Saturday, October 18, 2025

THEN LOVE BAB 53 : TIRAI HITAM YANG TERBUKA

 


“Sayang, kamu lihat sendiri kan Delana masih suka sama kamu. Dia sengaja pengen ngerusak hubungan kita,” tutur Ratu manja sambil bergelayut di pundak Chilton.

Chilton bergeming, ia masih terpaku menatap lantai yang ada di bawah kakinya. Ia sama sekali tidak menginginkan Ratu lagi. Semua rasa sakit yang ia rasakan adalah karena rasa bersalah yang begitu besar pada Delana.

“Say—” Ratu tak melanjutkan ucapannya karena Chilton langsung menepis tangan Ratu dan bangkit dari tempat duduknya.

“Pergi dari sini!” pinta Chilton sambil berdiri membelakangi Ratu yang masih duduk di ranjangnya.

“Apa? Kamu ngusir aku? Aku ini pacar kamu.” Ratu langsung memeluk Chilton dari belakang. “Aku sayang sama kamu. Kamu jangan percaya omongannya Dela. Dia sengaja mau ngerusak hubungan kita.”

“Mulai detik ini, kamu bukan pacarku lagi.” Chilton melepas pelukan Ratu. “Keluar dari kamarku sekarang juga!” pintanya.

“Tapi ...”

Chilton langsung menarik lengan Ratu. Ia memaksa Ratu keluar dari kamar dan langsung menutup pintu kamarnya.

“Chil ...!” panggil Ratu sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Chilton.

Chilton tak menyahut. Ia mengunci kamar dan langsung berbaring di atas ranjangnya.

Ratu menghentakkan kakinya dan pergi meninggalkan kamar Chilton. “Kamu pikir kamu itu keren apa? Udah kere, angkuh, nyebelin! Aku bisa dapetin cowok yang lebih keren dan kaya raya daripada kamu!” umpatnya sembari menuruni anak tangga keluar dari asrama tempat tinggal Chilton.

Sementara itu, pikiran Chilton melayang jauh pada masa di mana ia dekat dengan Delana. Hampir setiap pagi Delana menyiapkan sarapan untuknya. Bahkan, ia melakukan hal yang tak pernah dilakukan sebelumnya.

Chilton tersenyum mengingat masa-masa manis itu. Terlebih ketika ia mengenakan bunny hat saat keluar dari mall. Delana memang cewek yang ceria, membuatnya sering tersenyum bahkan tertawa.

Tapi, tanpa alasan yang jelas Chilton menolaknya hanya karena Delana menyukai pria tampan. Ia telah menyia-nyiakan wanita yang telah mencintainya dengan tulus. Lebih parahnya lagi, ia justru tertipu dengan sikap manis Ratu yang hanya mempermainkannya saja.

Chilton teringat kalimat yang keluar dari mulut Randi kemarin malam saat mereka bertemu di Melawai.

***

Sehari sebelumnya ...

Randi duduk di samping Chilton setelah Sarah pergi, membiarkan mereka bicara sebagai laki-laki.

“Kak, aku mau minta maaf soal Kak Dela,” tutur Randi sambil menatap Chilton.

Chilton tak menyahut, wajahnya masih saja dingin menyikapi kalimat yang keluar dari mulut Randi.

“Aku emang suka sama Kak Dela. Dia sosok perempuan yang baik, penyayang, ceria, lucu dan selalu menghidupkan suasana,” tutur Randi sambil tertawa kecil. “Semua orang yang kenal sama Kak Dela, pasti bakal suka dan sayang sama dia. Bukan cuma aku, tapi semua murid juga sayang sama Kak Dela seperti dia menyayangi kami tanpa membeda-bedakan kami laki-laki atau perempuan, masih anak-anak atau remaja.”

Chilton langsung menoleh ke arah Randi.

Randi tertawa kecil, akhirnya Chilton mau menatapnya walau pandangannya masih sangat dingin.

“Kami semua tahu kalau Kak Dela cuma cinta sama Kak Chilton.”

“Maksud kamu?” tanya Chilton sambil mengernyitkan dahinya. “Bukannya baru kemarin aku lihat kalian mesum di depan toilet!?”

Randi tertawa kecil. “Sebenarnya, itu ide aku sama Sarah. Aku cuma pura-pura mau cium Kak Dela supaya Kak Chilton cemburu. Kami sama sekali nggak nyangka kalau Kak Chilton marah banget sampe resign dari tempat les kami.”

“Kalian gila, ya!?”

Randi tertawa kecil. “Kami semua tahu kalau Kak Chilton sering cemburu sama Kak Dela. Sebenarnya, Kak Chilton suka sama Kak Dela ‘kan? Kenapa malah jadian sama cewek lain?”

Chilton menelan ludah mendengar pertanyaan dari Randi. “Kamu nggak tahu apa-apa soal hubungan kami.”

“Aku tahu semuanya. Bukan cuma aku, tapi kami semua. Mungkin Kak Dela bisa nutupin kesedihannya di depan Kak Chilton. Tapi, dia tidak bisa menutupi semuanya dari kami. Kak Dela itu cewek yang ekspresif banget. Saat dia lagi bahagia, dia bakal kelihatan bahagia banget. Dan saat dia lagi sedih, dia nggak akan pernah bisa nutupin kesedihannya walau dia udah berusaha tersenyum selebar-lebarnya.”

“Kamu ...”

“Kak Chilton yang nggak tahu apa-apa sama sekali soal Kak Dela!” tegas Randi.

Chilton menggigit bibirnya sendiri. Ia masih tak percaya dengan apa yang diceritakan Randi. Ia pernah begitu dekat dengan Delana, tapi tak pernah bisa memahami gadis itu. Justru orang lain yang memberikan begitu banyak perhatian untuk Delana.

“Kak Dela nggak salah. Dia itu terlalu baik. Wajar kalau ada banyak cowok yang suka sama dia. Satu hal yang harus Kakak tahu, dia cuma cinta sama Kak Chilton. Dia cuma pura-pura baik-baik aja selama ini.”

Chilton menghela napas. “Aku udah salah menilai Dela.”

“Banget!” sahut Randi. “Aku nggak punya hubungan dengan dia seperti Kak Chilton dekat sama dia. Hubungan kami hanya sebatas guru dan murid. Tapi, aku tetap nggak tega lihat Kak Dela nangis. Seorang laki-laki, nggak akan membiarkan wanita manapun menangis di hadapannya. Kecuali laki-laki itu pecundang!”

Chilton terperangah mendengar ucapan Randi. Ia tak menyangka kalau muridnya akan mengatakannya sebagai laki-laki pecundang. Ia seringkali membuat Delana menangis di depannya.

Randi tersenyum menatap wajah Chilton yang terlihat merah padam. “Tolong jangan benci Kak Dela karena kejadian malam itu. Sebab, Kak Dela nggak pernah benci sama Kakak sekalipun Kak Chilton sering bikin dia nangis.” Randi langsung bangkit dari tempat duduknya dan bergegas pergi meninggalkan Chilton.

Chilton terpaku menatap tubuh Randi yang berjalan meninggalkannya. Randi menghampiri Sarah dan langsung merangkul gadis itu dengan mesra.

Randi menoleh ke arah Chilton dan tersenyum. Ia memang tidak akan pernah bisa mengubah isi hati Chilton. Tapi, setidaknya Chilton tahu bagaimana kejadian yang sebenarnya dan tidak terus-menerus salah paham pada Delana.

***

Chilton menatap tumpukan buku yang ada di atas meja belajarnya. Ia bangkit dan menghampiri meja belajarnya. Brosur tentang pendaftaran pertukaran pelajar yang ia dapat dari Mahesa mengingatkannya pada rumor yang beredar kalau ia akan pergi pertukaran belajar. Sebenarnya, ia tak berencana pergi pertukaran pelajar, menunggu setelah hubungannya dengan Ratu stabil, baru akan ia pikirkan lagi.

Hari ini, hubungannya dengan Ratu sudah berakhir dan ia membulatkan tekadnya untuk ikut pertukaran pelajar ke luar negeri. Chilton mengemasi barang-barangnya untuk ia bawa pulang ke rumahnya sedikit demi sedikit.

Chilton memakai ranselnya dan langsung keluar dari kamar. Ia mengendarai motor bebeknya pulang ke rumahnya yang ada di daerah Gunung Dubs.

Sesampainya di rumah, Chilton langsung nyelonong masuk karena kebetulan pintu rumahnya sedang tidak terkunci. Mamanya sedang duduk di ruang tamu sambil bermain smartphone.

“Kamu mau pindahan ke sini?” tanya Astria begitu melihat Chilton pulang dengan membawa ransel besar.

“Kayaknya, aku udah nggak bisa tinggal di asrama lagi.”

“Kenapa?” tanya Astria.

“Aku mau ikut pertukaran pelajar,” tutur Chilton.

“Serius?”

Chilton tersenyum. Ia langsung menaiki anak tangga menuju ke kamarnya. Chilton mengeluarkan semua isi ransel dan merapikan barang-barang yang ia bawa.

Chilton membuka lemari pakaian untuk meletakkan beberapa kaos yang ia bawa pulang. Pandangan matanya tertuju pada syal berwarna merah yang terlipat rapi di dalam lemarinya.

Perlahan, Chilton meraih syal tersebut dan menggenggamnya dengan erat. Chilton terduduk di lantai sambil mencium syal milik Delana. Ia tak menyangka kalau syal itu masih ada padanya. Padahal, ia berniat akan langsung mengembalikannya.

Tiba-tiba, tawa bahagianya bersama Delana terus melintas di pelupuk matanya. Membuat matanya basah menahan rasa sakit, sebuah penyesalan yang begitu dalam karena telah menyia-nyiakan perempuan yang pernah melukis indah hari-harinya.

Sesungguhnya, ia terluka setiap kali melukai Delana. Begitu banyak cinta yang diberikan Delana dan ia membalasnya dengan luka.

Pintu kamar Chilton tiba-tiba terbuka. Astria mengedarkan pandangannya mencari tubuh anaknya. Barang-barangnya masih terlihat berantakan di atas ranjang.

Astria membuka lebar-lebar pintu kamar mandi yang sedikit terbuka dan Chilton tidak ada di sana. Ia melangkahkan kaki perlahan mendekati ranjang Chilton. Ia terkejut melihat Chilton duduk di lantai, menyandarkan tubuhnya pada pintu lemari sambil menangis.

“Sayang, kamu kenapa?” Astria langsung menghampiri Chilton yang terlihat kacau.

“Nggak papa, Ma,” jawab Chilton sambil mengusap air mata dengan pundaknya.

“Ada masalah?” tanya Astria.

Chilton menggelengkan kepalanya.

“Kamu nggak sakit kan?” Astria memegangi seluruh wajah Chilton untuk memastikan keadaan anaknya itu.

“Nggak, Ma.”

Astria menghela napas. “Cerita sama Mama! Apa yang bikin kamu kayak gini?”

Chilton tertunduk menatap kakinya sendiri. Ia tidak tahu harus mengungkapkan  dengan kata apa untuk menggambarkan keadaannya saat ini.

Astria langsung memeluk putera kesayangannya itu. Ia tahu, Chilton tidak akn bercerita apa pun tentang hal yang sedang dialaminya. Setidaknya, ia bisa memberikan kekuatan pada Chilton. Menunjukkan bahwa ia akan selalu ada di saat seperti apa pun.

Astria melepaskan pelukannya dan bangkit, ia tidak ingin mengganggu Chilton. Puteranya butuh ruang untuk merenungi dirinya sendiri.

Chilton menarik lengan Astria. Ia menahan mamanya pergi dari sisinya.

“Ma, apa Mama pernah dilukai begitu dalan sama cowok yang Mama cintai?” tanya Chilton.

Astria menghela napas dan kembali duduk di samping Chilton.

“Kamu tahu, Mama merawat kamu sejak masih bayi seorang diri. Bahkan laki-laki itu meninggalkan Mama saat kamu masih ada dalam kandungan. Apa masih ada hal yang lebih menyakitkan lagi dari itu?”

Chilton terdiam. “Gimana Mama bisa melanjutkan hidup sampai sekarang?” tanya Chilton lagi.

“Mama hampir menyerah saat itu. Mama hampir bunuh diri karena dicampakkan oleh pria yang Mama cintai. Tapi, ada cinta yang lebih besar yang membuat Mama bertahan sampai saat ini,” jelas Astria.

Chilton menatap wajah ibunya yang tetap berusaha tegar sekalipun banyak derita yang ia pikul.

“Kamu tahu nggak, cinta apa yang jauh lebih besar yang membuat Mama jadi seperti sekarang ini?”

Chilton menggeleng perlahan.

“Cinta itu kamu,” tutur Astria sambil tersenyum. Ia mengusap kepala Chilton penuh cinta seperti saat ia memanjakan Chilton kecil yang dulu.

Chilton tersenyum. Ia menggenggam tangan Astria dan mengecupnya. “Makasih, Ma!”

“Kalau memang berjodoh, kalian pasti akan bersatu. Sesulit apapun rintangan yang harus kalian hadapi,” tutur Astria.

“Maksud Mama? Mama tahu ...?” Chilton mengernyitkan dahinya.

Astria tersenyum. “Kamu lupa kalau Mama kamu ini juga pernah muda?”

Chilton tertawa kecil. Ia tak menyangka kalau Mamanya bisa mengetahui apa yang membuatnya gelisah tanpa harus menjelaskan dengan banyak kata.

“Nak, kata orang, cinta sejati itu cinta yang sulit untuk bersatu. Cinta yang harus melalui banyak liku. Cinta yang harus melewati banyak ujian dan godaan. Tapi, cinta sejati selalu tahu di mana tempatnya. Ia tidak akan pernah salah. Sekalipun jarak dan waktu memisahkan kalian. Kalau dia memang cinta sejati kamu, dia pasti akan kembali bersamamu.”

Chilton terdiam. Ia berusaha memahami kalimat yang keluar dari mulut mamanya. Ia sendiri tidak yakin kalau cinta sejati itu ada di dunia ini. Dan ia tidak tahu di mana cintanya akan berlabuh suatu saat nanti.

Astria tersenyum menatap syal yang melingkar di leher Chilton. Ia tahu, hanya wanita itu yang berhasil membuat anaknya berubah. Ia bisa melihat sendiri saat Chilton sering pulang dengan suasana bahagia ketika ia masih dekat dengan gadis itu.

Tak ada hal lain yang ingin dilihat oleh orang tua selain melihat anaknya bahagia. Mungkin hari ini hatinya sedang patah. Tapi, suatu hari nanti akan ada hati yang kembali membuatnya utuh dan sempurna.

“Aku nggak pantes buat dia, Ma. Dia terlalu baik sama aku. Sedangkan aku lebih sering membuatnya terluka.”

Astria tersenyum. Ia menggenggam telapak tangan Chilton dengan erat.

“Kalau akhirnya kamu harus pergi ninggalin dia, itu artinya Tuhan ingin menunjukkan sama kamu apakah masih ada wanita lain yang lebih baik dari dia. Jika kamu tidak menemukannya dan saat kamu kembali ke Indonesia bertemu dengan wanita itu lagi. Jangan pernah sia-siakan kesempatan kedua yang Tuhan beri buat kamu!”

Chilton tertawa kecil. Ia tidak menyangka kalau mamanya akan bicara sebijak itu. Mungkin, hari ini ia memang merasa bersalah. Ia bahkan tidak punya nyali untuk menampakkan dirinya di depan Delana.  Ia merasa menjadi laki-laki paling bodoh di dunia.

***

Chilton menyibukkan dirinya mengurus persiapan pertukaran pelajar yang akan ia ikuti. Mulai mengurus kelengkapan berkas sampai keperluan yang akan ia bawa ke luar negeri nantinya.

Beberapa kali ia menelepon Mahesa karena Mahesa juga pernah bersekolah di Auckland.

Chilton benar-benar sibuk dan hal ini bisa mengalihkan pikirannya dari Ratu dan Delana. Dua cewek yang telah berhasil masuk ke dalam kehidupannya dan mengusik pikirannya.

Chilton baru saja keluar dari kantor imigrasi. Ia melihat Delana sedang berjalan seorang diri.

Chilton ingin menghampiri Delana yang terlihat sedang sendirian. Namun niatnya ia urungkan saat mobil Fortuner berhenti di depan Delana. Chilton bisa melihat tiga cowok yang ada di dalam mobil tersebut.

Salah satu cowok yang ada di dalam mobil adalah Bryan,  Chilton bisa mengenalinya karena kaca mobil memang sengaja dibuka.

Delana langsung masuk ke dalam mobil yang menjemputnya.

Chilton tersenyum. “Setidaknya aku tahu kalau kamu baik-baik aja,” tuturnya lirih. Ia langsung masuk ke dalam mobil dan bergegas pergi dari halaman kantor imigrasi.

Chilton terus mengendarai mobilnya tanpa tahu harus pergi ke mana. Ia tak punya keinginan untuk pulang ke rumah. Tanpa ia sadari, ia berhenti di halaman parkir Ocean’s Resto.

Chilton tak langsung turun dari mobil. Ia hanya terdiam di dalam mobil sambil menatap bangunan restoran yang pernah menjadi kenangan bersama Delana. Ini adalah salah satu restoran favorite Delana. Ia bahkan tak pernah lagi menginjakkan kaki di tempat ini setelah hubungannya dengan Delana terus memburuk.

Mata Chilton tertuju pada sepasang kekasih yang baru saja keluar dari pintu restoran. Gadis cantik dan seksi itu terlihat sangat bahagia berjalan bersama seorang laki-laki yang penampilannya berkelas. Tanpa malu-malu, gadis itu bergelayut manja di tubuh laki-laki yang ada di sampingnya. Keduanya masuk ke dalam mobil chevrolet kuning yang terparkir tak jauh dari mobil Chilton.

Chilton langsung menyalakan mesin mobilnya dan mengikuti ke mana chevrolet itu pergi. Ia pikir, mobil itu akan berjalan ke arah kampus atau asrama. Ternyata tidak. Mobil chevrolet itu justru melaju ke arah sebaliknya.

Chilton semakin penasaran dan ingin tahu ke mana mereka akan pergi. Ia memang terlalu percaya pada gadis itu sebelumnya. Sampai tak pernah tahu bagaimana sifat dan sikap gadis itu di belakangnya.

Mobil chevrolet kuning tersebut masuk ke dalam halaman salah satu hotel yang tak jauh dari Ocean’s Resto. Chilton menarik napas dalam-dalam dan ikut masuk ke dalam parkiran. Ia memarkirkan mobilnya tepat di samping chevrolet kuning yang membawa gadis itu.

Chilton tahu, Ratu tidak akan mengenali mobilnya karena ia tidak pernah memakai mobil selama menjalin hubungan dengan Ratu.

Ratu dan cowok itu terlihat keluar dari mobil. Cowok itu memeluk pinggang Ratu dengan mesra. Kemudian mengajak gadis itu masuk ke dalam hotel.

Sesungguhnya, ia tidak ingin berpikiran negatif seperti yang sudah ia lakukan pada Delana. Bisa saja mereka hanya makan malam bersama di dalam restoran yang ada di hotel ini. Tapi, bukankah mereka baru saja keluar dari restoran?

Chilton memukul setirnya sendiri. Ia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 15.00 WITA. “Ngapain sih mereka ke hotel siang-siang gini?” gumamnya.

Chilton hanya ingin tahu, berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh Ratu bersama seorang laki-laki di dalam hotel. “Kalau mereka kembali dalam satu jam. Artinya, mereka tidak melakukan apa-apa dan hanya ada keperluan penting di hotel ini,” tutur Chilton sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi.

Satu jam berlalu ...

Ratu dan cowok itu belum juga keluar dari hotel. Chilton masih menunggu.

Tiga jam berlalu ...

Chilton masih menunggu sambil menatap mobil chevrolet kuning yang ada di sampingnya.

Lima jam berlalu ...

Ratu dan cowok itu belum juga keluar dari hotel.

Chilton masih terus menunggu sampai pemilik mobil chevrolet itu keluar dari hotel.

Sampai jam 02.00 pagi, Chilton masih berada di parkiran hotel. Menunggu Ratu dan cowok itu keluar dari hotel. Kini, ia sadar kalau ia tak perlu menunggu lagi. Bisa saja mereka keluar dari hotel besok atau lusa.

Chilton langsung mengeluarkan mobilnya dari parkiran. Ia bergegas pergi dari hotel dengan penuh kekesalan. Ia sama sekali tidak mengetahui kalau Ratu dengan mudahnya tidur di hotel bersama dengan laki-laki lain.

Kini, Chilton menyadari kalau Ratu memang hanya mempermainkannya saja.

Chilton melajukan mobilnya ke arah kampus. Ia bukan ingin ke kampus tempat ia bersekolah. Ia membelokkan setirnya ke arah gang yang ada di depan kampus.

Mobil Chilton berhenti tepat di depan rumah mewah bercat putih. Ia membuka kaca mobil. Menatap lantai dua rumah itu. Tepat di jendela kamar Delana yang tertutup rapat.

Ia merindukan gadis itu. Gadis yang selalu tertawa ceria. Gadis yang memberikannya banyak hari indah. Tapi, ia justru melukainya. Memilih gadis lain yang jauh lebih buruk dari yang ia pikirkan.

Chilton keluar dari mobil. Ia berdiri menyandarkan tubuhnya pada body mobil. Ia terus menatap jendela kamar Delana. Berharap, gadis itu akan balas menatapnya dari sana.

“Andai waktu bisa kuulang. Aku nggak mau nyakitin kamu seumur hidupku,” tutur Chilton.

Chilton tak ingin beranjak. Ia bahkan berdiri berjam-jam hanya untuk menatap kamar Delana. Sungguh, ia ingin terus melihat gadis itu walau dari kejauhan sebelum ia benar-benar meninggalkan kota ini.

Tepat pukul 04.30 pagi, lampu kamar Delana menyala. Delana memang terbiasa bangun pagi-pagi sekali untuk memasak.

Chilton langsung masuk ke dalam mobil begitu menyadari kalau Delana sudah bangun dari tidurnya. Ia langsung menyalakan mesin mobil dan bergegas pergi.

Chilton langsung melajukan mobilnya ke arah rumahnya yang ada di Gunung Dubs.

“Kok baru pulang?” tanya Astria begitu melihat anaknya masuk ke dalam rumah.

“Iya.”

“Kamu tidur di mana? Bukannya kemarin bilang mau ngurus pasport aja? Kok sampe pagi pulangnya?”

“Tidur di asrama,” jawab Chilton sambil menaiki tangga.

“Oh.” Astria tersenyum dan langsung melangkahkan kakinya menuju dapur.

Sementara itu, Chilton langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia tidak tidur semalaman karena dua gadis yang mengusik pikirannya.

Kini, ia tahu bagaimana Ratu yang sebenarnya. Ia tidak terlalu sakit hati melihat Ratu bersama laki-laki lain. Sebab, Ia sendiri masih meragukan perasaan cintanya pada Ratu. Berpacaran dengan Ratu hanya pelampiasan rasa kesalnya pada Delana.

Ia merasa begitu bersalah dengan Delana. Benar kata Delana, ia memang tidak pantas sama sekali untuk Delana. Ia hanya bisa membuat Delana kecewa dan menangis.

Chilton merasakan perasaan berbeda setiap kali bersama Delana. Ia merasa sangat bahagia ketika bersama gadis itu. Ia juga merasakan cemburu yang begitu besar ketika Delana bersama dengan cowok lain. Kini, ia sangat merindukan Delana. Chilton sendiri tidak tahu perasaan apa yang berkecamuk di dalam hatinya. Apakah ini yang disebut cinta?

Chilton menarik napas dalam-dalam dan memejamkan matanya.

“Andai kesempatan kedua itu benar-benar ada. Aku nggak akan pernah menyia-nyiakanmu lagi. Jika memang kita ditakdirkan untuk berpisah, aku harap kamu bisa hidup bahagia dengan orang lain yang mencintaimu sepenuh hati,” tutur Chilton pada bayangan Delana yang tersenyum manis di pikirannya.

Chilton membuka mata dan menatap keluar jendela kamar. Ia langsung bangkit, keluar kamar dan menuju balkon yang ada di belakang rumahnya. Dulu, berdiri di tempat ini menjadi hal yang biasa bahkan sangat membosankan. Tapi kini, ia selalu berdiri sambil menatap indahnya pesisir kota dan lautan setiap kali ia merindukan gadis itu.

Semuanya sudah terlambat. Ia baru menyadari dirinya menyukai Delana saat gadis itu sudah membenci dirinya. Ia sudah berhasil membuat hati Delana hancur berkeping-keping. 

Dengan pergi ke luar negeri, ia berharap bisa melupakan Delana, begitu juga sebaliknya.

((Bersambung...)) 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas