“Bel, mau berangkat kuliah?” tanya Ratu saat melihat
Belvina sedang berdiri di depan meja riasnya.
“Iya,” jawab Belvina singkat sambil menyisir rambutnya.
“Pake baju kayak gitu?” dengus Ratu.
“Emang kenapa? Biasanya juga kayak gini,” jawab Belvina
santai.
“Wait!” pinta Ratu sambil membka lemari pakaiannya. Ia
memilih beberapa dress yang tergantung di lemarinya.
“Coba pake ini!” Ratu melempatkan satu dress berwarna biru
bergambar mawar putih.
Belvina menangkap dress itu dan memerhatikannya. Ia
mengernyitkan dahi karena tidak terbiasa memakai mini dress seperti yang
diberikan Ratu.
“Ini apaan?” tanya Belvina melihat bagian dada dress yang
sedikit terbuka.
“Duh, gaul dikit, Bel! Gimana cowok mau naksir kalo kamu
sendiri nggak peduli sama penampilan kamu,” tutur Ratu.
“Mmh ...” Belvina berpikir sejenak, kemudian menatap Ratu
yang terlihat sangat anggun dan cantik.
“Sini, deh!” Ratu meminta Belvina untuk duduk di kursi meja
riasnya. Ratu mengeluarkan kotak berisi make-up lengkap.
“Eh!? Kamu mau apa?” tanya Belvina.
“Udah, diam aja!” pinta Ratu.
Belvina teringat beberapa waktu lalu saat Ivona
mengajarinya berdandan. Ia dan Delana terlihat sangat cantik. Tapi, itu hanya
bertahan sebentar saja. Belvina lebih suka tampil santai. Yang terlihat sangat
berbeda dari masa SMA hanya Delana. Setelah lulus, Delana yang selalu berambut
pendek memilih memanjangkan rambutnya hingga sekarang. Semenjak mengenal
Chilton, Delana juga mulai merawat dirinya dan terlihat lebih cantik.
Belvina membayangkan wajah Delana yang semakin hari semakin
cantik. Mungkin saja, itu karena perawatan rutin yang ia lakukan untuk menjaga
tubuhnya tetap segar dan cantik. Ia juga menginginkan dirinya bisa seperti
Delana agar banyak cowok tampan yang mendekatinya.
Belvina menatap bayangannya di depan cermin yang sudah
dipoles dengan make-up. Kali ini, Belvina terlihat sangat berbeda. Ia tersenyum
bahagia melihat bayangannya sendiri. “Ini aku?” tanya Belvina masih belum yakin pada dirinya
sendiri.
Ratu menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Aku tata
rambut kamu dulu ya!” Ratu mengambil alat dan bahan yang diperlukan untuk
menata rambut. Ia menyemprotkan hair spray dan mulai menata rambut Belvina agar
terlihat lebih rapi dan manis.
Belvina tersenyum menatap dirinya sendiri. Kalau ia tampil
secantik ini, bukan hanya cowok-cowok yang naksir dirinya tapi ia juga jatuh
cinta pada dirinya sendiri.
“Udah selesai!” seru Ratu. “Pake bajunya gih!” perintah
Ratu.
“Emangnya aku cocok pake baju ginian? Nggak aneh?” tanya
Belvina.
“Nggak, lah.”
Belvina menuruti perintah Ratu. Ia mengganti pakaiannya
dengan dress yang diberikan Ratu. Ia masih belum yakin kalau dia akan
berpakaian se-feminim ini. Dia yang terbiasa mengenakan jeans dan kaos santai,
sekarang harus pergi ke kampus mengenakan dress.
“Ini udah semua kan?” Belvina bertanya sambil melirik jam
yang ada di dinding kamarnya. Ia takut terlambat masuk ke kelas karena kelamaan
berdandan.
“Udah.” Ratu tersenyum sambil memutar-mutar tubuh Belvina
untuk memastikan penampilannya kali ini terlihat sempurna. “Eh!?” Ratu menatap
bagian kaki Belvina yang sudah mengenakan sepatu kets.
“Kenapa?” tanya Belvina heran.
“Kamu mau pake sepatu kayak gini?” tanya Ratu.
“Iya.”
“Nggak serasi banget sama kamu yang udah kelihatan cantik
dan anggun,” celetuk Ratu.
“Aku nyaman kayak gini.” Belvina masih keukeuh dengan
pendiriannya.
“Tapi ...”
“Aku nggak bisa pake sepatu high heels. Kalo jatuh, kamu
mau tanggung jawab?” dengus Belvina.
Ratu menghela napasnya. “Oke, deh. Nggak terlalu buruk sih.
Sekarang juga lagi ngetrend style kayak gini.”
“Oke. Kalo gitu aku berangkat ke kampus dulu!” pamit
Belvina. Ia langsung bergegas keluar dari kamarnya.
“Kamu Belvina?” tanya salah satu teman asrama yang melihat
Belvina keluar dari kamar.
Ratu hanya tersenyum sambil berdiri di bibir pintu kamar
menatap Belvina yang sudah berubah menjadi gadis yang cantik.
Belvina tersenyum menanggapinya.
“Cantik banget! Siapa yang dandanin?” tanya salah satu
temannya.
Belvina menoleh ke arah Ratu. “Dia yang dandanin aku,”
jawabnya.
“Aku mau juga dong didandanin!” seru teman-teman asrama
Belvina.
“Kalian mau juga?” tanya Ratu. Ia merasa, ini adalah
kesempatan paling baik untuk bisa merebut hati teman-teman asramanya.
“Mau!” jawab mereka serempak.
“Yang mau, aku tunggu di kamar aku ya!” Ratu mengedipkan
matanya.
Teman-teman Belvina berebut ingin didandani oleh Ratu.
Mereka belajar cara berdandan, mengenakan pakaian yang baik dan menata rambut.
Teman-teman asrama mulai menerima kehadiran Ratu dan dengan senang hati
bercanda ria dengan Ratu.
Sementara di kampus, hampir semua cowok terpesona dengan
kehadiran Belvina yang terlihat sangat berbeda dari biasanya. Cowok yang tak
pernah melirik apalagi menyapanya kini berebut ingin menyapa Belvina terlebih
dahulu.
“Eh, itu siapa?” tanya salah satu cowok di kampus yang
sedang berkumpul bersama teman-teman lainnya.
“Kayaknya itu Belvina, deh.”
“Temennya Ivona itu?”
“Iya.”
“Kok, cantik banget sekarang?”
“Iya. Gila! Ternyata dia secantik itu. Rasanya pengen
kupacarin!” seru para cowok kampus bersahut-sahutan.
Tak hanya cowok-cowok kampus, cewek-cewek di kampusnya juga
dibuat pangling dengan penampilan baru Belvina. Mereka tidak menyangka kalau
nama Belvina adalah sosok yang ada di balik cewek cantik itu.
“Hai, Del ...!” sapa Belvina saat ia masuk ke dalam kelas.
Delana mengernyitkan dahinya. “Kamu siapa?” tanya Delana
heran.
Belvina menoyor kepala Delana. “Kamu nggak ngenalin aku?”
“Astaga! Belvi!?” seru Delana.
Belvina tersenyum manis ke arah Delana sambil memainkan
alisnya, gaya tomboy Belvina tetap tidak hilang walau penampilannya seperti
bidadari.
“Kenapa jadi kayak gini?” tanya Delana sambil mengamati
wajah Belvina.
“Kenapa? Cantik kan?” tanya Belvina balik.
“Cantik, sih. Tapi ....”
“Tapi apa?”
“Aku nggak ngenalin kamu sama sekali,” jawab Delana.
“Yaelah, masa sahabat sendiri malah nggak ngenalin,”
celetuk Belvina.
“Kamu beda banget,” sahut Delana. “Siapa yang make over
kamu?”
“Ratu,” jawab Belvina sambil tersenyum.
“Ratu Sheeva?” tanya Delana terkejut.
Belvina menganggukkan kepala.
Delana hampir saja tertawa terbahak-bahak. Namun, ia
berusaha menahannya.
“Kenapa?” tanya Belvi heran melihat reaksi Delana.
“Nggak papa. Heran aja. Kemarin kamu bilang kesel banget
sama Ratu. Sekarang malah dengan senang hati didandanin sama dia. Udah nggak
kesel dia lagi?”
“Hmm ... dia ternyata baik, kok. Nggak cuma aku aja yang
didandanin. Anak-anak asrama yang lain juga dia dandanin. Diajarin pakai
make-up dan pilih pakaian yang bener.”
Delana mengangguk-anggukkan kepala.
“Kamu mau belajar dandan juga sama dia?” tanya Belvina.
Delana menggelengkan kepala. Ia sudah belajar dandan dengan
Ivona dan dia merasa puas dengan riasan kesehariannya yang tidak terlalu menor.
Ia cukup memulas bibirnya dengan lipstik tipis dan memakaikan sedikit baby
powder ke wajahnya agar tidak terlihat berminyak.
Belvina bergumam sambil memerhatikan wajah Delana yang
terlihat semakin cantik meski dengan riasan sederhana. “Kamu makin hari makin
beda. Aku tahu kamu nggak pake make-up tebel. Tapi ...” Belvina mengetuk-ngetuk
dagunya.
“Kenapa?” tanya Delana sambil tersenyum.
“Kamu perawatan di salon ya?” dengus Belvina.
Delana tergelak mendengar pertanyaan dari Belvina. “Emang
kenapa?” tanyanya. “Kan si Ivo yang ajarin.”
“Hmm ... iya, sih. Kalian mah duitnya banyak. Mau perawatan
di salon sehari tiga kali juga masih mampu,” celetuk Belvina.
Delana hanya tertawa kecil menanggapinya. Sebenarnya ia
jarang sekali menginjakkan kakinya ke salon. Ia hanya melakukan perawatan
sendiri di rumah dan mengonsumsi makanan sehat. Bagi Delana, kesehatan di dalam
tubuhnya juga sangat penting.
“Del, si Chilton gimana perkembangannya? Akhir-akhir ini
kamu jarang banget cerita soal dia.”
Delana tersenyum kecut. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan
Belvina. Ia hanya berusaha tersenyum sampai ia yakin kalau hubungannya dengan
Chilton baik-baik saja.
“Kalian masih ...?” Belvina menatap Delana serius.
“Udahlah, nggak usah dibahas! Doain aja semuanya bakal
baik-baik aja,” pinta Delana.
Belvina tersenyum menatap Delana. “Apapun yang terjadi,
kamu tetep harus cerita sama aku!” ucap Belvina sambil mengelus pundak Delana.
Delana menganggukkan kepala sambil tersenyum. Ia merasa
bahagia karena punya sahabat sebaik Belvina.
***
Delana berjalan menyusuri koridor. Langkahnya terhenti
ketika ia sampai di depan ruang serba guna. Di sana, ada beberapa mahasiswa dan
mahasiswi yang sedang berlatih tari. Delana ingin melihatnya sejenak karena
kebetulan ia kini mengenal Ratu, salah satu cewek populer di kampusnya.
“Hai, Del ...!” sapa Ratu yang menyadari kehadiran Delana.
Ia langsung menghampiri Delana begitu melihat ada Delana di depan pintu.
Delana hanya tersenyum menatap Ratu.
“Kamu ngapain di sini?” tanya Ratu.
“Eh!? Nggak ngapa-ngapain. Cuma mau lihat-lihat kalian
latihan nari,” jawab Delana.
“Ikutan, yuk!”
“Hah!? Ikutan apaan?” tanya Delana.
“Ikutan nari, dong!” sahut Ratu. Ia langsung menarik lengan
Delana untuk masuk ke dalam ruang serba guna tempat ia dan teman-temannya
latihan menari.
“Duh, aku nggak bisa,” tutur Delana. Dengan berat hati ia
mengikuti langkah Ratu.
“Nanti juga bisa kalo udah ikut latihan,” tutur Ratu.
“Hai, temen-temen ...!” seru Ratu pada teman-temannya. “Ini
temenku, namanya Delana. Pengen ikut latihan nari bareng kita. Gimana?” tanya
Ratu.
Delana disambut dengan senang hati oleh teman-teman yang
lain. Tapi, Delana sendiri tidak bermaksud untuk belajar menari. Ia hanya
mengikuti beberapa gerakan saja, kemudian pamit keluar dari ruangan itu dengan
alasan ada keperluan penting.
Delana tidak membenci Ratu. Dari awal, ia hanya tidak
terbiasa dengan kehadiran Ratu yang katanya sangat angkuh. Setelah mengenal,
ternyata Ratu tidak seangkuh yang diceritakan oleh teman-temannya. Ia terlihat
begitu ramah pada Delana dan tidak ada kesan sombong sama sekali.
***
“Del, jalan yuk!” ajak Ratu saat Delana sedang berada di
kamar asrama.
“Ke mana?” tanya Delana.
“Cari makan. Kafe atau restoran gitu. Kamu biasanya makan
di mana?” tanya Ratu.
“Di Ocean’s, gimana?”
“Hmm ... boleh, deh.”
“Jam berapa?” tanya Delana.
“Jam enaman lah kita berangkat. Sampe sana pas jam tujuhan
gitu,” jawab Ratu. “Belvi ke mana, ya?” tanyanya.
Delana mengedikkan bahunya.
“Masa sahabat sendiri nggak tahu perginya ke mana?” tanya
Ratu.
“Yah, dia juga pasti punya kepentingan lain. Masa iya aku
harus buntutin dia mulu kemanapun dia pergi? Kalah emaknya!” cerocos Delana.
Ratu nyengir menanggapi ucapan Delana.
Beberapa menit kemudian, mereka sudah ada di dalam restoran
yang mereka inginkan. Delana memesan makanan seperti biasanya.
Ratu mengamati menu yang sudah ada di meja dan memesannya.
“Kamu suka kepiting, Del?” tanya Ratu.
Delana menganggukkan kepalanya.
“Sering makan di sini?” tanya Ratu.
Delana menganggukkan kepala.
“Di sini suasananya enak juga, ya?” tutur Ratu.
“Kamu belum pernah ke sini?” tanya Delana.
“Eh!?” Ratu menatap Delana dan langsung tersenyum. “Pernah, lah, tapi biasanya aku di dalem aja. Belum pernah di tepi pantai kayak gini.”
“Oh.” Delana mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Eh, by the way ... si Ivo ke mana, ya? Aku belum ada lihat
dia,” tanya Ratu.
“Kamu kenal Ivo?” tanya Delana.
“Nggak kenal-kenal banget, sih. Tahu aja. Cewek dan cowok
populer di sekolah, pasti aku tahu, lah,” jawab Ratu.
Delana hanya tersenyum menanggapinya. Itu artinya, dia juga
tahu siapa Chilton? Cowok yang sedang dekat dengannya, karena Chilton adalah
salah satu cowok populer yang ada di kampusnya.
“Dela? Kamu makan di sini?” sapa Chilton yang kebetulan
melintas di samping Delana.
Delana melongo menatap Chilton. Ia masih belum yakin apakah
itu Chilton sungguhan atau hanya Chilton yang ada dalam pikirannya? Kenapa dia
langsung muncul begitu Delana memikirkannya.
Delana mengerjapkan matanya agar ia tersadar dari
lamunannya. Masih ada Chilton yang sedang menatapnya. “Chilton?” tanyanya
sambil mengamati wajah Chilton karena belum yakin kalau laki-laki yang ada di
hadapannya adalah Chilton sungguhan.
“Kamu kenapa?” tanya Chilton tergelak. Ia mengusap ujung
kepala Delana.
Delana menyentuh kepalanya dan tersadar kalau yang ada di
depannya memang Chilton sungguhan. “Ratu, kamu lihat dia?” tanya Delana pada
Ratu yang duduk di depannya.
Ratu menahan tawa melihat tingkah Delana. “Lihat,”
jawabnya.
Delana langsung menatap Chilton kembali. “Aku pikir kamu−”
“Apa?” sahut Chilton.
Delana menghela napas. “Nggak papa.”
“Aku boleh gabung di sini?” tanya Chilton.
Delana menganggukkan
kepala. “Boleh,” jawab Delana.
Chilton langsung duduk di samping Delana. Ia tersenyum ke
arah Ratu yang terus tersenyum ke arahnya.
“Tumben kamu jalan sama yang lain? Belvi mana?” bisik
Chilton di telinga Delana.
“Dia lagi ada urusan. Kebetulan aja si Ratu ajak aku makan
di sini.”
“Oh.” Chilton menganggukkan kepala. Ia merentangkan
lengannya ke belakang kursi Delana. “Udah pesen makan?” tanya Chilton.
“Udah,” jawab Ratu.
Chilton langsung menatap Ratu sambil menaikkan alisnya. Ia
tidak asing dengan wajah cewek yang ada di depannya itu. Tapi, rasanya dia
tidak pernah dekat dengan cewek manapun selain Delana.
“Kamu siapa, ya? Kok, wajah kamu familiar?” tanya Chilton
pada Ratu.
“Aku Ratu Sheeva,” jawab Ratu.
“Ratu?” tutur Chilton sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Ia berusaha mengingat nama Ratu dan dia sama sekali tidak punya ingatan dengan
pemilik nama itu.
“Kita pernah kenal sebelumnya?” tanya Chilton.
“Belum, sih. Tapi, aku tahu kamu, kok,” jawab Ratu sambil
tersipu malu.
“Hmm .. sudah aku duga,” batin Delana sambil menatap
Ratu penuh curiga. Ia tidak terlalu suka dengan tatapan centil Ratu pada
Chilton. Dadanya serasa sesak melihat pemandangan itu.
“Siapa sih?” bisik Chilton di telinga Delana.
“Yang biasa jadi MC kalo ada acara kampus,” jawab Delana.
“Ooo ... Pantes mukamu nggak asing banget,” tutur Chilton.
Ratu tersenyum ke arah Chilton.
“Del, mau minum bir atau anggur?” tanya Chilton.
Delana menggelengkan kepala.
“Tumben,” sahut Chilton. Ia langsung memanggil pelayan dan
memesan beberapa makanan kesukaannya. Juga memesan satu botol bir untuk
menghangatkan tubuhnya.
“Kamu tahu kalau aku nggak kuat minum anggur. Baru minum
sedikit langsung mabuk. Itu bikin si Bryan ngomelin aku mulu,” celetuk Delana.
“Tapi, sedikit bir nggak akan bikin mabuk kan? Aku nggak
nyangka kalau adik kamu secerewet itu,” ucap Chilton sambil tertawa kecil.
Delana tersenyum. “Dia khawatir banget sama aku.”
“Ya, kamu beruntung punya adik yang bisa jaga kamu. Aku
ingat banget mukanya dia sinis waktu aku ngantar kamu pulang hari itu,” ucap
Chilton sambil tertawa kecil. “Dia sudah besar. SMP atau SMA?” tanya Chilton.
“SMA,” jawab Delana sambil menatap Ratu yang ada di
depannya. Chilton hanya sibuk membahas keseharian bersama Delana dan tidak
mengajak Ratu mengobrol. Tapi, Ratu terus tersenyum ke arah Chilton dan Delana.
Tatapan Ratu membuat Delana kurang nyaman.
“Udah SMA? Kayaknya asik kalo diajak minum bir bareng,”
celetuk Chilton.
Delana langsung menyikut pinggang Chilton.
“Aw ... Kenapa? Adik kamu sudah besar,” tutur Chilton
sambil memegangi pinggangnya yang terasa nyeri.
Delana mencebik ke arah Chilton, membuat Chilton terkekeh.
“Kasihan si Ratu dicuekin,” tutur Delana.
“Nggak papa,” jawab Ratu. “Aku seneng kok, lihat kalian
berdua akrab banget,” tuturnya sambil tersenyum.
Chilton tertawa kecil menanggapi tatapan Ratu yang terus
tersenyum ke arahnya.
“Del, kapan mulai ngajar?” bisik Chilton.
“Besok lusa.”
“Bagus, deh. Aku udah nggak sabar pengen ketemu mereka,”
gumam Chilton.
“Mulai kijil!” dengus Delana sambil menyubit paha Chilton.
“Kijil apaan, sih!” sahut Chilton sambil mengelus-elus
pahanya menahan sakit.
“Bilang aja mau tebar pesona sama cewek-cewek SMA kamu
itu,” celetuk Delana.
“Tebar pesona apaan? Nggak usah tebar pesona, aku mah udah
memesona dari dulu,” ucap Chilton sambil tertawa.
Delana menatap wajah Chilton. Ia menggeleng-gelengkan
kepalanya sambil tertawa kecil. “Kamu masih waras?” tanya Delana sambil
meletakkan punggung tangannya di dahi Chilton.
Chilton hanya tertawa menanggapinya.
“Jangan heran lihat dia kayak gini! Di depan semua orang
aja dia cuek dan cool. Aslinya kayak gini nih,” tutur Delana pada Ratu.
Ratu tersenyum. “Aku pikir dia juga begitu. Cuek dan nggak
banyak bicara. Sekalinya demen bercanda juga ya?”
“Dan satu lagi, dia itu manja banget!” tutur Delana sambil
tertawa.
“Hah!? Serius?” tanya Ratu.
Delana menganggukkan kepala.
“Manjanya gimana?” tanya Ratu.
“Udah, udah! Jangan ngomongin orang yang ada di depan
kalian!” sahut Chilton. “Makanannya udah datang.” Chilton menunjuk dua orang
pelayan yang sedang menghampiri meja mereka dengan membawa nampan berisi
pesanan makanan mereka.
Delana dan Ratu tertawa bersamaan. Mereka menikmati makan
malam bersama.
Tiba-tiba ponsel Delana berdering. Ia mengambil ponsel dari
dalam tas dan melihat pemilik nomor yang meneleponnya. Delana menoleh ke arah
Chilton yang juga melihat siapa yang menelepon Delana.
“Angkat, lah!” pinta Chilton sambil meneguk bir yang sudah
ada di tangannya.
“Ada apa, ya? Telepon jam segini?” tanya Delana pada
Chilton.
Chilton mengedikkan bahunya. “Pasti penting banget.”
Delana menghela napas dan menjawab panggilan telepon dari
tempat lesnya. “Halo ...!” sapa Delana begitu teleponnya tersambung.
“Halo ... Dela, besok lusa udah mulai ngajar kan?”
“Iya, Bu,” jawab Delana.
“Bisa minta tolong dampingi anak-anak?” tanya si pemilik
tempat kursus.
“Dampingi gimana, Bu?” tanya Delana.
“Mereka mau ikut lomba-lomba di gedung kesenian. Tolong
kamu dampingi mereka, bisa 'kan?”
“Mmh ... yang ikut lomba anak-anak SD atau SMA, Bu?” tanya
Delana.
“SMA.”
“Tapi, saya ada jadwal ngajar anak SD,” jawab Delana.
“Nanti saya aturkan guru lain yang gantikan kamu.”
“Oh, gitu? Oke, bu.”
“Besok kita bicarain lagi di kantor!” pinta pemilik tempat
kursus itu.
“Oke, Bu.”
Pemilik tempat kursus itu langsung mematikan sambungan
teleponnya.
“Kenapa?” tanya Chilton.
“Suruh dampingi anak-anak lomba,” jawab Delana.
“Di mana?”
“Di gedung kesenian sih katanya,” jawab Delana.
“Aku tahu tuh. Kayaknya kemarin si Zoya ada nge-share ke
aku acara itu.”
“Oh, ya? Zoya ada di sana juga?”
“Kurang tahu juga sih. Tapi yang jelas dia emang terlibat
juga. Bagian apanya aku masih kurang paham.”
“Iya, sih. Dia kan seniman. Pasti ikut terlibat acara-acara
begituan,” sahut Delana.
Chilton tertawa kecil.
Mereka segera menghabiskan hidangan makan malam mereka.
“Enak?” tanya Chilton melihat piring makan Delana yang
sudah bersih.
Delana meringis menatap Chilton.
“Jangan keseringan makan kepiting terus, ntar kena
kolesterol,” tutur Chilton.
“Idih, nggak sering aku makan beginian. Kalo lagi pengen
aja,” sahut Delana.
Ratu tersenyum melihat perdebatan mereka. Ia mengeluarkan
dompet dari tas dan mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan. Ia
menyerahkan uang itu pada Chilton.
“Uang apa ini?” tanya Chilton menatap Ratu heran.
“Buat bayar makan ini,” jawab Ratu tersenyum.
“Nggak usah. Biar aku aja yang bayar,” sahut Chilton.
“Jangan! Aku yang ngajak Delana makan di sini, jadi aku
yang bayar.” Ratu terus mengulurkan uang pada Chilton.
“Nggak. Biar aku yang bayar.” Chilton langsung bangkit dari
tempat duduknya menuju meja kasir.
“Kenapa sih nggak mau dikasih duit?” celetuk Ratu terus
mengejar Chilton.
Delana masih tetap duduk sambil memerhatikan dua orang yang
berebut membayar makanan. Ia menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Ratu.
“Chil, pake uang aku aja!” pinta Ratu sambil meraih lengan
Chilton.
“Biar aku yang bayar!” Chilton menepiskan tangan Ratu dari
lengannya.
“Ya udah, bayar pake uangku.” Ratu menyodorkan uang sambil
tersenyum ke arah Chilton.
“Kalo aku bilang nggak ya nggak!” sentak Chilton. “Kamu nih
nggak paham-paham!”
Ratu terdiam saat Chilton membentaknya. Ia tak lagi memaksa
Chilton menerima uang darinya dan membiarkan Chilton membayar ke meja kasir.
Ratu menoleh ke arah Delana yang masih duduk di kursinya. Ia merasa kesal
karena Chilton memperlakukannya berbeda, tidak semanis saat bicara dengan
Delana.
Setelah membayar semua makanan yang dipesan. Chilton
melangkahkan kaki menghampiri Delana yang masih duduk di kursinya. Ia
melewatkan Ratu begitu saja seperti tak mengenal gadis yang mencoba merebut
perhatian Chilton itu.
“Ayo pulang!” Chilton mengajak Delana untuk segera pulang.
“Eh!?” Delana menatap Chilton.
Chilton tak banyak bicara lagi. Ia langsung menarik lengan
Delana dan membawanya pulang. Meninggalkan Ratu sendirian.
“Chil, aku tadi berangkat sama Ratu,” tutur Delana sambil
menoleh ke arah Ratu yang menatap kepergiannya.
“Biar aja!” Chilton tidak peduli. Ia tetap menarik lengan
Delana keluar dari restoran.
“Sorry ...!” Delana menoleh ke belakang dan berbicara pada
Ratu tanpa suara.
Ratu tersenyum sambil menganggukkan kepala walau dalam
hatinya menyimpan kekesalan.
((Bersambung...))
.png)
0 komentar:
Post a Comment