Tuesday, October 7, 2025

THEN LOVE BAB 28 : ATMOSFER HATI YANG BERBEDA

 


“Bel, mau berangkat kuliah?” tanya Ratu saat melihat Belvina sedang berdiri di depan meja riasnya.

“Iya,” jawab Belvina singkat sambil menyisir rambutnya.

“Pake baju kayak gitu?” dengus Ratu.

“Emang kenapa? Biasanya juga kayak gini,” jawab Belvina santai.

“Wait!” pinta Ratu sambil membka lemari pakaiannya. Ia memilih beberapa dress yang tergantung di lemarinya.

“Coba pake ini!” Ratu melempatkan satu dress berwarna biru bergambar mawar putih.

Belvina menangkap dress itu dan memerhatikannya. Ia mengernyitkan dahi karena tidak terbiasa memakai mini dress seperti yang diberikan Ratu.

“Ini apaan?” tanya Belvina melihat bagian dada dress yang sedikit terbuka.

“Duh, gaul dikit, Bel! Gimana cowok mau naksir kalo kamu sendiri nggak peduli sama penampilan kamu,” tutur Ratu.

“Mmh ...” Belvina berpikir sejenak, kemudian menatap Ratu yang terlihat sangat anggun dan cantik.

“Sini, deh!” Ratu meminta Belvina untuk duduk di kursi meja riasnya. Ratu mengeluarkan kotak berisi make-up lengkap.

“Eh!? Kamu mau apa?” tanya Belvina.

“Udah, diam aja!” pinta Ratu.

Belvina teringat beberapa waktu lalu saat Ivona mengajarinya berdandan. Ia dan Delana terlihat sangat cantik. Tapi, itu hanya bertahan sebentar saja. Belvina lebih suka tampil santai. Yang terlihat sangat berbeda dari masa SMA hanya Delana. Setelah lulus, Delana yang selalu berambut pendek memilih memanjangkan rambutnya hingga sekarang. Semenjak mengenal Chilton, Delana juga mulai merawat dirinya dan terlihat lebih cantik.

Belvina membayangkan wajah Delana yang semakin hari semakin cantik. Mungkin saja, itu karena perawatan rutin yang ia lakukan untuk menjaga tubuhnya tetap segar dan cantik. Ia juga menginginkan dirinya bisa seperti Delana agar banyak cowok tampan yang mendekatinya.

Belvina menatap bayangannya di depan cermin yang sudah dipoles dengan make-up. Kali ini, Belvina terlihat sangat berbeda. Ia tersenyum bahagia melihat bayangannya sendiri. “Ini aku?”  tanya Belvina masih belum yakin pada dirinya sendiri.

Ratu menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Aku tata rambut kamu dulu ya!” Ratu mengambil alat dan bahan yang diperlukan untuk menata rambut. Ia menyemprotkan hair spray dan mulai menata rambut Belvina agar terlihat lebih rapi dan manis.

Belvina tersenyum menatap dirinya sendiri. Kalau ia tampil secantik ini, bukan hanya cowok-cowok yang naksir dirinya tapi ia juga jatuh cinta pada dirinya sendiri.

“Udah selesai!” seru Ratu. “Pake bajunya gih!” perintah Ratu.

“Emangnya aku cocok pake baju ginian? Nggak aneh?” tanya Belvina.

“Nggak, lah.”

Belvina menuruti perintah Ratu. Ia mengganti pakaiannya dengan dress yang diberikan Ratu. Ia masih belum yakin kalau dia akan berpakaian se-feminim ini. Dia yang terbiasa mengenakan jeans dan kaos santai, sekarang harus pergi ke kampus mengenakan dress.

“Ini udah semua kan?” Belvina bertanya sambil melirik jam yang ada di dinding kamarnya. Ia takut terlambat masuk ke kelas karena kelamaan berdandan.

“Udah.” Ratu tersenyum sambil memutar-mutar tubuh Belvina untuk memastikan penampilannya kali ini terlihat sempurna. “Eh!?” Ratu menatap bagian kaki Belvina yang sudah mengenakan sepatu kets.

“Kenapa?” tanya Belvina heran.

“Kamu mau pake sepatu kayak gini?” tanya Ratu.

“Iya.”

“Nggak serasi banget sama kamu yang udah kelihatan cantik dan anggun,” celetuk Ratu.

“Aku nyaman kayak gini.” Belvina masih keukeuh dengan pendiriannya.

“Tapi ...”

“Aku nggak bisa pake sepatu high heels. Kalo jatuh, kamu mau tanggung jawab?” dengus Belvina.

Ratu menghela napasnya. “Oke, deh. Nggak terlalu buruk sih. Sekarang juga lagi ngetrend style kayak gini.”

“Oke. Kalo gitu aku berangkat ke kampus dulu!” pamit Belvina. Ia langsung bergegas keluar dari kamarnya.

“Kamu Belvina?” tanya salah satu teman asrama yang melihat Belvina keluar dari kamar.

Ratu hanya tersenyum sambil berdiri di bibir pintu kamar menatap Belvina yang sudah berubah menjadi gadis yang cantik.

Belvina tersenyum menanggapinya.

“Cantik banget! Siapa yang dandanin?” tanya salah satu temannya.

Belvina menoleh ke arah Ratu. “Dia yang dandanin aku,” jawabnya.

“Aku mau juga dong didandanin!” seru teman-teman asrama Belvina.

“Kalian mau juga?” tanya Ratu. Ia merasa, ini adalah kesempatan paling baik untuk bisa merebut hati teman-teman asramanya.

“Mau!” jawab mereka serempak.

“Yang mau, aku tunggu di kamar aku ya!” Ratu mengedipkan matanya.

Teman-teman Belvina berebut ingin didandani oleh Ratu. Mereka belajar cara berdandan, mengenakan pakaian yang baik dan menata rambut. Teman-teman asrama mulai menerima kehadiran Ratu dan dengan senang hati bercanda ria dengan Ratu.

Sementara di kampus, hampir semua cowok terpesona dengan kehadiran Belvina yang terlihat sangat berbeda dari biasanya. Cowok yang tak pernah melirik apalagi menyapanya kini berebut ingin menyapa Belvina terlebih dahulu.

“Eh, itu siapa?” tanya salah satu cowok di kampus yang sedang berkumpul bersama teman-teman lainnya.

“Kayaknya itu Belvina, deh.”

“Temennya Ivona itu?”

“Iya.”

“Kok, cantik banget sekarang?”

“Iya. Gila! Ternyata dia secantik itu. Rasanya pengen kupacarin!” seru para cowok kampus bersahut-sahutan.

Tak hanya cowok-cowok kampus, cewek-cewek di kampusnya juga dibuat pangling dengan penampilan baru Belvina. Mereka tidak menyangka kalau nama Belvina adalah sosok yang ada di balik cewek cantik itu.

“Hai, Del ...!” sapa Belvina saat ia masuk ke dalam kelas.

Delana mengernyitkan dahinya. “Kamu siapa?” tanya Delana heran.

Belvina menoyor kepala Delana. “Kamu nggak ngenalin aku?”

“Astaga! Belvi!?” seru Delana.

Belvina tersenyum manis ke arah Delana sambil memainkan alisnya, gaya tomboy Belvina tetap tidak hilang walau penampilannya seperti bidadari.

“Kenapa jadi kayak gini?” tanya Delana sambil mengamati wajah Belvina.

“Kenapa? Cantik kan?” tanya Belvina balik.

“Cantik, sih. Tapi ....”

“Tapi apa?”

“Aku nggak ngenalin kamu sama sekali,” jawab Delana.

“Yaelah, masa sahabat sendiri malah nggak ngenalin,” celetuk Belvina.

“Kamu beda banget,” sahut Delana. “Siapa yang make over kamu?”

“Ratu,” jawab Belvina sambil tersenyum.

Ratu Sheeva?” tanya Delana terkejut.

Belvina menganggukkan kepala.

Delana hampir saja tertawa terbahak-bahak. Namun, ia berusaha menahannya.

“Kenapa?” tanya Belvi heran melihat reaksi Delana.

“Nggak papa. Heran aja. Kemarin kamu bilang kesel banget sama Ratu. Sekarang malah dengan senang hati didandanin sama dia. Udah nggak kesel dia lagi?”

“Hmm ... dia ternyata baik, kok. Nggak cuma aku aja yang didandanin. Anak-anak asrama yang lain juga dia dandanin. Diajarin pakai make-up dan pilih pakaian yang bener.”

Delana mengangguk-anggukkan kepala.

“Kamu mau belajar dandan juga sama dia?” tanya Belvina.

Delana menggelengkan kepala. Ia sudah belajar dandan dengan Ivona dan dia merasa puas dengan riasan kesehariannya yang tidak terlalu menor. Ia cukup memulas bibirnya dengan lipstik tipis dan memakaikan sedikit baby powder ke wajahnya agar tidak terlihat berminyak.

Belvina bergumam sambil memerhatikan wajah Delana yang terlihat semakin cantik meski dengan riasan sederhana. “Kamu makin hari makin beda. Aku tahu kamu nggak pake make-up tebel. Tapi ...” Belvina mengetuk-ngetuk dagunya.

“Kenapa?” tanya Delana sambil tersenyum.

“Kamu perawatan di salon ya?” dengus Belvina.

Delana tergelak mendengar pertanyaan dari Belvina. “Emang kenapa?” tanyanya. “Kan si Ivo yang ajarin.”

“Hmm ... iya, sih. Kalian mah duitnya banyak. Mau perawatan di salon sehari tiga kali juga masih mampu,” celetuk Belvina.

Delana hanya tertawa kecil menanggapinya. Sebenarnya ia jarang sekali menginjakkan kakinya ke salon. Ia hanya melakukan perawatan sendiri di rumah dan mengonsumsi makanan sehat. Bagi Delana, kesehatan di dalam tubuhnya juga sangat penting.

“Del, si Chilton gimana perkembangannya? Akhir-akhir ini kamu jarang banget cerita soal dia.”

Delana tersenyum kecut. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan Belvina. Ia hanya berusaha tersenyum sampai ia yakin kalau hubungannya dengan Chilton baik-baik saja.

“Kalian masih ...?” Belvina menatap Delana serius.

“Udahlah, nggak usah dibahas! Doain aja semuanya bakal baik-baik aja,” pinta Delana.

Belvina tersenyum menatap Delana. “Apapun yang terjadi, kamu tetep harus cerita sama aku!” ucap Belvina sambil mengelus pundak Delana.

Delana menganggukkan kepala sambil tersenyum. Ia merasa bahagia karena punya sahabat sebaik Belvina.

 

***

Delana berjalan menyusuri koridor. Langkahnya terhenti ketika ia sampai di depan ruang serba guna. Di sana, ada beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang sedang berlatih tari. Delana ingin melihatnya sejenak karena kebetulan ia kini mengenal Ratu, salah satu cewek populer di kampusnya.

“Hai, Del ...!” sapa Ratu yang menyadari kehadiran Delana. Ia langsung menghampiri Delana begitu melihat ada Delana di depan pintu.

Delana hanya tersenyum menatap Ratu.

“Kamu ngapain di sini?” tanya Ratu.

“Eh!? Nggak ngapa-ngapain. Cuma mau lihat-lihat kalian latihan nari,” jawab Delana.

“Ikutan, yuk!”

“Hah!? Ikutan apaan?” tanya Delana.

“Ikutan nari, dong!” sahut Ratu. Ia langsung menarik lengan Delana untuk masuk ke dalam ruang serba guna tempat ia dan teman-temannya latihan menari.

“Duh, aku nggak bisa,” tutur Delana. Dengan berat hati ia mengikuti langkah Ratu.

“Nanti juga bisa kalo udah ikut latihan,” tutur Ratu.

“Hai, temen-temen ...!” seru Ratu pada teman-temannya. “Ini temenku, namanya Delana. Pengen ikut latihan nari bareng kita. Gimana?” tanya Ratu.

Delana disambut dengan senang hati oleh teman-teman yang lain. Tapi, Delana sendiri tidak bermaksud untuk belajar menari. Ia hanya mengikuti beberapa gerakan saja, kemudian pamit keluar dari ruangan itu dengan alasan ada keperluan penting.

Delana tidak membenci Ratu. Dari awal, ia hanya tidak terbiasa dengan kehadiran Ratu yang katanya sangat angkuh. Setelah mengenal, ternyata Ratu tidak seangkuh yang diceritakan oleh teman-temannya. Ia terlihat begitu ramah pada Delana dan tidak ada kesan sombong sama sekali.

 

***

“Del, jalan yuk!” ajak Ratu saat Delana sedang berada di kamar asrama.

“Ke mana?” tanya Delana.

“Cari makan. Kafe atau restoran gitu. Kamu biasanya makan di mana?” tanya Ratu.

“Di Ocean’s, gimana?”

“Hmm ... boleh, deh.”

“Jam berapa?” tanya Delana.

“Jam enaman lah kita berangkat. Sampe sana pas jam tujuhan gitu,” jawab Ratu. “Belvi ke mana, ya?” tanyanya.

Delana mengedikkan bahunya.

“Masa sahabat sendiri nggak tahu perginya ke mana?” tanya Ratu.

“Yah, dia juga pasti punya kepentingan lain. Masa iya aku harus buntutin dia mulu kemanapun dia pergi? Kalah emaknya!” cerocos Delana.

Ratu nyengir menanggapi ucapan Delana.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah ada di dalam restoran yang mereka inginkan. Delana memesan makanan seperti biasanya.

Ratu mengamati menu yang sudah ada di meja dan memesannya.

“Kamu suka kepiting, Del?” tanya Ratu.

Delana menganggukkan kepalanya.

“Sering makan di sini?” tanya Ratu.

Delana menganggukkan kepala.

“Di sini suasananya enak juga, ya?” tutur Ratu.

“Kamu belum pernah ke sini?” tanya Delana.

“Eh!?” Ratu menatap Delana dan langsung tersenyum. “Pernah, lah, tapi biasanya aku di dalem aja. Belum pernah di tepi pantai kayak gini.”

“Oh.” Delana mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Eh, by the way ... si Ivo ke mana, ya? Aku belum ada lihat dia,” tanya Ratu.

“Kamu kenal Ivo?” tanya Delana.

“Nggak kenal-kenal banget, sih. Tahu aja. Cewek dan cowok populer di sekolah, pasti aku tahu, lah,” jawab Ratu.

Delana hanya tersenyum menanggapinya. Itu artinya, dia juga tahu siapa Chilton? Cowok yang sedang dekat dengannya, karena Chilton adalah salah satu cowok populer yang ada di kampusnya.

“Dela? Kamu makan di sini?” sapa Chilton yang kebetulan melintas di samping Delana.

Delana melongo menatap Chilton. Ia masih belum yakin apakah itu Chilton sungguhan atau hanya Chilton yang ada dalam pikirannya? Kenapa dia langsung muncul begitu Delana memikirkannya.

Delana mengerjapkan matanya agar ia tersadar dari lamunannya. Masih ada Chilton yang sedang menatapnya. “Chilton?” tanyanya sambil mengamati wajah Chilton karena belum yakin kalau laki-laki yang ada di hadapannya adalah Chilton sungguhan.

“Kamu kenapa?” tanya Chilton tergelak. Ia mengusap ujung kepala Delana.

Delana menyentuh kepalanya dan tersadar kalau yang ada di depannya memang Chilton sungguhan. “Ratu, kamu lihat dia?” tanya Delana pada Ratu yang duduk di depannya.

Ratu menahan tawa melihat tingkah Delana. “Lihat,” jawabnya.

Delana langsung menatap Chilton kembali. “Aku pikir kamu−”

“Apa?” sahut Chilton.

Delana menghela napas. “Nggak papa.”

“Aku boleh gabung di sini?” tanya Chilton.

Delana  menganggukkan kepala. “Boleh,” jawab Delana.

Chilton langsung duduk di samping Delana. Ia tersenyum ke arah Ratu yang terus tersenyum ke arahnya.

“Tumben kamu jalan sama yang lain? Belvi mana?” bisik Chilton di telinga Delana.

“Dia lagi ada urusan. Kebetulan aja si Ratu ajak aku makan di sini.”

“Oh.” Chilton menganggukkan kepala. Ia merentangkan lengannya ke belakang kursi Delana. “Udah pesen makan?” tanya Chilton.

“Udah,” jawab Ratu.

Chilton langsung menatap Ratu sambil menaikkan alisnya. Ia tidak asing dengan wajah cewek yang ada di depannya itu. Tapi, rasanya dia tidak pernah dekat dengan cewek manapun selain Delana.

“Kamu siapa, ya? Kok, wajah kamu familiar?” tanya Chilton pada Ratu.

“Aku Ratu Sheeva,” jawab Ratu.

“Ratu?” tutur Chilton sambil mengangguk-anggukkan kepala. Ia berusaha mengingat nama Ratu dan dia sama sekali tidak punya ingatan dengan pemilik nama itu.

“Kita pernah kenal sebelumnya?” tanya Chilton.

“Belum, sih. Tapi, aku tahu kamu, kok,” jawab Ratu sambil tersipu malu.

Hmm .. sudah aku duga,” batin Delana sambil menatap Ratu penuh curiga. Ia tidak terlalu suka dengan tatapan centil Ratu pada Chilton. Dadanya serasa sesak melihat pemandangan itu.

“Siapa sih?” bisik Chilton di telinga Delana.

“Yang biasa jadi MC kalo ada acara kampus,” jawab Delana.

“Ooo ... Pantes mukamu nggak asing banget,” tutur Chilton.

Ratu tersenyum ke arah Chilton.

“Del, mau minum bir atau anggur?” tanya Chilton.

Delana menggelengkan kepala.

“Tumben,” sahut Chilton. Ia langsung memanggil pelayan dan memesan beberapa makanan kesukaannya. Juga memesan satu botol bir untuk menghangatkan tubuhnya.

“Kamu tahu kalau aku nggak kuat minum anggur. Baru minum sedikit langsung mabuk. Itu bikin si Bryan ngomelin aku mulu,” celetuk Delana.

“Tapi, sedikit bir nggak akan bikin mabuk kan? Aku nggak nyangka kalau adik kamu secerewet itu,” ucap Chilton sambil tertawa kecil.

Delana tersenyum. “Dia khawatir banget sama aku.”

“Ya, kamu beruntung punya adik yang bisa jaga kamu. Aku ingat banget mukanya dia sinis waktu aku ngantar kamu pulang hari itu,” ucap Chilton sambil tertawa kecil. “Dia sudah besar. SMP atau SMA?” tanya Chilton.

“SMA,” jawab Delana sambil menatap Ratu yang ada di depannya. Chilton hanya sibuk membahas keseharian bersama Delana dan tidak mengajak Ratu mengobrol. Tapi, Ratu terus tersenyum ke arah Chilton dan Delana. Tatapan Ratu membuat Delana kurang nyaman.

“Udah SMA? Kayaknya asik kalo diajak minum bir bareng,” celetuk Chilton.

Delana langsung menyikut pinggang Chilton.

“Aw ... Kenapa? Adik kamu sudah besar,” tutur Chilton sambil memegangi pinggangnya yang terasa nyeri.

Delana mencebik ke arah Chilton, membuat Chilton terkekeh.

“Kasihan si Ratu dicuekin,” tutur Delana.

“Nggak papa,” jawab Ratu. “Aku seneng kok, lihat kalian berdua akrab banget,” tuturnya sambil tersenyum.

Chilton tertawa kecil menanggapi tatapan Ratu yang terus tersenyum ke arahnya.

“Del, kapan mulai ngajar?” bisik Chilton.

“Besok lusa.”

“Bagus, deh. Aku udah nggak sabar pengen ketemu mereka,” gumam Chilton.

“Mulai kijil!” dengus Delana sambil menyubit paha Chilton.

“Kijil apaan, sih!” sahut Chilton sambil mengelus-elus pahanya menahan sakit.

“Bilang aja mau tebar pesona sama cewek-cewek SMA kamu itu,” celetuk Delana.

“Tebar pesona apaan? Nggak usah tebar pesona, aku mah udah memesona dari dulu,” ucap Chilton sambil tertawa.

Delana menatap wajah Chilton. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa kecil. “Kamu masih waras?” tanya Delana sambil meletakkan punggung tangannya di dahi Chilton.

Chilton hanya tertawa menanggapinya.

“Jangan heran lihat dia kayak gini! Di depan semua orang aja dia cuek dan cool. Aslinya kayak gini nih,” tutur Delana pada Ratu.

Ratu tersenyum. “Aku pikir dia juga begitu. Cuek dan nggak banyak bicara. Sekalinya demen bercanda juga ya?”

“Dan satu lagi, dia itu manja banget!” tutur Delana sambil tertawa.

“Hah!? Serius?” tanya Ratu.

Delana menganggukkan kepala.

“Manjanya gimana?” tanya Ratu.

“Udah, udah! Jangan ngomongin orang yang ada di depan kalian!” sahut Chilton. “Makanannya udah datang.” Chilton menunjuk dua orang pelayan yang sedang menghampiri meja mereka dengan membawa nampan berisi pesanan makanan mereka.

Delana dan Ratu tertawa bersamaan. Mereka menikmati makan malam bersama.

Tiba-tiba ponsel Delana berdering. Ia mengambil ponsel dari dalam tas dan melihat pemilik nomor yang meneleponnya. Delana menoleh ke arah Chilton yang juga melihat siapa yang menelepon Delana.

“Angkat, lah!” pinta Chilton sambil meneguk bir yang sudah ada di tangannya.

“Ada apa, ya? Telepon jam segini?” tanya Delana pada Chilton.

Chilton mengedikkan bahunya. “Pasti penting banget.”

Delana menghela napas dan menjawab panggilan telepon dari tempat lesnya. “Halo ...!” sapa Delana begitu teleponnya tersambung.

“Halo ... Dela, besok lusa udah mulai ngajar kan?”

“Iya, Bu,” jawab Delana.

“Bisa minta tolong dampingi anak-anak?” tanya si pemilik tempat kursus.

“Dampingi gimana, Bu?” tanya Delana.

“Mereka mau ikut lomba-lomba di gedung kesenian. Tolong kamu dampingi mereka, bisa 'kan?”

“Mmh ... yang ikut lomba anak-anak SD atau SMA, Bu?” tanya Delana.

“SMA.”

“Tapi, saya ada jadwal ngajar anak SD,” jawab Delana.

“Nanti saya aturkan guru lain yang gantikan kamu.”

“Oh, gitu? Oke, bu.”

“Besok kita bicarain lagi di kantor!” pinta pemilik tempat kursus itu.

“Oke, Bu.”

Pemilik tempat kursus itu langsung mematikan sambungan teleponnya.

“Kenapa?” tanya Chilton.

“Suruh dampingi anak-anak lomba,” jawab Delana.

“Di mana?”

“Di gedung kesenian sih katanya,” jawab Delana.

“Aku tahu tuh. Kayaknya kemarin si Zoya ada nge-share ke aku acara itu.”

“Oh, ya? Zoya ada di sana juga?”

“Kurang tahu juga sih. Tapi yang jelas dia emang terlibat juga. Bagian apanya aku masih kurang paham.”

“Iya, sih. Dia kan seniman. Pasti ikut terlibat acara-acara begituan,” sahut Delana.

Chilton tertawa kecil.

Mereka segera menghabiskan hidangan makan malam mereka.

“Enak?” tanya Chilton melihat piring makan Delana yang sudah bersih.

Delana meringis menatap Chilton.

“Jangan keseringan makan kepiting terus, ntar kena kolesterol,” tutur Chilton.

“Idih, nggak sering aku makan beginian. Kalo lagi pengen aja,” sahut Delana.

Ratu tersenyum melihat perdebatan mereka. Ia mengeluarkan dompet dari tas dan mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan. Ia menyerahkan uang itu pada Chilton.

“Uang apa ini?” tanya Chilton menatap Ratu heran.

“Buat bayar makan ini,” jawab Ratu tersenyum.

“Nggak usah. Biar aku aja yang bayar,” sahut Chilton.

“Jangan! Aku yang ngajak Delana makan di sini, jadi aku yang bayar.” Ratu terus mengulurkan uang pada Chilton.

“Nggak. Biar aku yang bayar.” Chilton langsung bangkit dari tempat duduknya menuju meja kasir.

“Kenapa sih nggak mau dikasih duit?” celetuk Ratu terus mengejar Chilton.

Delana masih tetap duduk sambil memerhatikan dua orang yang berebut membayar makanan. Ia menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Ratu.

“Chil, pake uang aku aja!” pinta Ratu sambil meraih lengan Chilton.

“Biar aku yang bayar!” Chilton menepiskan tangan Ratu dari lengannya.

“Ya udah, bayar pake uangku.” Ratu menyodorkan uang sambil tersenyum ke arah Chilton.

“Kalo aku bilang nggak ya nggak!” sentak Chilton. “Kamu nih nggak paham-paham!”

Ratu terdiam saat Chilton membentaknya. Ia tak lagi memaksa Chilton menerima uang darinya dan membiarkan Chilton membayar ke meja kasir. Ratu menoleh ke arah Delana yang masih duduk di kursinya. Ia merasa kesal karena Chilton memperlakukannya berbeda, tidak semanis saat bicara dengan Delana.

Setelah membayar semua makanan yang dipesan. Chilton melangkahkan kaki menghampiri Delana yang masih duduk di kursinya. Ia melewatkan Ratu begitu saja seperti tak mengenal gadis yang mencoba merebut perhatian Chilton itu.

“Ayo pulang!” Chilton mengajak Delana untuk segera pulang.

“Eh!?” Delana menatap Chilton.

Chilton tak banyak bicara lagi. Ia langsung menarik lengan Delana dan membawanya pulang. Meninggalkan Ratu sendirian.

“Chil, aku tadi berangkat sama Ratu,” tutur Delana sambil menoleh ke arah Ratu yang menatap kepergiannya.

“Biar aja!” Chilton tidak peduli. Ia tetap menarik lengan Delana keluar dari restoran.

“Sorry ...!” Delana menoleh ke belakang dan berbicara pada Ratu tanpa suara.

Ratu tersenyum sambil menganggukkan kepala walau dalam hatinya menyimpan kekesalan.

 

                           ((Bersambung...))

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas