Saturday, October 18, 2025

THEN LOVE BAB 47 : AKHIR TAHUN BERSAMA KELUARGA AUBREY

 


“Halo, Bibi!” sapa Delana begitu ia sudah sampai di rumah Dhanuar. Ia langsung menghampiri Bibi Kam yang sedang memasak di dapur.

“Halo ...!” sahut Bibi Kam dan langsung memeluk Delana. “Apa kabar?”

“Baik,” jawab Delana. Ia melepas pelukannya dan  meletakkan tasnya di atas meja. “Bibi sehat?”

“Sehat,” sahut Bibi Kam sambil tersenyum.

“Bibi yang nyuruh Dhanu jemput aku?” tanya Delana. Ia langsung membantu Bibi Kam menyiapkan makanan untuk mereka nikmati bersama keluarga.

“Iya. Karena Bibi tahu kalau ayah kamu nggak akan pulang tahun ini. Jadi, bibi nyuruh Alan dan Dhanuar buat jemput kamu.”

Delana tersenyum. Ia mengambil beberapa buah kentang dan mengupasnya. “Bibi mau masak apa aja?” tanya Delana.

“Pakai apron dulu!” Bibi Kam mengambil apron di lemari dan memberikannya pada Delana.

“Bibi mau bikin rica-rica bebek. Ini permintaan khusus dari Dhanu.”

Delana mengangguk-anggukkan kepala. “Kentangnya mau dibikin apa?” tanya Delana.

“Kita bikin sup aja.”

“Oke. Biar Dela yang buat supnya!” pinta Delana.

Bibi Kam menganggukkan kepala sambil tersenyum menatap Delana. “Kalau kamu bukan ponakan Bibi, udah Bibi jadiin calon menantu.”

“Eh!? Kenapa gitu?”

Bibi Kam menghela napas. “Kamu tahu kan kalau Dhanu itu gonta-ganti pacar terus? Dia pintar cari pacar yang cantik. Tapi dia nggak pandai memilih calon istri yang baik.”

“Hahaha.” Delana tergelak mendengar ucapan bibinya.

“Ehem!” Tiba-tiba Dhanuar sudah ada di pintu dapur.

Delana terdiam. Ia masih menahan tawa.

“Kamu ngetawain aku, hah!?” Dhanu menarik kepala Delana dan mencekik dengan lengannya.

“Aku nggak ketawa!” sahut Delana sambil menahan tawa.

“Masih nggak mau ngaku?” Dhanuar mengeratkan cekikannya.

“Bibi! Dhanu nakal!” teriak Delana sambil memukul lengan Dhanu.

“Jangan berlindung sama Mama! Mama nggak akan belain kamu!” dengus Dhanuar.

Bibi Kam hanya tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia tak heran lagi melihat Dhanu dan Delana berkelahi seperti anak kecil. Kehadiran mereka selalu membuat suasana ramai. Belum lagi kehadiran Alan, Bryan dan saudara lainnya.

“Lepasin, Dhan! Nggak aku masakin nih!” ancam Delana.

“Kamu nggak usah masak! Ikut aku ke kamar yuk!”

“Ngapain?” tanya Delana.

“Bercinta,” bisik Dhanuar di telinga Delana.

Delana mendelik ke arah Dhanuar. Ia langsung menginjak kaki Dhanu sekuat tenaga.

“Aaargh ...!” Dhanuar berteriak kencang, membuat Bibi Kam panik melihat anaknya.

“Kenapa?” tanya Bibi Kam.

Dhanuar menahan sakit sambil memegangi punggung kakinya. “Dasar monster!” dengus Dhanuar ke arah Delana.

“Otak mesum!” balas Delana.

“Kalian kenapa?” tanya Bibi Kam lagi.

“Dia tuh!” Delana menunjuk Dhanuar dengan dagunya. “Masa dia ngatain aku ... mmm...” Delana tak bisa melanjutkan ucapannya karena telapak tangan Dhanuar membungkam mulutnya.

“Aku bercanda!” bisik Dhanuar menahan kesal.

Bibi Kam melipat kedua tangannya di dada sambil menatap tajam ke arah puteranya.

“Hehehe. Aku cuma mau minta bantuin lipatin baju di kamar,” tutur Dhanuar sambil meringis ke arah mamanya.

“Baju? Bukannya udah dilipatin sama pembantu?” tanya Delana.

“Sebelum aku jemput kamu, aku ngeluarin semua bajuku dan belum dilipatin lagi sama pembantu.”

“Oh ya? Terus? Masalah buat gue!?” Delana mendelik ke arah Dhanuar. Ia melanjutkan aktivitasnya memasak.

“Lihat, Ma! Delana kayak monster kan mukanya?” tanya Dhanuar pada mamanya. “Pantes aja sampe sekarang belum punya pacar,” celetuknya.

Delana sengaja mengeraskan irisan pisaunya.

Dhanuar melotot melihat gerakan tangan Delana yang terlihat menahan emosi. Bisa-bisa, pisau di tangan Delana melayang ke kepalanya. Ia meringis menatap Delana dan langsung berlari keluar dari dapur.

Bibi Kam hanya tertawa kecil melihat adegan yang terjadi antara Dela dan Dhanu.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara ribut dari arah luar.

“Mereka udah datang,” ucap Bibi Kam.

Delana tersenyum. Ia langsung bergegas keluar dari dapur dan menghampiri tiga cowok tampan yang sedang bercengkerama di ruang keluarga.

“Hei, kalian udah datang?” sapa Delana.

“Halo, Sayangku!” balas Alan dan langsung memeluk Delana.

“Eh, jangan peluk-peluk! Calon istriku ini!” Dhanuar menarik punggung Alan untuk menjauhi Delana.

“Apaan sih!?” Alan menepis lengan Dhanuar.

Delana dan Bryan tertawa melihat tingkah Dhanuar dan Alan. Mereka biasa bercanda memperebutkan Delana karena hanya Delana anak perempuan satu-satunya dari keluarga Aubrey.

“Huft, cewek cantik memang selalu jadi rebutan,” celetuk Delana penuh percaya diri.

Alan, Dhanuar dan Bryan saling pandang. Mereka tak menyangka kalau Delana penuh percaya diri mengatakan dirinya cantik.

Delana tersenyum. Ia membalikkan tubuhnya dan bergegas kembali ke dapur untuk membantu Bibi Kam.

Alan dan Bryan mengikuti langkah Delana untuk bertemu dengan Bibi Kam.

“Apa kabar, Bibi?” tanya Alan begitu sampai di dapur. Ia langsung merangkul bibinya dan mengecup pipi wanita setengah baya itu.

“Bibi bau asap,” tutur Bibi Kam.

“Nggak papa. Aku suka bau asap,” tutur Alan. “Bibi masak apa?” tanya Alan.

“Ada, deh. Nanti juga tahu.”

“Hmm ...”

“Ayah sama Ibu kamu sudah sampai?” tanya Bibi Kam.

“Mereka sampai sore ini.”

“Kamu jemput?”

“Nggak. Mereka naik taksi aja. Langsung ke sini.” Kedua orang tua Alan akan datang dari Swedia. Ayah Alan adalah orang Italia, sedangkan ibunya merupakan adik kandung dari Ayah Delana.

Bibi Kam tersenyum. Ia menatap Bryan yang berdiri di samping Alan. Bryan langsung mencium punggung tangan Bibi Kam.

“Kamu kelas berapa sekarang?” tanya Bibi Kam pada Bryan.

“Kelas satu SMA,” jawab Bryan.

“Nggak terasa ya kalian sekarang sudah besar-besar. Rasanya, baru kemarin Bibi menggendong kalian.”

Alan dan Bryan tersenyum menatap Bibi Kam.

“Bibi mau gendong kami sekarang juga bisa,” tutur Alan sambil tertawa kecil.

“Apa kamu pikir Bibi punya kekuatan menggendong anak bayi yang tinggi badannya sudah melebihi Bibi?”

Alan tergelak mendengar ucapan Bibi Kam. “Gimana kalo aku yang gendong Bibi?” tanya Alan sambil mengangkat tubuh bibinya.

“Hei, turunin Bibi!” pinta Bibi Kam sambil menepuk bahu Alan.

Delana dan Bryan tertawa kecil melihat sikap Alan.

Alan langsung menurunkan tubuh bibinya sambil tertawa.

“Bibi tahu kamu sudah besar. Nggak perlu menggendong Bibi!” pinta Bibi Kam.

Delana tertawa melihat kelakuan Alan.

Alan menoleh ke arah Delana yang masih tertawa. “Mau digendong juga?” tanya Alan.

“Eh!? Enggak,” sahut Delana sambil menggelengkan kepala.

“Kenapa ketawa-ketawa? Sini aku gendong!” Alan langsung menghampiri Delana.

“Nggak mau!” teriak Delana sambil berlari menjauhi Alan.

Alan tak menyerah. Ia terus mengejar Delana yang masih berlari. Alhasil, suasana menjadi ribut karena Alan dan Delana terus berkejar-kejaran seperti kucing dan tikus.

“Udah, aku capek!” pinta Delana menghentikam langkahnya. Ia menunduk memegangi perutnya yang keram karena berlari sambil terus tertawa.

Alan langsung menyambar tubuh Delana dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

“Aargh ... turunin!” teriak Delana.

Alan tersenyum licik. Ia berjalan mendekati sofa yang ada di ruang tamu. Ia mengangkat tubuh Delana lebih tinggi dari kepalanya.

“Alan ...!” teriak Delana. Ia menutup kedua matanya karena ketakutan. Ia merasa Alan mengangkatnya terlalu tinggi.

Alan tergelak. Ia langsung menjatuhkan tubuh Delana ke atas sofa.

“Aduh!” gerutu Delana sambil memegangi pinggangnya.

“Nggak usah pura-pura sakit!” Alan melipat kedua tangannya di depan dada.

“Sakit beneran ini,” sahut Delana sambil memegangi pinggangnya.

“Sofanya empuk. Nggak bakalan sakit!”

Delana mengerutkan hidungnya. “Kamu tuh bener-bener nyebelin. Kalo nggak ganggu aku kenapa sih?” Delana bangkit dan bergegas kembali ke dapur.

Delana menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah pintu ruang tamu yang tiba-tiba terbuka. Seorang pria tampan berkacamata hitam muncul dari balik pintu.

Mata Delana berbinar menatap cowok tampan yang mengenakan kaos hitam dan celana jeans berwarna senada.

“Anshu?” ucap Delana dan Alan berbarengan.

Anshu tersenyum, ia melepas kacamatanya dan berjalan menghampiri Alan. “Gimana kabarnya?” tanya Anshu sambil merangkul Alan.

“Baik. Kamu gimana?” tanya Alan balik.                        

“Kelihatannya?” Anshu memandang tubuhnya sendiri.

Alan tertawa sambil memukul bahu Anshu perlahan.

“Hai, Del ...!” sapa Anshu sambil menghampiri Delana.

“Hai ...!” sahut Delana. Anshu langsung memeluk dan mencium pipi Delana.

“Kamu makin cantik aja,” tutur Anshu sambil menatap Delana yang masih mengenakan apron. “Bikinin es teh dong! Aku haus banget,” pinta Anshu.

Delana memutar bola matanya. “Muji kalo ada maunya doang!” dengus Delana. Ia langsung bergegas pergi ke dapur.

Anshu tertawa kecil. Walau Delana seringkali mengomel, tapi ia tahu kalau Dela akan membuatkan apa yang ia minta.

“Kamu kapan datengnya?” tanya Alan pada Anshu.

“Ini baru datang.”

“Bukan ini. Maksudnya sampe Balikpapannya,” sahut Alan.

“Tadi pagi.”

“Oom sama Tante nggak ikut ke sini?” tanya Alan.

“Banyak kerjaan di Jakarta.”

“Oh.” Alan mengangguk-anggukkan kepalanya.

Anshu Aubrey juga sepupu Delana. Sifatnya jauh berbeda dengan Alan yang cerewet dan banyak tingkah. Anshu lebih banyak diam, lebih mirip seperti Bryan.

“Dhanu mana?” tanya Anshu.

“Di kamar kayaknya,” jawab Alan.

Anshu langsung melanglahkan kaki menaiki anak tangga menuju kamar Dhanuar.

Alan menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Ia sama sekali tidak tertarik untuk masuk ke kamar sesama jenis. Ia lebih senang menggoda Delana atau mengganggu Bibi Kam yang sedang memasak.

Beberapa menit kemudian, Delana keluar dari dapur dengan membawa nampan berisi satu buah teko berisi air es teh dan teman-temannya.

“Pada ke mana?” tanya Delana pada Alan yang sedang duduk santai di sofa.

“Ke kamar Dhanu.”

Delana menghela napas. “Anshu nih aneh banget! Minta bikinin es teh tapi malah pergi,” gerutu Delana. Ia meletakkan nampan yang ia bawa ke atas meja kaca.

“Taruh aja di situ! Ntar juga turun,” tutur Alan.

“Kamu ngapain di sini sendirian? Bawain naik sekalian!” pinta Delana.

“Ogah! Emangnya aku pembantu?” sahut Alan.

Delana berkacak pinggang menatap Alan. “Maksud kamu, aku ini pembantu!?”

Alan meringis mendengar ucapan Delana. “Mirip!” ucapnya sambil cengengesan.

Delana mengerutkan hidungnya. Ia bersiap memukul tubuh Alan sekuat-kuatnya.

Alan langsung melompat ke belakang sofa sebelum ia ditelan hidup-hidup oleh Delana.

“Panggilin mereka suruh turun! Aku masih bantu bibi masak,” pinta Delana. Ia langsung bergegas kembali ke dapur. Tak peduli Alan akan membawakan minuman ke kamar atau memanggil mereka untuk keluar.

“Anshu udah datang?” tanya Bibi Kam.

“Udah. Langsung naik ke kamar Dhanu,” jawab Delana.

“Dia lupa nggak nemuin Bibi,” ucap Bibi Kam.

“Nggak tahu tuh. Dia langsung nanya Dhanu. Padahal minta dibikinin es teh tapi malah langsung masuk kamar.”

Bibi Kam tersenyum. “Mungkin kangen. Udah lama nggak ketemu.”

Delana mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia kembali membantu Bibi Kam untuk mempersiapkan makan malam.

Beberapa menit kemudian, Dhanuar, Bryan dan Anshu keluar dari dalam kamar dan langsung menemani Alan di ruang tamu. Mereka membicarakan banyak hal dan membuat rumah Paman Kam ramai.

“Del, Bibi buat brownies tadi pagi. Ada di kulkas. Kasih ke mereka gih!” pinta Bibi Kam.

“Oke.” Delana tersenyum dan melenggang penuh bahagia. Ia mengambil kue brownies yang sudah dipotong-potong oleh Bibi Kam dan membawanya ke hadapan saudara-saudaranya.

“Ah, cantik banget!” puji Anshu begitu Delana muncul membawakan brownies untuk cemilan mereka.

Delana tersenyum manis. Ia melepas apron yang ia kenakan. “Aku numpang mandi,” tutur Delana pada Dhanuar.

“Eh!? Di kamarku?” tanya Dhanuar.

“Iya. Kenapa?” tanya Delana.

“Di kamar Mama aja!” pinta Dhanuar.

Delana mengernyitkan dahinya. “Ada yang dirahasiain ya?” dengus Delana sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Dhanuar.

“Eh!? Nggak ada,” jawab Dhanuar sambil menggelengkan kepala dengan wajah tegang.

Delana mengerutkan hidungnya sambil menahan tawa. “Kalo gitu, aku mandi di kamar mandimu aja!” Delana langsung melangkahkan kakinya menaiki tangga.

“Jangan!” Dhanuar langsung melompat dan menghadang Delana untuk naik ke kamarnya.

“Kamu kenapa sih? Aneh banget!”

“Ada banyak rahasia cowok yang nggak boleh diketahui sama cewek!” Dhanuar menggenggam pundak Delana dan menggiringnya untuk masuk ke dalam kamar mamanya.

“Kamu nyimpan cewek di kamar?” tanya Delana berbisik.

“Idih, nggak lah.”

“Terus apa yang dirahasiain dari aku? Bilang aja ada cewek di kamarmu makanya aku nggak boleh masuk.”

“Kalo ngomong suka sembarangan!” tutur Dhanuar sambil mengetuk kepala Delana.

“Cewek kamu kan banyak. Ini malam tahun baru dan bisa aja mereka minta ngabisin waktu malam tahun baru bareng pacarnya.”

“Nggak juga aku bawa pulang ke rumah. Mending aku ajak main di hotel,” sahut Dhanuar sambil cengengesan.

Delana menatap tajam ke arah Dhanuar. “Dasar otak mesum!”

“Udah, cepet mandi!” Dhanuar langsung mendorong Delana masuk ke dalam kamar mamanya.

Delana mencebik ke arah Dhanuar dan langsung membanting pintu kamar.

“Eh, gila! Kalo sampe hidungku hilang, awas aja!” ancam Dhanuar karena Delana membanting pintu dan nyaris menghantam wajahnya.

Delana tak menyahut. Ia langsung bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Tepat jam enam sore, kedua orang tua Alan akhirnya tiba dari Swedia.

“Aunty ...!” seru Delana begitu melihat tantenya sudah ada di ruang keluarga. Ia langsung menghambur ke pelukan tantenya yang kini tinggal di luar negeri bersama dengan suaminya.

“Gimana kabarnya ponakan Aunty? Makin cantik aja?”

“Baik,” jawab Delana sambil tersenyum.

“Alan di sini gimana? Dia bersikap baik, kan?”

“Baik banget!” sahut Delana.

“Dia tinggal di rumah kamu atau di sini?” tanya Mama Alan.

“Kadang di rumah aku, kadang di rumah Dhanu,” jawab Delana.

“Sering di rumah sendiri Kok, Ma,” sahut Alan.

Mama Alan tersenyum. Ia senang karena anaknya mau tinggal di rumah walau sendirian.

“Oom apa kabar?” tanya Delana pada Papa Alan.

“Baik.”

Delana tersenyum.

“Paman Kam mana?” tanya Mama Alan.

“Masih kerja. Sebentar lagi pulang,” jawab Bibi Kam yang tiba-tiba muncul dari dapur dengan membawa nampan berisi minuman dan cemilan.

“Biar aku yang bawain!” Delana langsung bangkit dan membantu Bibi Kam membawa nampan. Ia langsung meletakkan di atas meja dan menyuguhkan minuman untuk kedua orang tua Alan.

“Lihat, Ma! Calon mantu rajin banget kan?” tanya Alan sambil menggoda Delana.

Mama Alan langsung menepuk paha Alan karena tak hentinya menggoda Delana.

“Enak aja! Ini calon istriku!” sahut Dhanuar sambil merangkul Delana.

Seisi ruangan tertawa mendengar candaan Alan dan Dhanuar. Sejak kecil, mereka memang terbiasa seperti itu karena Delana adalah anak perempuan satu-satunya di keluarga Aubrey.

“Kamu sudah punya pacar atau belum?” tanya Mama Alan pada Delana.

“Belum,” jawab Delana sambil tersenyum.

“Sayang banget. Coba kalo bukan kakaknya Alan, udah aku jadiin menantu.”

“Hahaha.” Semua orang tertawa mendengar ucapan Mama Alan.

“Ma, emang rela kalo Delana jadi menantu orang lain?” tanya Dhanuar pada mamanya.

“Mama lebih rela kalo Dela nikah sama orang lain daripada kamu!” dengus Bibi Kam.

Alan dan yang lainnya tergelak.

“Dela tuh cewek idaman mertua. Udah cantik, pinter masak, rajin, sopan dan menyenangkan,” tutur Bibi Kam.

“Ah, Bibi berlebihan,” sahut Delana.

“Sayangnya masih jomlo aja. Nggak laku-laku!” celetuk Alan.

Delana mencebik dan melempar wajah Alan dengan potongan kue yang ia makan.

“Makanya, suruh sama aku nggak mau!”

“Nggak tertarik,” sahut Delana.

“Udah, jangan godain Dela terus. Kasihan!” sergah Ayah Alan.

Alan dan Dhanuar tertawa lebar. Mereka memang sangat jahil, berbeda dengan Bryan dan Anshu yang lebih banyak diam.

“Ma, aku mau pindah sekolah di sini,” tutur Alan.

“Hah!? Kenapa mau pindah?” tanya Bibi Kam. “Bukannya sekolah di sana jauh lebih baik?”

“Tapi di sini jauh lebih menyenangkan,” sahut Alan sambil mengangkat kedua alisnya.

“Pasti ada cewek yang ditaksir ya di sini?” tanya Delana menyelidik.

“Iya, lah. Kamu ceweknya!” dengus Alan.

“Aku rasa kamu harus siap-siap ditolak kalau naksirnya sama aku,” ucap Delana sambil menjulurkan lidahnya.

“Ma, apa aku kurang ganteng sampe ditolak sama cewek kayak gini?” rengek Alan pada mamanya.

“Nggak usah lebay!” Delana mendelik ke arah Alan.

“Sudah, jangan godain kakak kamu terus!” sela Mama Alan. “Mama tetap nggak ijinin kamu pindah ke sini.”

“Kenapa?”

“kuliahnya nanggung.”

“Kalo gitu, kuliahnya di sini ya?” tawar Alan.

“No!”

Alan menghela napasnya.

“Kamu boleh habiskan waktu liburanmu sepuasnya di sini. Tapi, tetap harus kembali sekolah di Swedia. Ngerti?”

Alan menganggukkan kepala. Ia menyerah memperjuangkan keinginannya untuk kuliah di kota Balikpapan. Ia memang sudah tertarik dengan Delana sejak dulu dan ingin sekali bisa berada dekat dengan kakak sepupunya itu.

Paman Kam muncul beberapa saat kemudian. Membuat suasana semakin riuh dengan canda tawa.

Keluarga Aubrey menghabiskan makan malam bersama di malam pergantian tahun baru.

“Anshu, kamu jadi ikut pendidikan militer?” tanya Paman Kam saat mereka duduk bersama di meja makan.

Anshu menganggukkan kepala.

“Hah!? Kamu mau masuk tentara?” tanya Delana sambil menatap Anshu.

Anshu tersenyum.

“Keren!” ucap Delana dengan mata berbinar.

“Kalo aku tentara cocok nggak?” tanya Alan.

“Nggak!” jawab Delana dan Dhanuar bersamaan.

Alan langsung mencengkeram dadanya sendiri. “Kalian benar-benar menyakiti perasaanku,” ucapnya sambil pura-pura terisak.

Delana dan Dhanuar saling pandang.

“Nggak usah lebay! Aku cemplungin ke kolam renang nih,” sahut Dhanuar.

“Cemplungin aja!” teriak Delana.

“Coba kalo berani? Nggak aku kasih nomer hp-nya.”

“Nomor hp siapa?” tanya Delana.

“Biasa,” jawab Alan sambil memainkan alisnya.

Delana mengamati salah satu pembantu Dhanuar yang sedang menyiapkan api pembakaran untuk barbeque-an.

Anshu yang kebetulan melihat Delana langsung bangkit dan membantu menyiapkan bara api. Ia mengambil beberapa jagung untuk dibakar.

Delana langsung bergegas mengikuti Anshu, begitu juga dengan sepupunya yang lain.

“Dek, kamu mau jagung bakar?” tanya Delana pada Bryan.

Bryan menganggukkan kepala.

Delana tersenyum. Ia mengambil beberapa buah jagung dan membakarnya.

“Ini udah ada,” tutur Anshu.

“Buat Om sama Tante aja,” sahut Delana sambil mengedipkan matanya.

Anshu tersenyum.

“Punyaku mana?” tanya Alan dan Dhanuar bersamaan.

“Bakar sendiri!” jawab Delana dan Anshu bersamaan.

Alan dan Dhanuar saling pandang. “Oh, kalian sekarang udah kompakan ya?” tanya Dhanuar.

Delana tersenyum senang.

“Kamu tunggu di sana aja! Biar aku yang bakarin, bau asap,” ucap Anshu.

“Beneran?” tanya Delana dengan mata berbinar.

Anshu menganggukkan kepala.

“Ah, kamu memang cowok paling pengertian sedunia,” ucap Delana sambil menyubit kedua pipi Anshu. “Makasih!” ucapnya sambil berlalu pergi dan bergabung kembali ke meja makan bersama paman dan bibinya.

“Sini, aku bantu!” pinta Dhanuar. Ia langsung membantu Anshu, sedangkan Alan hanya berdiri di sampingnya.

“An, kamu udah punya cewek apa belum?” tanya Dhanuar.

“Kenapa?” tanya Anshu balik.

“Paling minta dikenalin,” sahut Alan.

Anshu tersenyum. “Pasti aku kenalin kalo aku udah nemuin cewek yang cocok.”

“Jangan! Gawat kalo dikenalin sama Dhanu,” sahut Alan.

“Kenapa?” tanya Anshu sambil tertawa kecil.

“Dia ini nggak mandang pacarnya siapa, semua cewek dipacarin,” bisik Alan.

Anshu tertawa kecil menanggapinya. “Coba aja kalo berani!”

“Eh!? Nggak berani aku. Calon angkatan gini. Bisa-bisa aku ditembak mati,” tutur Dhanuar.

Alan dan Anshu tertawa bersama.

“Udah berapa cewekmu?” tanya Anshu.

“Mmh ...” Dhanuar menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Itu pertanyaan yang nggak pernah bisa aku jawab.”

“Saking banyaknya pacarnya, sampe nggak bisa dihitung,” celetuk Alan.

“Cowok ganteng harus gitu,” sahut Dhanuar.

“Ada kok, cowok ganteng yang nggak pernah pacaran.” Alan menunjuk Anshu dengan dagunya.

Dhanuar langsung menatap tajam ke arah Anshu. “Kamu nggak pernah pacaran?” tanyanya.

Anshu hanya tersenyum menanggapi ucapan Dhanuar.

“Hadeh ... ganteng mubazir!” dengus Dhanuar.

“Hahaha. Ganteng mubazir?” sahut Alan sambil tertawa terbahak-bahak.

“Eh, kamu ngakak kayak gitu, emang udah punya pacar?” tanya Dhanuar.

“Weits, udah dong!”

Anshu tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah laku kedua sepupunya itu.

“Coba amu tuh kayak Bryan, pendiem, pinter, ganteng lagi!” tutur Anshu sambil menatap Bryan yang sedang duduk di kursi yang ada di tepi kolam renang.

“Sama kayak kamu, hahaha.” Alan tertawa lebar.

“Ganteng mubazir!” sahut Dhanuar sambil tertawa lebar.

“Eh, kalian ngobrolin apaan sih? Kayaknya seru banget?” tanya Delana yang tiba-tiba sudah muncul di antara mereka.

“Astaga! Kamu kayak setan aja tiba-tiba nongol,” celetuk Alan terkejut.

“Nah, ini juga salah satunya ... cantik mubazir!” sahut Dhanuar sambil menunjuk wajah Delana. Ia tak dapat menahan tawanya.

“Maksudnya?” Delana mengerutkan hidungnya.

“Cantik-cantik jomlo! Mubazir!”

“Eh, bukan mubazir! Aku punya harga diri. Emangnya cewek-cewekmu itu murahan semua!”

“Apa kamu bilang?” sahut Dhanuar.

“Murahan!”

Dhanuar terdiam. Ia tidak bisa membela cewek-cewek yang pernah menjadi pacarnya. Karena semua cewek yang menjadi pacarnya memang bisa dengan mudahnya menjadi teman tidur.

“Nggak bisa ngelak kan? Huu ...!” Delana mengambil satu jagung bakar dan menoyorkan ke hidung Dhanuar.

“Panas, Del!” Dhanuar mengusap hidungnya.

Delana tidak peduli, ia langsung bergegas kembali ke meja makan bersama paman dan bibinya. Ia pikir, obrolan saudara-saudaranya adalah obrolan seru. Ternyata, hanya membahas soal perempuan. Sama sekali tidak menarik untuknya.

Malam pergantian tahun menjadi malam yang seru dan harmonis bagi keluarga Aubrey. Tahun ini, mereka bisa menikmatinya bersama walau anggota keluarga yang hadir tidak lengkap.

Delana cukup bahagia karena sepupu-sepupunya merelakan malam tahun barunya untuk keluarga besar. Bukan dengan menghabiskan waktu bersama teman-teman yang entah di mana dan apa yang dilakukan.


((Bersambung...)) 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas