Wednesday, March 13, 2019

TSUNAMI


Tsunami
Bumi bergetar
Merangkak memeluk alam
Dalam derap langkah dan jeritan
Luka menghampiri tanpa bisa dihindarkan

Bumi berguncang
Merayap-rayap aspal jalanan
Tanah penghisap angkara merekah

Bumi bergoyang
Gedung tinggi runtuh
Rumah-rumah runtuh
Jalan-jalan jatuh meluruh

Lautan menjerit layaknya bocah tantrum
Sulit hentikan riakannya
Sulit hentikan tangisannya

Pecah...!
Buyar...!
Tumpah...!

Melahap semua yang ada di hadapannya
Tanpa ampun...
Tanpa permisi...
Semua hancur, semua melebur

Apa yang telah dibangun dengan keindahan dan kebahagiaan
Kini raib ... menyisakan air mata tanpa kata-kata

Tsunami ... namamu begitu indah kala kau damai dalam pembaringan
Tsunami ... namamu begitu menakutkan kala kau menjerit tanpa bisa dihentikan

Kaulah alam yang memarah, yang memeluk alam dalam tangisan
Lalu kau tumpahkan tanpa peringatan
Banyak nyawa kau rebut atas nama Tuhan
Hadirmu adalah peringatan
Agar manusia ingat pada siapa yang menciptakan.


-Rin Muna-
Kalimantan Timur, 29 September 2018
Turut Berduka cita atas Tsunami Palu, 28 Septermber 2018

Fatamorgana Rasa


Fatamorgana Rasa


Peticasso

Kau rengkuh aku ke dalam kata tanpa jeda
Kau tarik aku ke dalam palung kata tanpa raga
Kau sentuh aku dengan rasa cinta berbalut ukiran kata

Lihatlah aku ...!
Aku kagumimu bagai mentari yang mengajarkan kehangatan
Aku kagumimu bagai lembayung senja yang mengajarkan kasih sayang
Aku kagumimu bagai rintik hujan yang mengajarkan kebahagiaan
Aku kagumimu bagai pelangi yang mengajarkan keindahan

Lihatlah aku ...!
Aku kini pilu dalam derap langkahku
Aku kini ngilu dalam sanubari hatiku
Aku kini bisu dalam setiap hariku

Tak bisakah kau hadir abadi dalam hatiku?
Tak sekedar fatamorgana yang mengusik rasa

Tak bisakah kau hadir abadi dalam diriku?
Tak sekedar fatamorgana yang mengusik jiwa

Tak bisakah kau hadir abadi dalam hari-hariku?
Tak sekedar fatamorgana yang mengusik asa

Aku ... tetap mencintaimu dalam anganku
Walau di hatiku bersemayam pilu
Walau di hariku berselimut pilu
Kamu ... tetap kekaguman terindahku ...

~Rin Muna~
Kalimantan Timur, 22 September 2018

Poskamling Cinta


Poskamling Cinta
Halbtonfoto

Aw ...!
Aku mengaduh saat jemari tanganmu mendarat di pundakku
Mengusir nyamuk yang asyik mengisi perut

Malam, kelam, sepi
Dan aku masih duduk di poskamling

Poskamling jadi saksi bisu cerita kita
Poskamling jadi saksi bisu cinta kita
Saat kau jaga hatiku dalam dekapmu
Saat kau jaga hatiku dari badai yang menerpa

Kau tahu?
Setiap malam aku rela biarkan dingin angin menusuk kulitku
Demi bisa menyaksikan indahnya bintang bersamamu
Di poskamling cinta kita

Kau tahu?
Setiap malam aku rela datang ke poskamling
Dengan teko panas berisi kopi
Untuk mengenang cerita kita yang kini tiada

Kau jaga banyak orang agar tetap aman dan nyaman menikmati mimpi
Namun kau lupa menjaga hatimu sendiri
Hingga kau biarkan hatimu terenggut begitu saja
Bahkan kau tak pernah peduli
Darah yang kukorbankan demi menjaga hatimu itu

Kau pergi bersamanya
Menyisakan luka tiada tara
Hanya poskamling saksi sejarah cerita kita
Walau luka, namun tak kan pernah ku lupa

~Rin Muna~
Kalimantan Timur, 22 September 2018

Puisi | Aroma Surgawi



Aroma Surgawi

[nosheep]

Kubasuh setiap peluh yang menetes dari kulit keriputmu
Kubasuh setiap kain yang membalut tubuh rentamu
Kuhirup aroma surgawi yang kata orang... itu pesing
Kuhirup aroma surgawi yang kata orang... itu bau
Kuhirup aroma surgawi yang kata orang... itu risih

Setiap hari kubasuh kakimu yang tak lagi wangi
Setap hari kubasuh lenganmu yang tak lagi kuat
Setiap hari kubasuh rambutmu yang telah rontok dan memutih

Aku suka aroma kakimu
Kata orang... seperti aroma keong yang telah membangkai
Tapi bagiku, kakimu adalah aroma surga yang ingin kuciumi setiap waktu

Aku suka aroma rambutmu
Kata orang... seperti aroma kain yang terendam air ratusan hari
Tapi bagiku, rambutmu adalah aroma surga yang ingin kusentuh setiap hari

Aku suka aroma tubuhmu
Kata orang... seperti kerbau yang bermandi lumpur
Tapi bagiku, tubuhmu adalah wangi kasturi surgawi

Ibu...
Kini kau tak wangi lagi
Kini kau tak muda lagi
Kini kau tak menarik lagi
Tapi... dalam dirimu aku cium aroma surgawi

Izinkan aku menciumi bau kaki ini
Izinkan aku menghirup aroma tubuh ini
Aku ingin mendekapmu dalam bahagia
Hingga waktu itu tiba
Bersama menikmati aroma taman surgawi
Di alam yang kekal nan abadi

Kalimantan Timur, 17 September 2018

[Puisi] IBU - Budiman Adi Yaksa | Taman Bacaan Bunga Kertas



PublicDomainPictures

Ibu ...
Kaulah wanita yang mulia
Derajatmu jauh lebih tinggi dibanding ayah yang kusayang
Kau mengandung,
melahirkan,
menyusui,
mengasuh dan merawat kami
Hingga putra-putrimu menjadi dewasa

Ibu ... 
Rautan kasih sayang di setiap insan
Matahari alam sebagai perumpamaan dunia dan isinya

Belumlah nepa dan sebagai balasan ibumu
Doanya terkabulkan, keramat di dunia kutukannya

Jadi, jangan coba durhaka kepada Ibu
Surganya Allah ada di bawah telapak kaki ibumu.
Ridhonya ibumu, ridhonya Allah.

Wahai anak-anak, janganlah menjadi durhaka pada ibumu ...!



Karya : Budiman Adi Yaksa (Taman Bacaan Bunga Kertas)
Samboja, 23 Februari 2019

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas