“Del, kamu ada denger gosip soal Chilton?”
tanya Ratu saat ia berada di kamar asrama bersama Delana dan Belvina.
Delana
mengerutkan keningnya. Ia sama sekali tidak bersemangat membahas Chilton.
Lagipula, untuk apa Ratu mengajaknya membicarakan pacarnya itu?
Ratu
menatap Delana dan Belvina bergantian. “Kalian belum tahu?” tanya Ratu.
“Aku
rasa kami nggak perlu tahu urusannya pacar orang,” sahut Belvina.
Ratu
menghela napas. Ia mendekat ke arah Delana dan Belvina. “Kalian nggak peduli
sama aku sebagai teman kalian?” tanya Ratu dengan wajah murung.
Delana
dan Belvina saling pandang. Kemudian menatap Ratu yang duduk di hadapan mereka.
“Emangnya kenapa?” tanya mereka bersamaan.
Ratu
mendesah, ia memperlihatkan wajah murungnya. “Chilton bakal ikut pertukaran
pelajar. Artinya, dia bakal ninggalin aku,” tutur Ratu perlahan sambil
menundukkan kepala.
“Bukannya
kamu seneng kalo Chilton pergi? Jadi, bisa bebas jalan sama cowok lain,” dengus
Belvina.
Ratu
mendongakkan kepala menatap Belvina. “Bel, kenapa sih kamu selalu aja
berprasangka buruk sama aku? Chilton itu pacarku dan aku cinta sama dia.”
“Kalo
kamu cinta sama dia, kenapa kamu jalan sama cowok lain?” tanya Delana.
Ratu
terdiam, ia memegangi kepalanya dan pura-pura sakit kepala. “Aku lagi nggak
enak badan. Chilton sibuk, jadi aku minta tolong temen buat antarin aku ke
rumah sakit.”
“Nggak
usah akting, deh!” Belvina menepis lengan Ratu. “Kamu pikir kita nggak tahu
kalo kamu cuma suka duitnya Chilton doang. Kalo ada cowok lain yang lebih kaya,
kamu pasti bakal ninggalin Chilton 'kan?”
“Enggak.
Aku tulus sayang sama Chilton. Kamu percaya aku kan, Del?” tanya Ratu sambil
meraih jemari tangan Delana.
Belvina
berdehem. Memberi isyarat pada Delana agar tidak mudah terpengaruh dengan
ucapan Ratu.
“Kalian
tahu kalau aku udah lama pacaran sama Chilton dan aku nerima dia apa adanya.
Setiap jalan cuma naik motor juga aku nggak pernah keberatan. Kenapa kalian
masih ngatain aku cuma manfaatin Chilton doang?” tanya Ratu.
“Munafik!”
celetuk Belvina sambil membuang muka.
“Udah,
jangan berantem!” sergah Delana.
Ratu
tersenyum menatap Delana. Ia sudah mempersiapkan diri jika suatu hari nanti ia
harus berpisah dengan Chilton. Lagipula, ia merasa kalau Chilton tidak terlalu
menguntungkan untuk dirinya dan sudah seharusnya ia mencari pengganti.
Seluruh
kampus sudah mendengar bahwa Raditya Chilton akan ikut pertukaran pelajar. Ratu
sudah merasa kalau kondisi keuangan keluarga Chilton biasa-biasa saja. Sehingga
ia sudah yakin kalau Chilton akan mengikuti pertukaran pelajar.
Tiba-tiba
ponsel Delana berdering. Delana langsung meraih ponsel yang ia letakkan di atas
meja rias dan menjawab panggilan telepon dari Dhanuar.
“Ada
apa, Dhan?” tanya Delana begitu panggilan teleponnya tersambung.
“....”
“Oh.
Aku lagi di asrama.”
“....”
“Oke.”
Delana langsung mematikan sambungan teleponnya.
“Ada
apa, Del?” tanya Belvina.
“Dhanu
sama Alan mau jemput aku,” jawab Belvina.
“Mau
ke mana?” tanya Belvina.
“Ke
rumah Dhanu,” jawab Delana.
“Ada
acara lagi?” tanya Belvina.
Delana
mengedikkan bahunya. “Mungkin mereka kangen sama aku,” tutur Delana sambil
tersenyum.
“Dhanu
siapa?” tanya Ratu.
“Kamu
pernah lihat Delana dijemput pakai mobil Porsche?” tanya Belvina balik.
Ratu
menganggukkan kepala. “Oh, cowok itu namanya Dhanu? Pacar kamu, Del?” tanya
Ratu dengan mata berbinar.
“Bukan.”
“Kelihatannya
deket banget. Waktu di kampus, kalian pelukan dengan mesra,” tutur Ratu sambil
tersenyum.
“Mereka udah kayak gitu dari kecil,” sahut Belvina.
“Oh,
kalian sahabatan?” tanya Ratu.
Delana
hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Ratu.
“Kalo
cowok yang sebelumnya? Yang pernah main basket di kampus,” tanya Ratu.
“Alan?”
tanya Belvina dan Delana bersamaan.
Ratu
menganggukkan kepala. “Aku nggak tahu namanya siapa.”
“Namanya
Alan Satria. Ganteng kan?” tanya Belvina sambil mendekatkan wajahnya ke wajah
Ratu.
“Eh!?”
Wajah Ratu menegang karena Belvina bertanya seolah-olah ingin menelannya
mentah-mentah.
Belvina
melipat kedua tangannya di depan dada. “Dia itu keturunan Swedia. Jauh lebih
ganteng dari pacar kamu!”
Ratu
mengangguk-anggukkan kepala. “Mobilnya juga bagus,” gumamnya.
Belvina
langsung melirik ke arah Delana. Ia kini mengerti kalau Ratu mulai melirik
cowok-cowok kaya. Belvina berniat untuk membuat hati Ratu semakin panas karena
Delana dikelilingi oleh banyak pria kaya.
“Iya.
Kamu bisa lihat sendiri. Cowok-cowok yang deket sama Delana semuanya berkelas.
Mereka masih muda, tampan dan kaya raya,” tutur Belvina sambil tersenyum
menatap Ratu.
Delana
menyikut Belvina. Ia merasa, Belvina terlalu berlebihan menceritakan
cowok-cowok yang ada di sekitar Delana.
Belvina
tak menghiraukan Delana.
“Kalo
Delana mau, dia bisa dapetin sepuluh cowok kaya pakai mobil Porsche,” tutur
Belvina membuat Ratu semakin panas. “Kamu kan cantik, apa cuma bisa ngerayu
cowok sekelas Chilton? Yang setiap hari cuma naik sepeda motor?”
Ratu
terdiam menatap Belvina. Ia merasa kesal karena Belvina terus meremehkan
dirinya. Ratu langsung bangkit dan kembali ke ranjangnya.
Belvina
tersenyum penuh kemenangan.
“Bel,
jangan berlebihan gitu! Kasihan si Ratu,” bisik Delana.
“Ngapain
kasihan sama orang yang nggak kaya tapi sombong!” seru Belvina sambil melirik
Ratu.
Ratu
pura-pura tidak mendengar ucapan Belvina. Ia memilih berbaring di tempat tidur
sambil memainkan smartphone-nya.
Beberapa
menit kemudian, terdengar suara klakson mobil. Belvina langsung melompat dari
atas ranjang dan memandang ke luar jendela. Di depan pintu gerbang asrama sudah
terparkir mobil mewah yang sudah tak asing lagi di matanya.
“Mereka
udah datang, Del!” seru Belvina.
“Iya.”
Delana langsung memasukkan ponsel ke dalam tasnya dan bergegas pergi.
“Aku pulang dulu ya!” pamit Delana sambil
membuka pintu kamar. Ia menoleh ke arah Ratu yang masih berbaring di
ranjangnya.
“Ratu
... aku pulang dulu ya!” pamit Delana sambil tersenyum.
Ratu
menoleh ke arah Delana sambil tersenyum. “Hati-hati ya!”
Delana
menganggukkan kepala. Ia langsung bergegas keluar dari asrama.
Hampir
semua mata tertuju pada mobil Porsche berharga milyaran rupiah itu. Mereka
semua sudah mengetahui kalau mobil itu pernah menjemput Delana di kampus. Benar
saja, beberapa menit kemudian Delana keluar dari asrama dan langsung berlari
memasuki mobil mewah itu.
“Cepetan!”
pinta Delana pada Dhanuar. Ia tidak ingin berlama-lama dan menjadi pusat
perhatian seluruh penghuni asrama.
Dhanuar
menganggukkan kepala dan langsung melajukan mobilnya ke arah rumahnya yang
berada di daerah Mediterania.
Sementara
itu Belvina hanya memerhatikan Delana lewat jendela kamarnya.
“Rat,
kamu nggak pengen?” tanya Belvina sambil tertawa kecil.
“Pengen
apa?” tanya Ratu sambil menatap Belvina.
“Cowok
kaya raya,” jawab Belvina sambil memainkan kedua alisnya.
Ratu
tak menghiraukan, ia kembali menatap layar ponselnya.
“Oh,
iya. Aku tahu. Kamu sudah punya cowok kaya raya yang pakai Chevrolet kuning itu
kan?” tanya Belvina.
Ratu
langsung menoleh ke arah Delana. “Kamu tahu dari mana?” tanya Ratu.
Belvina
tersenyum kecil. “Apa kamu pikir kita semua ini buta?”
“Aku
cuma temenan sama dia.”
“Nggak
menutup kemungkinan kalo kamu ada hubungan gelap sama cowok itu. Kamu juga
dibelanjain tas branded sama cowok itu kan?”
“Bukan
urusan kamu!”
“Hmm
... emang sih bukan urusan aku. Tapi, ketika ada sangkut pautnya sama Delana.
Kamu bakal berurusan sama aku!” ancam Belvina.
“Kamu
ngancam aku?” Ratu menatap tajam ke arah Belvina.
Belvina
tersenyum sinis ke arah Ratu. “Kenapa kamu nggak seberani ini saat ada Delana?”
Ratu
mengepalkan kedua tangannya menahan emosi. “Mau kamu apa sih, Bel!? Cari
masalah terus sama aku!”
“Bukan
aku yang cari masalah. Kamu sumber masalahnya!” dengus Belvina penuh kebencian.
Ratu
bangkit dari tempat tidur dan ingin menyerang Belvina. Tapi, ia berusaha
menahan diri karena ia ingat kalau masih butuh Delana untuk ia manfaatkan.
“Kenapa
berhenti? Mau nampar? Tampar nah!” seru Belvina sambil menyodorkan pipinya ke
hadapan Ratu.
Ratu
terdiam dan hanya mengepalkan tangannya. Ia menatap tajam ke arah Belvina
dengan penuh kebencian. Andai Belvina bukan sahabat dekat Delana, mungkin ia
sudah menyerang Belvina habis-habisan karena Belvina seringkali mempermalukan
dirinya di depan orang banyak.
“Aku
heran, kalo ada Delana. Kamu kelihatan manis banget. Giliran dia nggak ada,
kelakuan setanmu keluar!” Belvina menatap tajam ke arah Ratu.
Ratu
menghentakkan kakinya. Ia berbalik, meyambar tas miliknya dan bergegas keluar
dari kamar.
Belvina
menggelang-gelengkan kepala melihat tingkah Ratu. “Cewek gila!” umpatnya.
***
“Hai,
Del!” sapa Ratu saat Delana baru saja keluar dari kelasnya.
“Ya.
Ada apa?” tanya Delana. Tak biasanya Ratu menghampirinya.
“Nggak
papa,” jawab Ratu sambil tersenyum.
Delana
balas tersenyum. Ia terus melangkahkan kaki dan Ratu terus mengikutinya.
“Del,
sore ini ada waktu nggak?” tanya Ratu.
“Mmh
... kayaknya sih nggak ada kegiatan. Kenapa?” tanya Delana.
“Jalan
bareng yuk!”
“Ke
mana?” tanya Delana.
“Ke
Bekapai gimana?” tanya Ratu.
Delana
mendesah. Ia sama sekali tidak punya keinginan untuk menginjakkan kaki ke taman
itu lagi. “Tempat lain!” pinta Delana. Ia tidak ingin mengingat kejadian di
mana Chilton menolak cintanya.
“Melawai
gimana?” tanya Ratu.
Delana
menghentikan langkahnya. “Boleh. Jam berapa?” tanya Delana.
“Jam
empat sore, bisa?” tanya Ratu balik.
Delana
menganggukkan kepalanya.
“Nanti
aku jemput kamu,” tutur Ratu.
“Nggak
usah. Ntar aku aja yang ke asrama.”
“Kenapa?”
“Nggak
papa. Biar aku aja yang ke asrama.”
“Mmh
... oke, deh.”
Delana
tersenyum. “Aku mau ke ruangan dosen dulu,” pamit Delana begitu ia sudah sampai
di dekat ruangan dosen.
Ratu
menganggukkan kepala dan berlalu pergi meninggalkan Delana ke kantin.
Sepulang
kuliah, Delana langsung pergi ke asrama. Ia langsung bersiap untuk pergi keluar
rumah bersama Ratu. Kebetulan, Belvina sedang ada kegiatan di luar sehingga ia
tidak tahu kalau Delana pergi bersama Ratu.
“Del,
kamu mau minum apa?” tanya Ratu saat mereka sudah sampai di Melawai. Delana dan
Ratu memilih untuk duduk santai sambil menghadap ke arah pantai.
“Sembarang
aja,” jawab Delana.
“Es
teh mau?” tanya Ratu.
“Mmh
... jus aja, deh!” pinta Delana.
“Tadi
bilangnya sembarang,” tutur Ratu sambil tertawa. “Mau jus apa?” tanya Ratu
lagi.
“Jus
mangga atau alpukat,” jawab Delana.
“Oke.”
Ratu bergegas memesan minuman untuk Delana dan dirinya. Kemudian, ia kembali
duduk di samping Delana.
“Del,
kamu sekarang lagi deket sama siapa?” tanya Ratu.
“Nggak
ada deket sama siapa-siapa,” jawab Delana.
“Cowok
yang pakai mobil Porsche itu siapa?” tanya Ratu.
Delana
terdiam. Ia merasa tak perlu memberitahu pada Ratu siapa sebenarnya Alan dan
Dhanuar.
“Del
...!” panggil Ratu karena melihat Delana malah melamun.
“Eh!?”
“Kamu
belum jawab pertanyaanku.”
“Oh,
temen dari kecil,” jawab Delana.
“Aku
lihat, temen-temen kamu banyak yang tajir-tajir. Kenapa nggak ada yang kamu
pacarin?” tanya Ratu.
“Aku
nggak lihat cowok dari harta yang dia punya,” jawab Delana sambil menatap jauh
ke arah lautan yang luas.
“Terus?
Kamu lihatnya dari apa? Dari ketampanan mereka? Aku rasa, cowok-cowok yang
deket sama kamu nggak kurang tampan sedikitpun.”
Delana
menatap Ratu sambil tersenyum. “Suka sama cowok tampan dan kaya itu impian
semua orang dan itu perasaan yang lumrah. Aku bisa suka sama semua cowok yang
aku mau, tapi hatiku nggak akan bisa mencintai semua cowok yang ada dalam
hidupku.”
“Aku
nggak ngerti sama jalan pikiran kamu. Kamu udah nyia-nyiain cowok ganteng dan
kaya raya yang ada di sekitar kamu. Semua cewek pengen punya pacar yang ganteng
dan kaya,” tutur Ratu.
“Buat
apa kaya?” tanya Delana.
“Buat
bikin kamu bahagia. Zaman sekarang, mana ada sih cewek yang nggak matre? Secara
logika, kita butuh bedak, lisptik dan gaya hidup yang semuanya perlu duit.”
Delana
menghela napas. “Aku udah punya semuanya,” sahut Delana sambil menatap Ratu.
Ratu
mengernyitkan dahi. “Maksudnya?”
“Aku
masih bisa beli pake uangku sendiri. Aku bukan cewek yang kekurangan duit sampe
harus cari cowok kaya!” sahut Delana.
Ratu
terkejut dengan ucapan Delana. Ia merasa begitu bodoh karena telah menyinggung
perasaan Delana. “Sorry ...! Aku nggak bermaksud bikin kamu tersinggung.”
“Aku
tahu kamu suka sama cowok karena materi yang dia punya. Jangan samain aku sama
kamu atau perempuan lain yang punya pandangan sama dengan kamu!” tegas Delana.
“Del,
bukan itu maksud aku,” tutur Ratu sambil meraih lengan Delana.
“Terus
apa?”
“Kalo
aku matre. Aku nggak mungkin pacaran sama Chilton yang cuma punya motor butut
doang. Aku pasti lebih milih cowok lain yang lebih kaya dari dia,” jawab Ratu.
“Aku nggak seperti yang kamu pikirkan, Del.”
Delana menghela napas. Ia menyeruput jus
mangga yang baru saja diantar oleh penjualnya ke hadapan mereka. Ia memikirkan
kalimat yang baru saja diucapkan oleh Ratu. Memang benar kalau Ratu lebih
memilih cowok yang hanya memakai sepeda motor ketimbang mereka yang pakai
mobil.
Delana
teringat sesuatu, ia kemudian menoleh ke arah Ratu dan menatap wajahnya lekat.
“Kenapa?”
tanya Ratu, ia heran dengan tatapan Delana kali ini.
“Kamu
pernah ke rumah Chilton?” tanya Delana.
Ratu
tergelak. “Astaga ...! Cuma mau nanya itu? Kirain ada apaan,” sahut Ratu. “Aku
nggak pernah ke rumahnya. Katanya, rumahnya di daerah Berau. Jauh banget dan
dia belum pernah ngajak aku ke sana,” lanjut Ratu.
Delana
menaikkan satu alisnya. Ia tidak percaya kalau Chilton membohongi Ratu. Itu
artinya, Ratu memang tidak tahu sama sekali kalau sebenarnya Chilton juga punya
mobil dan rumahnya juga tidak begitu buruk.
Banyak
pertanyaan yang kini melayang-layang di pikiran Delana. Kenapa Chilton
membohongi Ratu soal identitasnya? Bukankah seharusnya ia jujur pada wanita
yang dicintainya. Semakin hari, Delana semakin tidak mengerti dengan sandiwara
yang terjadi antara dirinya, Chilton dan Ratu.
“Del,
kenapa? Kok, malah ngelamun?” tanya Ratu sambil menepuk bahu Delana.
“Eh!?
Nggak papa.”
Ratu
tersenyum. Ia kemudian menatap laut yang ada di depannya. “Waktu itu aku pernah
pengen tahu soal kondisi keluarganya. Aku tanya ke dia, kenapa dia tinggal di
asrama dan dia sendiri yang bilang karena dia berasal dari daerah yang jauh
dari sini,” jelas Ratu. Ia kemudian menyeruput es teh yang ia pesan.
Delana
hanya tersenyum menanggapi ucapan Ratu.
“Del,
kamu kan pernah deket sama Chilton. Kamu tahu nggak apa yang disukai sama dia.
Aku pengen banget ngasih kenang-kenangan sebelum dia pergi pertukaran pelajar.”
Delana
menggelengkan kepala.
“Masa
kamu nggak tahu?”
“Kamu
pacarnya, harusnya lebih tahu dong!” sahut Delana.
Tiba-tiba
ponsel Delana berdering. Ia mengambil ponsel yang ia simpan di dalam tas dan
langsung menjawab telepon dari Dhanuar.
“Ya,
Dhan. Kenapa?” tanya Delana begitu panggilan teleponnya tersambung.
“Aku
lagi di rumah kamu sama Alan,” sahut Dhanuar.
“Bryan
di rumah kan?” tanya Delana.
“Iya.
Mereka lagi main PS. Kamu di mana?” tanya Dhanuar balik.
“Aku
lagi jalan sama temen,” jawab Delana.
“Temen
cewek apa cowok?” tanya Dhanuar lagi.
“Cewek,”
jawab Delana singkat. Ia tahu kalau Dhanuar adalah playboy yang tidak akan
menyia-nyiakan cewek cantik di sekitarnya.
“Cantik
nggak?” tanya Dhanuar.
“Cantiklah.
Cewek mana ada yang ganteng,” jawab Delana.
“Hahaha.
Itu sih aku tahu. Kenalin dong sama temen kamu yang cantik!” pinta Dhanuar.
Delana
melirik Ratu yang sedang tersenyum sambil menatap lautan di hadapan mereka.
“Ogah!”
“Kenapa?”
“Kalian
udah makan?” tanya Delana mengalihkan pembicaraan.
“Nah,
kan. Pasti nggak mau ngenalin aku sama temennya. Eh, katanya kamu deket sama
Ivona Kanaya yang artis itu. Kenalin aku sama dia, dong!” pinta Dhanuar.
“Kamu
tahu dari mana?” tanya Delana sambil membelalakkan matanya.
“Dari
Bryan. Aku juga lihat ada foto kamu bareng Kanaya di kamar kamu.”
“Kamu
ngapain masuk-masuk ke kamar aku!?” seru
Delana.
“Cuma
mau pinjam charger hp,” jawab Dhanuar.
“Awas
aja kalo sampe kalian berantakin kamarku!” ancam Delana.
“Nggak,
cantik. Asal kamu kenalin aku sama temen kamu yang artis itu,” sahut Dhanuar.
“Nggak
bakalan aku kenalin!” dengus Delana.
“Kenapa?”
“Dia
terlalu cantik. Nggak cocok sama kamu,” sahut Delana.
Dhanuar
tergelak. “Aku pasti bisa dapetin dia,” ucapnya penuh percaya diri.
“Pede
amat!?”
“Dhanu
gitu loh. Cewek mana sih yang nggak mau sama aku?”
“Nggak
usah pembualan! Kamu nelpon aku mau ngapain?” tanya Delana. Ia merasa tidak
enak jika berlama-lama menerima telepon dari Dhanuar.
“Aku
laper.”
“Mau
nitip apa?” tanya Delana.
“Pengen
makan masakan kamu,” tutur Dhanuar.
“Nggak
usah manja, deh. Aku tuh baru aja nyampe, nggak mungkin balik lagi cuma buat
masakin kalian. Mau makan apa? Ntar aku beliin.”
“Sembarang,
yang penting enak.”
“Seafood
mau?” tanya Delana.
“Boleh.”
“Oke.
Ntar aku beliin pas udah pulang. Jam enam aku udah balik, kok.”
“Eh,
satu lagi!”
“Apa?”
“Stock
bir kamu habis. Beli sekalian ya!” pinta Dhanuar.
“Itu
pesan aja langsung. Ada nomor kontaknya di atas kulkas atau tanya sama Bryan.
Biasanya diantar sampe rumah.”
“Astaga
...! Oke. Aku ngomong sama Bryan.”
“Oke.
Udah dulu ya!”
“Yups.”
Delana
langsung mematikan sambungan teleponnya.
“Siapa,
Del?” tanya Ratu begitu Delana memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.
“Dhanuar,”
jawab Delana.
“Cowok
yang pakai mobil Porsche itu?” tanya Ratu dengan mata berbinar.
Delana
hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Ratu.
“Kalian
deket banget ya?”
Delana
menganggukkan kepala.
“Tadi,
dia ngajak kenalan siapa?” tanya Ratu.
“Ivo.”
“Oh
...” Ratu tersenyum kecut. Sejak tadi ia sudah percaya diri kalau cowok kaya
raya itu akan mengajaknya berkenalan. Ternyata, cowok itu menanyakan Ivona.
Ivona memang sangat cantik dan terkenal. Wajar saja kalau banyak pria kaya yang
menyukainya. Tapi, Ratu sendiri merasa tidak kalah cantik dengan Ivona. Hampir
semua pria di kampus menyukainya.
“Kamu
sering ke sini?” tanya Delana.
“Nggak
juga. Kadang-kadang aja,” jawab Ratu.
“Suasana
di sini enak juga ya?” tutur Delana sambil menikmati semilir angin pantai.
“Kamu
belum pernah ke sini?” tanya Ratu heran.
“Nggak
pernah. Cuma lewat doang,” jawab Delana.
“Oh
ya? Terus kalo jalan sama temen-temen kamu ke mana aja?” tanya Ratu.
“Aku
suka di Ocean’s,” jawab Delana.
Ratu
mengangguk-anggukkan kepala. Delana memang cewek yang cukup berkelas dan
menyukai tempat-tempat yang berkelas juga.
“Papa
kamu kerja apa, Del?” tanya Ratu.
“Bisnis,”
jawab Delana.
“Bisnis
apa?”
“Property.”
“Wah,
banyak duitnya dong?” tanya Ratu.
Delana
tersenyum.
“Kenapa
penampilan kamu biasa aja?” tanya Ratu.
“Maksud
kamu?” Delana mengernyitkan dahinya.
“Aku
lihat kamu sederhana banget. Ke mana-mana juga cuma naik motor. Orang kaya
seperti kamu pasti punya mobil 'kan?”
“Punya.”
“Aku
nggak pernah lihat kamu bawa mobil,” tutur Ratu.
“Lebih
nyaman pake motor. Kalau jalan jauh aja baru pake mobil.”
“Owh
...” Ratu mengangguk-anggukkan kepala.
Delana
tersenyum menatap Ratu.
“Del,
kapan-kapan aku boleh main ke rumah kamu?” tanya Ratu basa-basi. Ia berencana
mendekati Delana agar bisa berkenalan dengan cowok-cowok kaya yang ada di
sekitar Delana. Setidaknya, ia bisa mendapat kepercayaan dari Delana dan punya
kesempatan untuk berkenalan dengan banyak pria kaya di kota ini.
“Boleh,”
jawab Delana sambil tersenyum.
“Tapi,
aku nggak mau kalau pas ada Belvina.”
“Kenapa?”
tanya Delana.
“Kamu
tahu kan kalo Belvi itu sentimen sama aku. Dia pasti nggak suka sama aku dan
suka mikir yang jelek-jelek tentang aku,” tutur Ratu sambil menundukkan kepala.
Delana
menatap Ratu, ia mengelus pundak Ratu perlahan. “Kamu maklum aja. Belvi emang
sifatnya kayak gitu. Yang sabar ya!” tutur Delana sambil menepuk-nepuk pundak
Ratu perlahan.
Ratu
menganggukkan kepala. “Aku ngerti, kok. Kadang aku sedih aja. Dia selalu
ngehina aku di depan banyak orang. Padahal, kamu jauh lebih kaya dari dia dan
nggak pernah ngehina aku sedikitpun.”
Delana
merangkul Ratu. “Udah, nggak usah sedih gitu. Biarpun Belvi sedikit kasar, tapi
aslinya dia baik kok.”
Ratu
tersenyum menatap Delana. “Makasih ya, Del! Kamu udah ngertiin aku banget. Kamu
baik banget!” puji Ratu. Ia berharap kalau Delana akan terkesan dan bersikap
baik dengannya tanpa terpengaruh oleh orang-orang di sekitarnya.
“Kamu
juga temenku, nggak usah sungkan!” pinta Delana sambil tersenyum menatap Ratu.
Ratu
menganggukkan kepala dan langsung memeluk Delana.
((Bersambung...))
.png)
0 komentar:
Post a Comment