Saturday, October 18, 2025

THEN LOVE BAB 56 : TRANSFORMASI DELANA

 



Semester baru dimulai ...

Delana mulai masuk kampus seperti biasa. Ia merasa harinya begitu aneh. Kini , ia tak bisa lagi melihat sosok cowok yang ia rindukan setiap harinya. Ia tahu, sampai saat ini ia masih gagal membenci Chilton. Bukannya benci, ia masih saja merindukannya.

Delana duduk di kursi taman. Tempat ia dan Chilton menghabiskan waktu bersama untuk sarapan. Semuanya kini hanya menjadi kenangan. Ia tak bisa berharap lagi bahkan ia berusaha untuk mengejarnya, tak kan pernah bisa ia temukan.

“Cowok ganteng cuma suka sama cewek cantik. Kalau penampilan kamu masih biasa aja. Sembilan puluh persennya kamu bakal ditolak sama dia,” tutur salah satu mahasiswi yang sedang mengobrol di dekat Delana.

“Aku harus gimana?” tanya mahasiswi yang diajak bicara.

“Kamu harus berubah. Harus tampil cantik. Memang sih, cantik itu mahal. Tapi itu nggak seberapa kalau untuk mendapatkan hati cowok yang kamu suka.”

Delana mendengarkan pembicaraan dua cewek yang ada di dekatnya. Ia menghela napas dan bangkit dari tempat duduknya.

Benar, ia terlalu sederhana untuk bisa menarik perhatian cowok yang ia sukai. Chilton lebih memilih Ratu karena ia sangat cantik, pandai berdandan dan cara berpakaiannya juga modern.

Mulai hari ini, ia memutuskan untuk melakukan sesuatu.

Ia mempercepat langkah kakinya mencari sahabat dekatnya, Belvina.

“Bel ...!” panggil Delana begitu ia menemukan Belvina yang sedang duduk di depan kelas.

“Ya, kenapa Del?” Belvina langsung menoleh ke arah Delana.

Delana duduk di samping Belvina. “Ivona mana, ya?”

“Belum dateng.”

“Dia udah di sini kan?”

“Udah. Lagi nggak ada jadwal syuting katanya.”

“Bagus. Pas banget.”

“Apanya?”

“Pulang kuliah, kalian ke rumahku ya! Ada yang mau aku bicarain sama kalian.”

“Oke,” sahut Belvina sambil tersenyum.

Mereka akhirnya masuk ke kelas karena materi kuliah akan segera dimulai. Ivona baru muncul setelah dosen masuk ke kelas. Sempat membuat suasana tegang karena dosen yang mengajar mulai memprotes kehadiran Ivona yang sering terlambat masuk kelas.

Sepulang kuliah, tiga sahabat itu langsung berjalan kaki menuju rumah Delana yang tak jauh dari kampus.

“Udah berapa lama aku nggak tidur di sini,” ucap Ivona sambil merentangkan tangan dan menjatuhkan tubuhnya ke ranjang Delana.

“Nginaplah!” pinta Delana.

Ivona tersenyum. “Kayaknya nggak bisa, deh. Aku udah ada janji makan malam bareng keluarga.”

“Hmm ... kamu gimana, Bel?”

“Aku sih lebih baik nginap di sini daripada harus ketemu sama nenek lampir itu.”

“Masih sensi aja sama dia?” tanya Ivona sambil tertawa kecil.

“Langsung naik tensiku gara-gara sekamar sama dia terus.”

“Pindah kamar aja gimana?” tanya Ivona.

“Yee ... enak aja! Dia malah merdeka kalo aku sampe pindah dari kamarku sendiri. Tambah songong aja tuh anak,” sahut Belvina.

Delana tertawa kecil menanggapi ucapan Belvina.

“Malah ketawa. Kamu mah enak, rumah sama kampus deket. Di asrama cuma tidur siang doang. Nggak harus ketemu terus sama cewek gila itu,”  tutur Belvina.

“Udahlah. Nggak usah cemberut terus! Jelek tau!” sahut Ivona.

“Iya. Ngapain sih ngomongin dia? Bikin rusak mood aja,” celetuk Delana.

Ivona dan Belvina saling pandang.

“Eh, aku butuh bantuan kalian,” tutur Delana sambil menatap kedua sahabatnya.

“Bantuan apa?” tanya Belvian dan Ivona berbarengan.

“Mmh ... aku pengen ngubah penampilanku,” ucap Delana.

“Berubah gimana lagi? Kamu udah terlihat lebih  feminim dibanding masa SMA kamu,” tutur Belvina.

Delana menghela napas. Ia langsung menarik Ivona untuk berdiri di sampingnya. “Bisa lihat perbedaannya?” tanya Delana pada Belvina.

Belvina menatap dua sahabatnya bergantian sambil berpikir. “Apa ya?” ucapnya sambil mengetuk-ngetuk dagunya.

Delana menghela napas. “Kamu masih nggak ngeh juga?” tanyanya.

“Apaan sih?” tanya Belvina sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Aku pengen bisa kayak Ivo, aku beneran mau berubah,” tutur Delana.

“Eh!? Serius?” tanya Ivona menatap Delana. Ia tahu, Delana tidak terlalu suka mengenakan pakaian seksi dan berdandan. Keputusan Delana tentu membuatnya heran sekaligus senang.

Delana tersenyum sambil mengangguk pasti. “Kita mulai dari mana?” tanyanya.

Ivona mengetuk-ngetuk dagunya sambil berpikir. Ia melangkahkan kakinya menghampiri lemari pakaian Delana. Ia langsung membuka semua pintunya lebar-lebar.

“Kita mulai dengan mengganti semua koleksi baju kamu ini,” tutur Ivona sambil tersenyum.

“Eh!?” Delana bingung dengan ucapan Ivona, Ia langsung menghampiri Ivona dan berdiri di sebelahnya. “Ada yang salah?”

“Koleksi baju kamu sebagian masih kelihatan kuno. Nggak modis banget,” tutur Ivona.

“Oh.” Delana mengangguk-anggukkan kepala.

Ivona tersenyum dan memilah baju Delana. Ia mengeluarkan semua baju Delana yang menurutnya tidak menarik sama sekali.

“Mau diapain baju sebanyak ini?” tanya Belvina saat melihat Ivona menghambur pakaian Delana di lantai.

“Mau dibuang,” sahut Ivona.

“What!? Baju Dela ini mahal-mahal gini mau dibuang? Ini loh masih bagus,” tutur Belvina.

“Del, ini dikemas dan kirim aja ke panti asuhan!” pinta Ivona.

Delana menganggukkan kepala. Ia langsung melipat pakaian miliknya yang tak akan pernah ia kenakan lagi. “Bantuin, Bel!” pinta Delana.

Belvina mencebik. Ia langsung membantu Delana melipat pakaian miliknya.

“Aku cari dus dulu, ya!” Delana bangkit dan keluar dari kamar.

“Vo, kamu yakin ini nggak bakal dipake lagi sama Delana?” tanya Belvina.

“Yakin. Dia sendiri yang bilang mau berubah.”

“Hmm ... iya, sih. Kenapa dia tiba-tiba mau berubah ya?” gumam Belvina.

“Mungkin karena udah ditinggalin sama cowok yang dia suka. Dua kali pula. Kamu tahu kan? Dulu, Delana pengen manjangin rambut waktu dia patah hati sama Aravin,” tutur Ivona sambil menatap Belvina.

“Iya, juga sih. Jadi menurut kamu, perubahan Dela ada hubungannya sama kepergian Chilton?” tanya Belvina.

“I think so,” jawab Ivona sambil tersenyum.

“Hmm ... aku kasihan sama Dela. Kapan dia bakal dapetin cinta sejatinya? Selama ini, dia disakiti terus sama cowok yang dia suka. Bahkan dua-duanya pergi ninggalin Dela,” tutur Belvina.

“Kita bantu doa. Semoga Delana cepat menemukan kebahagiaannya. Mungkin, dengan dia berubah, dia bisa lebih mudah mendapatkan cinta yang dia inginkan.” Sahut Ivona.

Belvina menganggukkan kepala. “Semoga ...” ucapnya lirih.

Tak lama kemudian, Delana kembali dengan membawa beberapa kardus kosong.

“Cepet banget. Cari di mana?” tanya Belvina.

“Ada di gudang,” jawab Delana.

“Oh.” Belvina mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Kalo ini udah kelar, kita mandi dan langsung berangkat,” tutur Ivona.

“Ke mana?” tanya Delana dan Belvina bersamaan.

Ivona tersenyum. “Ada, deh. Pokoknya, kalian nurut aja!” pintanya.

“Siap Bu Bos!” sahut Delana sambil memberi hormat.

“Apaan sih!?” celetuk Ivona.

Mereka bergegas membereskan pakaian Delana yang akan disumbangkan ke panti asuhan.

Setelah semuanya rapi, mereka bergegas mandi bergantian.

Delana berdiri terpaku cukup lama di depan pintu lemari pakaiannya saat ia sudah selesai mandi. Ia benar-benar bingung harus mengenakan pakaian yang mana. Semua kaos dan celana jeans yang biasa ia pakai, sudah dimasukkan ke dalam kardus. Hanya tersisa beberapa mini dress.

“Kenapa, Del?” tanya Ivona yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Delana menghela napas. “Aku bingung harus pake yang mana,” tuturnya.

“Capek, deh. Ini baju kamu tinggal dikit.” Ivona melangkahkan kakinya perlahan dan melihat beberapa mini dress milik Delana. “Pake ini aja!” pinta Ivona sambil melemparkan dress warna mustard ke arah Delana.

Delana tak banyak bicara. Ia mengikuti semua yang diintruksikan oleh Ivona.

“Belvi belum naik?” tanya Ivona.

“Belum,” jawab Delana.

Belvina memilih untuk mandi di kamar mandi yang ada di bawah daripada harus bergantian kamar mandi karena akan memakan waktu yang lebih lama. Tapi, sampai Delana dan Ivona selesai mandi, dia belum juga kembali ke kamar Delana.

“Tumben banget sekarang mandinya lama,” celetuk Ivona sambil menatap pintu kamar Delana.

Delana mengedikkan bahunya. “Nggak tahu juga.”

“Jangan-jangan dia ketiduran di kamar mandi,” tutur Ivona sambil tertawa kecil. Ia mengambil salah satu dress milik Delana dan mengenakannya.

Setelah Delana memakai baju. Ivona langsung merias wajahnya agar Delana terlihat berbeda dan jauh lebih cantik.

“Wow ...! Cantik banget!” puji Belvina yang baru saja masuk ke dalam kamar.

Delana tersenyum. “Tapi, aku belum bisa dandan sendiri. Kalo nggak ada Ivo, aku nggak bisa pake-pake beginian,” tutur Delana sambil menunjuk alat-alat make-up yang ada di depannya.

“Belajar, dong!” tutur Belvina.

“Iya. Ini juga sambil belajar sama Ivo,” sahutnya.

“Del, kayaknya di sini masih ada bajuku ya?” tanya Belvina.

“Cari aja di lemari!” perintah Delana.

Belvina langsung membuka lemari Delana dan mencari pakaian miliknya yang sudah terlipat rapi di dalam lemari.

Delana terus memerhatikan cara Ivona merias wajahnya. Ia juga terus bertanya fungsi dan kegunaan setiap alat make-up yang dipakainya. Karena selama ini, ia hanya punya bedak dan lipstik.

“Nanti, aku pesenin satu paket make-up yang lengkap buat kamu,” tutur Ivona sambil menyisir rambut Delana.

Delana menganggukkan kepala sambil tersenyum menatap dirinya sendiri.

“Bulu matanya gimana? Nyaman?” tanya Ivona.

“Nyaman aja, kok,” jawab Delana.

“Ini bulu mata yang biasa aku pakai buat sehari-hari. Nggak terlalu tebal dan soft banget. Jadi, nyaman banget dipakenya.”

“Apa aku harus setiap hari keluar pakai bulu mata?” tanya Delana.

Ivona tersenyum. “Nggak juga. Senyamannya kamu aja. Kalo males pake bulu mata, pake maskara aja atau pasang eyelash.”

“Oh.” Delana mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Bel, kamu mau dandan juga?” tanya Ivona sambil menatap Belvina yang sedang mengenakan lipstik.

“Nggak,” jawabnya singkat. Ia cukup memakai bedak dan lipstik. Ia juga belum terbiasa dengan make-up yang menempel di wajahnya, seperti Delana.

Ivona tersenyum. Ia mulai merias wajahnya sendiri setelah selesai merias wajah Delana.

Tiga wanita itu sudah terlihat cantik seperti biadadari. Kini, mereka bersama-sama keluar dari rumah.

“Astaga! Aku nggak bawa mobil ke sini. Mobilku kutinggal di halaman kampus,” tutur Ivona sambil menepuk jidatnya. Ia baru ingat kalau mereka jalan kaki pergi ke rumah Delana dan meninggalkan mobilnya begitu saja.

“Pake mobil ayahku aja!” pinta Delana.

“Nggak usah. Aku ambil mobilnya, kalian tunggu di sini!” pinta Ivona.

Delana dan Belvina saling pandang. Kemudian memerhatikan Ivona yang sudah terlihat cantik.

“Lumayan jauh kalau kamu ke sana pakai high heels,” tutur Belvina.

“Eh, suruh Bryan aja ambil mobilmu,” sela Delana.

“Aha, boleh juga.”

Delana langsung masuk ke dalam rumah dan meneriaki Bryan yang ada di dalam kamarnya.

“Ada apa, Kak?” tanya Bryan.

“Tolong ambilkan mobil Kak Ivo di kampus!”

“Hah!?”

“Cepetan!” Delana langsung menarik lengan Bryan dan menyeretnya keluar dari rumah.

“Dek, tolong ambilkan mobil Kak Ivo ya! Di halaman kampus,” tutur Ivona sambil menyerahkan kunci mobilnya pada Bryan.

Bryan menganggukkan kepala. Ia mengambil kunci mobil Ivona dan bergegas keluar dari halaman rumahnya.

“Adik kamu memang manis dan bisa diandalkan,” gumam Ivona sambil menatap punggung Bryan yang sedang berjalan ke arah kampus.

“Adiknya siapa dulu?” tutur Delana bangga.

Beberapa menit kemudian, Bryan sudah datang mengantarkan mobil Ivona. Mereka bertiga langsung bergegas masuk ke dalam mobil.

“Kakak mau jalan. Mau nitip apa?” tanya Delana sambil menatap Bryan yang masih berdiri di samping mobil Ivona.

“Nggak ada. Jaga diri baik-baik!” pinta Bryan sambil tersenyum.

Delana tersenyum menatap adik laki-lakinya yang sudah semakin dewasa. Ia menganggukkan kepala dan langsung menutup kaca mobil.

 “Del, Bryan itu adik yang baik dan perhatian banget,” tutur Ivona.

“Iya. Kelihatan banget kalau dia sayang sama kamu,” sahut Belvina.

“Aku juga sayang sama dia. Namanya juga saudara,” ucap Delana.

“Tapi, kebanyakan saudara itu malah nggak akur.”

“Yah, itu kan tergantung orangnya.”

“Hmm ... iya juga, sih.”

Ivona bergegas melajukan mobilnya ke salah satu pusat perbelanjaan.

***

Delana bersama dua sahabatnya berkeliling mall dan butik untuk membeli pakaian baru. Mereka terlihat sangat bahagia dan ceria.

“Uangmu masih banyak kan?” bisik Ivona di telinga Delana.

“Apa aku kelihatan kayak orang susah?” sahut Delana.

Ivona meringis. Ia membawa beberapa tumpuk baju, begitu juga dengan Delana dan Belvina. Mereka langsung menuju kasir dan menumpuk pakaian mereka di atas meja kasir.

“Ini mau dibeli semua, Mbak?” tanya petugas kasir.

Ivona menganggukkan kepala.

“Bisa bayar pake credit card, kan?” tanya Delana.

“Bisa, Mbak.”

Delana langsung mengeluarkan kartu kredit dari dalam dompet dan memberikannya pada petugas kasir.

Delana, Belvina dan Ivona menunggu petugas kasir menghitung jumlah belanjaan mereka dan mengemas dengan baik.

“Abis ini, kita ke toko sepatu,” tutur Ivona.

“Hah!? Ini bawaannya udah banyak banget, Vo,” sahut Belvina sambil menunjukkan beberapa paper bag yang ada di tangannya.

“Kita taruh di mobil dulu,” sahut Ivona sambil mengedipkan tangannya.

Belvina menghela napas. “Kapan aku punya pacar yang bisa bawain belanjaan sebanyak ini,” celetuk Belvina.

“Loh? Bukannya waktu itu kamu bilang udah jadian sama someone?” dengus Ivona.

“Ah, kalian kan tahu aku LDR sama dia. Kalo urusan beginian, mana bisa bantuin,” keluh Belvina.

“Udahlah. Kita sama-sama jomlo, kok. Mendingan kita cepet-cepet bawa ini ke mobil dan kita cari sepatu yang bagus buat Dela,” tutur Ivona ceria. Ia melenggang penuh bahagia menuju ke parkiran untuk meletakkan belanjaan mereka terlebih dahulu.

“Vo, bukannya Delana udah punya banyak sepatu?” tanya Belvina sambil memasukkan beberapa paper bag ke dalam bagasi mobil Ivona.

“Sepatu punya dia itu flat shoes semua. Kita ganti sama high heels yang lebih berkelas,” jawab Ivona. “Gimana, Del?” tanya Ivona sambil menatap Delana.

“Terserah kamu. Aku nurut aja yang penting aku bisa kelihatan menarik,” jawab Delana.

“Emang bisa pake high heels?” tanya Belvina.

“Belajarlah,” jawab Delana.

“Hmm ... ayo buruan kita masuk lagi!” pinta Ivona.

Mereka akhirnya masuk kembali ke dalam pusat perbelanjaan untuk mencari beberapa pasang sepatu high heels untuk Delana.

Setelah puas berbelanja, mereka langsung kembali ke rumah masing-masing.

***

Sepulang kuliah, Ivona kembali mengajak Delana dan Belvina untuk pergi ke suatu tempat.

“Kita mau ke mana, Vo?” tanya Belvina saat sudah berada di dalam mobil Ivona.

“Udah, ikut aja! Nggak usah banyak nanya,” sahut Ivona.

Belvina dan Delana saling pandang. Delana mengedikkan bahunya sebagai tanda tidak tahu mereka akan pergi ke mana.

Beberapa menit kemudian, mobil Ivona berhenti di depan salah satu klinik kecantikan.

Mata Delana berbinar ketika Ivona mengajaknya ke klinik kecantikan. Ia memang senang sekali pergi ke salon untuk melakukan perawatan tubuh.

“Akhirnya, aku bisa rileks di sini,” gumam Delana. Ia langsung keluar dari dalam mobil diikuti oleh kedua sahabatnya.

“Aku mau spa,” tutur Belvina.

“Iya. Silakan!” sahut Ivona sambil tersenyum. Ia menarik tangan Delana. “Kita ketemu sama dokter dulu,” bisiknya.

“Eh!?” Delana mengernyitkan dahinya. Ia merasa akan melakukan perawatan tubuh, bukan untuk berobat. Kenapa harus bertemu dengan dokter?

“Ayo!” Ivona menarik lengan Delana. Ia langsung mengajak Delana naik ke lantai dua dan bertemu dengan dokter kecantikan untuk konsultasi masalah kulit dan perawatan wajah yang cocok untuk Delana.

“Kulit kamu bagus dan sehat. Tapi, tetap harus mendapat perawatan rutin karena usia kamu bukan usia remaja lagi,” tutur dokter setelah memeriksa wajah Delana.

“Kasih dia perawatan terbaik supaya bisa tetep cantik!” pinta Ivona.

Dokter tersebut tersenyum. “Pasti,” tuturnya.

Ivona dan Delana tersenyum.

Dokter itu memberikan secarik kertas berisi catatan kesehatan Delana dan perawatan yang harus ia jalani. “Bawa ini ke bagian pelayanan. Mereka akan memberikan perawatan yang terbaik untuk wajah dan tubuh kamu.”

“Makasih, Dok!” tutur Delana dan berpamitan pergi.

Delana menghentikan langkahnya dan kembali menoleh pada dokter. “Mmh ... Dok, apa aku perlu operasi plastik biar bisa jadi cantik?” tanya Delana.

Dokter kecantikan tersebut tertawa. “Kamu sudah cantik banget. Apa yang mau diubah?” tanyanya.

Delana menghela napas dan langsung keluar dari ruangan dokter.

“Apa kamu berniat mau oplas?” bisik Ivona.

“Kalo itu perlu,” jawab Delana.

“Semuanya udah perfect. Hidung kamu udah mancung, mata juga udah indo banget. Apa yang mau kamu ubah?” tanya Ivona.

Delana terdiam.

“Cukup rutin melakukan perawatan di sini dan kamu bakal berubah banyak,” tutur Ivona sambil mengedipkan mata.

Delana tersenyum menatap sahabatnya itu.

“Belvi di ruangan mana ya?” tanya Delana.

“Udah, biar aja dia menikmati perawatan yang dia pengen. Ntar juga WA kalo udah kelar,” tutur Ivona.

Mereka langsung menghampiri meja resepsionis dan mengambil paket perawatan wajah dan tubuh yang telah direkomendasikan oleh dokter.

***

Hampir setiap hari Delana berlatih merias dirinya. Tentunya, Ivona selalu menjadi guru yang baik. Bukan hanya membuat riasan wajah yang cantik, tapi juga mengajari Delana tentang bagaimana memilih model pakaian yang cocok untuk berbagai suasana.

Semakin hari, Delana semakin memesona dan menarik banyak pria mengaguminya. Tapi, ia sama sekali tidak tertarik pada semua pria yang menyapanya dengan rayuan gombal. Ia tetap memilih untuk sendiri dan tidak berkeinginan menjalin hubungan dengan siapa pun.

“Eh, Dela sekarang cantik banget ya?” tutur salah satu mahasiswa sambil menatap Delana yang sedang makan di kantin kampus.

“Iya. Berubah banget. Kayak bidadari. Si Ratu aja nggak ada apa-apanya sekarang,” sahut lainnya.

“Hahaha. Ratu? Dia cuma menang gaya doang.”

“Iya. Kalo Dela emang beneran cantik dan tajir. Ckckck, siapa cowok yang nggak mau sama dia. Udah gitu, dia juga baik.”

“Cuma cowok bego yang nggak mau sama dia!”

“Berarti si Chilton bego!?”

“Hahahaha.”

“Kalo dia lihat Dela yang sekarang, pasti bakal nyesel tujuh turunan karena udah nyia-nyiain Dela,” bisik salah satu mahasiswa yang sedang berkerumun sambil menikmati makan siang.

“Kalo Dela suka sama aku, nggak bakal mikir dua kali. Bakal langsung aku terima!” seru mahasiswa satunya lagi.

“Eh, suaramu jangan keras-keras!” tegur teman yang lainnya sambil menatap Delana dari kejauhan.

“Nggak denger, kok.” Mahasiswa yang berteriak tadi menurunkan volume suaranya.

“Coba aja aku ganteng dan kaya. Udah aku kejar dia.”

“Kenapa nggak nyoba? Cinta mana ada yang tahu.”

“Nggak pede buat deketin dia.”

“Hahaha. Bagus kalo nyadar!”

Semua teman-teman Delana membicarakan tentang perubahan dirinya yang begitu signifikan. Dari seorang gadis berpenampilan sederhana, kini ia berubah layaknya bidadari yang dipuja dan dipuji seisi sekolah.

“Vo, makasih banyak ya udah bantu aku sampe jadi kayak gini,” tutur Delana saat makan di kantin bersama Ivona dan Belvina.

Ivona tersenyum. “Aku seneng karena akhirnya kamu mau peduli sama diri kamu sendiri. Kecantikan itu aset buat perempuan, jadi harus dijaga dan dirawat dengan baik.”

Delana tersenyum manis menatap Ivona. Ia sendiri masih tak percaya kalau bisa membuat penampilannya jauh lebih baik dari sebelumnya. Membuat cowok yang tak pernah meliriknya sama sekali, kini berlomba untuk mendapatkan perhatian Delana.

“Lihat deh, cowok yang ngumpul di ujung sana! Mereka lagi bicarain kamu,” bisik Belvina.

“Masa sih?” tanya Delana tanpa menoleh ke arah kerumunan mahasiswa yang membicarakannya.

“Aku denger, ada yang teriak nyebutin nama kamu,” bisik Belvina.

“Telinga kamu jeli juga ya?” tanya Ivona.

“Hmm ... telinga aku tuh udah kayak telinga kelelawar, bisa menangkap suara paling kecil sekalipun,” bisik Belvina.

“Hadeh, gaya banget ngomongnya!” celetuk Ivona sambil melempar Belvina dengan kerupuk.

“Hehehe.” Belvina meringis. Ia bisa mendengar pembicaraan cowok-cowok di kantin karena kebetulan ia melintas untuk mengambil air minum dan para cowok itu tidak menyadarinya sama sekali.

“Eh, ngomong-ngomong, kabar si Ratu gimana setelah putus dari Chilton? Aku jarang lihat dia di kampus,” tanya Delana.

“Makin gila!”

“Makin gila gimana?”

“Makin gila aja cari cowok yang lebih ganteng dan kaya. Apalagi sekarang dia lihat kamu berubah banyak, Del. Kayaknya dia makin iri sama kamu,” tutur Belvina.

“Iri kenapa?”

“Semua cowok di kampus lebih perhatiin kamu daripada dia. Sekarang, kamu sepuluh tingkat lebih populer dari dia,” jelas Belvina.

“Ah, kamu mah berlebihan. Aku biasa aja, kok,” sahut Delana.

“Kamu tuh nggak berubah. Tetep aja rendah hati,” celetuk Ivona.

“Asal jangan rendah diri ya!” sahut Belvina.

Delana tertawa kecil menanggapi ucapan Belvina.

Hampir setiap sudut mata memerhatikan Delana diam-diam. Mereka baru menyadari kecantikan yang ada dalam diri Delana setelah gadis itu benar-benar berubah. Hampir dari setiap sudut, Delana selalu terlihat cantik. Ia kini begitu mengagumkan. Delana yang sekarang, bukan lagi Delana yang dulu suka berpenampilan sederhana. Ia kini terlihat sangat sexy dan elegan.

((Bersambung...))

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas