Wednesday, January 19, 2022

I Haven't Previlege

 





Sukses dari nol untuk mereka yang punya previlege itu sudah biasa.

Beberapa hari lalu, aku melihat video podcast dari Deddy Corbuzier yang membahas tentang previlege seseorang yang sukses dan tidak pernah di-ekspose ke luar. 

Banyak orang yang bisa meraih kesuksesan berkat dukungan keluarga dan mereka bilang kalau mereka memulai semuanya SENDIRI dari nol.

Yeah, sendiri di sini dalam arti yang seperti apa? Apakah effort orang tua yang begitu besar untuk memberikan pendidikan yang baik terhadap mereka itu tidak ada nilainya? Nilainya di angka nol, padahal mereka sekolah di sekolah yang baik dan mendapatkan fasilitas pendidikan yang baik pula.

Tidak semua orang memiliki previlege untuk berada di puncak kesuksesan. Ada banyak orang yang bisa sukses tanpa previlege dan itu tidak banyak. Hanya sedikit. Lihat saja para orang sukses yang namanya berada di papan teratas dan selalu menjadi motivasi banyak orang, tidak ada satu pun dari mereka yang tidak menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Mereka semua punya previlege, meski katanya kesulitan untuk membayar uang kuliah, mereka tetap mendapatkan dukungan secara moral atau pendidikan dari keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Apakah pendidikan yang diberikan orang tua itu tidak termasuk sebuah previlege? Sesuap nasi atau seliter bensin yang membawa mereka menempuh pendidikan, tidak termasuk previlege? 

Sukses dari nol untuk mereka yang punya previlege itu beda dengan sukses dari nolnya orang yang tidak punya previlege.

Bagaimana kisah hidup perjuangan orang yang tidak punya previlege dan bisa sukses? Susah sekali untuk mendapatkan yang seperti ini. Sebab, ada banyak orang yang mengatakan dia sedang memulai bisnisnya dari nol dan dia tinggal di rumah mewah berharga di atas 800 jutaan. It's previlege yang tidak pernah mereka akui di depan banyak orang.

Bagaimana dengan kita yang tidak punya previlege, tapi ingin sukses? Rasanya memang sangat berat. Karena untuk menjadi sukses, semua faktor lingkungan kita itu harus mendukung. Mulai dari pendidikan, lingkaran pergaulan, jaringan, dukungan orang tua dan keluarga dan biaya yang kita butuhkan untuk mencapai kesuksesan tersebut.

Untuk mereka yang punya previlege, pinjam uang lima juta ke bank tidak akan khawatir karena mereka yakin punya sesuatu yang bisa menjadi jaminan kalau dia bisa mengembalikan uang tersebut. Misalnya rumah orang tua, kendaraan pribadi (meski hadiah orang tua) dan lain-lain.

Bagaimana dengan yang tidak punya previlege? Tentunya tidak percaya diri untuk meminjam modal di bank atau orang lain. Lah, wong untuk makan besok saja, masih kesusahan. Apalagi mau pinjam uang  untuk modal usaha? Orang yang tidak punya previlege, sukses itu hanya ada di angan-angan karena tidak ada faktor yang mendukung. Pendidikan tidak tinggi, hanya modal pendidikan gratis 12 tahun dari pemerintah dengan fasilitas pendidikan yang apa adanya. Dari faktor pendidikan saja, kita sudah tertinggal jauh, apalagi ditambah dengan faktor lain-lainnya. Sukses itu kayak khayalan, yang saat kita bangun, dia tetap menjadi sebuah khayalan belaka.


Itulah sebabnya, aku tidak pernah iri dengan pencapaian mereka yang sudah jauh lebih sukses dari aku dan punya previlege. I think, itu wajar. Mereka sudah punya modal besar yang aku tidak punya, salah satunya adalah modal pendidikan. Bohong banget kalau pengusaha sukses itu tidak memiliki ilmu bisnis untuk mencapai kesuksesannya. Mereka sudah punya bagian dari satu hal  (previlege) dalam hidup mereka.


Begitu juga dengan dunia yang sedang aku geluti. Aku adalah seorang penulis novel yang dituntut memiliki wawasan luas dan ilmu yang banyak. Sedangkan aku tidak memiliki apa itu previlege. Tidak bisa dibandingkan dengan mereka yang mendapatkan fasilitas pendidikan tinggi dan faktor lain yang mendukung untuk menambah wawasan pengetahuan mereka.

Jangankan mau sekolah tinggi atau kuliah, untuk beli satu buah buku saja ... mikir! Why? Karena uang yang aku punya sekarang, cuma cukup untuk makan sampai besok. Sisanya, masih harus cari utangan. Ya, mau nggak mau cuma bisa baca buku gratis di perpustakaan atau pinjam sama temen. Karena aku emang hobby baca, hanya keterbatasan modal untuk beli buku yang bikin aku akhirnya kurang membaca. Ini juga salah satu alasan kenapa aku buka sebuah taman baca gratis. Karena aku pernah ada di posisi di mana aku ingin baca buku, tapi tidak mampu untuk membelinya.


Kalau dibilang sukses, aku masih jauh dari kata itu. Tapi setidaknya, aku bisa lebih berada di depan dibandingkan dengan yang lain. Tanpa memiliki previlege, aku bisa membuktikan bahwa kerja kerasku membuahkan hasil yang cukup. Cukup untuk makan keluarga dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Aku tidak punya previlege seperti yang lain. Aku tidak menempuh pendidikan tinggi. Hanya lulusan SMA dengan modal sekolah gratis dari pemerintah. Saat itu, aku juga tinggal di sebuah panti asuhan hanya karena ingin bersekolah seperti yang lain. Keinginanku untuk kuliah juga tidak kesampaian karena kedua orang tuaku yang hanya bekerja sebagai petani kecil, tidak mampu membiayai kuliahku. Juga masih ada dua adikku yang masih bersekolah dan butuh banyak biaya.

Setelah lulus sekolah, aku bekerja sebagai admin keuangan di salah satu perusahaan swasta. Gajiku tidak banyak. Harus berbagi untuk nenek-kakek yang harus aku rawat, juga untuk kedua orang tuaku yang juga hidupnya berada di bawah garis kemiskinan sementara dua adikku masih bersekolah. Selama tujuh tahun bekerja di perusahaan, aku tidak mendapatkan apa-apa. Bahkan untuk membeli sebuah sepeda motor saja, harus menyisihkan uang dengan credit selama tiga tahun. Saat itu, rasanya sangat berat. Tapi tetap bisa terselesaikan.


Hidupku yang begitu berat, memaksaku untuk melakukan banyak pekerjaan. Jika boleh memilih, aku ingin hidup santai dan punya banyak uang, hahaha. Tapi jelas itu tidak bisa.


Hingga akhirnya aku memutuskan untuk berhenti bekerja. Meski tidak diizinkan untuk resign, aku tetap bersikeras dengan dalih ingin menjadi penulis novel, padahal saat itu aku tidak tahu sama sekali kalau menulis novel bisa menghasilkan uang. Karena aku harus mengurus puteri kecilku dan dua nenek-kakek yang sudah tidak bisa bekerja dan berpenghasilan. Hidupku semakin berantakan karena aku tidak punya pekerjaan, begitu juga dengan suamiku. Kami sama-sama pengangguran.

Aku memaksa diri untuk melakoni kerja serabutan. Di saat sedang jatuh-jatuhnya, aku malah melakukan hal gila dengan membuka sebuah taman baca yang tidak menghasilkan apa pun, malah mengeluarkan banyak uang untuk biaya operasional dan menunjang kebutuhan taman baca. Rasanya membuatku semakin menggila, tapi anak-anak taman baca adalah hiburan terbaik buatku saat aku memikirkan kesulitan hidup yang tidak ada jalan keluarnya.


Sampai akhirnya, aku bertemu dengan Novelme setelah aku berjalan ke sana ke mari tak tentu arah. Aku sudah mencoba untuk menulis di GWP, Storial, Wattpad dan blog saat itu. Tidak ada hasilnya karena tidak tahu harus bagaimana dan tidak ada feedback dari platform. Maybe, karena tulisanku saat itu memang tidak menjual dan tidak layak untuk dibaca.

Di Novelme, aku hanya mencoba peruntungan untuk ikut kompetisi menulis NTW Season 1 dan alhamdulillah, masuk lima puluh besar pun tidak. Bagaimana bisa jadi juara NTW yang hanya dipilih tiga orang teratas saja. Saat itu, penulis teratas utama adalah Shanty Milan yang tulisannya sudah terkenal di mana-mana. Karya pertama yang aku baca di Novelme adalah karya beliau. 

Di Novelme aku dihubungi oleh editor dan diminta untuk membuat alur cerita yang menarik dan dibimbing oleh tim editor. Aku bahagia sekali mendapat sambutan baik dari editor dan mau membimbingku dengan telaten. Sampai akhirnya, Novelme meluncurkan fitur bab berbayar. Di situlah aku mulai mendapatkan penghasilan dari menulis.

Pertama kali mendapatkan hasil penjualan bab berbayar, hanya berkisar 1 jutaan dalam sebulan dan aku sudah bahagia banget mendapatkannya karena itu adalah nilai paling besar yang aku dapatkan sepanjang sejarah menulisku. Hingga akhirnya, aku bisa merasakan menerima penghasilan sekitar 1 jutaan sehari. Membuat diriku bisa terbilang sukses dalam dunia kepenulisan. Meski belum sukses besar seperti yang lain, tapi sudah cukup sukses untuk aku yang baru belajar menulis ini. Aku juga tidak menyangka akan mendapatkan uang ratusan juta hanya dari satu novel saja. Dan saat ini, menulis menjadi bagian dari profesionalitas. Aku dituntut untuk terus menulis cerita. Bukan karena uang, tapi karena pembaca yang selalu merindukan tulisanku. Uang yang mereka keluarkan untukku adalah sebuah bentuk penghargaan dan rasa kasih sayang mereka terhadapku agar aku bisa tetap melanjutkan hidup. 

Dari menulis novel di platform, kini aku sudah bisa membangun sebuah rumah untuk keluarga kecilku. Membeli sebuah sepeda motor, laptop, handphone, furniture dan lain-lain. Uang jajan anak-anak pun aku dapat dari menulis novel. Saat ini, aku juga masih harus survive sebagai single mom. Aku dan suamiku akhirnya bercerai karena permasalahan pelik. Yang jelas bukan masalah finansial karena aku tidak pernah menuntut itu darinya.


Semua penderitaan yang ada di balik kesuksesan menulisku, tidak perlu diceritakan semuanya. Mungkin, aku akan bercerita selengkapnya suatu hari nanti saat aku sudah berada di titik sukses dalam hidupku. Karena saat ini, aku masih merintis karirku untuk menjadi seorang yang sukses dari nol, tanpa sebuah previlege. 

Satu hal yang harus aku buktikan, kalau aku juga bisa setara dengan mereka yang mendapatkan fasilitas pendidikan di perguruan tinggi. 

I haven't previlege. But, I have effort to be succes.

Untuk sukses, harus melewati banyak hal dan penderitaan. Itulah ujian dari Tuhan yang harus kita jalani supaya kita bisa menjadi orang yang sukses. So, kalian semua jangan pernah menyerah! Terutama untuk para kaula muda yang masih memiliki banyak peluang untuk sukses. Banyak belajar, banyak membaca buku, banyak berteman dengan orang-orang yang berwawasan dan banyak berdoa. Semoga kita semua bisa sukses dalam peran hidup masing-masing. 

Jika menulis adalah jalan suksesmu, maka kamu akan mendapatkannya asal tidak pernah menyerah untuk menjalani rasa sakit dan perjuangannya. Buktikan pada dunia bahwa orang yang tidak punya previlege juga punya kesempatan untuk menjadi sukses.


Jika kalian tidak percaya, ini adalah rumahku pada tahun 2015. Saat itu, aku masih belajar menulis dan belum menjadi apa-apa. Belum punya penghasilan dari menulis walau hanya Rp 1,- saja.



Saat ini, aku sudah punya penghasilan dari menulis dan rumahku dibangun dari hasil uang menulis novel. Rasanya masih tidak percaya jika pencapaianku bisa sebesar ini. Aku harap, kalian yang tidak memiliki previlege, bisa memiliki semangat lebih dari apa yang sudah aku lakukan. Bisa sukses dalam dunia yang kamu inginkan dan bisa menjadi inspirasi banyak orang.




Much Love,


Rin Muna







0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas