Tuesday, October 7, 2025

Perfect Hero Bab 308 : Pakaian Baru untuk Ayah

 




“Yun, suami kamu itu baik banget.”

Yuna tersenyum menanggapi ucapan ayahnya. “Iya, Yah. Mama mertua aku juga baik banget.”

“Oh ya?”

Yuna mengangguk. Ia menceritakan kehidupannya selama berumah tangga sembari membawa ayahnya ke salah satu toko pakaian langganannya.

Sesampainya di toko pakaian, Yuna membantu ayahnya memilih pakaian yang pas.

“Yah, ini bagus!” tutur Yuna sambil mengambil sebuah kemeja dengan motif batik.

Adjie menganggukkan kepala dan menerima pakaian yang diberikan Yuna.

Yuna terus mengajak ayahnya berkeliling di toko tersebut untuk mendapatkan baju yang pas. Yuna menghentikan langkahnya saat melihat Melan dan Bellina juga berada di toko tersebut.

“Astaga! Kenapa harus ketemu sama mereka di sini?” batin Yuna.

Sementara, Adjie tidak menunjukkan reaksi apa pun. Ia berusaha sebisa mungkin menyembunyikan ingatannya. Ia ingin mengetahui bagaimana reaksi Melan saat bertemu dengannya.

Melan dan Bellina terkejut melihat Adjie yang berdiri di samping Yuna.

“Ma, itu Pak Adjie?” tanya Bellina sambil memegang lengan ibunya.

Melan menggelengkan kepala. “Nggak mungkin. Bukannya dia masih koma dan lumpuh? Nggak mungkin dia bisa sembuh secepat ini!” balas Melan berbisik.

“Gimana kalau itu memang Pak Adjie?” tanya Bellina. Sejak kecil, ia memang sangat takut dengan Adjie.

“Kalau itu Adjie, harusnya dia mengenal kita. Dari gerak-geriknya, dia nggak mengenal kita.” Melan langsung melangkah mendekati Yuna dan ayahnya. “Jangan-jangan, dia bayar orang buat nakut-nakutin kita?” bisiknya.

“Hai, Yuna ...! Apa kabar?” sapa Melan.

Yuna tersenyum manis. Ia tidak ingin bertengkar dengan dua wanita ini di hadapan ayahnya.

“Mereka siapa?” tanya Adjie sambil menatap Yuna.

Melan tertawa saat mendengar pertanyaan Adjie. “Oh, ternyata bener dugaanku. Kamu sengaja bayar orang buat nakut-nakutin kami?”

Yuna mengernyitkan dahinya. “Nakut-nakutin? Oh ... jadi, kalian takut sama orang yang ada di samping aku ini? Takut kenapa? Kalian bikin kesalahan?”

Melan dan Bellina membelalakkan matanya mendengar pertanyaan Yuna.

“Ma, dia mau cari gara-gara sama kita.”

Melan tersenyum sinis. “Mama nggak takut. Dia sekarang bergaya kayak gini karena jadi istri orang kaya.” Ia menatap tajam ke arah Yuna. “Mentang-mentang kamu sudah kaya raya, kamu lupa sama orang yang sudah merawat dan membesarkan kamu selama ini?”

“Nggak usah mengalihkan pembicaraan, Tante!” sahut Yuna kesal.

Melan tersenyum sinis. “Yuna, kamu tahu kalau Bellina dari kecil takut sama ayah kamu. Kamu sengaja bayar orang buat nakut-nakutin dia, hah!?”

Yuna tak menghiraukan ucapan Melan. Ia menarik lengan ayahnya menjauh dari dua wanita tersebut. “Nggak usah hiraukan mereka, Yah!” bisiknya.

“Mereka siapa?” tanya Adjie lagi.

“Bukan siapa-siapa,” jawab Yuna. “Ayah cobain ini!” pinta Yuna sambil memberikan beberapa pakaian kepada Adjie dan memintanya mencoba di kamar ganti.

Adjie mengangguk. Ia bergegas masuk ke kamar ganti untuk mencoba pakaian yang sudah dipilihkan oleh Yuna.

Yuna melirik ke arah Melan dan Bellina. Ia langsung melangkah kembali mendekati mereka. “Tante, kenapa takut ketemu sama ayah? Tante takut kalau ayah tahu semuanya?”

“Tahu apa?” tanya Melan.

“Tante nggak usah pura-pura!” sentak Yuna. “Tante pasti ketakutan kalau ayahku bakal ngambil alih perusahaan lagi kan?”

Melan mengernyitkan dahi. Jantungnya berdebar sangat kencang, namun ia berusaha untuk menutupinya dengan bersikap santai.

“Tante pikir aku nggak tahu kalau selama ini kalian udah menipu ayahku untuk menandatangani surat pemindahan saham?”

Melan membelalakkan matanya. “Kamu tahu dari mana?”

Yuna tersenyum menatap Melan. “Aku udah tahu semuanya. Aku bukan orang bodoh kayak kalian.”

“Apa kamu bilang!?” sentak Bellina.

“Bodoh!” sahut Yuna makin menjadi.

“Kamu ...!?” Bellina berusaha mendorong tubuh Yuna, namun tangan Melan menahannya.

Yuna tersenyum menatap Bellina. “Kenapa marah? Ngerasa kalau kamu bodoh? Kamu bukan cuma bodoh, Bel. Tapi nggak waras juga. Heran deh, kenapa orang kayak kamu masih berkeliaran di tempat kayak gini. Harusnya, kamu itu duduk santai di rumah sakit jiwa!”

“Jangan sembarangan kalo ngomong, Yun!” sahut Bellina kesal.

Yuna tersenyum sinis. “Kamu pikir aku nggak tahu kalo sekarang kamu mulai tertarik sama suamiku? Sayangnya, suamiku itu nggak bego kayak Lian. Jadi, dia nggak akan tergoda sama perempuan murahan kayak kamu.”

“Berani-beraninya kamu ngatain aku murahan!?” sentak Bellina sambil berusaha mendorong tubuh Yuna.

Dengan cepat, Yuna menghindari tangan Bellina dan tersenyum sinis.

“Kamu juga, berani-beraninya mau godain suami orang. Apalagi kalau bukan perempuan murahan? Masih kurang puas ngambil Lian dari aku? Aku udah ikhlasin si Lian buat kamu. So, kamu jangan coba-coba ngerebut Yeriko dari aku. Ngimpi!”

Bellina menatap tajam ke arah Yuna. Ia semakin membenci Yuna karena Yuna selalu saja lebih unggul darinya. Sampai saat ini, Lian masih saja memikirkan Yuna walau merek telah menikah. Hal ini, membuat Bellina semakin tersiksa.

“Kenapa lihatin aku kayak gitu? Suami kamu itu nggak beneran sayang sama kamu? Masih aja godain istri orang lain.”

“Maksud kamu?”

“Kamu pura-pura bego atau bego beneran? Suami istri kelakuannya sama aja. Yang satu, godain istri orang. Satunya lagi godain suami orang. Kamu pikir-pikir lagi kalau mau godain Yeriko. Bisa-bisa, kamu kehilangan Lian dan nggak dapet Yeriko sama sekali!”

Bellina menatap tajam ke arah Yuna. Kali ini, ia ingin sekali mencabik-cabik wajah Yuna.

“Kamu sekarang berani sama kami, hah!?” sahut Melan.

“Kenapa nggak berani? Dulu, aku nurut sama kalian karena ayah. Sekarang, ayahku udah sembuh dan nggak ada di tangan kalian lagi. Kalian nggak punya alat buat nindas aku lagi!” seru Yuna.

Bellina ingin memaki Yuna, namun mulutnya terhenti saat melihat Adjie keluar dari kamar ganti dan menghampiri Yuna.

“Udah, Yah?” tanya Yuna.

Adjie menganggukkan kepala.

Yuna tersenyum, ia melangkahkan kakinya menuju kasir.

“Ayah tunggu di sini, ya!” pinta Yuna sambil memberikan beberapa pakaian untuk ayahnya ke meja kasir. “Aku cari kemeja dulu buat Yeriko.”

Adjie menganggukkan kepala.

“Mbak, tolong bungkus ini semua ya! Saya cari yang lain dulu,” pinta Yuna sambil menyodorkan sebuah kartu ke penjaga kasir.

“Iya, Mbak!” Petugas kasir tersebut tersenyum sambil menganggukkan kepala.

Yuna kembali melangkah. Ia melihat-lihat beberapa kemeja yang cocok untuk Yeriko. Ia mengambil satu kemeja berwarna krem dengan list hitam di bagian kerah dan lengannya. Yuna tersenyum, ia langsung mengambil kemeja tersebut.

Baru saja ingin melangkah, Bellina tiba-tiba merebut kemeja dari tangan Yuna.

Yuna langsung berbalik, ia menatap Bellina yang sudah memegang kemeja yang ingin ia beli.

“Kamu ngapain ngerebut kemejaku!?” sentak Yuna sambil merebut kemeja itu kembali.

“Aku suka,” jawab Bellina santai sambil merebut kemeja itu kembali dari tangan Yuna.

“Kenapa sih kamu selalu aja mau ngerebut apa yang aku punya? Kalian bahkan sudah punya semua yang kalian mau. Masih aja gangguin aku terus,” tutur Yuna kesal.

Bellina tersenyum senang. “Aku nggak akan puas sebelum lihat hidup kamu menderita!” tegas Bellina.

Yuna mendelik ke arah Bellina. Ia berusaha menarik kembali kemeja dari tangan Bellina. Hal ini membuat beberapa orang menatap ke arah mereka. Pegawai toko pun kewalahan  melerai  mereka karena keduanya pelanggan VIP mereka.

 

(( Bersambung ... ))

Thanks for support, you’re my booster.

 

Big Love,


 

 

 

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas