Chilton memarkirkan sepeda motornya di parkiran tempat wisata Ladang Budaya, Tenggarong. Ia dan Ratu harus menempuh perjalanan selama kurang lebih tiga jam melewati Bukit Soeharto untuk bisa sampai ke tempat wisata ini.
Ratu mengajak Chilton berlibur ke Ladaya yang terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara. Ladaya adalah Ladang Budaya yang memiliki banyak spot menarik untuk liburan. Selain tempatnya yang asyik, di sana juga ada banyak pertunjukan seni.
“Capek?” tanya Chilton sambil membuka helmnya.
“Lumayan,” jawab Ratu sambil tersenyum. Ia melepas helm dari kepalanya dan memperbaiki posisi tas ranselnya.
Chilton tersenyum. Ia mengusap kepala Ratu dan merangkulnya masuk ke dalam tempat wisata. Sebelum masuk, mereka harus mengantri untuk membeli tiket terlebih dahulu. Kemudian masuk menyusuri koridor yang dihiasi oleh miniatur kereta api yang merupakan outlet penjualan makanan dan minuman.
Chilton membeli beberapa minuman dan cemilan. Kemudian mereka duduk beristirahat di kursi yang telah disediakan.
“Chil, kenapa kamu ngajak ke sini? Tempat ini kan jauh,” tanya Ratu.
“Aku belum pernah ke sini. Kamu pernah ke sini?” tanya Chilton balik.
Ratu menggelengkan kepalanya.
Chilton tersenyum kecil. Ia melipat kedua tangannya di dada dan menyandarkan kepala ke dinding.
“Capek?” tanya Ratu.
Chilton menganggukkan kepala.
Ratu menghela napas panjang. “Seharusnya kita nggak jalan sejauh ini.”
“Nggak papa.” Chilton menoleh ke arah Ratu sambil tersenyum.
“Oke. Kalo gitu aku jalan-jalan dulu. Kamu istirahat di sini!” pinta Ratu.
Chilton menganggukkan kepala dan membiarkan Ratu berkeliling sendiri sambil berfoto selfie sesukanya. Ia memilih untuk memejamkan mata sejenak karena perjalanan memang lumayan membuatnya lelah.
“Chil ...! Ayo kita ke atas sana!” ajak Ratu sambil menarik lengan Chilton.
Chilton terkejut, terpaksa ia harus menuruti permintaan Ratu.
“Wah, ternyata di atas ada cafe. Kamu laper, nggak?” tanya Ratu pada Chilton.
“Boleh. Kita makan dulu.”
Ratu tersenyum, ia menggandeng tangan Chilton menaiki anak tangga yang lumayan panjang. Ia terus mengedarkan pandangannya pada setiap sudut area yang ia lewati. Mulai dari arena permainan anak-anak, kandang satwa, villa yang bisa di sewa. Semuanya tertata rapi dan indah.
“Aku tunggu sini! Kalo kamu mau keliling, keliling aja!” pinta Chilton saat ia sudah ada di cafe dan memesan satu cangkir kopi hangat.
“Nggak asyik dong kalo keliling sendirian,” rengek Ratu.
“Aku capek!” sahut Chilton sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
“Kalo gitu, kenapa ngajak ke sini?”
Chilton bergeming.
Ratu menghela napas. Ia tetap duduk menunggu Chilton bangkit dari tempat duduknya.
Enam puluh menit kemudian ...
Ratu menghela napas sambil menatap jam yang ada di layar ponselnya. “Chil, kita udah satu jam duduk diam di sini.”
“Kalo mau keliling ya keliling aja!” pinta Chilton.
“Kamu nggak mau lihat-lihat? Katanya belum pernah ke sini?”
Chilton menghela napas. “Oke.” Ia bangkit dari tempat duduknya dan langsung membayat makanan dan minuman yang sudah mereka pesan sebelumnya. Mereka bergegas keluar dan berjalan menuruni anak tangga.
“Chil, ada flying fox tuh!” ucap Ratu sambil menunjuk arena flying fox. “Cobain yuk!” ajak Ratu.
Chilton tersenyum dan menuruti keinginan Ratu. Ratu mencoba semua wahana dan permainan yang ada di Ladaya. Ia merasa sayang sekali kalau tidak mencoba semua permainan dan berkeliling ke semua tempat.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam empat sore dan Chilton mengajak mereka kembali ke kota Balikpapan.
“Rasanya, nggak bosen biar seharian di sini,” tutur Ratu saat mereka sudah ada di pintu keluar.
“Suka?” tanya Chilton sambil tersenyum kecil.
Ratu menganggukkan kepala. Ia merasa bahagia karena Chilton memperlakukannya begitu istimewa. Chilton menuruti semua keinginan Ratu. Ratu sama sekali tidak keluar uang sepeserpun untuk membiayai liburan mereka.
“Chil, orang tua kamu kerja apa?” tanya Ratu saat ia sudah sampai di depan asramanya. Ia berusaha mencari tahu kondisi keuangan keluarga Chilton.
“Kenapa tanya kerjaan orang tua?”
“Nggak papa. Pengen tahu aja.”
Chilton tersenyum kecil. “Masuk gih! Udah malam dan belum mandi.”
Ratu tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Chilton balas tersenyum.
“Makasih ya! Udah ngajak liburan hari ini,” tutur Ratu.
Chilton menganggukkan kepalanya.
“Aku masuk dulu!” pamit Ratu. Ia bergegas masuk ke dalam asrama.
Chilton langsung menyalakan mesin motor dan kembali ke asramanya.
***
Ratu tersenyum sambil menatap tas pemberian dari Chilton. Chilton memang tidak pernah mau mengatakan latar belakang keluarganya. Tapi, ketika ia menerima hadiah tas mahal. Ia merasa lebih tenang karena ia yakin kalau kondisi keuangan keluarga Chilton cukup baik. Ia ingin hubungannya dengan Chilton terus membaik.
Ratu menyalakan ponselnya dan menelepon Chilton.
“Halo, Sayang!” sapa Ratu begitu panggilan teleponnya tersambung.
“Ada apa?” tanya Chilton.
“Nggak papa. Kangen aja,” jawab Ratu sambil tersenyum lebar.
“Bukannya tadi baru ketemu?”
“Emangnya kamu nggak kangen?” tanya Ratu manja.
“Nggak usah kayak anak kecil gitu. Besok juga ketemu di kampus.”
“Hehehe. Oke,” sahut Ratu. “Kamu lagi apa?”
“Mau berangkat ngajar.”
“Kamu masih ngajar di tempat les bareng Dela itu?” tanya Ratu.
“Iya. Kenapa?”
“Nggak papa. Hati-hati ya! Yang rajin ngajarnya!”
“Iya.”
“Bye ...!” Ratu langsung mematikan sambungan teleponnya. Ia menoleh ke arah Belvina yang baru saja memasuki kamar.
“Hai, Bel ...!” sapa Ratu sambil tersenyum manis.
Belvina mengernyitkan dahi. Ia menatap curiga ke arah Ratu karena menyapanya begitu manis. Tak seperti biasanya.
“Ah, kamu jangan salah sangka sama aku!” tutur Ratu. “Suasana hatiku lagi bagus. Jadi, aku lagi nggak mau berantem sama kamu.”
Belvina tersenyum kecil menanggapi ucapan Ratu. Ia tetap saja menyimpan rasa curiga melihat Ratu yang tersenyum sendiri sambil memainkan ponselnya.
***
Del, hari ini kamu ada acara nggak?” tanya Belvina saat jam istirahat.
“Hmm ... belum ada, sih. Kenapa?”
“Kita rayain tahun baru bareng. Gimana?”
“Mmh ... boleh. Mau rayain di mana?” tanya Delana.
“Di rumah kamu aja, gimana?”
“Ivona bisa?”
Belvina menghela napas kecewa. “Dia udah ada acara sama keluarganya.”
“Uh, cup ... cup... cup!” ucap Delana sambil menepuk-nepuk pundak Belvina. “Kita rayain malam tahun baru di rumahku. Barbeque?” ucap Delana sambil memainkan alisnya.
“Bener ya!”
Delana menganggukkan kepala.
“Kalo gitu, pulang kuliah kita keluar beli bahan-bahannya. Gimana?”
“Bisa. Jam berapa?” tanya Delana.
“Jam lima sore. Gimana?”
“Boleh.” Delana mengangguk-anggukkan kepala.
“Sip deh! Ke kantin yuk!” ajak Belvina.
“Ayo!”
Tiba-tiba ponsel Delana berdering. Ia langsung merogoh ponsel yang ia simpan di dalam saku jasnya.
“Dhanuar!?” Ia terkejut melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
“Dhanuar? Siapa?” tanya Belvina menatap Delana.
Delana tersenyum. “Sepupuku.”
Belvina memutar bola matanya. Ia merasa kalau rencananya merayakan tahun baru bersama Delana akan gagal.
“Halo ...!” sapa Delana begitu teleponnya tersambung.
“...”
“Eh!?” Delana menatap wajah Belvina. “Iya.”
Delana langsung mematikan teleponnya. Ia meringis ke arah Belvina.
“Kenapa?” tanya Belvina.
“Hehehe. Pulang kuliah disuruh ke rumah Paman. Dhanuar mau jemput aku. Katanya mau ngerayain tahun baru bareng keluarga besar,” tutur Delana berhati-hati.
“Sorry ...!” ucap Delana sambil menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada.
Belvina menghela napas. “Aku sudah menduga kalo bakal ngelewatin malam tahun baru sendirian lagi,” ucap Belvina sambil berteriak histeris.
“Sst ...!” Delana menempelkan jari telunjuknya di bibir Belvina. “Jangan teriak-teriak kayak anak kecil gini!”
“Kamu nggak ngerti perasaan aku!?” Belvina terisak tanpa mengeluarkan air mata.
Delana menghela napas sambil menatap tajam ke arah Belvina. “Sejak kapan kamu jadi manja kayak gini? Ketularan Ratu?” dengus Delana.
“Eh!?” Belvina menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Kamu pikir aku nggak tahu setiap tahun kamu menghabiskan malam tahun baru di mana?” tanya Delana sambil melipat kedua tangannya di dada.
“Aku ... Cuma pengen bisa ngabisin malam tahun baru bareng kamu.”
“Nggak usah ngegombalin aku!?”
“Hmm ... Okelah. Aku bakal pulang!” seru Belvina.
“Nah, gitu, dong! Keluarga kamu pasti senang lihat kamu pulang,” tutur Delana sambil menepuk pundak Belvina. “Jadilah puteri yang cantik dan baik.”
Belvina tersenyum. Ia sepertinya memang harus pulang ke rumahnya seperti biasa. Sebenarnya, ia bermaksud menemani Delana melewati malam tahun baru karena ia tahu kalau ayah Delana tidak pulang ke rumah. Tak disangka kalau ternyata ia justru berkumpul bersama keluarga besarnya.
“Bel, jangan sedih gitu!” pinta Delana saat melihat wajah Belvina murung. “Aku janji, setelah malam tahun baru kita barbeque-an di rumahku. Gimana?” tanya Delana sambil menatap wajah Belvina.
Belvina balas menatap Delana. Ia berpikir sejenak. “Aku rasa nggak terlalu buruk,” sahutnya sambil tersenyum.
Delana tersenyum. Mereka bergegas untuk menikmati makan siang di kantin kampus.
“Jam berapa dijemput sama Dhanu?” tanya Belvina.
“Bentar lagi katanya,” jawab Delana.
“Apa? Kita masih ada satu mata kuliah lagi. Mau bolos?” Belvina mendelik ke arah Delana.
“Hehehe.”
“Ckckck.” Belvina menggeleng-gelengkan kepala.
“Halah, yang penting nggak ada ujian mah santai aja. Kalo ada yang nanya, bilang aja aku ada urusan keluarga.”
“Oke.” Belvina menganggukkan kepalanya.
Delana tersenyum manis menatap sahabatnya itu.
“Kayaknya, cuma aku doang yang rajin masuk kuliah,” tutur Belvina.
Delana hanya meringis mendengar ucapan Belvina. Sejak dulu, Delana memang malas belajar. Tapi, ia selalu bisa mendapat nilai baik sekalipun sering tidak masuk sekolah.
“Del ... lihat!” Belvina menyikut lengan Delana sambil melirik ke arah Ratu dan Chilton yang sedang makan bersama.
“Idih, biar aja!” sahut Delana. Ia hanya menoleh sejenak kemudian kembali fokus melahap makanannya.
“Menurut kamu, si Ratu itu tulus nggak sih sama Chilton?” tanya Belvina.
“Mmh ...” Delana memutar bola matanya. “Maybe yes, maybe no!”
“Kamu ingat nggak sih? Waktu itu si Ratu ngobrol sama cowok di asrama lama banget?”
Delana mengernyitkan dahinya. “Yang mana ya?”
“Astaga! Masa nggak ingat?”
Delana mengusap-usap kening, ia berusaha mengingat kejadian yang diceritakan oleh Delana.
“Aha, aku ingat!” teriak Delana sambil memukul meja. Membuat semua mata memandang ke arahnya. Ia tersenyum kecil sambil menatap semua siswa yang memandangnya.
“Nggak usah ngagetin juga kali,” celetuk Belvina.
“Hehehe.” Delana meringis.
“Jadi, menurut kamu gimana?” bisik Belvina.
“Apanya?”
“Nggak usah pura-pura bego!” tutur Belvina gemas sambil menjitak kepala Belvina.
“Sakit, Bel!”
“Ya udah, jawab!”
“Aku nggak bisa jawab.”
“Emang susah banget pertanyaanku?”
“Susah! Susah banget! Lebih susah dari tesis.”
“Gaya banget!” Belvina menoyor kepala Delana. “Kayak udah pernah ngerjain tesis aja?”
Delana meringis.
“Del, itu mobil siapa? Keren banget!” Belvina menunjuk mobil Porshce 911 Carrera S berwarna putih yang baru saja memasuki gerbang kampus.
Delana menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Belvina. “Dhanu? Astaga! Dia udah datang!” seru Delana. Ia buru-buru memasukkan ponsel ke dalam tas dan bangkit dari tempat duduknya.
“Mau pergi sekarang?” tanya Belvina.
Delana menganggukkan kepala. Ia menatap jus alpukat miliknya yang belum habis. Dengan cepat ia menyeruput jus tersebut dan bergegas pergi menghampiri Dhanuar.
Kedatangan Dhanuar telah menarik perhatian semua orang. Selain kaya, Dhanuar juga sangat tampan. Hampir semua mahasiswi tertegun melihat Dhanuar yang baru saja keluar dari dalam mobil. Ia terlihat sangat tampan kemeja putih dan kacamata hitamnya yang khas.
“Astaga! Ganteng banget! Dia siapa?” bisik beberapa mahasiswi yang kebetulan melihat kedatangan Dhanuar.
“Pangeran dari kerajaan mana?”
“Jadi pacarnya yang ke sepuluh juga mau!”
“Mobilnya juga keren banget! Pasti orang kaya.”
Hampir semua penghuni kampus membicarakan cowok tampan berkulit putih yang baru saja keluar dari dalam mobil Porsche seharga milyaran rupiah itu. Dhanuar Aubrey adalah anak dari Kamoga Aubrey atau Paman Kam. Paman Kam adalah kakak kandung ayah Delana, Harun Aubrey.
Delana melangkahkan kakinya menghampiri Dhanuar sambil tersenyum.
Dhanuar tersenyum melihat wajah adik sepupunya yang kini telah tumbuh dewasa. Ia langsung memeluk erat tubuh Delana.
“Hei, jangan lama-lama peluknya!” pinta Delana sambil melepas lengan Dhanuar dari pinggangnya.
“Kamu nggak kangen sama cowok paling tampan di dunia ini?” tanya Dhanuar penuh percaya diri.
“Ya, ya, ya.” Delana mengangguk-anggukkan kepala. “Cowok tampan yang playboy!” dengus Delana.
Dhanuar tertawa. Ia merangkul kepala Delana. “Karena ketampanan cowok diukur dari berapa banyak cewek yang bisa ditaklukan,” bisik Dhanuar.
“What!?” Delana mendelik ke arah Dhanuar.
Dhanuar tersenyum sambil memainkan alisnya. “Ayo, masuk!” Ia menarik tubuh Delana untuk masuk ke dalam mobil.
Setelah menutup pintu mobil untuk Delana. Dhanuar mengedarkan pandangannya ke mahasiswi yang berkerumun melihatnya. Ia memberikan ciuman jauh dan melambaikan tangan. Kemudian bergegas masuk ke dalam mobil dan melajukan kendaraannya.
“Kamu tahu, besok akan ada gosip di kampus kalau aku gonta-ganti cowok,” tutur Delana saat ia sudah ada di dalam mobil.
“Oh, ya? Apa kamu mau nyaingin aku?” tanya Dhanuar tanpa menoleh ke arah Delana, ia tetap fokus mengemudi.
“Idih, ogah!” Delana mengedikkan bahunya.
“Terus? Atas dasar apa mereka gosipin kayak gitu?”
“Kemarin, Alan dateng ke kampus. Dia meluk aku, cium keningku di depan semua orang dan manggil aku dengan kata ‘sayang’. Seisi kampus udah heboh gara-gara itu. Apa kamu pikir, hari ini nggak akan heboh lagi karena aku dijemput sama cowok yang beda?”
Dhanuar tertawa kecil.
“Kenapa ketawa?”
“Bilang aja si Alan adik kamu dan aku kakak kamu. Repot amat!”
“Masalahnya, nggak ada yang nanya. Semua udah berpersepsi kalo Alan itu cowokku.”
“Kamu diam aja?”
Delana menganggukkan kepala.
“Yah, nggak papa. Lagian, kamu seharusnya bangga punya pacar seperti aku atau Alan. Ganteng, kaya, perhatian dan dikejar banyak cewek. Kamu beruntung karena punya banyak saudara tampan dan kaya,” tutur Dhanuar sambil tersenyum bangga.
Delana menghela napas. “Karena dari semua saudara ayah. Cuma aku anak perempuan satu-satunya. Jelas aja sepupuku tampan semua. Nggak ada yang cantik.”
“Bener banget! Kamu kalo ngomong kadang suka bener.”
“Dhanu ...!” Delana mendelik ke arah Dhanu.
“Ehem ... iya.” Dhanuar memperbaiki posisi duduknya.
“Eh, Bryan gimana?” tanya Delana saat teringat adiknya.
“Tenang, udah dijemput sama Alan di sekolahnya.”
“Oh ya?” Delana mengelus dada dan bernapas lega. “Syukurlah.”
Dhanuar tersenyum, mereka terdiam beberapa saat.
“Del, kamu udah punya pacar apa belum?” tanya Dhanuar.
Delana menggelengkan kepala.
Dhanuar memerhatikan Delana dari ujung rambut sampai ujung kaki. “Aku rasa penampilan kamu sudah lebih baik. Kenapa masih nggak ada cowok yang suka sama kamu?”
Delana mengerutkan hidungnya menatap ke arah Dhanuar. “Bukan nggak ada yang mau sama aku. Aku aja yang nggak demen sama mereka!”
“Aha, aku tahu. Kamu pasti ketulahan karena terlalu banyak nolak cowok,” ucap Dhanuar sambil tertawa lebar.
Delana berkacak pinggang dan langsung menyerang Dhanuar.
“Del, jangan! Aku lagi nyetir, ntar nabrak,” pinta Dhanuar berusaha meloloskan diri dari pukulan Delana.
Delana menghentikan aksinya. Ia melipat kedua tangannya di dada. “Kamu belum ngerasain ketulahan karena terlalu banyak mainin cewek?” dengusnya.
Dhanuar tertawa kecil. “Aku nggak pernah mainin cewek. Lagian, aku nggak suka beneran sama mereka. Mereka aja yang kegatelan ngejar-ngejar aku. Zaman sekarang, mana ada kucing yang nolak dikasih ikan. Apalagi ikannya masih segar,” tutur Dhanuar dengan wajah bahagia.
“Ikan masih segar?” Delana mengerutkan keningnya. Ia kemudian menggeleng-gelengkan kepala. “Sinting!” gumamnya.
“Apa? Kamu bilang apa barusan?”
“Nggak bilang apa-apa,” jawab Delana.
Dhanuar tersenyum dan langsung melajukan mobilnya menuju rumahnya yang berada di kawasan Mediterania.
***
“Chil, aku boleh tanya sesuatu?” tanya Ratu saat ia makan bersama Chilton di kantin kampusnya.
“Tanya aja!”
Ratu melirik Delana dan Belvina yang duduk di meja makan. Jarak mereka lumayan jauh dan Delana tidak mungkin mendengar pembicaraan mereka.
“Mmh ... waktu kamu deket sama Dela, sering makan di luar bareng?” tanya Ratu.
Chilton menggelengkan kepala.
Ratu tersenyum lega karena tahu kalau ternyata hubungan Chilton dan Delana tak terlihat mesra seperti rumor yang beredar.
“Dia pintar masak. Jarang makan di luar,” tutur Chilton.
Ratu mengangkat kedua alisnya. “Apa itu artinya ...?”
“Dia sering masak buat aku,” sahut Chilton sambil tersenyum.
“Uhuk ... uhuk ... uhuk ...!” Ratu tersedak mendengar ucapan Chilton.
“Kenapa? Makan pelan-pelan!” Chilton menyodorkan air minum ke arah Ratu.
“Nggak papa,” jawab Ratu sambil meminum air dan mengusap mulutnya.
Chilton tersenyum. “Kenapa? Cemburu?” tanya Chilton.
Ratu menatap wajah Chilton. “Apa sepasang kekasih yang cemburu itu bukan hal yang wajar?”
Chilton tersenyum kecil. Ia meraih tangan Ratu dan menggenggamnya. “Yang jadi pacarku itu kamu. Ngerti kan artinya?”
Ratu menganggukkan kepala. “Tapi, aku nggak pernah masak buat kamu.”
“Nggak masalah.”
Ratu tersenyum karena Chilton sangat mengerti dirinya.
Chilton mengelus pundak Ratu. Mereka menoleh ke arah Delana yang tiba-tiba berlari terburu-buru keluar dari kantin.
Ratu terus mengikuti langkah Delana sampai ia ke pintu gerbang dan menghampiri cowok keren yang baru saja masuk ke halaman kampus. Mata Ratu membelalak saat melihat Delana dan cowok tampan itu berpelukan.
“Dia dijemput sama cowok lain lagi?” tutur Ratu sambil menatap wajah Chilton.
“Biar aja,” sahut Chilton datar. Ia sama sekali tak ingin melihat pemandangan itu, tapi kali ini ia melihatnya sendiri. Ia tak bisa berkata apa-papa, hanya melanjutkan makannya dan tak ingin menoleh ke arah Delana sedetikpun.
Ratu menghela napas. Ia kembali memerhatikan Delana yang memasuki mobil cowok tampan itu.
“Dari kemarin Delana dijemput sama cowok-cowok ganteng pakai mobil. Berarti, cowok-cowok Dela pasti orang kaya,” batin Ratu. Matanya silau melihat mobil Porsche berharga milyaran rupiah yang menjemput Delana.
Ratu melirik Chilton yang ada di depannya. Ia merasa kehilangan harapan karena pacarnya hanya mengendarai sepeda motor. Sedangkan cowok yang dekat dengan Delana semuanya mengendarai mobil pribadi. Ia berpikir bahwa tanda orang kaya adalah mengendari mobil mewah dan mahal.
Diam-diam Chilton memerhatikan Ratu yang tak berkedip melihat adegan Delana dan cowok itu. Ia melihat lewat ekor matanya saat mobil mewah itu keluar dari pintu gerbang. Ia merasakan hal aneh begitu tahu kalau Delana terus-menerus berganti cowok di depan matanya.
Ia pikir, Delana adalah sosok wanita yang baik dan setia. Tapi ia sudah salah menilai Delana. Saat ia mulai menyukai gadis itu. Gadis itu justru membuatnya kecewa dan sakit hati.
Ada hal yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ada hal yang tak bisa diperlihatkan dengan sikapnya. Jauh di dalam hati kecilnya, ia masih merindukan saat-saat Delana memperlakukan dirinya begitu istimewa. Menemaninya melewati banyak hari, memanjakan dan mengajarkan arti tersenyum pada banyak orang.
“Chil ...!” panggil Ratu sambil menepuk tangan Chilton.
“Eh!?” Chilton gelagapan karena ia tak menyadari kalau ia sedang memikirkan Delana.
“Kamu ngelamunin apa sih? Dari tadi dipanggil nggak nyahut,” tutur Ratu kesal.
“Nggak ada.”
“Chil, apa kamu pikir aku ini bodoh banget? Sampe gak bisa bedain orang yang lagi ngelamun sama enggak?”
Chilton menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Aku mikirin ujian.”
Ratu mengangkat kedua alisnya. “Kamu ada ujian?” tanyanya serius sambil melipat kedua tangannya di atas meja.
Chilton menganggukkan kepala.
“Oh. Kamu pasti bisa melewatinya dengan mudah,” ucap Ratu sambil tersenyum.
Chilton menganggukkan kepala. Ia menyeruput minuman yang tinggal sedikit.
“Apa kamu nggak ada waktu malam ini?” tanya Ratu.
Chilton menatap Ratu sejenak dan langsung menggelengkan kepala.
“Chil, ntar malam kan malam pergantian tahun. Apa kamu bener-bener Nggak bisa ngerayain bareng aku?”
“Nggak bisa.”
“Kenapa?”
“Aku banyak tugas.”
Ratu menghela napas. “Oke.”
Chilton tersenyum kecil sambil menatap Ratu. Ia melipat kedua tangannya di dada. Ia sudah memutuskan kalau ia akan menghabiskan malam tahun baru bersama mamanya.
Chilton mengeluarkan ponsel dari sakunya.
“Ma, sore ini aku pulang.” Chilton mengirim pesan singkat pada mamanya. Ia berharap mamanya juga punya banyak waktu untuk menghabiskan malam pergantian tahun bersamanya.
“Aku balik duluan!” pamit Chilton sambil bergegas pergi meninggalkan Ratu.
“Loh? Tungguin!” seru Ratu. Ia buru-buru mengikuti langkah Chilton.
((Bersambung...))
.png)
0 komentar:
Post a Comment