Tuesday, May 28, 2019

Jingga Delapan Belas


Ku dengar caci maki yang meluruh hati
Ku berlari... ke tempat di mana aku bisa merindu
Ku berlari ... ke tempat di mana aku bisa tersenyum dalam kesendirian.

Di ujung jalan panjang...
Di tepi lautan yang padang...
Kau hadir beriku secercah harapan.
Kau hadir memberi warna pada seulas senyum...

Jingga... setiap pukul delapan belas aku berdiri di sini.
Menanti hadirmu dalam bias-bias hati.
Menanti hadirmu yang selalu ku nanti-nanti.

Jingga ... setiap pukul delapan belas aku berlari.
Mengejar cahyamu yang pernah jadikan aku berarti.
Mengejar cinta kasihmu yang pernah terikir di hati.

Jingga ... setiap pukul delapan belas aku di sini.
Menanti seorang kekasih yang tak kunjung kembali.
Sebab dia punya kekasih hati lain yang mendampingi. 
Menyerahkanku pada kepalsuan cinta yang tak bisa kuhindari.

Jingga ... setiap pukul delapan belas aku datang kemari.
Agar kamu dengar bisikan hati ini.
Bisakah kau sampaikan padanya?
Pada dia yang pernah sama-sama mengagumi keindahanmu.
Aku rindu ... sangat rindu...

Jingga ... setiap pukul delapan belas aku ke sini.
Berdiri memandang indahnya jinggamu.
Berharap dia lakukan hal yang sama.
Walau kami ada di tempat yang berbeda.
Sebab aku tahu, aku merindunya karena dia rindukan aku ... dan semua cerita tentang kita.
Cerita yang harus kami akhiri walau tidak kami ingini.
Jingga ... sampaikanlah padanya...
Aku tetap mencintainya dari jauh ... sampai jauh ... sangat jauh ...
JINGGA ...




Ditulis oleh Rin Muna untuk Kompasiana
Kutai Kartanegara, 27 Mei 2019

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas