“Yun,
suami kamu itu baik banget.”
Yuna
tersenyum menanggapi ucapan ayahnya. “Iya, Yah. Mama mertua aku juga baik
banget.”
“Oh
ya?”
Yuna
mengangguk. Ia menceritakan kehidupannya selama berumah tangga sembari membawa
ayahnya ke salah satu toko pakaian langganannya.
Sesampainya
di toko pakaian, Yuna membantu ayahnya memilih pakaian yang pas.
“Yah,
ini bagus!” tutur Yuna sambil mengambil sebuah kemeja dengan motif batik.
Adjie
menganggukkan kepala dan menerima pakaian yang diberikan Yuna.
Yuna
terus mengajak ayahnya berkeliling di toko tersebut untuk mendapatkan baju yang
pas. Yuna menghentikan langkahnya saat melihat Melan dan Bellina juga berada di
toko tersebut.
“Astaga!
Kenapa harus ketemu sama mereka di sini?” batin Yuna.
Sementara,
Adjie tidak menunjukkan reaksi apa pun. Ia berusaha sebisa mungkin
menyembunyikan ingatannya. Ia ingin mengetahui bagaimana reaksi Melan saat
bertemu dengannya.
Melan
dan Bellina terkejut melihat Adjie yang berdiri di samping Yuna.
“Ma,
itu Pak Adjie?” tanya Bellina sambil memegang lengan ibunya.
Melan
menggelengkan kepala. “Nggak mungkin. Bukannya dia masih koma dan lumpuh? Nggak
mungkin dia bisa sembuh secepat ini!” balas Melan berbisik.
“Gimana
kalau itu memang Pak Adjie?” tanya Bellina. Sejak kecil, ia memang sangat takut
dengan Adjie.
“Kalau
itu Adjie, harusnya dia mengenal kita. Dari gerak-geriknya, dia nggak mengenal
kita.” Melan langsung melangkah mendekati Yuna dan ayahnya. “Jangan-jangan, dia
bayar orang buat nakut-nakutin kita?” bisiknya.
“Hai,
Yuna ...! Apa kabar?” sapa Melan.
Yuna
tersenyum manis. Ia tidak ingin bertengkar dengan dua wanita ini di hadapan
ayahnya.
“Mereka
siapa?” tanya Adjie sambil menatap Yuna.
Melan
tertawa saat mendengar pertanyaan Adjie. “Oh, ternyata bener dugaanku. Kamu
sengaja bayar orang buat nakut-nakutin kami?”
Yuna
mengernyitkan dahinya. “Nakut-nakutin? Oh ... jadi, kalian takut sama orang
yang ada di samping aku ini? Takut kenapa? Kalian bikin kesalahan?”
Melan
dan Bellina membelalakkan matanya mendengar pertanyaan Yuna.
“Ma,
dia mau cari gara-gara sama kita.”
Melan
tersenyum sinis. “Mama nggak takut. Dia sekarang bergaya kayak gini karena jadi
istri orang kaya.” Ia menatap tajam ke arah Yuna. “Mentang-mentang kamu sudah
kaya raya, kamu lupa sama orang yang sudah merawat dan membesarkan kamu selama
ini?”
“Nggak
usah mengalihkan pembicaraan, Tante!” sahut Yuna kesal.
Melan
tersenyum sinis. “Yuna, kamu tahu kalau Bellina dari kecil takut sama ayah
kamu. Kamu sengaja bayar orang buat nakut-nakutin dia, hah!?”
Yuna
tak menghiraukan ucapan Melan. Ia menarik lengan ayahnya menjauh dari dua
wanita tersebut. “Nggak usah hiraukan mereka, Yah!” bisiknya.
“Mereka
siapa?” tanya Adjie lagi.
“Bukan
siapa-siapa,” jawab Yuna. “Ayah cobain ini!” pinta Yuna sambil memberikan
beberapa pakaian kepada Adjie dan memintanya mencoba di kamar ganti.
Adjie
mengangguk. Ia bergegas masuk ke kamar ganti untuk mencoba pakaian yang sudah
dipilihkan oleh Yuna.
Yuna
melirik ke arah Melan dan Bellina. Ia langsung melangkah kembali mendekati
mereka. “Tante, kenapa takut ketemu sama ayah? Tante takut kalau ayah tahu
semuanya?”
“Tahu
apa?” tanya Melan.
“Tante
nggak usah pura-pura!” sentak Yuna. “Tante pasti ketakutan kalau ayahku bakal
ngambil alih perusahaan lagi kan?”
Melan
mengernyitkan dahi. Jantungnya berdebar sangat kencang, namun ia berusaha untuk
menutupinya dengan bersikap santai.
“Tante
pikir aku nggak tahu kalau selama ini kalian udah menipu ayahku untuk
menandatangani surat pemindahan saham?”
Melan
membelalakkan matanya. “Kamu tahu dari mana?”
Yuna
tersenyum menatap Melan. “Aku udah tahu semuanya. Aku bukan orang bodoh kayak
kalian.”
“Apa
kamu bilang!?” sentak Bellina.
“Bodoh!”
sahut Yuna makin menjadi.
“Kamu
...!?” Bellina berusaha mendorong tubuh Yuna, namun tangan Melan menahannya.
Yuna
tersenyum menatap Bellina. “Kenapa marah? Ngerasa kalau kamu bodoh? Kamu bukan
cuma bodoh, Bel. Tapi nggak waras juga. Heran deh, kenapa orang kayak kamu
masih berkeliaran di tempat kayak gini. Harusnya, kamu itu duduk santai di
rumah sakit jiwa!”
“Jangan
sembarangan kalo ngomong, Yun!” sahut Bellina kesal.
Yuna
tersenyum sinis. “Kamu pikir aku nggak tahu kalo sekarang kamu mulai tertarik
sama suamiku? Sayangnya, suamiku itu nggak bego kayak Lian. Jadi, dia nggak
akan tergoda sama perempuan murahan kayak kamu.”
“Berani-beraninya
kamu ngatain aku murahan!?” sentak Bellina sambil berusaha mendorong tubuh
Yuna.
Dengan
cepat, Yuna menghindari tangan Bellina dan tersenyum sinis.
“Kamu
juga, berani-beraninya mau godain suami orang. Apalagi kalau bukan perempuan
murahan? Masih kurang puas ngambil Lian dari aku? Aku udah ikhlasin si Lian
buat kamu. So, kamu jangan coba-coba ngerebut Yeriko dari aku. Ngimpi!”
Bellina
menatap tajam ke arah Yuna. Ia semakin membenci Yuna karena Yuna selalu saja
lebih unggul darinya. Sampai saat ini, Lian masih saja memikirkan Yuna walau
merek telah menikah. Hal ini, membuat Bellina semakin tersiksa.
“Kenapa
lihatin aku kayak gitu? Suami kamu itu nggak beneran sayang sama kamu? Masih
aja godain istri orang lain.”
“Maksud
kamu?”
“Kamu
pura-pura bego atau bego beneran? Suami istri kelakuannya sama aja. Yang satu,
godain istri orang. Satunya lagi godain suami orang. Kamu pikir-pikir lagi
kalau mau godain Yeriko. Bisa-bisa, kamu kehilangan Lian dan nggak dapet Yeriko
sama sekali!”
Bellina
menatap tajam ke arah Yuna. Kali ini, ia ingin sekali mencabik-cabik wajah
Yuna.
“Kamu
sekarang berani sama kami, hah!?” sahut Melan.
“Kenapa
nggak berani? Dulu, aku nurut sama kalian karena ayah. Sekarang, ayahku udah
sembuh dan nggak ada di tangan kalian lagi. Kalian nggak punya alat buat nindas
aku lagi!” seru Yuna.
Bellina
ingin memaki Yuna, namun mulutnya terhenti saat melihat Adjie keluar dari kamar
ganti dan menghampiri Yuna.
“Udah,
Yah?” tanya Yuna.
Adjie
menganggukkan kepala.
Yuna
tersenyum, ia melangkahkan kakinya menuju kasir.
“Ayah
tunggu di sini, ya!” pinta Yuna sambil memberikan beberapa pakaian untuk
ayahnya ke meja kasir. “Aku cari kemeja dulu buat Yeriko.”
Adjie
menganggukkan kepala.
“Mbak,
tolong bungkus ini semua ya! Saya cari yang lain dulu,” pinta Yuna sambil
menyodorkan sebuah kartu ke penjaga kasir.
“Iya,
Mbak!” Petugas kasir tersebut tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Yuna
kembali melangkah. Ia melihat-lihat beberapa kemeja yang cocok untuk Yeriko. Ia
mengambil satu kemeja berwarna krem dengan list hitam di bagian kerah dan
lengannya. Yuna tersenyum, ia langsung mengambil kemeja tersebut.
Baru
saja ingin melangkah, Bellina tiba-tiba merebut kemeja dari tangan Yuna.
Yuna
langsung berbalik, ia menatap Bellina yang sudah memegang kemeja yang ingin ia
beli.
“Kamu
ngapain ngerebut kemejaku!?” sentak Yuna sambil merebut kemeja itu kembali.
“Aku
suka,” jawab Bellina santai sambil merebut kemeja itu kembali dari tangan Yuna.
“Kenapa
sih kamu selalu aja mau ngerebut apa yang aku punya? Kalian bahkan sudah punya
semua yang kalian mau. Masih aja gangguin aku terus,” tutur Yuna kesal.
Bellina
tersenyum senang. “Aku nggak akan puas sebelum lihat hidup kamu menderita!”
tegas Bellina.
Yuna
mendelik ke arah Bellina. Ia berusaha menarik kembali kemeja dari tangan
Bellina. Hal ini membuat beberapa orang menatap ke arah mereka. Pegawai toko
pun kewalahan melerai mereka karena keduanya pelanggan VIP mereka.
((
Bersambung ... ))
Thanks
for support, you’re my booster.
Big
Love,
.png)
0 komentar:
Post a Comment