merasakan menerima penghasilan sekitar 1 jutaan sehari. Membuat diriku bisa terbilang sukses dalam dunia kepenulisan. Meski belum sukses besar seperti yang lain, tapi sudah cukup sukses untuk aku yang baru belajar menulis ini. Aku juga tidak menyangka akan mendapatkan uang ratusan juta hanya dari satu novel saja. Dan saat ini, menulis menjadi bagian dari profesionalitas. Aku dituntut untuk terus menulis cerita. Bukan karena uang, tapi karena pembaca yang selalu merindukan tulisanku. Uang yang mereka keluarkan untukku adalah sebuah bentuk penghargaan dan rasa kasih sayang mereka terhadapku agar aku bisa tetap melanjutkan hidup. 

Dari menulis novel di platform, kini aku sudah bisa membangun sebuah rumah untuk keluarga kecilku. Membeli sebuah sepeda motor, laptop, handphone, furniture dan lain-lain. Uang jajan anak-anak pun aku dapat dari menulis novel. Saat ini, aku juga masih harus survive sebagai single mom. Aku dan suamiku akhirnya bercerai karena permasalahan pelik. Yang jelas bukan masalah finansial karena aku tidak pernah menuntut itu darinya.


Semua penderitaan yang ada di balik kesuksesan menulisku, tidak perlu diceritakan semuanya. Mungkin, aku akan bercerita selengkapnya suatu hari nanti saat aku sudah berada di titik sukses dalam hidupku. Karena saat ini, aku masih merintis karirku untuk menjadi seorang yang sukses dari nol, tanpa sebuah previlege. 

Satu hal yang harus aku buktikan, kalau aku juga bisa setara dengan mereka yang mendapatkan fasilitas pendidikan di perguruan tinggi. 

I haven't previlege. But, I have effort to be succes.

Untuk sukses, harus melewati banyak hal dan penderitaan. Itulah ujian dari Tuhan yang harus kita jalani supaya kita bisa menjadi orang yang sukses. So, kalian semua jangan pernah menyerah! Terutama untuk para kaula muda yang masih memiliki banyak peluang untuk sukses. Banyak belajar, banyak membaca buku, banyak berteman dengan orang-orang yang berwawasan dan banyak berdoa. Semoga kita semua bisa sukses dalam peran hidup masing-masing. 

Jika menulis adalah jalan suksesmu, maka kamu akan mendapatkannya asal tidak pernah menyerah untuk menjalani rasa sakit dan perjuangannya. Buktikan pada dunia bahwa orang yang tidak punya previlege juga punya kesempatan untuk menjadi sukses.


Jika kalian tidak percaya, ini adalah rumahku pada tahun 2015. Saat itu, aku masih belajar menulis dan belum menjadi apa-apa. Belum punya penghasilan dari menulis walau hanya Rp 1,- saja.



Saat ini, aku sudah punya penghasilan dari menulis dan rumahku dibangun dari hasil uang menulis novel. Rasanya masih tidak percaya jika pencapaianku bisa sebesar ini. Aku harap, kalian yang tidak memiliki previlege, bisa memiliki semangat lebih dari apa yang sudah aku lakukan. Bisa sukses dalam dunia yang kamu inginkan dan bisa menjadi inspirasi banyak orang.




Much Love,


Rin Muna







Sunday, January 16, 2022

Bab 9 - Membangun Hubungan

 






BAB 9 – MEMBANGUN HUBUNGAN

 

“Ro, kenapa kamu nggak ngomong ke aku kalau kamu pergi ngisi pentas di acara ulang tahun kota?” tanya Nanda begitu ia sudah masuk ke dalam rumah bersama Ayu.

“Kamu juga nggak bilang kalau bawa Arlita ke pesta itu,” sahut Ayu sambil melangkah santai menaiki anak tangga rumahnya.

“Nggak usah mengalihkan pembicaraan, Ay! Aku lagi bicarain kamu!” Nanda mengejar langkah Ayu sambil menahan kesal.

“Bukan kamu, tapi kita!” sahut Ayu.

Nanda menghela napas kesal. “Aku udah rela ninggalin Arlita dan nungguin kamu sampai selesai nari. Kamu malah kayak gini? Dengerin aku, Ay!”

“Aku denger, Nan. Kamu juga harusnya bisa dengerin aku. Aku ini perempuan, Nan. Istri sah kamu. Meski kita menikah tanpa cinta, tolong hargai pernikahan ini! Aku capek ya setiap hari lihat kamu jalan sama Arlita. Giliran aku deket sama cowok lain, kamu misuh-misuh nggak jelas kayak gini,” sahut Ayu sambil masuk ke dalam kamarnya.

“Aku ini laki-laki, Ay. Mau deket sama perempuan mana pun, nggak akan jadi masalah. Tapi kamu ... kamu ini perempuan. Pakai pakaian seksi dan nari mesra sama laki-laki di depan umum, nggak malu?” tanya Nanda sambil menatap tubuh Ay yang sedang duduk di depan meja rias.

Ayu menarik napas dalam-dalam. “Kamu sendiri, nggak malu jalan sama cewek lain sementara kamu sudah beristri?”

“Nggak usah mengalihkan pembicaraan, Ay! Aku tanya ke kamu!” sahut Nanda kesal. “Aku heran, kenapa aku bisa punya istri pembangkang kayak kamu! Apa yang aku lakuin di luar sana, nggak seharusnya kamu cari tahu. Cukup berdiam diri di rumah dan jadi istri yang berbakti! Nggak perlu keluyuran di luar sana apalagi tampil di depan umum cuma pake kemben dan jarik doang!”

“Nggak usah kuno, Nan! Apa sih bedanya sama Arlita yang pakai bikini di pantai atau di kolam renang? Lebih seksi dari aku. Kamu pernah marahin dia karena pakaiannya yang terlalu seksi itu? Kamu malah suka ‘kan?” tanya Ayu sambil menatap serius ke arah Nanda.

“Kamu ...!?” Nanda gelagapan mendengar ucapan dari Ayu.

“Nan, aku capek berantem sama kamu setiap hari. Kalau kamu nggak suka sama pernikahan ini dan ingin menikahi Arlita, kamu ceraikan aku aja!” pinta Ayu sambil membersihkan sisa make-up di wajahnya.

“Kamu minta kayak gitu supaya kamu bisa deket sama laki-laki itu?” tanya Nanda.

“Laki-laki mana? Nggak usah ngada-ngada, Nan! Dari awal yang salah itu kamu! Kenapa kamu buat seolah-olah aku adalah kesalahan utama dalam hubungan pernikahan yang tidak pernah bahagia ini!” sahut Ayu kesal. Ia bangkit dari kursi sambil menyambar tas tangannya dan melangkah pergi.

“Kamu mau pergi ke mana lagi?”

“Mau pulang ke rumah orang tuaku! Aku nggak betah berlama-lama tinggal di rumah kayak neraka ini!” sahut Ayu ketus.

Nanda buru-buru berlari ke arah pintu dan menghadang Ayu agar tidak keluar dari kamar tersebut. “Jangan bikin masalah baru, Ay! Papa Andre bisa marah sama aku kalau kamu pergi dari sini.”

“Bodo amat! Mau Papa Andre, Papa Sule atau Papa apa pun itu, aku udah nggak peduli. Kamu bisa balik sama Arlita meski kita sudah menikah. Kenapa aku nggak bisa memutuskan hidupku sendiri dan balik ke Sonny? Jelas-jelas dia jauh lebih baik dari kamu!”

Nanda menatap wajah Ay sambil mengepalkan tangannya erat-erat. Emosinya selalu tak terkendali setiap kali berhadapan dengan wanita ini. Ia sendiri, tidak tahu apa yang terjadi dengan hatinya hingga membuat pikirannya menjadi sekacau ini.

“Nan, aku udah merelakan semuanya demi menerimamu menjadi suamiku. Kamu tahu, sejak dulu aku cinta sama Sonny. He is my future, Nan! Dan kamu yang menghancurkan semuanya!” Ayu menurunkan nada bicaranya dengan mata berkaca-kaca.

“Aku nggak tahu aku salah apa di masa lalu sampai Tuhan tega menghukumku seperti ini,” ucap Ayu sambil menitikan air mata. “Satu hal yang paling aku sesali dalam hidupku saat ini adalah mengenalmu, Nan. Kamu adalah satu-satunya pria yang tidak pernah menghargai keberadaanku. Bahkan kamu akan tetap melihatku hanya sebagai sampah meski aku memberikan  nyawaku sekalipun untuk kamu.”

DEG!

Nanda terdiam sambil menatap mata Ayu yang terus meneteskan air mata. Saat masih SMA, Ayu memang hampir mati karena menolongnya. Bahkan wanita ini sering terluka karena menjadi target utama musuh-musuh Nanda saat itu. Karena tidak ingin melukai wanita ini, ia memilih untuk membencinya dan menjauhkan Ayu dari kehidupannya yang keras di luar sana. Menjadi ketua genk yang kerap tawuran saat masih sekolah, ia selalu saja mendapatkan banyak kesulitan. Dan sialnya, Ayu selalu datang tiba-tiba di tengah konflik dan ikut menjadi korban.

“Nan, aku sudah berusaha menjadi istri yang baik meski aku tidak mencintaimu. Demi orang tua, aku berusaha untuk berbakti dan berharap kita bisa menjalani rumah tangga yang bahagia. Sudah hampir tiga bulan, kenyataannya kita malah selalu perang dingin atau perang mulut. Aku sudah lelah seperti ini terus, Nan. Kalau memang kamu tidak menginginkan anak ini, aku bisa merawatnya sendiri. Saat ini aku tidak menginginkan apa pun selain kedamaian.”

Nanda menghela napas sambil menundukkan kepalanya. “I’m sorry, Ay ...! Aku akan berusaha menjadi pria yang bertanggung jawab terhadapmu. Dia anakku dan dia harus bersamaku!”

“Kamu nggak pernah menginginkan anak ini, Nan. Begitu juga denganku. Impianku adalah menikah dan punya anak dari Sonny. Bukan dari pria bajingan sepertimu. Apa yang harus kuceritakan pada anak ini di masa depan? Haruskah aku bilang sama dia kalau ayahnya tidak pernah menginginkan kehadiran dia dan selalu pergi bersama wanita lain untuk menyenangkan diri sendiri?” tanya Ayu lirih sambil berlinang air mata.

Nanda menggelengkan kepalanya. “Nggak, Ay! Kamu nggak boleh lakukan itu! Dia anakku dan aku akan bertanggung jawab.”

“Dengan cara apa? Menikahiku saja tidak cukup, Nan.”

“Aku akan menafkahi kalian berdua.”

“Yang aku permasalahkan bukan soal finansial. Aku bukan wanita yang hidupnya bergantung sama pria seperti pacarmu itu. Meski tidak menikah denganmu, aku masih bisa menghidupi keluargaku sendiri. Aku juga bukan wanita yang tidak punya prestasi. Asal aku bilang ke Sonny kalau aku tidak bahagia hidup denganmu, maka dia akan senang hati menerimaku kembali,” tutur Ayu lirih.

“STOP, AY ...!” seru Nanda sambil mencambak rambutnya sendiri.

Ayu menyeringai kecil menatap Nanda yang semakin kacau dan tidak bisa ia mengerti keinginannya.

“Jangan sebut Sonny atau siapa pun yang statusnya selalu jauh lebih baik di matamu!” pinta Nanda. “Aku nggak tahu kenapa Tuhan ngasih wanita baik-baik untuk pria bajingan sepertiku. Aku nggak tahu apa yang harus kulakukan.” Ia berbalik dan menyandarkan keningnya di pintu. Ia terus memukul-mukulkan kening ke daun pintu beberapa kali.

“Yang harus kamu lakukan saat ini adalah bersyukur, Nan! Hargai pernikahan ini dan aku akan menghargaimu sebagai suamiku. Bagaimana kamu memperlakukanku, begitu juga aku akan memperlakukanmu,” tutur Ayu sambil mengusap sisa air matanya dan menatap punggung Nanda.

Nanda langsung membalikkan tubuhnya menatap Ayu. Ia melangkah perlahan mendekati wanita itu. Mengikis jarak di antara mereka yang selama ini saling menyakiti tanpa mereka sadari.

“Ay, aku sudah salah?” tanya Nanda sambil menyentuh lembut pipi Ayu.

Ayu menarik sisa cairan hidungnya sambil menahan perih di matanya. Ia sendiri tidak tahu jelas apa yang sebenarnya dia inginkan. Ia hanya ingin ... bisa menjalani rumah tangganya dengan baik dan melepaskan masa lalunya. Sebab takdir telah menentukan bahwa hidupnya akan seperti ini. Ia tidak bisa meminta untuk kembali, hanya bisa menikmati.

Nanda mendekatkan bibirnya perlahan ke bibir Ayu. Entah mengapa hatinya sangat menginginkannya. Rasa vanila yang manis di bibir Ayu, membuatnya tidak bisa menahan diri untuk menikmatinya dan terus mengulum bibir itu tanpa meminta persetujuan dari Ayu.

Ayu menelan salivanya dengan susah payah ketika Nanda mengulum lembut bibirnya. Ia tidak bisa menolak perlakuan lembut dari Nanda dan mulai menikmati ciuman dari pria itu. Bahkan, ia malah membalasnya dan membuat Nanda menginginkan hal yang lebih dari sekedar berciuman. Ini pertama kalinya ia sangat menikmati setiap sentuhan yang dihadirkan Nanda di seluruh tubuhnya. Setelah tiga bulan menikah, ini pertama kalinya ia bisa melayani suaminya di ranjang dengan perasaan ikhlas dan bahagia.

 

...

Keesokan harinya, Ayu menyiapkan sarapan pagi seperti biasa. Dan ini pertama kalinya Nanda mau duduk di meja makan setelah mereka tinggal bersama. Biasanya, Nanda pergi begitu saja tanpa mau melihat meja makan, apalagi menyentuh makanan yang sudah ia siapkan.

“Nan, aku nggak pernah tahu apa makanan kesukaanmu. Aku cuma bisa siapin ini untukmu pagi ini. Kamu bisa bilang ke aku, apa yang ingin kamu makan dan aku akan menyiapkannya untukmu,” tutur Ayu sambil tersenyum menatap Nanda.

Nanda tersenyum menatap nasi goreng yang ada di hadapannya. “Nevermind. Aku juga biasa sarapan seperti ini waktu masih kecil.” Ia langsung menyendok nasi goreng tersebut dan memasukkan ke dalam mulutnya.

“Gimana? Enak?” tanya Ayu hati-hati.

Nanda mengangguk kecil dan menahan rasa pedas di mulutnya yang semakin menyiksa. Ia akhirnya mengeluarkan napas dengan kasar dari dalam mulut begitu ia berhasil menelan nasi goreng buatan Ayu. Ia buru-buru mengambil air putih di hadapannya dan menenggak habis dalam sekejap.

“Nan, kamu nggak suka pedas?” tanya Ayu khawatir sambil menyodorkan gelas air minum miliknya.

“Suka. Tapi nggak sepedas ini, Ay,” jawab Nanda sambil mengusap mulutnya dengan tisu.

“Emangnya pedes banget, ya?” tanya Ayu sambil mencicipi nasi goreng buatannya sendiri dan ia merasa kalau tidak pedas sama sekali.

“Pedes banget, Ay! Kamu ini makan makanan terlalu pedas seperti ini. Apa maksudnya? Nggak sayang sama bayi yang ada di perutmu?” Nanda menatap wajah Ayu sambil mengipas mulut menggunakan telapak tangannya. Meski sudah minum dua gelas air, rasa pedas di mulutnya tak kunjung hilang.

“Aku ngerasa ini nggak pedas, Nan. Kalau kamu nggak tahan, aku akan buatkan makanan baru untukmu. Sorry banget! Aku pikir, kamu suka pedas.” Ayu bangkit dari kursinya.

Nanda menyambar pergelangan tangan Ayu. Membuat Ayu mengurungkan niatnya untuk bangkit dan membuat wajahnya dan wajah Nanda saling bertemu.

“Nan, kamu ...!?”Ayu menatap mata Nanda yang hanya berjarak sekitar lima sentimeter dari matanya dan membuat wajah mereka saling menempel.

“Nggak perlu siapin makanan baru untukku! Ini saja,” pinta Nanda sambil mengulum lembut bibir Ayu dan menghisapnya semakin dalam.

Ayu langsung membalas ciuman dari Nanda. Seluruh tubuhnya tiba-tiba menegang, dadanya mengencang dan bagian inti tubuhnya minta diperlakukan lebih. Pagi-pagi seperti ini, Nanda sudah berhasil membangkitkan gairahnya. Parahnya lagi, ia menjadi mudah terpancing hasratnya dan tidak bisa menahan diri. Mungkinkah hormon kehamilan memengaruhi perasaannya seperti yang sering ia baca di artikel-artikel tentang dunia kehamilan.

Nanda tersenyum saat mendapati tubuh Ayu menggeliat karena sentuhan darinya. Ia langsung menaikkan Ayu ke pangkuannya, menghadap ke arahnya dan semakin bersemangat menghisap bibir dan leher istrinya itu. Kedua tangannya bergerak liar di belakang pinggang Ayu dan meremas dua gundukan empuk di bawahnya.

“Mmh ... Nan, aku ... mmh ...” Ayu menggigit bibir bawahnya. Menahan desahan ketika bibir Nanda mulai bermain di dadanya. Jemari tangannya mencengkeram erat punggung Nanda, menahan hasrat yang sudah memuncak di kepalanya.

Nanda semakin tersenyum puas tubuh Ayu semakin gemetar. “Nggak perlu ditahan. Kita sudah sah dan bebas melakukannya kapan saja,” bisiknya di telinga Ayu.

Ayu tersenyum kecil sambil menyembunyikan wajahnya yang menghangat. Jika Nanda terus seperti ini, ia pasti menginginkannya diperlakukan lebih.

Nanda menggoyangkan tubuhnya. Menekan tubuh Ayu ke atas senjata andalannya yang kini sudah berada dalam siap tempur. “Aku sudah on. Do something for me!” pintanya.

“Nan, aku nggak berpengalaman soal begini. Aku ...” Ay menatap bagian bawah tubuh Nanda sambil meremas jemari tangannya sendiri. Ia tidak tahu, apa yang harus ia lakukan terlebih dahulu.

Nanda tersenyum. Ia menarik salah satu tangan Ay dan memasukkan ke dalam celananya. “Pegang ini! Tarik keluar perlahan dan masukkan ke itumu!” pintanya.

Ayu melebarkan kelopak matanya. Ia mengerjapkan mata dan berusaha mengembalikan kesadaran dari sikap liar yang tiba-tiba saja muncul tanpa ia sadari.

“Nggak usah malu-malu! Ini bagian dari kebutuhan dan rutinitas kita,” pinta Nanda lagi.

“Mmh ... kamu mau pergi ke kantor ‘kan?”

“Kantor gampang untuk diurus. Selesaikan dulu urusan ini! Pusing kalau sudah on gini dan nggak diservis dengan baik,” sahut Nanda.

“Beneran pusing?”

“Iya. Pusing atas bawah, Ay! Do it!” pintanya.

“Ini ... langsung masukin aja?” tanya Ayu polos.

Nanda tertawa kecil. “Kamu memang belum cocok jadi istri yang baik! Harus lebih banyak belajar lagi!” Ia menggeser piring dan gelas yang ada di hadapannya dan mendudukkan Ayu ke atas meja. Dengan cepat, tangannya menaikkan daster yang dikenakan istrinya itu dan melepaskan CD yang dikenakannya. Ia juga segera menurunkan celana yang ia kenakan dan memainkan inti tubuhnya terlebih dahulu ke pintu masuk inti tubuh Ayu sebelum ia benar-benar menyatukan diri dengan wanita itu. Ia mengajari Ayu perlahan untuk mendapatkan kesenangannya dan menikmati pagi yang hangat di atas meja makan.

“Aach ...! Thank’s, Ay ...!” ucap Nanda saat ia berhasil melakukan pelepasan dengan sempurna di dalam inti tubuh Ayu. Ia merasa, paginya kali ini benar-benar luar biasa karena Ayu bisa dengan cepat mempelajari setiap gerakan yang ia ajarkan dan membuat ia sangat puas.

Ayu mengangguk. Ia meraih CD yang tergeletak di lantai dan buru-buru berlari ke kamar mandi. “Aku bersihkan tubuhku dulu!”

“Bersihkan dengan baik sampai harum! Nanti malam, aku akan ajari kamu gaya baru yang nggak kalah nikmat. Aku akan pulang kerja lebih cepat. Oke?” seru Nanda sambil membersihkan alat vitalnya menggunakan tisu dan mengenakan kembali celana miliknya karena ia harus secepatnya pergi ke perusahaan.

“He-em. Nanti malam aku ada janji sama temen-temen sanggar untuk perpisahan. Kamu bisa temani aku ke sana?” tanya Ayu.

Nanda mengangguk sambil tersenyum manis. “Aku akan temani kamu. Aku buru-buru harus ke kantor. Besok pagi, buatkan aku nasi goreng lagi! Tapi jangan sepedas ini karena bisa bikin aku minta menu yang lebih enak dari makanan. Apalagi, adik kecilku ini semakin nakal setiap kali bertemu denganmu.”

Ayu tertawa kecil sambil menatap bagian bawah tubuh Nanda. Ia mempercepat langkahnya menaiki anak tangga untuk membersihkan diri.

Nanda tersenyum puas dan segera melenggang santai keluar dari rumahnya. Ia merasa, hidupnya lebih baik seperti ini. Bisa bersenang-senang dengan istrinya kapan saja ia mau tanpa khawatir dengan apa pun. Meski Arlita pandai menemaninya bersenang-senang di luar sana, tapi ia sama sekali tidak memiliki keinginan untuk melakukan hal lebih terhadap wanita itu. Hanya ingin membawanya pergi ke tempat-tempat mewah untuk menutupi rasa gengsinya sendiri. Ia tidak mungkin pergi ke perjamuan atau klub malam tanpa wanita cantik di sisinya. Baginya, Ayu masih terlalu cupu dan kuno untuk ia ajak keluar. Lebih nyaman jika istrinya itu disimpan di rumah dan hanya menjadi miliknya seorang.

 

...

 

Sesuai dengan janjinya, Ayu akhirnya mengajak Nanda untuk pergi ke perjamuan perpisahan yang dilaksanakan di sanggar tempat Ayu selama ini berlatih kesenian.

“Roro Ayu ..! How are you?” seru Nadine sambil berlari ke arah Ayu dan memeluk tubuh wanita itu.

“Nadine? Kamu lagi di Surabaya? Bukannya kamu tugas di Semarang, ya?” tanya Ayu sambil menatap wajah Nadine.

“Iya. Aku dengar kamu mau melakukan perpisahan  karena sudah menikah dan suamimu tidak mengizinkan kamu menari lagi, ya? Sayang banget, sih? Harusnya tetep nari, dong! Ntar siapa yang jadi partner Tari Merak kalau kamu nggak ada?” cerocos Nadine.

“Iih ... gaya banget! Padahal kamu juga udah jarang nari sejak jadi dokter.”

“Hahaha. Pasienku banyak! Sulit bagi waktu. Eh, duduk, yuk!” ajak Nadine.

Ayu mengangguk. Ia merangkul lengan Nanda dan membawa suaminya itu bergabung dengan teman-teman sanggar latihannya.

“Selamat malam semuanya ...!” sapa Ayu sambil tersenyum manis.  “Kenalin, ini suamiku. Namanya Mas N anda.”

“Salam kenal semua!” sapa Nanda sambil tersenyum manis.

Semua orang saling pandang.

“Mbak Roro beneran sudah menikah?” tanya salah seorang remaja yang ada di sana.

Ayu mengangguk sambil tersenyum.

“Yu, bukannya kamu tunangan sama Dokter Sonny?” bisik Nadine.  “Kenapa kamu malah nikah sama cowok lain?”

“Ceritanya panjang, Nad. Ntar aku ceritain ke kamu kalau kamu ada waktu untuk mendengarkan ceritaku, Dokter Nadine yang super sibuk,” jawab Ayu berbisik.

Nadine tertawa kecil. “Oke. Aku akan luangkan waktuku untuk mendengarkan ceritamu,” balasnya berbisik.

“Hari ini Mbak Roro Ayu datang ke sini dan mengajak makan malam karena ingin merayakan hari perpisahan untuk kita semua. Setelah hari ini, Mbak Roro Ayu tidak akan bergabung dengan sanggar kita karena beliau sudah berkeluarga dan akan segera punya anak. Kesibukan baru beliau, tidak bisa membuatnya terus berpartisipasi di sanggar ini. Mohon kalian bisa mengerti dan mendoakan Mbak Roro Ayu supaya sehat wal afiat. Menjadi keluarga yang bahagia, harmonis dan langgeng sampai kakek-nenek.” Enggar mengambil alih pembicaraan.

“Yah, makan malam ini untuk perpisahan dengan Mbak Roro Ayu? Kalau tahu seperti ini, aku tidak akan datang,” celetuk salah seorang remaja yang ada di sana.

Ayu tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. “Kalau kalian rindu, rumah kami akan selalu terbuka untuk kalian!”

“Kenapa harus berhenti di sanggar, sih? Suaminya jahat banget?” celetuk remaja yang lain lagi.

Nanda langsung menoleh ke arah remaja tadi. Ia merasa tidak enak karena semua orang tidak menginginkan Ayu berhenti. Namun, kehamilan istrinya itu memang membatasi gerak-gerik Ayu dan ia tidak ingin terjadi hal buruk karena istrinya terlalu banyak bergerak.

“Mbak Roro Ayu lagi hamil muda. Nggak bisa leluasa untuk bergerak. Mohon pengertian kalian!” ucap Nanda sambil menunduk sopan.

“Kalau nggak bisa menari, bisa melatih kami ‘kan?” sahut seorang remaja lain.

“Iya, bener. Kalau nggak ada Mbak Roro Ayu, kami gimana? Nggak seru!” ucap salah seorang remaja sambil bangkit dari lantai dan melangkah pergi begitu saja.

Enggar langsung menatap remaja yang telah lancang beranjak dari sana. “Prima kembali!” perintahnya.

Remaja yang dipanggil Prima itu tidak menghiraukan teriakan Enggar dan pergi begitu saja dari aula gedung tempat mereka biasa berlatih kesenian.

Semua yang ada di sana mulai pergi satu persatu menyusul Prima. Mereka memilih untuk berkumpul di luar gedung. Membiarkan makanan yang sudah terhidang di sana begitu saja. Tidak bersemangat untuk menyentuhnya karena mereka akan kehilangan penari sekaligus pelatih mereka mulai hari ini.

“Biar aku urus mereka dulu!” ucap Enggar sambil bangkit dan menyusul semua putera-puteri didiknya.

Ayu mengangguk.

“Aku ikuti mas pelatih itu. Biar aku bantu memberi pengertian pada mereka!” bisik Nanda di telinga Ayu dan ikut keluar dari sana.

Ayu mengangguk sambil tersenyum. Ia menundukkan kepala sambil meremas jemari tangannya. Hanya tersisa ia dan Nadine di ruangan tersebut.

“Eh, suami kamu lumayan juga. Lebih ganteng dari Dokter Sonny. Dapet di mana?”

“Dia sahabat baiknya Sonny,” jawab Ayu lirih sambil memejamkan matanya.

“WHAT!?” Mata Nadine terbelalak mendengar ucapan Ayu.

“Semua karena kecelakaan, Nad. Aku mengandung anak dari Nanda dan terpaksa harus menikah sama dia.”

“Terus, Dokter Sonny gimana? Pantesan akhir-akhir ini aku sering lihat dia murung, Ay. Hubungan kalian separah ini? Aku nggak peka banget sampai nggak tahu permasalahan Dokter Sonny. Dia terlihat ceria aja ngurus pasien anak-anaknya,” tutur Nadine.

Ayu menghela napas. “Dia bukan orang yang suka menunjukkan kesulitannya. Aku sudah melukai dia dan nggak berani menghubungi dia sama sekali. Apa dia baik-baik aja, Nad?”

“Kelihatannya baik-baik saja secara fisik. Nggak tahu kalau hatinya,” jawab Nadine.

Ayu mengerutkan wajahnya. “Nad, kalau ada kesempatan. Fotoin dia dan kirimin ke aku, dong! Tapi jangan sampai dia tahu, ya!”

Nadine menatap Ayu selama beberapa saat. “Kamu nggak bahagia sama pernikahan kamu, Ay?”

Ayu menghela napas. “Wanita mana yang bisa bahagia kalau menikah dengan pria yang tidak mencintai dia? Tapi ... aku sedang berusaha memupuk hubungan kami agar bisa bahagia. Aku sudah menikah, tidak bisa semudah berpacaran yang tinggal bilang putus saat merasa tidak nyaman.”

“Yang sabar, ya! Semoga suami kamu adalah pria yang terbaik untukmu, Ay. Semua orang ingin menikah sekali saja dalam hidupnya dan aku harap, pria itu bisa membahagiakanmu setiap hari,” ucap Nadine.

Ayu mengangguk sambil tersenyum. “Kamu sendiri gimana? Hubunganmu dengan Enrocky ada perkembangan?”

“Masih gitu-gitu aja,” jawab Nadine sambil terkekeh geli. “Kemarin dia nembak aku, aku tolak lagi, hihihi.”

“Aneh banget, sih!? Kalau dia nembak kamu tolak. Giliran dia digosipin deket sama cewek lain, kamunya uring-uringan. Kamu cinta atau nggak sama dia? Ada pria yang begitu hebat bertahan mencintaimu, jangan disia-siakan!” pinta Ayu sambil menatap wajah Nadine.

“Tenang aja! Dia nggak akan berpaling dan macem-macem. Aku tinggal bilang ke papaku supaya dia bikin perhitungan sama keluarga Hadikusuma karena anaknya berani main-main sama aku. Lagian, cowok playboy kayak dia itu harus dikasih pelajaran. Harus buktikan kalau dia cinta sama aku, baru aku terima. Ogah kalau dipermainkan ke depannya,” tutur Nadine sambil tersenyum lebar.

Ayu tertawa kecil. “Apa pun itu, aku akan bantu doa supaya kamu dan dia bisa bersatu.”

“Aamiin ...!” seru Nadine antusias. Ia dan Roro Ayu bercerita banyak hal tentang hubungan asmara mereka akhir-akhir ini.

 

((Bersambung...))

 

 

 DAFTAR BACAAN :

 Bab 1 - Pesta Malapetaka 

Bab 2 - Bayi yang Tak Diinginkan

Bab 3 - Pukulan untuk Ayah

 Bab 4 - Tak Ingin Berdamai

Bab 5 - Menolak Pernikahan Kontrak

Bab 6 - Hari Pertama Jadi Mantu

Bab 7 - Tak Harmonis

Bab 8 - Mulai Cemburu

Bab 9 - Membangun Hubungan

 ______________________


Dilarang keras menyalin, memperbanyak dan menyebarluaskan konten ini tanpa mencantumkan link atau izin tertulis dari penulis.

©Copyright www.rinmuna.com


 

 

 

 

 




Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas