Pagi ini hujan turun teramat deras, menyatu dengan derasnya air mata yang jatuh membasahi pipi. Aku begitu sakit saat aku tahu bahwa orang yang aku cintai justru memilih wanita lain untuk menjadi pasangan hidupnya.
Aku dan Riko sudah berpacaran selama 3 tahun sejak kami masih sama-sama kuliah. Aku pikir hubungan kami akan baik-baik saja. Ternyata tidak.
Riko adalah sosok pria yang baik di mataku. Tak pernah sekalipun kami bertengkar serius. Dia pria yang baik, bijaksana dan romantis. Aku ingat bagaimana cara ia memberikan kejutan-kejutan kecil yang selalu membuatku terkesan. Setiap hari yang aku jalani bersamanya selalu terasa indah.
Semua keindahan hubungan kami itu benar-benar sirna hanya dalam sekejap. Dunia rasanya gelap gulita. Aku seperti tidak pernah menemukan siang dalam hari-hariku. Aku terlalu sakit ditinggalkan begitu saja oleh pria yang kuanggap baik, ternyata bisa menyakitiku lebih dari sakitnya kematian.
Dua hari yang lalu, Riko memberikan aku secarik kertas undangan. Aku pikir, dia mengajakku pergi ke pernikahan teman seperti biasanya. Aku tidak menyangka kalau itu adalah hari pernikahannya dia. Kamu tahu, bagaimana rasanya ketika pacarmu sendiri memberikan undangan pernikahannya dengan wanita lain? Sakit. Sangat sakit.
"Maafin aku ...!" Riko hanya menatapku kosong sementara aku menangis histeris karena secarik kertas undangan yang ia berikan padaku.
"Kenapa kamu tega sama aku?" tanyaku bersama derai air mata. Entah kenapa dia tega melakukannya padaku. Bahkan seluruh keluarganya juga berhasil membohongiku. Bagaimana tidak, seminggu yang lalu aku masih bersilaturahmi ke rumah orang tua Riko. Status kami masih pacaran. Hubungan kami masih baik-baik saja. Ibunya juga bersikap baik padaku. Aku sama sekali tidak tahu kalau mereka sudah menyiapkan pernikahan untuk Riko dan wanita yang tidak aku kenal.
"Aku sayang sama kamu. Kamu bilang, kamu sayang sama aku. Kenapa kamu malah nikah sama cewek lain? Kamu jahat banget! Kamu punya hati apa nggak sih!?" makiku tanpa sadar memberontak dan memukuli tubuhnya sesukaku.
Riko sama sekali tidak membalas atau pun mencegah. Ia membiarkan aku menampar, memukuli dadanya dan menangis sejadi-jadinya. Ia tahu, aku jauh lebih sakit daripada aku melukainya dengan kuku atau benda tajam.
"Aku sayang sama kamu. Dan nggak akan pernah berubah."
"BOHONG!!!"
"Kita sama-sama cinta tapi kita nggak berjodoh. Aku minta maaf ... ini semua salahku." Riko menahan air matanya untuk bisa keluar, namun bisa aku lihat kalau sudut-sudut matanya juga basah.
"BAJINGAN!!!"
"Maki aku sesukamu. Kalau perlu, bunuh aku sekarang juga!" teriak Riko.
"Kalo kamu cinta sama aku, kenapa kamu nikah sama orang lain? Kamu selingkuh di belakang aku, hah!? Aku kira kamu cowok baik. Nyatanya kamu jauh lebih jahat dari yang aku kira."
"Aku nggak bisa menolak pernikahan ini."
"Kenapa? Orang tua jodohin kamu? Aku pikir ortu kamu suka sama aku. Mereka selama ini baik sama aku. Udah anggep aku kayak anaknya sendiri. Aku nggak nyangka kalau mereka juga sejahat ini sama aku."
"Bukan salah mereka. Mereka nggak jahat! Aku yang jahat! Mereka sayang sama kamu seperti yang kamu lihat."
"Terus kenapa kamu tega ngelakuin ini sama aku?"
"Aku nggak bisa nolak. Mama sama Papa juga nggak setuju aku nikahin dia. Tapi ...." Riko terdiam beberapa saat. Suaranya tercekat dan air matanya mengalir deras saat menatapku. Pundaknya naik turun menahan emosinya. "Dia hamil dan aku harus bertanggung jawab." Riko menjatuhkan lututnya ke lantai. Merangkul kaki dan mengecup ujung jemari kakiku. "Maafin aku. Aku udah berdosa karena menghianati cinta sucimu. Aku menyesal karena tergoda dengan nikmatnya nafsu yang ia tawarkan."
Aku serasa tersambar petir jutaan voltase saat mendengar kalimat-kalimat menyakitkan itu keluar dari mulut Riko. Aku tidak percaya kalau ia telah melakukan hal sekotor itu di belakangku. Untuk apa kami berpacaran kalau dia tidur dengan wanita lain. Ini gila! Benar-benar gila. Dia main gila di belakangku dan dia masih bersikap baik dan manis. Ini lebih menyakitkan dari apa pun.
Siapa aku sekarang?
Cuma jadi perempuan tak berguna yang mengurung diri di dalam kamar selama dua hari.
Aku malu ... malu bertemu dengan siapa pun termasuk ibuku.
Aku tidak tahu harus berkata apa.
Semua orang pasti akan bertanya kenapa Riko menikah dengan wanita lain?
Kalau wanita yang bukan menjadi pacarnya sudah dihamili ... semua orang akan berpikir kalau aku adalah wanita murahan yang sudah menyerahkan tubuhku pada Riko. Padahal, aku sama sekali tidak pernah melakukannya. Mungkin hal itu juga yang membuat Riko akhirnya berpaling, karena aku tidak mau melakukan hal bodoh dan menghancurkan masa depanku. Maka dia pilih wanita lain untuk bisa memuaskan nafsunya.
Tapi, persepsi orang tidak akan berubah. Zaman sekarang, mana ada perempuan yang masih mempertahankan keperawanannya untuk laki-laki yang menjadi suaminya. Sex after married menjadi hal yang tabu di zaman sekarang ini. Dan kamu hanya akan jadi bahan tertawaan teman-temanmu saat kamu bilang belum pernah melakukan hubungan seks di luar nikah. Ini aku alami selama aku berpacaran dengan Riko. Mungkin saja Riko lebih tertarik dengan gaya hidup teman-temannya ketimbang mempertahankan prinsip kesucian dalam sebuah hubungan. Dan hal itu yang membuatnya memilih tidur dengan perempuan lain.
Aku tidak menyangka kalau laki-laki lebih memilih wanita yang bisa memberinya kenikmatan sebelum menikah ketimbang wanita yang mempertahankan kesuciannya sampai dia benar-benar dinikahi oleh pria yang mencintainya.
Mungkin benar kalau wanita yang baik hanya untuk laki-laki yang baik. Tuhan telah menunjukkan padaku kalau Riko bukanlah laki-laki yang baik untukku. Aku harap ... Tuhan akan mempertemukan aku dengan laki-laki baik. Laki-laki yang bisa menjaga dan mencintaiku dengan ketulusan hati karena Allah SWT.
Tapi ... aku tetap hancur saat ini. Bahkan aku tidak sanggup menghadapi hari esok. Aku tak sanggup menatap matahari walau begitu kurindukan kehangatannya. Aku terlalu hancur dan tak mampu bangkit lagi. Selamat tinggal Riko ... selamat tinggal kenangan tentang kita.
Ditulis oleh Rin Muna
Samboja, 15 Juni 2019