Saturday, October 18, 2025

THEN LOVE BAB 50 : CARI MUKA

 


 “Del, kamu ada denger gosip soal Chilton?” tanya Ratu saat ia berada di kamar asrama bersama Delana dan Belvina.

Delana mengerutkan keningnya. Ia sama sekali tidak bersemangat membahas Chilton. Lagipula, untuk apa Ratu mengajaknya membicarakan pacarnya itu?

Ratu menatap Delana dan Belvina bergantian. “Kalian belum tahu?” tanya Ratu.

“Aku rasa kami nggak perlu tahu urusannya pacar orang,” sahut Belvina.

Ratu menghela napas. Ia mendekat ke arah Delana dan Belvina. “Kalian nggak peduli sama aku sebagai teman kalian?” tanya Ratu dengan wajah murung.

Delana dan Belvina saling pandang. Kemudian menatap Ratu yang duduk di hadapan mereka. “Emangnya kenapa?” tanya mereka bersamaan.

Ratu mendesah, ia memperlihatkan wajah murungnya. “Chilton bakal ikut pertukaran pelajar. Artinya, dia bakal ninggalin aku,” tutur Ratu perlahan sambil menundukkan kepala.

“Bukannya kamu seneng kalo Chilton pergi? Jadi, bisa bebas jalan sama cowok lain,” dengus Belvina.

Ratu mendongakkan kepala menatap Belvina. “Bel, kenapa sih kamu selalu aja berprasangka buruk sama aku? Chilton itu pacarku dan aku cinta sama dia.”

“Kalo kamu cinta sama dia, kenapa kamu jalan sama cowok lain?” tanya Delana.

Ratu terdiam, ia memegangi kepalanya dan pura-pura sakit kepala. “Aku lagi nggak enak badan. Chilton sibuk, jadi aku minta tolong temen buat antarin aku ke rumah sakit.”

“Nggak usah akting, deh!” Belvina menepis lengan Ratu. “Kamu pikir kita nggak tahu kalo kamu cuma suka duitnya Chilton doang. Kalo ada cowok lain yang lebih kaya, kamu pasti bakal ninggalin Chilton 'kan?”

“Enggak. Aku tulus sayang sama Chilton. Kamu percaya aku kan, Del?” tanya Ratu sambil meraih jemari tangan Delana.

Belvina berdehem. Memberi isyarat pada Delana agar tidak mudah terpengaruh dengan ucapan Ratu.

“Kalian tahu kalau aku udah lama pacaran sama Chilton dan aku nerima dia apa adanya. Setiap jalan cuma naik motor juga aku nggak pernah keberatan. Kenapa kalian masih ngatain aku cuma manfaatin Chilton doang?” tanya Ratu.

“Munafik!” celetuk Belvina sambil membuang muka.

“Udah, jangan berantem!” sergah Delana.

Ratu tersenyum menatap Delana. Ia sudah mempersiapkan diri jika suatu hari nanti ia harus berpisah dengan Chilton. Lagipula, ia merasa kalau Chilton tidak terlalu menguntungkan untuk dirinya dan sudah seharusnya ia mencari pengganti.

Seluruh kampus sudah mendengar bahwa Raditya Chilton akan ikut pertukaran pelajar. Ratu sudah merasa kalau kondisi keuangan keluarga Chilton biasa-biasa saja. Sehingga ia sudah yakin kalau Chilton akan mengikuti pertukaran pelajar.

Tiba-tiba ponsel Delana berdering. Delana langsung meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja rias dan menjawab panggilan telepon dari Dhanuar.

“Ada apa, Dhan?” tanya Delana begitu panggilan teleponnya tersambung.

“....”

“Oh. Aku lagi di asrama.”

“....”

“Oke.” Delana langsung mematikan sambungan teleponnya.

“Ada apa, Del?” tanya Belvina.

“Dhanu sama Alan mau jemput aku,” jawab Belvina.

“Mau ke mana?” tanya Belvina.

“Ke rumah Dhanu,” jawab Delana.

“Ada acara lagi?” tanya Belvina.

Delana mengedikkan bahunya. “Mungkin mereka kangen sama aku,” tutur Delana sambil tersenyum.

“Dhanu siapa?” tanya Ratu.

“Kamu pernah lihat Delana dijemput pakai mobil Porsche?” tanya Belvina balik.

Ratu menganggukkan kepala. “Oh, cowok itu namanya Dhanu? Pacar kamu, Del?” tanya Ratu dengan mata berbinar.

“Bukan.”

“Kelihatannya deket banget. Waktu di kampus, kalian pelukan dengan mesra,” tutur Ratu sambil tersenyum.

“Mereka udah kayak gitu dari kecil,” sahut Belvina.

“Oh, kalian sahabatan?” tanya Ratu.

Delana hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Ratu.

“Kalo cowok yang sebelumnya? Yang pernah main basket di kampus,” tanya Ratu.

“Alan?” tanya Belvina dan Delana bersamaan.

Ratu menganggukkan kepala. “Aku nggak tahu namanya siapa.”

“Namanya Alan Satria. Ganteng kan?” tanya Belvina sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Ratu.

“Eh!?” Wajah Ratu menegang karena Belvina bertanya seolah-olah ingin menelannya mentah-mentah.

Belvina melipat kedua tangannya di depan dada. “Dia itu keturunan Swedia. Jauh lebih ganteng dari pacar kamu!”

Ratu mengangguk-anggukkan kepala. “Mobilnya juga bagus,” gumamnya.

Belvina langsung melirik ke arah Delana. Ia kini mengerti kalau Ratu mulai melirik cowok-cowok kaya. Belvina berniat untuk membuat hati Ratu semakin panas karena Delana dikelilingi oleh banyak pria kaya.

“Iya. Kamu bisa lihat sendiri. Cowok-cowok yang deket sama Delana semuanya berkelas. Mereka masih muda, tampan dan kaya raya,” tutur Belvina sambil tersenyum menatap Ratu.

Delana menyikut Belvina. Ia merasa, Belvina terlalu berlebihan menceritakan cowok-cowok yang ada di sekitar Delana.

Belvina tak menghiraukan Delana.

“Kalo Delana mau, dia bisa dapetin sepuluh cowok kaya pakai mobil Porsche,” tutur Belvina membuat Ratu semakin panas. “Kamu kan cantik, apa cuma bisa ngerayu cowok sekelas Chilton? Yang setiap hari cuma naik sepeda motor?”

Ratu terdiam menatap Belvina. Ia merasa kesal karena Belvina terus meremehkan dirinya. Ratu langsung bangkit dan kembali ke ranjangnya.

Belvina tersenyum penuh kemenangan.

“Bel, jangan berlebihan gitu! Kasihan si Ratu,” bisik Delana.

“Ngapain kasihan sama orang yang nggak kaya tapi sombong!” seru Belvina sambil melirik Ratu.

Ratu pura-pura tidak mendengar ucapan Belvina. Ia memilih berbaring di tempat tidur sambil memainkan smartphone-nya.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara klakson mobil. Belvina langsung melompat dari atas ranjang dan memandang ke luar jendela. Di depan pintu gerbang asrama sudah terparkir mobil mewah yang sudah tak asing lagi di matanya.

“Mereka udah datang, Del!” seru Belvina.

“Iya.” Delana langsung memasukkan ponsel ke dalam tasnya dan bergegas pergi.

 “Aku pulang dulu ya!” pamit Delana sambil membuka pintu kamar. Ia menoleh ke arah Ratu yang masih berbaring di ranjangnya.

“Ratu ... aku pulang dulu ya!” pamit Delana sambil tersenyum.

Ratu menoleh ke arah Delana sambil tersenyum. “Hati-hati ya!”

Delana menganggukkan kepala. Ia langsung bergegas keluar dari asrama.

Hampir semua mata tertuju pada mobil Porsche berharga milyaran rupiah itu. Mereka semua sudah mengetahui kalau mobil itu pernah menjemput Delana di kampus. Benar saja, beberapa menit kemudian Delana keluar dari asrama dan langsung berlari memasuki mobil mewah itu.

“Cepetan!” pinta Delana pada Dhanuar. Ia tidak ingin berlama-lama dan menjadi pusat perhatian seluruh penghuni asrama.

Dhanuar menganggukkan kepala dan langsung melajukan mobilnya ke arah rumahnya yang berada di daerah Mediterania.

Sementara itu Belvina hanya memerhatikan Delana lewat jendela kamarnya.

“Rat, kamu nggak pengen?” tanya Belvina sambil tertawa kecil.

“Pengen apa?” tanya Ratu sambil menatap Belvina.

“Cowok kaya raya,” jawab Belvina sambil memainkan kedua alisnya.

Ratu tak menghiraukan, ia kembali menatap layar ponselnya.

“Oh, iya. Aku tahu. Kamu sudah punya cowok kaya raya yang pakai Chevrolet kuning itu kan?” tanya Belvina.

Ratu langsung menoleh ke arah Delana. “Kamu tahu dari mana?” tanya Ratu.

Belvina tersenyum kecil. “Apa kamu pikir kita semua ini buta?”

“Aku cuma temenan sama dia.”

“Nggak menutup kemungkinan kalo kamu ada hubungan gelap sama cowok itu. Kamu juga dibelanjain tas branded sama cowok itu kan?”

“Bukan urusan kamu!”

“Hmm ... emang sih bukan urusan aku. Tapi, ketika ada sangkut pautnya sama Delana. Kamu bakal berurusan sama aku!” ancam Belvina.

“Kamu ngancam aku?” Ratu menatap tajam ke arah Belvina.

Belvina tersenyum sinis ke arah Ratu. “Kenapa kamu nggak seberani ini saat ada Delana?”

Ratu mengepalkan kedua tangannya menahan emosi. “Mau kamu apa sih, Bel!? Cari masalah terus sama aku!”

“Bukan aku yang cari masalah. Kamu sumber masalahnya!” dengus Belvina penuh kebencian.

Ratu bangkit dari tempat tidur dan ingin menyerang Belvina. Tapi, ia berusaha menahan diri karena ia ingat kalau masih butuh Delana untuk ia manfaatkan.

“Kenapa berhenti? Mau nampar? Tampar nah!” seru Belvina sambil menyodorkan pipinya ke hadapan Ratu.

Ratu terdiam dan hanya mengepalkan tangannya. Ia menatap tajam ke arah Belvina dengan penuh kebencian. Andai Belvina bukan sahabat dekat Delana, mungkin ia sudah menyerang Belvina habis-habisan karena Belvina seringkali mempermalukan dirinya di depan orang banyak.

“Aku heran, kalo ada Delana. Kamu kelihatan manis banget. Giliran dia nggak ada, kelakuan setanmu keluar!” Belvina menatap tajam ke arah Ratu.

Ratu menghentakkan kakinya. Ia berbalik, meyambar tas miliknya dan bergegas keluar dari kamar.

Belvina menggelang-gelengkan kepala melihat tingkah Ratu. “Cewek gila!” umpatnya.

 

***

 

“Hai, Del!” sapa Ratu saat Delana baru saja keluar dari kelasnya.

“Ya. Ada apa?” tanya Delana. Tak biasanya Ratu menghampirinya.

“Nggak papa,” jawab Ratu sambil tersenyum.

Delana balas tersenyum. Ia terus melangkahkan kaki dan Ratu terus mengikutinya.

“Del, sore ini ada waktu nggak?” tanya Ratu.

“Mmh ... kayaknya sih nggak ada kegiatan. Kenapa?” tanya Delana.

“Jalan bareng yuk!”

“Ke mana?” tanya Delana.

“Ke Bekapai gimana?” tanya Ratu.

Delana mendesah. Ia sama sekali tidak punya keinginan untuk menginjakkan kaki ke taman itu lagi. “Tempat lain!” pinta Delana. Ia tidak ingin mengingat kejadian di mana Chilton menolak cintanya.

“Melawai gimana?” tanya Ratu.

Delana menghentikan langkahnya. “Boleh. Jam berapa?” tanya Delana.

“Jam empat sore, bisa?” tanya Ratu balik.

Delana menganggukkan kepalanya.

“Nanti aku jemput kamu,” tutur Ratu.

“Nggak usah. Ntar aku aja yang ke asrama.”

“Kenapa?”

“Nggak papa. Biar aku aja yang ke asrama.”

“Mmh ... oke, deh.”

Delana tersenyum. “Aku mau ke ruangan dosen dulu,” pamit Delana begitu ia sudah sampai di dekat ruangan dosen.

Ratu menganggukkan kepala dan berlalu pergi meninggalkan Delana ke kantin.

Sepulang kuliah, Delana langsung pergi ke asrama. Ia langsung bersiap untuk pergi keluar rumah bersama Ratu. Kebetulan, Belvina sedang ada kegiatan di luar sehingga ia tidak tahu kalau Delana pergi bersama Ratu.

“Del, kamu mau minum apa?” tanya Ratu saat mereka sudah sampai di Melawai. Delana dan Ratu memilih untuk duduk santai sambil menghadap ke arah pantai.

“Sembarang aja,” jawab Delana.

“Es teh mau?” tanya Ratu.

“Mmh ... jus aja, deh!” pinta Delana.

“Tadi bilangnya sembarang,” tutur Ratu sambil tertawa. “Mau jus apa?” tanya Ratu lagi.

“Jus mangga atau alpukat,” jawab Delana.

“Oke.” Ratu bergegas memesan minuman untuk Delana dan dirinya. Kemudian, ia kembali duduk di samping Delana.

“Del, kamu sekarang lagi deket sama siapa?” tanya Ratu.

“Nggak ada deket sama siapa-siapa,” jawab Delana.

“Cowok yang pakai mobil Porsche itu siapa?” tanya Ratu.

Delana terdiam. Ia merasa tak perlu memberitahu pada Ratu siapa sebenarnya Alan dan Dhanuar.

“Del ...!” panggil Ratu karena melihat Delana malah melamun.

“Eh!?”

“Kamu belum jawab pertanyaanku.”

“Oh, temen dari kecil,” jawab Delana.

“Aku lihat, temen-temen kamu banyak yang tajir-tajir. Kenapa nggak ada yang kamu pacarin?” tanya Ratu.

“Aku nggak lihat cowok dari harta yang dia punya,” jawab Delana sambil menatap jauh ke arah lautan yang luas.

“Terus? Kamu lihatnya dari apa? Dari ketampanan mereka? Aku rasa, cowok-cowok yang deket sama kamu nggak kurang tampan sedikitpun.”

Delana menatap Ratu sambil tersenyum. “Suka sama cowok tampan dan kaya itu impian semua orang dan itu perasaan yang lumrah. Aku bisa suka sama semua cowok yang aku mau, tapi hatiku nggak akan bisa mencintai semua cowok yang ada dalam hidupku.”

“Aku nggak ngerti sama jalan pikiran kamu. Kamu udah nyia-nyiain cowok ganteng dan kaya raya yang ada di sekitar kamu. Semua cewek pengen punya pacar yang ganteng dan kaya,” tutur Ratu.

“Buat apa kaya?” tanya Delana.

“Buat bikin kamu bahagia. Zaman sekarang, mana ada sih cewek yang nggak matre? Secara logika, kita butuh bedak, lisptik dan gaya hidup yang semuanya perlu duit.”

Delana menghela napas. “Aku udah punya semuanya,” sahut Delana sambil menatap Ratu.

Ratu mengernyitkan dahi. “Maksudnya?”

“Aku masih bisa beli pake uangku sendiri. Aku bukan cewek yang kekurangan duit sampe harus cari cowok kaya!” sahut Delana.

Ratu terkejut dengan ucapan Delana. Ia merasa begitu bodoh karena telah menyinggung perasaan Delana. “Sorry ...! Aku nggak bermaksud bikin kamu tersinggung.”

“Aku tahu kamu suka sama cowok karena materi yang dia punya. Jangan samain aku sama kamu atau perempuan lain yang punya pandangan sama dengan kamu!” tegas Delana.

“Del, bukan itu maksud aku,” tutur Ratu sambil meraih lengan Delana.

“Terus apa?”

“Kalo aku matre. Aku nggak mungkin pacaran sama Chilton yang cuma punya motor butut doang. Aku pasti lebih milih cowok lain yang lebih kaya dari dia,” jawab Ratu. “Aku nggak seperti yang kamu pikirkan, Del.”

 

 

 

 Delana menghela napas. Ia menyeruput jus mangga yang baru saja diantar oleh penjualnya ke hadapan mereka. Ia memikirkan kalimat yang baru saja diucapkan oleh Ratu. Memang benar kalau Ratu lebih memilih cowok yang hanya memakai sepeda motor ketimbang mereka yang pakai mobil.

Delana teringat sesuatu, ia kemudian menoleh ke arah Ratu dan menatap wajahnya lekat.

“Kenapa?” tanya Ratu, ia heran dengan tatapan Delana kali ini.

“Kamu pernah ke rumah Chilton?” tanya Delana.

Ratu tergelak. “Astaga ...! Cuma mau nanya itu? Kirain ada apaan,” sahut Ratu. “Aku nggak pernah ke rumahnya. Katanya, rumahnya di daerah Berau. Jauh banget dan dia belum pernah ngajak aku ke sana,” lanjut Ratu.

Delana menaikkan satu alisnya. Ia tidak percaya kalau Chilton membohongi Ratu. Itu artinya, Ratu memang tidak tahu sama sekali kalau sebenarnya Chilton juga punya mobil dan rumahnya juga tidak begitu buruk.

Banyak pertanyaan yang kini melayang-layang di pikiran Delana. Kenapa Chilton membohongi Ratu soal identitasnya? Bukankah seharusnya ia jujur pada wanita yang dicintainya. Semakin hari, Delana semakin tidak mengerti dengan sandiwara yang terjadi antara dirinya, Chilton dan Ratu.

“Del, kenapa? Kok, malah ngelamun?” tanya Ratu sambil menepuk bahu Delana.

“Eh!? Nggak papa.”

Ratu tersenyum. Ia kemudian menatap laut yang ada di depannya. “Waktu itu aku pernah pengen tahu soal kondisi keluarganya. Aku tanya ke dia, kenapa dia tinggal di asrama dan dia sendiri yang bilang karena dia berasal dari daerah yang jauh dari sini,” jelas Ratu. Ia kemudian menyeruput es teh yang ia pesan.

Delana hanya tersenyum menanggapi ucapan Ratu.

“Del, kamu kan pernah deket sama Chilton. Kamu tahu nggak apa yang disukai sama dia. Aku pengen banget ngasih kenang-kenangan sebelum dia pergi pertukaran pelajar.”

Delana menggelengkan kepala.

“Masa kamu nggak tahu?”

“Kamu pacarnya, harusnya lebih tahu dong!” sahut Delana.

Tiba-tiba ponsel Delana berdering. Ia mengambil ponsel yang ia simpan di dalam tas dan langsung menjawab telepon dari Dhanuar.

“Ya, Dhan. Kenapa?” tanya Delana begitu panggilan teleponnya tersambung.

“Aku lagi di rumah kamu sama Alan,” sahut Dhanuar.

“Bryan di rumah kan?” tanya Delana.

“Iya. Mereka lagi main PS. Kamu di mana?” tanya Dhanuar balik.

“Aku lagi jalan sama temen,” jawab Delana.

“Temen cewek apa cowok?” tanya Dhanuar lagi.

“Cewek,” jawab Delana singkat. Ia tahu kalau Dhanuar adalah playboy yang tidak akan menyia-nyiakan cewek cantik di sekitarnya.

“Cantik nggak?” tanya Dhanuar.

“Cantiklah. Cewek mana ada yang ganteng,” jawab Delana.

“Hahaha. Itu sih aku tahu. Kenalin dong sama temen kamu yang cantik!” pinta Dhanuar.

Delana melirik Ratu yang sedang tersenyum sambil menatap lautan di hadapan mereka. “Ogah!”

“Kenapa?”

“Kalian udah makan?” tanya Delana mengalihkan pembicaraan.

“Nah, kan. Pasti nggak mau ngenalin aku sama temennya. Eh, katanya kamu deket sama Ivona Kanaya yang artis itu. Kenalin aku sama dia, dong!” pinta Dhanuar.

“Kamu tahu dari mana?” tanya Delana sambil membelalakkan matanya.

“Dari Bryan. Aku juga lihat ada foto kamu bareng Kanaya di kamar kamu.”

“Kamu ngapain  masuk-masuk ke kamar aku!?” seru Delana.

“Cuma mau pinjam charger hp,” jawab Dhanuar.

“Awas aja kalo sampe kalian berantakin kamarku!” ancam Delana.

“Nggak, cantik. Asal kamu kenalin aku sama temen kamu yang artis itu,” sahut Dhanuar.

“Nggak bakalan aku kenalin!” dengus Delana.

“Kenapa?”

“Dia terlalu cantik. Nggak cocok sama kamu,” sahut Delana.

Dhanuar tergelak. “Aku pasti bisa dapetin dia,” ucapnya penuh percaya diri.

“Pede amat!?”

“Dhanu gitu loh. Cewek mana sih yang nggak mau sama aku?”

“Nggak usah pembualan! Kamu nelpon aku mau ngapain?” tanya Delana. Ia merasa tidak enak jika berlama-lama menerima telepon dari Dhanuar.

“Aku laper.”

“Mau nitip apa?” tanya Delana.

“Pengen makan masakan kamu,” tutur Dhanuar.

“Nggak usah manja, deh. Aku tuh baru aja nyampe, nggak mungkin balik lagi cuma buat masakin kalian. Mau makan apa? Ntar aku beliin.”

“Sembarang, yang penting enak.”

“Seafood mau?” tanya Delana.

“Boleh.”

“Oke. Ntar aku beliin pas udah pulang. Jam enam aku udah balik, kok.”

“Eh, satu lagi!”

“Apa?”

“Stock bir kamu habis. Beli sekalian ya!” pinta Dhanuar.

“Itu pesan aja langsung. Ada nomor kontaknya di atas kulkas atau tanya sama Bryan. Biasanya diantar sampe rumah.”

“Astaga ...! Oke. Aku ngomong sama Bryan.”

“Oke. Udah dulu ya!”

“Yups.”

Delana langsung mematikan sambungan teleponnya.

“Siapa, Del?” tanya Ratu begitu Delana memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.

“Dhanuar,” jawab Delana.

“Cowok yang pakai mobil Porsche itu?” tanya Ratu dengan mata berbinar.

Delana hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Ratu.

“Kalian deket banget ya?”

Delana menganggukkan kepala.

“Tadi, dia ngajak kenalan siapa?” tanya Ratu.

“Ivo.”

“Oh ...” Ratu tersenyum kecut. Sejak tadi ia sudah percaya diri kalau cowok kaya raya itu akan mengajaknya berkenalan. Ternyata, cowok itu menanyakan Ivona. Ivona memang sangat cantik dan terkenal. Wajar saja kalau banyak pria kaya yang menyukainya. Tapi, Ratu sendiri merasa tidak kalah cantik dengan Ivona. Hampir semua pria di kampus menyukainya.

“Kamu sering ke sini?” tanya Delana.

“Nggak juga. Kadang-kadang aja,” jawab Ratu.

“Suasana di sini enak juga ya?” tutur Delana sambil menikmati semilir angin pantai.

“Kamu belum pernah ke sini?” tanya Ratu heran.

“Nggak pernah. Cuma lewat doang,” jawab Delana.

“Oh ya? Terus kalo jalan sama temen-temen kamu ke mana aja?” tanya Ratu.

“Aku suka di Ocean’s,” jawab Delana.

Ratu mengangguk-anggukkan kepala. Delana memang cewek yang cukup berkelas dan menyukai tempat-tempat yang berkelas juga.

“Papa kamu kerja apa, Del?” tanya Ratu.

“Bisnis,” jawab Delana.

“Bisnis apa?”

“Property.”

“Wah, banyak duitnya dong?” tanya Ratu.

Delana tersenyum.

“Kenapa penampilan kamu biasa aja?” tanya Ratu.

“Maksud kamu?” Delana mengernyitkan dahinya.

“Aku lihat kamu sederhana banget. Ke mana-mana juga cuma naik motor. Orang kaya seperti kamu pasti punya mobil 'kan?”

“Punya.”

“Aku nggak pernah lihat kamu bawa mobil,” tutur Ratu.

“Lebih nyaman pake motor. Kalau jalan jauh aja baru pake mobil.”

“Owh ...” Ratu mengangguk-anggukkan kepala.

Delana tersenyum menatap Ratu.

“Del, kapan-kapan aku boleh main ke rumah kamu?” tanya Ratu basa-basi. Ia berencana mendekati Delana agar bisa berkenalan dengan cowok-cowok kaya yang ada di sekitar Delana. Setidaknya, ia bisa mendapat kepercayaan dari Delana dan punya kesempatan untuk berkenalan dengan banyak pria kaya di kota ini.

“Boleh,” jawab Delana sambil tersenyum.

“Tapi, aku nggak mau kalau pas ada Belvina.”

“Kenapa?” tanya Delana.

“Kamu tahu kan kalo Belvi itu sentimen sama aku. Dia pasti nggak suka sama aku dan suka mikir yang jelek-jelek tentang aku,” tutur Ratu sambil menundukkan kepala.

Delana menatap Ratu, ia mengelus pundak Ratu perlahan. “Kamu maklum aja. Belvi emang sifatnya kayak gitu. Yang sabar ya!” tutur Delana sambil menepuk-nepuk pundak Ratu perlahan.

Ratu menganggukkan kepala. “Aku ngerti, kok. Kadang aku sedih aja. Dia selalu ngehina aku di depan banyak orang. Padahal, kamu jauh lebih kaya dari dia dan nggak pernah ngehina aku sedikitpun.”

Delana merangkul Ratu. “Udah, nggak usah sedih gitu. Biarpun Belvi sedikit kasar, tapi aslinya dia baik kok.”

Ratu tersenyum menatap Delana. “Makasih ya, Del! Kamu udah ngertiin aku banget. Kamu baik banget!” puji Ratu. Ia berharap kalau Delana akan terkesan dan bersikap baik dengannya tanpa terpengaruh oleh orang-orang di sekitarnya.

“Kamu juga temenku, nggak usah sungkan!” pinta Delana sambil tersenyum menatap Ratu.

Ratu menganggukkan kepala dan langsung memeluk Delana.


((Bersambung...))

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas