Saturday, October 18, 2025

THEN LOVE BAB 45 : TAS MAHAL UNTUK RATU

 


“Del, mau ke mana?” tanya Belvina melihat Delana yang sudah bangkit lebih dulu saat jam istirahat.

“Mmh ...” Delana memutar bola matanya. “Ke toilet. Mau ikut?”

“Ogah! Kirain mau ke kantin.”

Delana meringis. Ia langsung bergegas keluar sambil melambaikan tangan ke arah Belvina.

Delana melenggang dengan ceria menyusuri koridor. Hari ini, ia merasa lebih baik. Mungkin, dengan menerima kenyataan kalau Chilton selamanya akan menjadi teman baik bisa membuat hatinya lebih tenang dan bahagia.

Delana menaiki anak tangga menuju ke kelas Chilton. Tapi, kelas itu sudah kosong dan tak ada siapa pun di sana. Chilton jarang sekali keluar kelas. Kalau ia sudah datang ke kelasnya terlebih dahulu, seharusnya masih ada dia di dalam kelas.

Delana menghela napas kecewa karena tak bisa menemukan Chilton. Mungkin saja cowok itu sedang berjalan-jalan bersama pacarnya yang cantik. Ia kemudian keluar dari kelas. Matanya tertuju pada sudut bangunan, di sana ada balkon yang menghadap ke taman kampus. Ia tersenyum dan melangkahkan kaki perlahan-lahan menuju balkon.

Delana tersenyum sambil menyandarkan tubuhnya di pagar balkon. Ia menopang dagunya sambil menatap taman yang ada di depannya. Baru kali ini ia berdiri di sini. Ia bisa melihat semua orang yang beraktivitas di taman. Bunga-bunga yang bermekaran dengan indah dan penuh warna. Di sana, Delana biasa duduk di kursi taman menunggu Chilton untuk sarapan pagi.

Delana merentangkan tangan sambil memejamkan mata. Ia mengingat masa-masa indah saat menghabiskan waktunya bersama Chilton.

“Aku rindu waktu itu. Andai aja kamu nggak nolak aku, pasti sampai sekarang kita masih duduk di sana. Sarapan bareng, bercanda bareng. Setiap hari aku selalu semangat bangun pagi cuma pengen bisa nyiapin sarapan buat kamu setiap hari. Tapi ... sekarang aku udah nggak bisa kayak dulu lagi. Kamu udah jadi pacarnya Ratu. Pasti selalu disiapin sarapan spesial setiap pagi. Beruntung banget jadi Ratu. Udah cantik, populer dan punya pacar ganteng, ” tutur Delana sambil tersenyum.

Delana mengedarkan pandangannya. Matanya melotot saat menangkap sosok bertubuh tinggi yang berdiri di ujung balkon sambil menatapnya.

“Udah di sini dari tadi?” tanya Delana.

Chilton tersenyum. “Menurutmu?”

“Hmm ...” Delana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Ngapain ke sini? Bukannya kelas kamu di bawah?” tanya Chilton.

“Eh ... oh ... eh, aku ke sini nyari kamu.”

Chilton menaikkan alisnya. “Oh, ya?” Ia melangkah mendekati Delana.

“Stop!” seru Delana sambil mengangkat telapak tangannya ke depan dada. Ia mundur dua langkah dan berkata, “jangan dekat-dekat!”

Chilton menahan melihat sikap Delana. “Apa kamu sudah pacar? Jadi, jaga jarak sama aku?”

“Eh!? Yang bener, kamu yang sudah punya pacar,” sahut Delana sambil tersenyum.

Chilton tersenyum kecil. “Ada apa cari aku?”

“Aku mau kasih sedikit saran buat hubunganmu,” jawab Delana.

“Saran?”

“Kemarin, terjadi kegaduhan di asrama karena Ratu ketahuan beli tas palsu.”

“Palsu?” Chilton mengernyitkan dahinya.

“Dia bilang tas itu hadiah dari kamu.”

“Hah!?”

Delana tersenyum. “Emang bener itu tas dari kamu?”

“Aku baru berencana ngasih.”

Delana menahan tawa.

“Kenapa ketawa?”

“Eh!? Aku nggak ketawa,” sahut Delana.

Chilton menggigit bibir bawahnya. “Saranmu?”

“Kamu bisa ngasih dia hadiah tas bermerk di hari jadian kalian yang ke seratus,” jawab Delana sambil tersenyum. Ia merogoh ponsel di sakunya. “Aku udah kirim website toko online untuk tas-tas bermerk. Kamu bisa pilih sendiri buat kasih hadiah ke Ratu,” tutur Ratu sambil tersenyum. Ia kembali meletakkan ponsel di sakunya.

Chilton menyalakan ponsel dan membuka pesan dari Delana. “Makasih!”

Delana tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

Mereka terdiam beberapa saat.

“Kamu apa kabar?” tanya Chilton.

“Baik.”

Delana merasa kalau pertemuannya dengan Chilton kali ini masih terasa canggung. Ia tidak tahu harus membicarakan apa lagi.

“Mmh ... aku balik ke kelas dulu, ya!” pamit Delana.

Chilton menganggukkan kepala.

Delana tersenyum dan bergegas melangkahkan kaki meninggalkan Chilton.

“Del ...!” panggil Chilton.

Delana membalikkan tubuhnya menatap Chilton. “Ya.”

“Makasih, ya!”

Delana tersenyum kecil dan menganggukkan kepalanya. Ia membalikkan tubuhnya dan bergegas meninggalkan Chilton.

 

***

“Kamu dari mana?” tanya Belvina.

“Eh!?” Delana menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Dari ruang dosen.”

“Ngapain? Ada masalah sama mata kuliah kamu?” tanya Belvina.

“Eh!? Nggak ada.”

“Terus? Ngapain ke sana?” tanya Belvina.

“Kepo!” dengus Delana.

“Oh, jadi sekarang mulai main rahasia-rahasiaan ya?” tanya Belvina.

“Apa kamu pikir ada rahasia antara pertemuan dosen dan murid?” tanya Delana balik.

“Yah, karena aku tahu kalau ruangan dosen bukan di lantai dua,” jawab Belvina sambil tersenyum.

Delana membelalakkan matanya. “Kamu tahu darimana aku di lantai dua?” tanya Delana berbisik.

Belvina tersenyum sambil memainkan jemari tangannya di pipi.

Delana menghela napas. “Aku ketemu sama Chilton,” tuturnya perlahan sambil melihat keadaan sekitar untuk memastikan tidak ada murid lain yang akan mendengar pertanyaan mereka.

“Nah, kan?”

“Aku cuma mau ngasih tahu dia supaya beliin tas mahal buat pacarnya itu. Dia itu kan payah banget!” tutur Delana.

Belvina tertawa kecil. “Terus? Dia terima saran dari kamu?”

Delana menganggukkan kepalanya.

“Mmh ... aku rasa dia masih mau dengerin kata-katamu,” tutur Belvina.

Delana menggangguk. “Aku ngerasa berteman lebih baik. Aku senang bisa lihat dia bahagia.”

“Bagus, deh. Berarti udah nggak ada nangis-nangis lagi ya!”

Delana tersenyum. “Tenang aja! Masih ada banyak cowok ganteng di dunia ini.”

Belvina tertawa lebar. “Awas ya kalo masih jomblo aja!”

“Apa bedanya sama kamu?” dengus Delana.

“Aku jomblo karena pengen dapetin cowok yang tepat. Cowok yang bener-bener sayang sama aku,” sahut Belvina.

Delana tersenyum. “Eh, si Ivo masuk kuliah atau nggak hari ini?”

“Masuk. Tadi di kantin bareng aku,” jawab Belvina.

Delana langsung bangkit dari tempat duduknya.

“Mau ke mana?” tanya Belvina.

“Ada perlu sama dia sebentar.”

“Aku ikut!”

Delana menghentikan langkahnya. “Mmh ... nggak jadi.”

“Kenapa?”

“Lima menit lagi dosen masuk.”

Belvina melihat jam yang ada di ponselnya. “Iya ya?”

“Nanti aja kalo udah pulang kuliah!”

Belvina tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

 

***

 

Chilton mondar mandir di dalam kamar asramanya. Ia masih tidak mengerti bagaimana caranya belanja online terlebih situs yang diberikan Delana adalah situs internasional. Ia juga tidak mengerti cara memilih tas yang baik.

Chilton menyalakan layar ponselnya dan langsung menelepon Zoya.

“Zoy, kamu di mana?” tanya Chilton.

“Aku lagi di Jakarta. Kenapa, Chil?” tanya Zoya.

“Oh. Nggak papa. Aku kira kamu di sini.”

“Ada apa? Cerita aja?”

“Nggak ada apa-apa. Cuma mau main ke rumahmu aja.”

“Oh. Dua minggu lagi aku baru balik ke Balikpapan,” tutur Zoya.

“Iya. Good luck!” ucap Chilton dan langsung mematikan sambungan teleponnya.

Chilton mengetuk-ngetuk dahinya. “Siapa yang bisa bantu aku ya?” gumamnya.

“Attala nggak mungkin. Seleranya dia nggak terlalu tinggi.” Chilton mulai berbicara sendiri di dalam kamarnya.

Chilton terus berpikir. Ia tidak punya banyak teman dekat. Ia memeriksa kontak yang ada di ponselnya. Matanya kemudian tertuju pada nama “Hesa Inc” yang ia simpan di kontaknya. Ia langsung menekan nama kontak tersebut dan meneleponnya.

Beberapa kali menelepon, tak juga diangkat oleh Hesa. Chilton akhirnya menyerah dan merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Beberapa menit kemudian, ponselnya berdering. Chilton langsung menjawab panggilan begitu tahu kalau yang menelepon adalah Hesa.

“Halo ...!” sapa Chilton.

“Sorry, masih makan sama cewekku! Ada apa?” tanya Hesa.

“Aku butuh bantuanmu,” jawab Chilton.

“Apa itu?”

“Kamu di mana sekarang?”

“Masih di jalan.”

“Berapa menit lagi sampe rumah?” tanya Chilton.

“Tiga puluh menit.”

“Oke. Tiga puluh menit lagi aku sudah ada di depan rumahmu.”

“Oke.”

Chilton langsung mematikan sambungan teleponnya.

Beberapa menit kemudian, ia bergegas keluar dari kamar dan melajukan sepeda motornya menuju rumah Hesa.

Chilton menghentikan sepeda motornya tepat di depan rumah Hesa saat mobil Hesa memasuki halaman rumahnya.

Chilton turun dari motor dan langsung masuk ke pintu gerbang rumah Hesa.

“Hei, gimana kabarnya?” sapa Chilton saat Hesa turun dari mobil.

“Baik. Kamu gimana?” tanya Hesa sambil merangkul pundak Chilton.

“Baik juga. Gimana Auckland?” tanya Chilton balik.

“Menyenangkan!”

“Banyak cewek-cewek cantik?”

“Cantik dan seksi,” sahut Hesa sambil tersenyum bahagia.

Chilton balas tersenyum.

“Ayo masuk!” ajak Hesa sambil merangkul Chilton.

“Perlu bantuan apa?” tanya Hesa saat mereka sudah ada di dalam rumah.

“Aku mau tanya, hadiah yang cocok buat cewek kayak gimana, ya?”

Hesa mengernyitkan dahinya. “Udah punya pacar?”

Chilton hanya tersenyum mendengar pertanyaan Hesa.

“Kamu mau ngasih hadiah apa?”

“Aku udah nanya sama temen cewek, dia nyaranin kasih tas yang bermerek. Aku udah dikasih webnya sama dia. Tapi, aku nggak paham gimana cara belanjanya,” jelas Chilton.

“Klik aja link yang dia kirim!” perintah Hesa.

“Udah, Hes. Tapi aku masih nggak paham.”

“Nggak paham di bagian mananya?” tanya Hesa.

“Nggak paham milih sama bayarnya,” jawab Chilton sambil meringis.

“Aha, kalo soal milih barang buat cewek, serahin ke aku!” pinta Hesa. “Cewekmu orangnya kayak gimana?”

“Bentar!” pinta Chilton sambil menyalakan ponselnya. Ia mencari nama Ratu di media sosial dan menunjukkan fotonya pada Hesa.

“Cantik,” puji Hesa sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Gimana cara pesannya?” tanya Chilton.

“Sini!” Hesa menyambar ponsel Chilton dan langsung membuka situs web online untuk melihat koleksi-koleksi tas yang ada. “Pilih dulu tas mana yang kamu mau?” tanya Hesa sambil menyodorkan kembali ponsel Chilton.

“Aargh ...! Nggak paham aku mana yang disukai cewek atau enggak,” sahut Chilton.

Hesa tertawa kecil.

“Kenapa ketawa?”

“Itu tas bermerek. Tas yang paling murah sekalipun harganya tiga jutaan.”

“Astaga! Mahal banget!?”

“Itu yang paling murah. Kalo mereka jual tas harganya segitu, langsung habis dalam hitungan jam.”

“Serius?”

Hesa menganggukkan kepala.

Chilton menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

“Yang harga segitu pasti udah nggak ada. Yang paling mahal berapa?” tanya Chilton.

“Ratusan juta.”

“Serius?”

“Iya.”

“Kenapa cewek suka banget barang-barang mahal?” gumam Chilton.

“Cewekmu lumayan berkelas. Lagipula, ngasih satu tas nggak bakal ngabisin duit tabunganmu, Chil.”

“Ck, emang nggak bakal ngabisin duitku. Tapi kalo ratusan juta juga mikir,” sahut Chilton sambil menggosok-gosok dahinya.

“Hei ...! Kamu udah punya pacar. Kenapa pelit banget sama pacar sendiri?” tanya Hesa sambil menepuk-nepuk bahu Chilton.

Chilton mendesah kesal. “Ternyata pacaran ribet banget!” gumamnya.

Hesa tertawa lebar. “Kamu nggak beneran cinta sama pacar sendiri?”

“Eh!? Cintalah.”

“Kenapa masih mikir?”

“Ah!?”

“Cewek itu suka dimanja. Suka dikasih hadiah barang-barang mewah. Kalo kamu kasih barang mewah, dia bakal nempel terus sama kamu kayak besi sama magnet.”

Chilton terdiam. Ia masih memerhatikan foto-foto tas yang terpajang di website online. Baginya, semua tas yang ada di sana bagus dan dia tidak bisa memilihkan satu pun untuk kekasihnya.

Hesa tertawa kecil. Ia bangkit dan mengambil air minum di dapur untuk Chilton.

“Belum dapet?” tanya Hesa begitu kembali duduk di samping Chilton.

Chilton menggelengkan kepalanya. Ia menyodorkan ponselnya ke arah Hesa. “Carikan! Yang harganya standar aja.”

Hesa tersenyum dan meraih ponsel Chilton. Ia kemudian mencarikan model tas yang cocok untuk pacar Chilton yang cantik.

Chilton menyandarkan kepalanya di punggung sofa. Ia menatap langit-langit rumah yang tinggi dan memikirkan banyak hal yang harus ia lakukan ketika ia berpacaran dengan Ratu.

“Yang ini gimana?” tanya Hesa sambil menunjukkan layar ponsel Chilton.

Chilton menatap tas tersebut dan teringat kalau Delana pernah memakai tas dengan bentuk dan motif yang sama.

“Yang lain. Aku pernah lihat temenku pake tas model kayak gini,” tutur Chilton.

Hesa tertawa kecil. “Temen cewek?”

Chilton menganggukkan kepalaanya.

“Berkelas juga tuh temen cewekmu. Lain kali, kenalin sama aku ya!” pinta Hesa sambil memainkan alisnya.

“Eh!?”

“Tas ini, harganya sembilan puluh juta. Kalo kamu punya temen pake tas yang kayak gini. Berarti dia anak orang kaya.”

“Hah!? Sembilan puluh juta?” tanya Chilton sambil membelalakkan matanya. “Tapi, bisa aja dia pake tas yang kw. Tas model kayak gitu juga di pasar banyak. Harganya enam puluh ribuan,” celetuk Chilton.

Hesa menahan tawa mendengar ucapan Chilton.

“Kenapa ketawa?” dengus Chilton.

“Kamu punya pacar berkelas tapi seleramu payah!”

Chilton menahan kekesalan mendengar ucapan Hesa. “Nggak usah ngolok aku! Cepet carikan tasnya!”

“Mau yang harga berapa?”

“Kalo ada yang gratis.”

“Di mana ada tas bermerk gratis? Sinting!”

“Ada.” Chilton menatap Hesa. Ia tersenyum genit sambil menggoyang-goyangkan alisnya.

Hesa menatap curiga ke arah Chilton. “Ah, pasti ada maunya kalo kayak gini.”

“Nanti aku kenalin sama banyak cewek cantik. Gimana?” tawar Chilton.

“Hah, nggak! Kalo soal cewek cantik, aku lebih jago dari kamu,” tutur Hesa penuh percaya diri.

Chilton menghela napasnya. “Ya udah, carikan yang nggak lebih dari tiga puluh.”

Hesa kembali mencari di website online. “Siapa yang rekomendasiin website ini, Chil?” tanya Hesa.

“Temen.”

“Temen cewek?”

“Iya.”

“Kamu punya pacar tapi deket sama cewek lain? Parah!” tutur Hesa sambil geleng-geleng kepala.

“Nggak usah sok suci! Pacarmu aja banyak. Sok-sokan nasehatin aku.”

Hesa tergelak mendengar ucapan Chilton.

“Kenalin sama temen cewekmu yang tajir ini, ya!” pinta Hesa.

“Nggak!”

“Hah!? Kenapa?”

“Orangnya jelek.”

“Serius?”

“Iya. Kalo dia cantik, pasti udah kujadiin pacar. Dia itu jelek, hitam, gendut dan mukanya banyak jerawatnya,” tutur Chilton berbohong.

Wajah Hesa menegang begitu mendengar ucapan Chilton. Ia kemudian tersadar kalau cewek yang menyukai tas bermerek pasti punya penampilan yang sangat sempurna dan pandai merawat dirinya dengan perawatan mahal.

Hesa menatap tajam ke arah Chilton.

“Kenapa lihatin aku kayak gitu?”

Hesa mendengus tubuh Chilton dengan hidungnya. “Aku mencium aroma kebohongan.”

Chilton mengangkat kedua alisnya. “Kamu nggak percaya sama aku?”

Hesa tertawa lebar. “Chilton ... Chilton ...! Kamu kira aku bego? Kalo soal cewek mah aku sudah wisuda berkali-kali.”

“Iya. Gelarnya M.Pd,” sahut Chilton.

“Apa itu?”

“Master Playboy dunia.”

“Pinter juga kamu, ya?” tutur Hesa.

“Eh!?”

Hesa tersenyum kecil. “Kenapa nggak mau kenalin temenmu itu ke aku? Kamu naksir sama dia juga?”

“Nggak.”

“Bohong!”

“Nggak.”

“Kenapa nggak mau dikenalin ke aku?”

“Dia nggak terlalu ramah sama cowok.”

“Tapi, sama kamu deket?”

“Iya.”

“Berarti bisa juga deket sama aku. Aku pasti bisa bikin dia klepek-klepek.”

“Nggak usah!” 

“Kenapa?”

“Dia nggak cocok sama kamu.”

“Karena dia gendut?” tanya Hesa sambil tertawa kecil.

Chilton menganggukkan kepalanya.

Hesa menahan tawa. “Chil ...!” Ia menatap Chilton. “Kamu tahu, cewek yang suka barang-barang mewah kayak gini. Fisiknya nggak akan seperti yang kamu deskripsikan ke aku. Dia pasti punya uang banyak buat perawatan. Kalau pun aku mengenalnya sebagai cewek yang hitam dan gendut, aku pasti bisa mengubahnya jadi bidadari.”

Chilton menelan ludahnya. Ia mengambil gelas di atas meja dan meminumnya perlahan.

Hesa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Yang ini gimana?” tanya Hesa sambil menyodorkan ponsel Chilton.

“Berapa harganya?”

“Dua puluh satu.”

“Bungkus!”

“Punya akun Paypal?”

“Eh!? Apa itu?”

“Hadeh ...” Hesa menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kirim linknya ke aku!” pinta Hesa.

Chilton meringis dan langsung mengirimkan link pada Hesa.

“Kamu transfer uangnya ke rekeningku!” pinta Hesa.

“Iya. Berapa hari datangnya?” tanya Chilton.

“Mau yang cepet atau lama?”

“Cepet.”

“Seminggu.”

Chilton melihat kalender yang ada di ponselnya. “Pas!”

“Apanya?”

“Seminggu kan?”

“Iya.”

“Jangan sampe lebih dari seminggu, ya!” pinta Chilton.

“Pas hari ulang tahun cewekmu kah?”

Chilton tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Lebih tepatnya hari ke seratus kita jadian.”

“Oh. Selamat, ya!” tutur Hesa.

Chilton tersenyum.

“Eh, sudah lama kita nggak ketemu. Gimana kalau malam ini kita ke bar?” ajak Hesa.

“Boleh.” Chilton menganggukkan kepalanya.

“Kamu bawa motor, kah?” tanya Hesa.

“Iya.”

“Masukin motormu! Pake mobilku aja.”

“Sekarang?”

“Tahun depan!”

Chilton tertawa kecil. Ia bangkit dan langsung mengikuti perintah Hesa. Ia memasukkan sepeda motornya dan bergegas menuju bar bersama Hesa.

 

***

Seminggu kemudian, tas yang dipesankan oleh Mahesa akhrinya sampai di rumah Chilton.

Chilton tersenyum menerima paketan tersebut dan langsung mengajak Ratu untuk bertemu Kaizeki Japanese Restaurant.

“Tumben banget kamu ngajak aku makan malam di tempat kayak gini,” tutur Ratu ketika ia dan Chilton sudah duduk di dalam kursi restoran.

Chilton tersenyum. “Sesekali nggak papa kan?”

Ratu tersenyum. Ia merasa sangat bahagia karena kekasihnya itu seringkali memperlakukannya begitu istimewa dan romantis walau sikapnya sedingin salju.

“Mau makan apa?” tanya Chilton.

Ratu melihat daftar menu yang ada. “Salmon soup aja.”

“Minumnya?”

“Chocolate Rush.”

Chilton tersenyum dan langsung memesan makanan untuknya dan Ratu. Ia mengambil paper bag yang ia sembunyikan di bawah meja dan memberikannya pada Ratu.

Mata Ratu berbinar menatap paper bag yang ada di atas meja. “Ini buat aku?” tanyanya.

Chilton menganggukkan kepala.

“Mmh ... aku nggak ulang tahun. Kenapa ngasih hadiah?”

“Dela nyuruh aku buat ngasih hadiah ini ke kamu di hari jadian kita yang ke seratus.”

“Hah!? Serius? Dia baik banget!” seru Ratu.

Chilton mengernyitkan dahi mendengar ucapan Ratu.

“Hehehe.” Ratu meringis menatap Chilton. “Kamu ingat sama hari jadian kita?”

Chilton menganggukkan kepalanya.

Ratu bangkit dari tempat duduknya dan langsung memeluk Chilton dari belakang.

“Udah, jangan berlebihan kayak gini!” pinta Chilton sambil mengelus lengan Ratu.

“Makasih!” ucap Ratu sambil mengecup pipi Chilton. Ia langsung kembali ke tempat duduk dan membuka paper bag dengan merk ternama itu.

“Wow ...! Ini tas asli. Harganya 'kan mahal banget!” tutur Ratu sambil menatap Chilton.

Chilton hanya tersenyum menanggapi ucapan Ratu.

“Kamu nggak sayang habisin uangmu buat kasih aku hadiah mahal kayak gini?” tanya Ratu.

Chilton menggelengkan kepala.

Ratu tersenyum sambil menatap Chilton. Ia beruntung karena akhirnya menemukan pria seperti Chilton yang bisa memanjakan dan memuaskannya dengan barang-barang mewah.

Beberapa menit kemudian, makanan yang mereka pesan sudah terhidang di atas meja makan. Mereka menikmati makan malam dengan penuh bahagia.

“Kamu ke sini naik taksi?” tanya Chilton saat mereka sudah selesai makan malam.

Ratu menganggukkan kepala.

“Aku pesenin taksi kalo gitu.” Chilton merogoh ponselnya dan langsung memesan taksi untuk Ratu.

“Kamu nggak mau balik ke asrama?” tanya Ratu.

“Aku masih ada urusan lain.”

“Oh. Oke.” Ratu menganggukkan kepala. Mereka segera keluar dari restoran.

Chilton menemani Ratu sampai taksi yang ia pesan datang.

“Udah dateng,” tutur Chilton sambil menunjuk taksi yang muncul di depan mereka.

Ratu tersenyum. “Makasih banyak ya!”

Chilton menganggukkan kepalanya.

Ratu mengecup pipi Chilton dan langsung masuk ke dalam taksi. Ia tersenyum sambil melambaikan tangan ke arah kekasihnya.

“Aargh ...! Nggak nyangka kalo aku bakal dibeliin tas mahal!” seru Ratu saat ia masih berada di dalam taksi.

“Mmh ... kayaknya dia lumayan berduit,” tuturnya sambil memeluk tas pemberian Chilton.

“Aku bakal tunjukin ke kalian kalo aku bisa beli tas mahal dan kalian nggak akan berani ngehina aku lagi!” bisik Ratu dengan wajah sengit mengingat teman-teman asrama yang meledeknya beberapa waktu lalu karena ia membeli tas palsu.

Sesampainya di asrama, Ratu langsung memamerkan tas pemberian dari Chilton dan membuat seisi asrama merasa iri.

“Ini beneran hadiah dari Chilton?” tanya salah satu teman asrama Ratu.

“Iya, dong!”

“Ini asli?”

“Asli. Dia pesen langsung dari luar negeri.”

“Wah ... so sweet banget sih punya pacar kayak Chilton!”

Ratu tersenyum bangga. Ia merasa jadi perempuan paling beruntung di dunia karena bisa mendapatkan banyak kesenangan saat berpacaran dengan Chilton. Cowok itu terbiasa memberikan semua yang ia inginkan.

Belvina menyambar tas yang ada di tangan Ratu.

“Eh, hati-hati! Itu tas mahal!” seru Ratu.

Belvina tersenyum kecil. “Aku rasa ini satu-satunya tas mahal yang kamu punya. Dan kamu bisa dapetin ini karena morotin Chilton.”

“Sembarangan kalo ngomong!” teriak Ratu, ia menatap kesal ke arah Belvina.

Belvina tertawa kecil. “Kamu pikir aku nggak tahu isi otakmu?” Belvina melempar tas pemberian Chilton ke dada Ratu.

“Astaga! Kamu nggak hati-hati banget sih!” seru Ratu. Ia mengelus-ngelus tas pemberian Chilton.

“Asal kamu tahu. Delana punya ratusan tas kayak gini dan dia nggak pernah pamer sama sekali. Sombong!” dengus Belvina ke arah Ratu dan langsung meninggalkannya.

Ratu menatap kesal ke arah Belvina. Ia menghentakkan kaki dan bergegas masuk kamar.

 

 ((Bersambung...))



 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas