Tuesday, October 7, 2025

THEN LOVE BAB 27 : TERASA ASING

 


Usai liburan semester, semua siswa dari luar kota kembali ke asrama. Delana, langsung pergi ke asrama begitu mendengar Belvina sudah tiba di sana.

“Bel, liburan kemarin ke mana aja?” tanya Delana sambil berbaring di salah satu ranjang yang ada di kamar Belvina.

“Di kampung aja, sih. Ngumpul-ngumpul bareng keluarga,” jawab Belvina.

“Asyik, ya?” tanya Delana.

“Asyik, lah. Secara, aku kan jarang banget bisa ketemu sama keluarga dan saudara. Nggak kayak kamu yang bisa ketemu setiap hari,” tutur Belvina sambil sibuk melipat pakaiannya.

“Eh, si Ivo jadi liburan ke Singapura?” tanya Belvina.

“Jadi. Aku lihat postingannya di instagram, bikin ngiri aja, deh.”

Belvina tertawa kecil. “Iya, sih. Aku sering dm dia.”

“Lah? Itu tahu. Kenapa masih tanya Ivo jadi ke Singapura atau enggak?” dengus Delana.

“Ngetes kamu aja. Seberapa peduli sih kamu sahabat kamu sendiri,” jawab Belvina sambil tertawa.

“Kapan sih aku nggak peduli sama kalian?” tutur Delana sambil memainkan bibirnya.

“Kapan ya?” Belvina menatap langit-langit kamarnya. “Kayaknya ... kalo pas kamu lagi sama Chilton deh.”

“Iih ... itu kan beda. Masa kamu nggak dukung aku sama dia sih? Aku 'kan lagi usaha.”

Belvina meringis. “Hehehe. Iya, kita paham, kok. Lihat kamu bahagia aja udah senang. Yang penting, jangan lupa sama sahabat kalo udah punya pacar!”

“Ahsiiaap!”

Belvina tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Delana meraih ponsel dan membuka aplikasi media sosialnya. Ia sengaja mencari berita terbaru dari hashtag seputar kampusnya.

“Bel, kamu kenal sama Ratu Sheeva?” tanya Delana.

“Yang suka jadi MC sama nari-nari itu?” tanya Belvina balik.

Delana menganggukkan kepala.

“Kenal. Dia loh tinggal di asrama sini juga.”

“Hah!? Serius?”

“Iya. Kenapa emangnya?” tanya Belvina.

“Hmm ... nggak papa, sih. Suka aja lihat dia cantik banget,” jawab Delana.

“Cantik mana sama Ivo?” tanya Belvina.

“Dua-duanya cantik.”

“Aku bilang sih cantik Ivo. Si Ratu itu angkuh banget anaknya.”

“Oh ya? Dia anak orang kaya, ya?” tanya Delana.

Belvina menganggukkan kepala. “Katanya sih gitu. Tapi, buktinya dia nggak punya apa-apa juga. Tinggalnya di asrama dan nggak bawa kendaraan. Kalo dia anak orang kaya, pasti dia bawa mobil.”

“Yah, bisa aja kan dia nggak mau pamer sama hartanya,” sahut Delana.

“Ah, ngomong sama kamu mah bikin aku kesel. Kamu tuh terlalu baik sama orang. Ntar juga kamu bakal tahu dia itu kayak gimana kalo kamu sudah kenal sama dia.”

Delana hanya meringis. Ia merasa tidak punya hak sama sekali untuk menilai Ratu adalah cewek yang angkuh atau sombong. Sebab ia belum benar-benar mengenalnya.

“Del, kenapa kamu nggak tinggal di asrama aja?” tanya Belvina.

“Rumah deket. Buat apa tinggal di asrama? Tinggal loncat gin aku udah sampe rumah,” jawab Delana.

“Hmm ... iya, juga sih. Tapi, aku ngebayangin kalo kita tuh tinggal sekamar di sini. Pasti asyik banget,” tutur Belvina.

“Aku punya adik di rumah. Yang ngurus keperluan Bryan siapa?”

“Pembantu kamu 'kan ada.”

“Dia kan cuma sebentar aja di rumah. Kerjanya cuma nyuci, gosok sama beres-beres rumah doang.”

“Kenapa nggak cari pembantu yang full time?”

“Sebagian masih bisa aku kerjain sendiri. Jadi aku belum begitu butuh. Lagian, Ayah sama Bryan nggak suka makan masakan pembantu,” jawab Delana.

“Oh, iya juga sih.” Belvina mengangguk-anggukkan kepalanya.

Tiba-tiba terdengar suara keributan dari luar kamar. Delana dan Belvina saling pandang. “Ada apa?” tanya mereka penasaran. Mereka langsung berlari keluar dari kamar.

“Bu, aku tetep mau pindah. Kamar aku itu nggak nyaman banget!” seru Ratu yang sudah dikerubungi beberapa teman-teman asramanya.

“Mau pindah ke mana?” tanya Bu Wanda selaku pengawas asrama puteri.

“Aku mau di lantai ini. Di bawah itu pengap, Bu. Udah gitu AC-nya error terus karena udah lama. Yang di lantai dua semuanya masih baru-baru dan furniturenya masih bagus.”

“Semua kamar sudah terisi.”

“Kamar Belvina ada empat ranjang. Dia tinggal sendirian aja 'kan?”

“Ada Ivona dan Delana yang tinggal sama Belvi kalau siang.”

“Itu kan siang doang kalo jam istirahat. Lagian, Delana juga kalo di sini tuh cuma main doang. Orang rumahnya deket aja di depan kampus, ngapain coba tinggal di asrama segala?” cerocos Ratu.

Delana dan Belvina saling menatap. Mereka tidak menyangka kalau menjadi sasaran kekesalan Ratu hanya karena Ratu menempati kamar asrama lama yang memang fasilitasnya juga sudah tak sebaik asrama yang ada di lantai atas.

“Belvi, Ratu bisa pindah ke kamar kamu?” tanya Bu Wanda.

Belvi tidak bisa menjawab pertanyaan Bu Wanda karena siang hari ada Delana dan Ivona yang sering istirahat di dalam kamarnya.

“Kasur di kamar kamu 'kan ada empat. Masih ada satu lagi yang kosong 'kan? Toh, mereka juga jarang banget ada di asrama.”

“Mmh ...”

“Bu, aku tetep mau tukeran kamar sama mereka!” tegas Ratu.

“Hah!? Tukeran? Enak aja!” sahut Delana.

“Eh, kamu kan jarang juga ada di asrama ini? Di sini cuma sebentar-sebentar aja tapi maunya dapet fasilitas yang enak,” celetuk Ratu.

“Yee ... terserah aku dong! Aku yang duluan ada di kamar ini, kok.”

“Iya, Bu. Dela kan sudah lama di sini. Kita nggak mau kalo dia pindah ke bawah,” sahut beberapa cewek yang menjadi teman asrama Delana.

“Iya, Del. Nggak asyik kalo nggak ada kamu,” bisik salah satu teman asrama di telinga Delana.

“Udah, jangan berantem!” seru Belvina. “Ratu boleh tinggal sekamar sama kita. Asalkan beresin sendiri ranjangnya. Soalnya ranjang yang satu itu kita pake buat naruh barang-barang.”

Ratu menghela napas. “Oke.”

“Bel, kamu serius?” bisik Delana.

Belvina mengedikkan bahunya. “Udahlah, daripada ribut.”

“Ya sudah kalau begitu. Semua sudah clear. Kamu bisa pindah ke kamar Belvina!” perintah Bu Wanda pada Ratu. “Ingat, ya! Ibu nggak mau ada ribut-ribut kayak gini lagi apalagi cuma soal kamar. Sekarang bubar!”

“Ibu yang ngajak ribut!” seru Ratu.

“Eh, kamu masih mau cari masalah sama Ibu?”

“Hehehe ... nggak, Bu.” Ratu langsung bergegas pergi meninggalkan Bu Wanda.

“Delana ...!” panggil Bu Wanda.

“Ya, Bu.”

“Kamu kan jarang tinggal di asrama. Gimana kalo kamu pindah ke bawah? Tukeran sama Ratu?” tanya Bu Wanda.

“Nggak mau, Bu!” sahut Delana kesal.

“Iya, Bu. Dela tetep di atas aja!” seru penghuni asrama yang lainnya.

“Kalian itu, ya!” ucap Bu Wanda kesal. Ia menghentakkan kakinya dan berlalu pergi.

“Bu Wanda marah, Del.” Belvina menatap kepergian Bu Wanda yang mulai menghilang saat menuruni tangga.

Delana mengedikkan bahunya. “Biarin aja!”

“Del, aku bawa buah nanas sama mangga dari kampung,” ucap salah satu penghuni asrama yang berdiri di dekat Delana.

“Serius? Pencokan lagi yuk!” ajak Delana.

“Ayuk!” jawab yang lainnya serempak.

“Aku tunggu di kamar Belvina, ya!” seru Delana sambil melangkahkan kaki menuju ke kamarnya.

“Siap!”

Delana menghentikan langkahnya, ia membalikkan tubuhnya menghadap ke arah beberapa teman asramanya. “Emang bahannya udah lengkap?” tanya Delana.

“Aku ada cabai,” sahut salah satunya.

“Gula merah?” tanya Delana.

Semua terdiam, tidak ada yang memberikan jawaban. Delana langsung merogoh sakunya dan mengeluarkan selembar uang seratus ribuan.

“Beli sana! Beli gula merah sama buah-buahan yang lain!” perintah Delana sambil menyodorkan uang ke arah teman-temannya.

“Buah apa aja?” tanya salah satu teman sambil meraih uang yang diberikan Delana.

“Apa aja yang enak buat dipencok,” jawab Delana sambil berlalu pergi memasuki kamar Belvina.

Belvina sengaja membuka pintu kamarnya lebar-lebar karena beberapa teman asrama akan ke kamarnya dan pesta buah seperti biasanya.

“Bel, ada bir?” tanya Delana.

“Habis. Kamu mau minum bir?” tanya Belvina.

“Mau kalo ada. Kalo nggak ada ya nggak usah,” jawab Delana.

“Aku pesenin dulu, ya!” Belvina meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja riasnya.

“Nggak usah, deh!”

“Tapi kayaknya lebih nikmat kalo makanan itu ada minumannya,” tutur Belvina.

“Ya sudahlah kalo kamu maksa,” sahut Delana sambil menahan tawa.

“Huu ... dasar! Bilang aja mau!” celetuk Belvina.

Delana meringis menatap Belvina yang terlihat kesal.

 

***

Ratu Sheeva adalah salah satu bidadari kampus, cantik dan berbakat. Semua mahasiswa mengenal Ratu karena dia adalah pembawa acara di acara-acara kampus. Selain di kampus, Ratu juga kerap kali mengisi acara di beberapa tempat.

Delana menghentikan langkahnya saat melewati panggung seni yang ada di halaman kampusnya. Di atas panggung, terdengar suara Ratu yang begitu fasih membawakan acara. Sesekali ia melempar candaan yang membuat para penonton tertawa.

“Del, kamu ngapain di sini?”

“Eh!?” Delana memutar kepala menghadap ke sumber suara. “Chilton?”

Chilton tersenyum ke arah Delana. “Kamu suka pertunjukan seni kayak gini?” tanya Chilton sambil menatap panggung. Beberapa penari muncul dari balik panggung dan melenggak-lenggokkan tubuhnya.

Delana tersenyum. “Suka,” jawabnya singkat.

“Liburan ke mana aja?” tanya Chilton.

“Nyusulin ayah ke Berau.”

“Ayah kamu masih tugas kerja di sana?” tanya Chilton.

Delana menganggukkan kepala. “Kamu sendiri liburan ke mana?” tanya Delana.

“Nggak ke mana-mana. Cuma di rumah Mama aja.”

“Oh ya? Salam buat mama kamu, ya!” tutur Delana.

Chilton tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Aku pergi dulu, ya!”

“Mau ke mana?” tanya Delana.

“Ada janji sama temen,” jawab Chilton sambil melihat arlojinya. “Bye!” Ia melambaikan tangan dan bergegas pergi meninggalkan Delana.

Delana menatap kepergian Chilton. Ia rindu pada cowok itu, tapi Chilton memang sedikit terlihat berbeda. Ia menyapa hanya sekedarnya saja. Tak seperti biasanya. Delana sendiri tidak mengerti kenapa cowok yang selama ini dekat dengannya mulai menjaga jarak.

Delana menghela napas dan mencoba berpikir positif. Bisa saja Chilton memang punya banyak kesibukan dan tidak seharusnya ia mengganggu. Setelah pertunjukkan seni selesai, ia melangkahkan kaki menuju asrama kampus.

“Kamu kenapa? Lemes banget?” tanya Belvina yang sudah ada di dalam kamar.

“Nggak papa.” Delana langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia menatap salah satu ranjang yang penuh dengan tumpukan barang. “Ratu belum pindah ke sini?” tanya Delana.

Belvina mengedikkan bahunya. “Belum. Katanya sih dia masih sibuk banget karena latihan nari terus. Mungkin belum ada waktu buat pindahan ke sini.”

“Bagus, lah.”

“Kamu kenapa sih kayak sentimen gitu sama dia?”

“Nggak, kok. Biasa aja. Aku cuma males aja kalo ada orang lain di sini. Nggak asyik banget mau cerita-cerita.”

“Astaga ... cuma karena itu?” tanya Belvina.

“Halah, kamu aja nggak seneng kan sama dia?”

Belvina meringis. “Kalo itu kayaknya semua pada nggak suka.”

“Emangnya kenapa sih sama dia? Kenapa banyak yang nggak suka?” tanya Delana.

“Rada belagu anaknya,” jawab Belvina.

“Kalo nanti dia belagu, kita kerjain bareng-bareng aja,” celetuk Delana.

“Ide bagus juga, tuh.”

Delana tersenyum. “Semoga dia nggak seperti yang kalian kira, ya!”

“Dia mah emang kayak gitu dari dulu,” sahut Belvina.

“Kita lihat nanti,” tutur Delana. “Eh, tadi aku ketemu Chilton.”

“Oh ya? Terus?”

“Dia cuma nyapa sebentar doang terus pergi,” jawab Delana.

“Nggak ngajak makan siang atau nge-date gitu?” tanya Belvina.

Delana menggeleng dengan wajah lesu. “Dia kenapa ya, Bel?”

“Jangan-jangan dia sudah ada cewek lain, Del?”

Delana langsung menatap Belvina. Ia merasa begitu sedih saat Belvina mengatakan ada cewek lain yang sedang dekat dengan Chilton. Tanpa ia sadari, matanya berkaca-kaca.

“Jangan sedih! Aku cuma bercanda, kok.” Belvina langsung memeluk Delana.

“Andai itu beneran gimana?” tanya Delana dengan suara parau.

“Nggak. Aku percaya kalo Chilton nggak kayak gitu. Dia itu sayang sama kamu,” tutur Belvina sambil mengelus pundak Delana.

Tiba-tiba terdengar lagi suara keributan dari luar kamar. Belvina menghela napas panjang. “Kayaknya dia lagi deh,” tuturnya. Ia melepas pelukan Delana dan langsung berjalan menuju pintu.

“Ada apa lagi sih?” tanya Belvina kesal begitu ia membukakan pintu kamar asramanya.

“Aku mau pindah ke sini sekarang,” tutur Ratu sambil berpegangan dengan salah satu temannya.

Belvina menatap Ratu yang terlihat kesakitan. “Ya pindah aja!”

“Aku nggak bisa beresin ranjang kamu yang penuh barang-barang itu. Soalnya kaki aku masih cidera habis latihan nari kemarin.”

“Tunggu aja kakimu sembuh baru pindah ke sini. Siapa yang mau beresin ranjang itu?”

“Aku minta tolong, dong!” pinta Ratu.

“Idih, ogah banget! Kamu yang mau pindah, kenapa aku yang repot?”

“Bel, aku ini lagi sakit!” teriak Ratu. “Kamu tega banget sih sama temen!”

“Kapan kita temenan?” tanya Belvina. Delana tiba-tiba sudah muncul di belakang Belvina.

“Kamu kenapa?” tanya Delana pada Ratu yang dipapah oleh salah satu temannya.

“Del, tolongin aku, dong!”

“Apa?” tanya Delana. Belvina langsung menyikut Delana, memberi isyarat untuk tidak memberikan bantuan pada Ratu.

“Aku lagi sakit, Del. Aku butuh tempat yang nyaman buat istirahat. Minta tolong bantuin beresin ranjang yang ada di kamar kamu, dong! Aku pengen pindah sekarang juga,” jelas Ratu.

Delana menatap Belvina yang memberikan isyarat untuk tidak melakukannya. Delana ingin bilang tidak, tapi ia tidak tega melihat Ratu yang kelihatan kesakitan dan sepertinya memang butuh tempat yang nyaman untuk beristirahat.

“Please ...!” ucap Ratu memohon.

“Oke, deh,” jawab Delana ragu-ragu. “Tapi, aku nggak bisa beresin sendirian. Kalo ada yang mau bantu, aku kerjain. Kalo nggak ada, aku nggak mau ngerjain,” tutur Delana.

Ratu tersenyum. “Ada mereka yang mau bantuin, kok.” Ratu menunjuk dua orang yang ada di sampingnya.

“Oke,” jawab Delana sambil masuk ke dalam kamar.

“Aku boleh masuk sekarang 'kan?” tanya Ratu pada Belvina.

Belvina terpaksa menyunggingkan senyum dan membiarkan Ratu masuk ke dalam kamarnya.

Delana mulai memindahkan barang-barang Belvina satu per satu.

“Nyaman banget di sini,” tutur ratu sambil merebahkan tubuhnya ke atas kasur.

Delana langsung menoleh ke arah Ratu sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia heran dengan sikap ratu yang keukeuh ingin pindah kamar.

“Barang-barang kamu siapa yang bawain naik?” tanya Delana pada Ratu.

“Mereka aja sekalian!” Ratu menunjuk dua temannya yang sedang membantu Delana.

“Capek banget tau kalo ngangkatin barang naik turun!” celetuk salah satu temannya.

“Dicicil aja!” pinta Delana. “Yang mau dipake dulu yang dibawa ke sini. Yang lain biar dibawa Ratu kalo dia udah sembuh.”

“Iya, deh. Apa aja yang mau diambil duluan?” tanya salah satu teman Ratu.

“Seprai sama selimut aja dulu!” sahut Delana. “Biar dia bisa istirahat.”

“Oke,” Satu teman Ratu keluar dari kamar untuk mengambil barang Ratu. Satunya lagi tetap membantu Delana membereskan barang-barang Belvina.

“Bawain baju aku sekalian, ya!” pinta Ratu. “Udah aku siapin di koper!” teriaknya pada teman asrama yang membantunya mengambil barang di lantai bawah.

“Iya!” sahut temannya sambil berteriak dan langsung berlari turun agar tidak semakin banyak permintaan Ratu.

“Aku ngantuk banget,” tutur Ratu sambil memperbaiki posisi tidurnya sambil menatap Delana yang masih sibuk membereskan ranjang yang akan ia tempati. Ratu tersenyum sambil memejamkan matanya perlahan.

“Jangan tidur!” seru Belvina. “Beliin makanan sama minuman kek buat mereka. Nggak pengertian banget!” celetuknya.

“Oh, iya. Kalian mau makan apa?” tanya Ratu sambil membuka ponsel untuk memesan makanan via online.

“Sembarang aja yang penting enak,” sahut salah satu temannya.

“Kamu biasa pesen makan di mana?” tanya Ratu pada Delana.

“Di Ocean’s,” sahut Belvina.

“Ocean’s?” Ratu mengangkat kedua alisnya. Ia berpikir kembali untuk membelikan makanan di restoran yang terbilang mahal itu. “Nggak pengen yang lain? Makan mie ayam kayaknya enak, deh,” tuturnya.

“Hmm ... terserah kamu aja, deh!” sahut Delana.

“Huu ... bilang aja nggak punya modal buat beliin makan di Ocean’s,” celetuk Belvina.

“Bukan nggak modal. Aku emang belum dikirimin uang sama orang tuaku. Lagi cekat banget, nih.”

“Sama aja!” sahut Belvina.

Ratu meringis. “Aku pesenin mie ayam aja, ya?”

“Iya,” jawab Delana.

Ratu langsung memesan mie ayam lewat salah satu aplikasi ojek online.

Beberapa menit kemudian, Delana sudah selesai membereskan ranjang dan siap untuk dijadikan tempat istirahat Ratu.

“Udah kelar,” ucap Delana.

Tiba-tiba ponsel Delana berdering. Ia merogoh ponsel yang ia letakkan di dalam tas. Melihat nama yang tertera di layar ponsel itu.

“Halo ... Bryan. Kenapa?” tanya Delana.

“....”

“Oh gitu? Oke, kakak lagi di asrama kak Belvi. Sebentar Kakak pulang,” ucap Delana. Ia langsung mematikan panggilan telepon dari Bryan.

“Aku pulang dulu, ya!” pamit Delana sambil memakai tasnya.

“Loh? Udah dipesenin makan. Nggak makan dulu?” tanya Ratu.

“Nggak usah, deh. Kalian makan aja! Bryan lagi butuh aku banget.”

“Bryan? Siapa? Pacar kamu?” tanya Ratu.

“Adik aku,” jawab Delana. “Aku pergi dulu ya! Bye!” Delana melambaikan tangan dan langsung bergegas pergi.

“Bel, si Dela itu tajir banget, ya?” tanya Ratu.

“Menurut kamu?”

“Penampilannya sih biasa aja,” tutur Ratu. “Tapi, aku lihat tas yang dia pake kayaknya tas mahal, ya?”

Belvina mengedikkan bahunya.

“Dia juga sering makan di Ocean’s? Itu kan restoran elite,” tutur Ratu.

“Hmm ... dia emang begitu. Dia suka masak dan jarang makan makanan di luar. Kalo makan di luar, dia pilih-pilih banget.”

“Cuma mau makan makanan dari restoran mahal aja, ya?” tanya Ratu.

“Enggak juga, sih. Kadang dia makan di warung bakso biasa juga. Dia suka tempat makan yang enak. Biarpun tukang sate pinggir jalan, kalo enak ya dia beli,” jelas Belvina.

“Oh.” Ratu mengangguk-anggukkan kepala.

“Kaki kamu berapa hari sembuhnya?” tanya Belvina pada Ratu.

“Nggak tahu.”

“Biasanya lama atau enggak?” tanya Belvina.

“Tergantung sih. Bisa cepet, bisa lama.”

Belvina menganggukkan kepala tanda mengerti.

Beberapa menit kemudian, makanan yang dipesan oleh Ratu sudah tiba di kamar Belvina. Mereka langsung melahap mie ayam dari salah satu warung mie ayam yang ada di Balikpapan.

“Ini mie ayam Kolor Ijo ya?” tanya Belvina.

“Kamu kok tahu?” tanya Ratu.

“Iya. Sering makan di sana.”

“Sama Delana juga?” tanya Ratu.

“Kadang-kadang sama Delana, kadang sama yang lain.”

“Oh. Kalian udah lama kenal?”

“Kenal dari SMA.”

“Dan jadi sahabat baik?”

Belvina menganggukkan kepala.”Dia anaknya baik banget. Banyak yang sayang suka sama dia.”

“Berarti banyak pacarnya, dong?”

“Nggak juga. Dia malah nggak pernah pacaran.”

“Katanya banyak yang suka?”

“Banyak yang suka bukan berarti banyak pacarnya 'kan?” dengus Belvina ke arah Ratu.

“Yaelah, kalo banyak yang suka itu berarti banyak pacarnya. Kalo nggak punya pacar mah namanya nggak ada yang suka,” sahut Ratu.

“Kalo yang suka cewek-cewek? Apa harus dijadiin pacar juga?”

Ratu terkekeh mendengar ucapan Belvina. “Seriusan dia nggak punya pacar?”

“Emang penting banget buat kamu tahu Delana sudah punya pacar atau belum?”

“Penting, lah.”

“Kurang kerjaan!” gerutu Belvina.

“Yah, kita kan sekarang udah jadi temen sekamar. Aku harus peduli dong sama kalian.”

“Nggak perlu begitu. Kamu cuma butuh tempat istirahat 'kan? Bukan butuh temen?”

Ratu menghela napasnya. Ia tersenyum ke arah Belvina. “Nyebelin banget nih anak,” batinnya kesal.

“Kamu sendiri udah punya pacar?” tanya Belvina.

“Aku?” Ratu tertawa. “Aku mah gampang buat dapetin pacar. Cowok mana sih yang nggak mau sama cewek kayak aku,” tutur Ratu bangga.

Belvina bergumam dalam hati. Ia merasa kesombongan Ratu sudah muncul dengan sendirinya. Ratu memang ratunya kampus yang terkenal dekat dengan banyak laki-laki. Bisa jadi mereka pacaran atau hanya sekedar teman baik saja. Belvina tidak ingin terlalu banyak ikut campur urusan pribadi Ratu.

“Kamu sendiri, sudah punya pacar?” tanya Ratu.

Belvina menggelengkan kepala.

Ratu memerhatikan penampilan Belvina dari ujung rambut sampai ujung kaki. “Gimana mau punya pacar kalo penampilan kamu aja kayak gini,” tutur Ratu.

“Ada masalah sama penampilan aku?” tanya Belvina.

“Nggak ada, sih. Tapi, cowok-cowok itu suka sama cewek yang peduli sama dirinya sendiri. Mau ngerawat dirinya dengan baik. Yah, setidaknya kamu bisa tampil lebih modis dan kekinian.”

“Oh, ya?” Belvina mengerutkan keningnya.

“Jangan kayak Bu Wanda! Udah gemuk, kucel, pemarah pula,” sahut teman Ratu yang masih bersama mereka.

Mereka tergelak. Membayangkan bagaimana ekspresi wajah Bu Wanda seringkali marah karena sikap penghuni asrama yang bermacam-macam.


((Bersambung))

 

 




0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas