Saat Hujan Menyapa Kelas Bahasa Inggris
Karya: Rin Muna
Hujan deras turun sejak siang, membasahi halaman kecil Rumah Literasi Kreatif di Beringin Agung. Biasanya, pada pukul dua siang aku sudah duduk di antara meja-meja kecil berisi tumpukan buku dan alat tulis warna-warni, menyambut anak-anak yang datang dengan semangat untuk belajar Bahasa Inggris. Namun hari itu, 4 November 2025, langkahku tertahan oleh urusan dunia nyata yang tak bisa ditunda — mengurus beasiswa puteriku di bank sejak pagi hingga menjelang sore.
Kelas yang biasanya dimulai pukul 14.00 WITA terpaksa bergeser. Aku sempat merasa bersalah — seolah menunda tawa dan semangat kecil mereka yang sudah menunggu hari Selasa, hari di mana ruang baca sederhana itu berubah menjadi kelas Bahasa Inggris penuh keceriaan. Tapi, hidup memang sering kali berjalan di antara jeda dan tanggung jawab, bukan?
Ketika akhirnya aku tiba di Rumah Literasi Kreatif menjelang sore, langit masih menitikkan sisa hujan. Lantai semen di teras lembap, tapi suara anak-anak sudah terdengar dari dalam ruangan.
“Ayo, Miss! Hari ini belajar apa?” tanya Florence, sambil menepuk-nepuk tas yang ia bawa.
Aku tersenyum. “Hari ini kita belajar percakapan tentang Introducing My Sibling — memperkenalkan saudara kandungku dalam Bahasa Inggris.”
Beberapa anak langsung membuka buku catatannya. Namun, sebagian kursi tampak kosong. Seperti biasa, beberapa teman mereka harus pergi ke sekolah ngaji atau sekolah sore yang dimulai pukul empat sore. Ada rasa kehilangan kecil ketika melihat kursi-kursi kosong itu, tapi aku tahu setiap anak sedang menunaikan kewajibannya di tempat lain — dan itu juga bagian dari belajar, bukan hanya dari buku, tapi dari kehidupan.
Kami pun memulai pelajaran dengan sederhana. Aku menulis di papan tulis kecil:
Anak-anak menirukan dengan suara lantang, lalu tertawa ketika satu sama lain salah menyebut kata brother. Ada yang berani maju memperkenalkan saudaranya dengan percaya diri, ada pula yang masih malu-malu, menggenggam pensil erat-erat. Namun, di tengah derasnya hujan di luar, aku merasakan kehangatan yang tumbuh di dalam ruangan itu — sebuah kehangatan yang lahir dari keberanian kecil untuk mencoba.
Kegiatan hari itu mungkin sederhana. Tidak ada proyektor, tidak ada papan tulis besar, tidak ada fasilitas modern. Tapi ada semangat yang menular. Ada tawa yang menjadi cahaya di antara rintik hujan. Dan aku menyadari, bahwa mengajar bukan sekadar menyampaikan materi, melainkan juga membagi harapan — bahwa setiap kata baru yang mereka ucapkan adalah jembatan menuju dunia yang lebih luas.
Aku menjawab pelan, “Kita lihat nanti, ya! Kalian hafalin dulu percakapan yang ini dan percakapan sebelumnya. Nanti Miss tes percakapan kalian."
Mereka tertawa, sebagian ada yang menghela napas karena menganggap belajar Bahasa Inggris masih sulit. Mereka menutup buku, lalu bersiap menjawab pertanyaan yang selalu aku ajukan sebelum mereka pulang.
Kemudian, mereka berlarian pulang di bawah gerimis yang mulai reda. Aku menatap mereka satu per satu dan merasa bersyukur. Meski jadwal bergeser, meski kursi tidak penuh, semangat mereka tidak pernah absen.
Rumah Literasi Kreatif, sekali lagi, menjadi saksi bahwa belajar bisa tumbuh di mana saja — bahkan di bawah atap yang bocor sedikit dan di antara waktu yang sempit. Karena sejatinya, pendidikan bukan hanya tentang waktu dan tempat, tapi tentang hati yang mau memberi dan jiwa yang terus haus akan ilmu.
Referensi:
-
Dokumentasi kegiatan Kelas Bahasa Inggris Rumah Literasi Kreatif, Beringin Agung, 4 November 2025.
-
Materi pembelajaran: Daily Conversation – Introducing My Sibling, disusun oleh Rin Muna, Rumah Literasi Kreatif.
-
Catatan reflektif pribadi penulis, Rumah Literasi Kreatif Kutai Kartanegara (2025).




0 komentar:
Post a Comment