Showing posts with label Puisi. Show all posts
Showing posts with label Puisi. Show all posts

Sunday, July 7, 2019

Lelah...

Pixabay.com

Kaki ini melangkah tak tentu arah...
Setiap persimpangan yang kupilih salah...
Kakiku kini sudah lelah...

Tangan yang kuulurkan tak kunjung berbalas
Setiap detik yang kuperhitungkan selalu salah...
Tanganku kini sudah lelah...

Mata yang kupancarkan tak kunjung cerah...
Setiap cahaya yang berpendar selalu memudar...
Mataku kini sudah lelah...

Bibir yang berucap tak mampu buatmu mendengar...
Setiap kata yang terucap selalu salah...
Bibirku kini sudah lelah...

Lelah ...
Mungkin hati ini butuh tempat...
Tempat yang membuat hati ini nyaman tuk melepas lelah...
Tempat yang membuatku nyaman untuk melupakan rasa sesal dan lelah...

Biarkan aku terlelap di sana...
Di tempat yang tak terjangkau kata...
Di tempat yang tak terjangkau nada...
Di tempat yang tak terjangkau pedih dan luka...


Ditulis oleh RinMuna
Dalam lelah yang hampir lelap

Kutai Kartanegara, 07 Juli 2019

Friday, July 5, 2019

Waktu ...


Puisi | Waktu ...
Karya Rin Muna
Source : Pixabay.com


Aku tak tahu kapan waktu akan berpihak padaku
Di sela kata yang tak biasa
Ada cerita yang tak mampu ku ucap...

Aku tak tahu kapan hari akan menjadi milikku
Di sela waktu yang tersisa
Ada kisah yang ingin kupeluk...

Aku tak tahu kapan dunia berpihak padaku ...
Di sela tawa yang tercipta
Ada tangis penuh luka yang ingin kutiadakan

Jika waktu bisa kembali ...
Aku tahu itu takkan mungkin...
Jika hari kemarin bisa menjadi hari esok ...
Aku tahu itu takkan terjadi ...

Maka biarlah air mata ini jatuh ...
Dalam waktu-waktu yang terus mengusang
Dalam hari-hari yang terus menghujam
Dalam minggu-minggu yang terus mengelam
Dalam tahun-tahun yang terus menghitam

Kisah ini bukan kisah kita
Cerita ini bukan cerita kita
Hidup ini bukan hidup kita
Ini waktu ... bukan tentang kita
Tapi ... tentang kau dan aku
Yang selamanya akan berbeda...



Kutai Kartanegara, 05 Juli 2019


Friday, June 14, 2019

Rindu yang Tak Termiliki



Aku rindu ...
Pada waktu yang tak mengizinkan aku merindu.

Aku rindu ...
Pada angin yang tak mengizinkan aku menyapa.

Aku rindu ...
Pada hari yang tak mengizinkan bersela.

Aku rindu ...
Pada cinta yang tak mengizinkan bersama.

Aku rindu ...
Pada kamu yang tak kan sempat aku miliki.

Aku rindu ...
Pada kamu yang tak henti mengusik hati ini.

Aku rindu ...
Sebab kau bagai udara, tak pernah terlihat tapi selalu kubutuhkan.




Ditulis oleh Rin Muna
Samboja, 14 Juni 2019

Thursday, June 6, 2019

Puisi | Rasa yang Tiba-Tiba


pixabay.com


Tiba-tiba aku rindu.
Pada kamu yang aku bilang ... entah ...

Tiba-tiba aku rindu.
Pada kamu yang selalu bilang ... rindu... 

Tiba-tiba aku takut.
Hilang sapamu di setiap hariku...

Tiba-tiba aku takut.
Hilang canda tawamu di sela sedihku.

Haruskah kucari cara menghapusmu dari hariku ... dari hatiku...
Agar aku lupa ... aku pernah mengenalmu.
Agar aku tak tahu bagaimana rasanya takut kehilanganmu.
Walau hanya sekedar kehilangan kata "Hai...!"

Rasanya aneh ... tapi bukan dusta.
Rasanya aneh ... tapi ini nyata.
Walau kau hadir jauh di mata.
Menyapaku dengan kata-kata.
Mencipta rindu di antara kita.
Walau tak saling jatuh cinta ...

Ditulis oleh Rin Muna
Kutai Kartanegara, 29 Mei 2019

Tuesday, May 28, 2019

Jingga Delapan Belas


Ku dengar caci maki yang meluruh hati
Ku berlari... ke tempat di mana aku bisa merindu
Ku berlari ... ke tempat di mana aku bisa tersenyum dalam kesendirian.

Di ujung jalan panjang...
Di tepi lautan yang padang...
Kau hadir beriku secercah harapan.
Kau hadir memberi warna pada seulas senyum...

Jingga... setiap pukul delapan belas aku berdiri di sini.
Menanti hadirmu dalam bias-bias hati.
Menanti hadirmu yang selalu ku nanti-nanti.

Jingga ... setiap pukul delapan belas aku berlari.
Mengejar cahyamu yang pernah jadikan aku berarti.
Mengejar cinta kasihmu yang pernah terikir di hati.

Jingga ... setiap pukul delapan belas aku di sini.
Menanti seorang kekasih yang tak kunjung kembali.
Sebab dia punya kekasih hati lain yang mendampingi. 
Menyerahkanku pada kepalsuan cinta yang tak bisa kuhindari.

Jingga ... setiap pukul delapan belas aku datang kemari.
Agar kamu dengar bisikan hati ini.
Bisakah kau sampaikan padanya?
Pada dia yang pernah sama-sama mengagumi keindahanmu.
Aku rindu ... sangat rindu...

Jingga ... setiap pukul delapan belas aku ke sini.
Berdiri memandang indahnya jinggamu.
Berharap dia lakukan hal yang sama.
Walau kami ada di tempat yang berbeda.
Sebab aku tahu, aku merindunya karena dia rindukan aku ... dan semua cerita tentang kita.
Cerita yang harus kami akhiri walau tidak kami ingini.
Jingga ... sampaikanlah padanya...
Aku tetap mencintainya dari jauh ... sampai jauh ... sangat jauh ...
JINGGA ...




Ditulis oleh Rin Muna untuk Kompasiana
Kutai Kartanegara, 27 Mei 2019

Monday, May 20, 2019

[Puisi] Kisah Sehari - Arya Eka

pixabay.com/Republica

KISAH SEHARI
Karya : Arya Eka


Pagi adalah sahabatku,
yang mengajarkan tentang semangat dan keyakinan,
dalam sejuk dan terangnya.

Siang adalah majikanku,
yang mengajarkanku tentang perjuangan dan ketegaran
dalam terik dan debunya

Sore adalah guruku
yang mengajarkan tentang hikmah atas kisah hari ini,
dalam syahdu dan letihku.

Malam adalah kekasihku
Di mana aku dalam peluknya,

Tempat aku bercerita tentang suka, duka, lara dan menyusun rencana esok hari.
Di pangkuannya aku tertidur,
maka lepaslah segala penat hari ini.




Beringin Agung, Mei 2019
Taman Bacaan Bunga Kertas

Sunday, May 5, 2019

Puisi | Diriku - Aisyah N.H


pixabay.com/joenomias


Diriku

Aku membuka mata dalam kegelapan           
Saat detak jantungku terdengar asing…
Aku melihatmu di cermin…
Mata yang ketakutan, mengajukan sebuah pertanyaan

Mencintai diri sendiri…
Mungkin lebih sulit daripada mencintai orang lain
Mari kita mengakuinya…
Lingkaran pohon yang tebal dalam hidupmu, itu bagian dari dirimu,
sekarang mari kita memaafkan diri kita sendiri…
Hidup kita panjang, percaya dirilah…
Sejak musim dingin berlalu, musim semi selalu datang…

Dari mata malam yang dingin, aku mencoba menyembunyikan diri
Saat aku terus berputar dan berputar
Mungkin aku jatuh…
Untuk mengambil bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya.
Target dari ribuan panah itu adalah aku sendiri

Kau telah menunjukkan padaku…
Bahwa aku punya sebuah alasan
Aku harus mencintai diriku sendiri…
Aku akan menjawabnya dengan nafasku, jalanku…
Aku yang kemarin, aku di hari ini, aku di hari esok…
Aku belajar mencintai diriku sendiri
Tanpa kecuali, itu semua adalah aku.
Mungkin tak ada jawaban…                                                                                                      

Mungkin ini juga bukan jawabannya
Hanya saja mencintai diri sendiri tak memerlukan izin orang lain
Aku mencari diriku lagi…                                                                                                

Namun aku tak ingin kembali mati
Aku yang dulu sedih, aku yang dulu terluka
Itu akan membuatku jauh lebih cantik…

Aku memiliki kecantikan itu…
Mengetahui hal itu disaat aku berada di jalan untuk mencintai diri sendiri
Itu yang paling aku butuhkan…
Aku berjalan sendiri
Itu adalah tindakan yang di perlukan untukku…                 
                       
Sikapku terhadap diriku sendiri
Itulah kebahagiaan yang aku butuhkan untukku…
Aku akan menunjukkannya padamu apa yang aku dapatkan
Aku tak takut karena itu adalah aku yang mencintai diriku sendiri.

Sejak awal sampai akhir…
Hanya ada satu jawaban
Mengapa kau terus berusaha tuk sembunyi di balik topengmu?
Bahkan semua bekas luka dari kesalahanmu telah membentuk.

Di dalam diriku…
Masih ada bagian yang canggung dari diriku, namun…
Kau telah menunjukkan padaku bahwa aku punya sebuah alasan
Aku harus mencintai diriku sendiri…
Aku akan menjawabnya dengan nafasku, jalanku…             




Ditulis oleh
Aisyah N.H
Samboja, 5 Mei 2019

Wednesday, April 3, 2019

Puisi | Pagi Sahabat

Pixabay.com

Pagi ini aku berlari-lari
Kamu kejar aku dan terus berlari
Jangan berhenti
Jangan berhenti
Sampai kita raih cita dan mimpi

Pagi ini aku langkahkan kaki
Bersama dirimu merangkai hati
Kita ciptakan ribuan mimpi
Dan mewujudkannya dengan jemari

Kita bisa kawan
Walau kita beda, kawan.


Rin Muna
East Borneo, 03 April 2019

Sunday, March 24, 2019

Puisi | Cahaya Cinta


geralt

Satu.
Setelahnya, harus aku hitung mundur atau maju?
Beriku satu alasan saja.
Agar aku tahu, ke mana langkah kan tertuju

Di tengah ruang pekatnya malamku
Satu per satu kuhitung rindu.
Supaya kamu tahu,
Ada milyaran rindu dalam sedetik waktu

Kamulah ...
Kamulah tersangkanya.
Kamulah satu-satunya orang yang kudakwa.
Sebab telah mencuri hatiku
Dan tak pernah membawanya kembali

Dan jadilah kamu pemilik hatiku
Dan jadilah kamu cahaya dalam gelapku
Dan jadilah kamu tawa bahagia dalam setiap langkahku.

Jangan pernah coba tuk pergi
Sebab aku tak mampu melangkah dalam gelap.
Kaulah satu-satunya cahaya cinta di hati ini.
Maka, tetaplah bersinar walau sinarmu tak hanya untukku...


Rin Muna
20 Marer 2019

Friday, March 22, 2019

AKU

Pixel2013

Aku ...
Laksana siluet pohon di antara bias cahya senja yang indah
Aku ...
Bergumul pada titik hitam yang menghiburku

Aku berdiri di sini
Dalam kelam
Dalam tangis
Dalam lelah
Dalam sendu
Dalam kegelapan

Di antara ...
Bias cahaya mentari yang mengintip dari peraduan
Awan-awan yang dilukis begitu indah
Air tenang yang menyadarkanku bahwa aku tak sendiri

Walau aku kelam, aku hitam
Di mata bias cahaya indah yang hiasi senja
Aku tetap bisa lihat keindahan
Yang terbentang indah di sekitarku



Rin Muna
East Borneo, 22 Maret 2019

Wednesday, March 20, 2019

Puisi | Cinta Cita Kita

Silviarita


Telah kurajut detik demi detik
Hanya untuk tahu siapa aku bagimu
Dalam setiap simpul waktu
Kamu yang kujaga menepi di sana

Haruskah aku hapus yang aku yakini?
Haruskah aku buang yang aku punyai?

Tak mudah bagiku mengulang waktu yang hilang
Tak mudah bagiku mengulang kisah yang usang

Kita selalu bersama tapi tak pernah bicara
Aku lukis semua dinding dengan kisah kita
Agar kamu bisa sesekali menyapa
Mengingat bahwa kita pernah berjalan bersama

Namun semua tetap terasa bisu dan semu
Tak pernah kudengar sapamu
Walau ribuan detik kita habiskan duduk bersama
Bagaimana aku tahu masih ada cinta?
Sementara sapamu tak lagi ramah untuk cita kita.
Bunuh saja semua cinta dan cita kita!
Dan hancurkan, melayang jadi debu ...



Rin Muna
East Borneo, 20 Maret 2019 

Wednesday, March 13, 2019

Rumah


Rumah

Fietzfotos

Aku jejaki setiap ruang
Kemudian pergi mencari uang
Tak tentu kapan akan pulang
Menunggu hari-hari luang

Hari-hari luang aku pulang
Merebahkan diri bermimpi di atas ranjang
Jam-jam luang aku pulang
Menyapa jiwa-jiwa yang aku sayang

Terkadang berbulan-bulan aku tak pulang
Dirindukan orang-orang yang aku sayang
Sejauh apa pun aku melayang-layang
Rumah, tempatku kembali pulang
Sejauh mana pun aku terbang
Rumah, tempatku rindu memadu kasih sayang

Sejauh mana pun aku melangkah
Rumah adalah tempat terbaik untuk pulang
Sejauh mana pun aku berkelana
Rumah adalah tempat terindah untuk pulang
Sejauh apa pun kaki ini pergi
Ia tak pernah lupa rumahnya untuk pulang


~Rin Muna~
Kalimantan Timur, 01 November 2018

Aku Tak Peduli

Aku Tak Peduli
ThuyHabich


Aku tak peduli siapa kamu
Aku cinta
Aku tak peduli seperti apa dirimu
Aku terlanjur cinta
Aku tak peduli bagaimana dirimu
Aku sudah cinta

Aku tak peduli langit menghitam
Aku tetap cinta
Aku tak peduli ombak lautan menghantam
Aku tetap cinta

Aku tak peduli seribu pedang menembus dada
Aku akan cinta
Aku tak peduli sejuta panah bersarang di kepala
Aku akan tetap cinta

Aku tak peduli ratusan pisau menyayat kulitku
Aku sudah cinta
Aku tak peduli puluhan belati menembus jantungku
Aku sudah cinta

Aku tak peduli jutaan orang akan menjatuhkan langkahku agar berhenti mencintaimu
Aku sudah terlanjur cinta
Aku tak peduli miliaran kata biadab menghujani hatiku agar berhenti mencintaimu
Aku sudah terlanjur cinta


Ditulis Oleh Rin Muna
Kutai Kartanegara, 3 Agustus 2018
Teruntuk dirimu, yang membuatku jatuh cinta tanpa alasan (Alifia Shaumi Aleshana)

Kopiku Sendiri


Kopiku Sendiri

freephotocc


Kopiku
Masih hangat
Kusesap sendiri berteman sepi
Secangkir saja
Sunyi

Kopiku sendiri
Satu cangkir di meja sudut ruang
Tak berdenting bertemu cangkir yang lain
Tak bersapa dengan kopi yang lain

Di seberang meja
Kopi-kopi riuh penuh canda tawa
Cangkir-cangkir berdenting saling menyapa
Tawa bahagia dari penikmatnya

Kutatap kursi kayu di depanku
Kosong ...
Tak ada senyum penikmat kopi menemani
Aku tersenyum pada diri sendiri
Aku tertawa untuk diriku sendiri

Kopiku sendiri.
Sama dengan jiwaku

Menanti hadirmu
Sendiri!

~Rin Muna~
Kalimantan Timur, 16 Oktober 2018

TSUNAMI


Tsunami
Bumi bergetar
Merangkak memeluk alam
Dalam derap langkah dan jeritan
Luka menghampiri tanpa bisa dihindarkan

Bumi berguncang
Merayap-rayap aspal jalanan
Tanah penghisap angkara merekah

Bumi bergoyang
Gedung tinggi runtuh
Rumah-rumah runtuh
Jalan-jalan jatuh meluruh

Lautan menjerit layaknya bocah tantrum
Sulit hentikan riakannya
Sulit hentikan tangisannya

Pecah...!
Buyar...!
Tumpah...!

Melahap semua yang ada di hadapannya
Tanpa ampun...
Tanpa permisi...
Semua hancur, semua melebur

Apa yang telah dibangun dengan keindahan dan kebahagiaan
Kini raib ... menyisakan air mata tanpa kata-kata

Tsunami ... namamu begitu indah kala kau damai dalam pembaringan
Tsunami ... namamu begitu menakutkan kala kau menjerit tanpa bisa dihentikan

Kaulah alam yang memarah, yang memeluk alam dalam tangisan
Lalu kau tumpahkan tanpa peringatan
Banyak nyawa kau rebut atas nama Tuhan
Hadirmu adalah peringatan
Agar manusia ingat pada siapa yang menciptakan.


-Rin Muna-
Kalimantan Timur, 29 September 2018
Turut Berduka cita atas Tsunami Palu, 28 Septermber 2018

Fatamorgana Rasa


Fatamorgana Rasa


Peticasso

Kau rengkuh aku ke dalam kata tanpa jeda
Kau tarik aku ke dalam palung kata tanpa raga
Kau sentuh aku dengan rasa cinta berbalut ukiran kata

Lihatlah aku ...!
Aku kagumimu bagai mentari yang mengajarkan kehangatan
Aku kagumimu bagai lembayung senja yang mengajarkan kasih sayang
Aku kagumimu bagai rintik hujan yang mengajarkan kebahagiaan
Aku kagumimu bagai pelangi yang mengajarkan keindahan

Lihatlah aku ...!
Aku kini pilu dalam derap langkahku
Aku kini ngilu dalam sanubari hatiku
Aku kini bisu dalam setiap hariku

Tak bisakah kau hadir abadi dalam hatiku?
Tak sekedar fatamorgana yang mengusik rasa

Tak bisakah kau hadir abadi dalam diriku?
Tak sekedar fatamorgana yang mengusik jiwa

Tak bisakah kau hadir abadi dalam hari-hariku?
Tak sekedar fatamorgana yang mengusik asa

Aku ... tetap mencintaimu dalam anganku
Walau di hatiku bersemayam pilu
Walau di hariku berselimut pilu
Kamu ... tetap kekaguman terindahku ...

~Rin Muna~
Kalimantan Timur, 22 September 2018

Poskamling Cinta


Poskamling Cinta
Halbtonfoto

Aw ...!
Aku mengaduh saat jemari tanganmu mendarat di pundakku
Mengusir nyamuk yang asyik mengisi perut

Malam, kelam, sepi
Dan aku masih duduk di poskamling

Poskamling jadi saksi bisu cerita kita
Poskamling jadi saksi bisu cinta kita
Saat kau jaga hatiku dalam dekapmu
Saat kau jaga hatiku dari badai yang menerpa

Kau tahu?
Setiap malam aku rela biarkan dingin angin menusuk kulitku
Demi bisa menyaksikan indahnya bintang bersamamu
Di poskamling cinta kita

Kau tahu?
Setiap malam aku rela datang ke poskamling
Dengan teko panas berisi kopi
Untuk mengenang cerita kita yang kini tiada

Kau jaga banyak orang agar tetap aman dan nyaman menikmati mimpi
Namun kau lupa menjaga hatimu sendiri
Hingga kau biarkan hatimu terenggut begitu saja
Bahkan kau tak pernah peduli
Darah yang kukorbankan demi menjaga hatimu itu

Kau pergi bersamanya
Menyisakan luka tiada tara
Hanya poskamling saksi sejarah cerita kita
Walau luka, namun tak kan pernah ku lupa

~Rin Muna~
Kalimantan Timur, 22 September 2018

Puisi | Aroma Surgawi



Aroma Surgawi

[nosheep]

Kubasuh setiap peluh yang menetes dari kulit keriputmu
Kubasuh setiap kain yang membalut tubuh rentamu
Kuhirup aroma surgawi yang kata orang... itu pesing
Kuhirup aroma surgawi yang kata orang... itu bau
Kuhirup aroma surgawi yang kata orang... itu risih

Setiap hari kubasuh kakimu yang tak lagi wangi
Setap hari kubasuh lenganmu yang tak lagi kuat
Setiap hari kubasuh rambutmu yang telah rontok dan memutih

Aku suka aroma kakimu
Kata orang... seperti aroma keong yang telah membangkai
Tapi bagiku, kakimu adalah aroma surga yang ingin kuciumi setiap waktu

Aku suka aroma rambutmu
Kata orang... seperti aroma kain yang terendam air ratusan hari
Tapi bagiku, rambutmu adalah aroma surga yang ingin kusentuh setiap hari

Aku suka aroma tubuhmu
Kata orang... seperti kerbau yang bermandi lumpur
Tapi bagiku, tubuhmu adalah wangi kasturi surgawi

Ibu...
Kini kau tak wangi lagi
Kini kau tak muda lagi
Kini kau tak menarik lagi
Tapi... dalam dirimu aku cium aroma surgawi

Izinkan aku menciumi bau kaki ini
Izinkan aku menghirup aroma tubuh ini
Aku ingin mendekapmu dalam bahagia
Hingga waktu itu tiba
Bersama menikmati aroma taman surgawi
Di alam yang kekal nan abadi

Kalimantan Timur, 17 September 2018

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas