Usai liburan semester,
semua siswa dari luar kota kembali ke asrama. Delana, langsung pergi ke asrama
begitu mendengar Belvina sudah tiba di sana.
“Bel, liburan kemarin
ke mana aja?” tanya Delana sambil berbaring di salah satu ranjang yang ada di
kamar Belvina.
“Di kampung aja, sih.
Ngumpul-ngumpul bareng keluarga,” jawab Belvina.
“Asyik, ya?” tanya
Delana.
“Asyik, lah. Secara,
aku kan jarang banget bisa ketemu sama keluarga dan saudara. Nggak kayak kamu
yang bisa ketemu setiap hari,” tutur Belvina sambil sibuk melipat pakaiannya.
“Eh, si Ivo jadi
liburan ke Singapura?” tanya Belvina.
“Jadi. Aku lihat
postingannya di instagram, bikin ngiri aja, deh.”
Belvina tertawa kecil.
“Iya, sih. Aku sering dm dia.”
“Lah? Itu tahu. Kenapa
masih tanya Ivo jadi ke Singapura atau enggak?” dengus Delana.
“Ngetes kamu aja.
Seberapa peduli sih kamu sahabat kamu sendiri,” jawab Belvina sambil tertawa.
“Kapan sih aku nggak
peduli sama kalian?” tutur Delana sambil memainkan bibirnya.
“Kapan ya?” Belvina
menatap langit-langit kamarnya. “Kayaknya ... kalo pas kamu lagi sama Chilton
deh.”
“Iih ... itu kan beda.
Masa kamu nggak dukung aku sama dia sih? Aku 'kan lagi usaha.”
Belvina meringis.
“Hehehe. Iya, kita paham, kok. Lihat kamu bahagia aja udah senang. Yang penting,
jangan lupa sama sahabat kalo udah punya pacar!”
“Ahsiiaap!”
Belvina tersenyum
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Delana meraih ponsel
dan membuka aplikasi media sosialnya. Ia sengaja mencari berita terbaru dari
hashtag seputar kampusnya.
“Bel, kamu kenal sama
Ratu Sheeva?” tanya Delana.
“Yang suka jadi MC sama
nari-nari itu?” tanya Belvina balik.
Delana menganggukkan
kepala.
“Kenal. Dia loh tinggal
di asrama sini juga.”
“Hah!? Serius?”
“Iya. Kenapa emangnya?”
tanya Belvina.
“Hmm ... nggak papa,
sih. Suka aja lihat dia cantik banget,” jawab Delana.
“Cantik mana sama Ivo?”
tanya Belvina.
“Dua-duanya cantik.”
“Aku bilang sih cantik
Ivo. Si Ratu itu angkuh banget anaknya.”
“Oh ya? Dia anak orang
kaya, ya?” tanya Delana.
Belvina menganggukkan
kepala. “Katanya sih gitu. Tapi, buktinya dia nggak punya apa-apa juga.
Tinggalnya di asrama dan nggak bawa kendaraan. Kalo dia anak orang kaya, pasti
dia bawa mobil.”
“Yah, bisa aja kan dia
nggak mau pamer sama hartanya,” sahut Delana.
“Ah, ngomong sama kamu
mah bikin aku kesel. Kamu tuh terlalu baik sama orang. Ntar juga kamu bakal
tahu dia itu kayak gimana kalo kamu sudah kenal sama dia.”
Delana hanya meringis.
Ia merasa tidak punya hak sama sekali untuk menilai Ratu adalah cewek yang
angkuh atau sombong. Sebab ia belum benar-benar mengenalnya.
“Del, kenapa kamu nggak
tinggal di asrama aja?” tanya Belvina.
“Rumah deket. Buat apa
tinggal di asrama? Tinggal loncat gin aku udah sampe rumah,” jawab Delana.
“Hmm ... iya, juga sih.
Tapi, aku ngebayangin kalo kita tuh tinggal sekamar di sini. Pasti asyik
banget,” tutur Belvina.
“Aku punya adik di
rumah. Yang ngurus keperluan Bryan siapa?”
“Pembantu kamu 'kan
ada.”
“Dia kan cuma sebentar
aja di rumah. Kerjanya cuma nyuci, gosok sama beres-beres rumah doang.”
“Kenapa nggak cari
pembantu yang full time?”
“Sebagian masih bisa
aku kerjain sendiri. Jadi aku belum begitu butuh. Lagian, Ayah sama Bryan
nggak suka makan masakan pembantu,” jawab Delana.
“Oh, iya juga sih.”
Belvina mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tiba-tiba terdengar
suara keributan dari luar kamar. Delana dan Belvina saling pandang. “Ada apa?”
tanya mereka penasaran. Mereka langsung berlari keluar dari kamar.
“Bu, aku tetep mau
pindah. Kamar aku itu nggak nyaman banget!” seru Ratu yang sudah dikerubungi
beberapa teman-teman asramanya.
“Mau pindah ke mana?”
tanya Bu Wanda selaku pengawas asrama puteri.
“Aku mau di lantai ini.
Di bawah itu pengap, Bu. Udah gitu AC-nya error terus karena udah lama. Yang di
lantai dua semuanya masih baru-baru dan furniturenya masih bagus.”
“Semua kamar sudah
terisi.”
“Kamar Belvina ada
empat ranjang. Dia tinggal sendirian aja 'kan?”
“Ada Ivona dan Delana
yang tinggal sama Belvi kalau siang.”
“Itu kan siang doang
kalo jam istirahat. Lagian, Delana juga kalo di sini tuh cuma main doang. Orang
rumahnya deket aja di depan kampus, ngapain coba tinggal di asrama segala?”
cerocos Ratu.
Delana dan Belvina
saling menatap. Mereka tidak menyangka kalau menjadi sasaran kekesalan Ratu
hanya karena Ratu menempati kamar asrama lama yang memang fasilitasnya juga
sudah tak sebaik asrama yang ada di lantai atas.
“Belvi, Ratu bisa
pindah ke kamar kamu?” tanya Bu Wanda.
Belvi tidak bisa
menjawab pertanyaan Bu Wanda karena siang hari ada Delana dan Ivona yang sering
istirahat di dalam kamarnya.
“Kasur di kamar kamu 'kan ada empat. Masih ada satu lagi yang kosong 'kan? Toh, mereka juga jarang
banget ada di asrama.”
“Mmh ...”
“Bu, aku tetep mau
tukeran kamar sama mereka!” tegas Ratu.
“Hah!? Tukeran? Enak
aja!” sahut Delana.
“Eh, kamu kan jarang
juga ada di asrama ini? Di sini cuma sebentar-sebentar aja tapi maunya dapet
fasilitas yang enak,” celetuk Ratu.
“Yee ... terserah aku
dong! Aku yang duluan ada di kamar ini, kok.”
“Iya, Bu. Dela kan
sudah lama di sini. Kita nggak mau kalo dia pindah ke bawah,” sahut beberapa
cewek yang menjadi teman asrama Delana.
“Iya, Del. Nggak asyik
kalo nggak ada kamu,” bisik salah satu teman asrama di telinga Delana.
“Udah, jangan
berantem!” seru Belvina. “Ratu boleh tinggal sekamar sama kita. Asalkan beresin
sendiri ranjangnya. Soalnya ranjang yang satu itu kita pake buat naruh
barang-barang.”
Ratu menghela napas.
“Oke.”
“Bel, kamu serius?”
bisik Delana.
Belvina mengedikkan
bahunya. “Udahlah, daripada ribut.”
“Ya sudah kalau begitu.
Semua sudah clear. Kamu bisa pindah ke kamar Belvina!” perintah Bu Wanda pada
Ratu. “Ingat, ya! Ibu nggak mau ada ribut-ribut kayak gini lagi apalagi cuma
soal kamar. Sekarang bubar!”
“Ibu yang ngajak
ribut!” seru Ratu.
“Eh, kamu masih mau
cari masalah sama Ibu?”
“Hehehe ... nggak, Bu.”
Ratu langsung bergegas pergi meninggalkan Bu Wanda.
“Delana ...!” panggil
Bu Wanda.
“Ya, Bu.”
“Kamu kan jarang
tinggal di asrama. Gimana kalo kamu pindah ke bawah? Tukeran sama Ratu?” tanya
Bu Wanda.
“Nggak mau, Bu!” sahut
Delana kesal.
“Iya, Bu. Dela tetep di
atas aja!” seru penghuni asrama yang lainnya.
“Kalian itu, ya!” ucap
Bu Wanda kesal. Ia menghentakkan kakinya dan berlalu pergi.
“Bu Wanda marah, Del.”
Belvina menatap kepergian Bu Wanda yang mulai menghilang saat menuruni tangga.
Delana mengedikkan
bahunya. “Biarin aja!”
“Del, aku bawa buah
nanas sama mangga dari kampung,” ucap salah satu penghuni asrama yang berdiri
di dekat Delana.
“Serius? Pencokan lagi
yuk!” ajak Delana.
“Ayuk!” jawab yang
lainnya serempak.
“Aku tunggu di kamar
Belvina, ya!” seru Delana sambil melangkahkan kaki menuju ke kamarnya.
“Siap!”
Delana menghentikan
langkahnya, ia membalikkan tubuhnya menghadap ke arah beberapa teman asramanya.
“Emang bahannya udah lengkap?” tanya Delana.
“Aku ada cabai,” sahut
salah satunya.
“Gula merah?” tanya
Delana.
Semua terdiam, tidak
ada yang memberikan jawaban. Delana langsung merogoh sakunya dan mengeluarkan
selembar uang seratus ribuan.
“Beli sana! Beli gula
merah sama buah-buahan yang lain!” perintah Delana sambil menyodorkan uang ke
arah teman-temannya.
“Buah apa aja?” tanya
salah satu teman sambil meraih uang yang diberikan Delana.
“Apa aja yang enak buat
dipencok,” jawab Delana sambil berlalu pergi memasuki kamar Belvina.
Belvina sengaja membuka
pintu kamarnya lebar-lebar karena beberapa teman asrama akan ke kamarnya dan
pesta buah seperti biasanya.
“Bel, ada bir?” tanya
Delana.
“Habis. Kamu mau minum
bir?” tanya Belvina.
“Mau kalo ada. Kalo
nggak ada ya nggak usah,” jawab Delana.
“Aku pesenin dulu, ya!”
Belvina meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja riasnya.
“Nggak usah, deh!”
“Tapi kayaknya lebih
nikmat kalo makanan itu ada minumannya,” tutur Belvina.
“Ya sudahlah kalo kamu
maksa,” sahut Delana sambil menahan tawa.
“Huu ... dasar! Bilang
aja mau!” celetuk Belvina.
Delana meringis menatap
Belvina yang terlihat kesal.
***
Ratu Sheeva adalah
salah satu bidadari kampus, cantik dan berbakat. Semua mahasiswa mengenal Ratu
karena dia adalah pembawa acara di acara-acara kampus. Selain di kampus, Ratu
juga kerap kali mengisi acara di beberapa tempat.
Delana menghentikan
langkahnya saat melewati panggung seni yang ada di halaman kampusnya. Di atas
panggung, terdengar suara Ratu yang begitu fasih membawakan acara. Sesekali ia
melempar candaan yang membuat para penonton tertawa.
“Del, kamu ngapain di
sini?”
“Eh!?” Delana memutar
kepala menghadap ke sumber suara. “Chilton?”
Chilton tersenyum ke
arah Delana. “Kamu suka pertunjukan seni kayak gini?” tanya Chilton sambil
menatap panggung. Beberapa penari muncul dari balik panggung dan
melenggak-lenggokkan tubuhnya.
Delana tersenyum.
“Suka,” jawabnya singkat.
“Liburan ke mana aja?”
tanya Chilton.
“Nyusulin ayah ke
Berau.”
“Ayah kamu masih tugas
kerja di sana?” tanya Chilton.
Delana menganggukkan
kepala. “Kamu sendiri liburan ke mana?” tanya Delana.
“Nggak ke mana-mana.
Cuma di rumah Mama aja.”
“Oh ya? Salam buat mama
kamu, ya!” tutur Delana.
Chilton tersenyum
sambil menganggukkan kepala. “Aku pergi dulu, ya!”
“Mau ke mana?” tanya
Delana.
“Ada janji sama temen,”
jawab Chilton sambil melihat arlojinya. “Bye!” Ia melambaikan tangan dan
bergegas pergi meninggalkan Delana.
Delana menatap
kepergian Chilton. Ia rindu pada cowok itu, tapi Chilton memang sedikit
terlihat berbeda. Ia menyapa hanya sekedarnya saja. Tak seperti biasanya.
Delana sendiri tidak mengerti kenapa cowok yang selama ini dekat dengannya
mulai menjaga jarak.
Delana menghela napas
dan mencoba berpikir positif. Bisa saja Chilton memang punya banyak kesibukan
dan tidak seharusnya ia mengganggu. Setelah pertunjukkan seni selesai, ia
melangkahkan kaki menuju asrama kampus.
“Kamu kenapa? Lemes
banget?” tanya Belvina yang sudah ada di dalam kamar.
“Nggak papa.” Delana
langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia menatap salah satu ranjang yang
penuh dengan tumpukan barang. “Ratu belum pindah ke sini?” tanya Delana.
Belvina mengedikkan
bahunya. “Belum. Katanya sih dia masih sibuk banget karena latihan nari terus.
Mungkin belum ada waktu buat pindahan ke sini.”
“Bagus, lah.”
“Kamu kenapa sih kayak
sentimen gitu sama dia?”
“Nggak, kok. Biasa aja.
Aku cuma males aja kalo ada orang lain di sini. Nggak asyik banget mau
cerita-cerita.”
“Astaga ... cuma karena
itu?” tanya Belvina.
“Halah, kamu aja nggak
seneng kan sama dia?”
Belvina meringis. “Kalo
itu kayaknya semua pada nggak suka.”
“Emangnya kenapa sih
sama dia? Kenapa banyak yang nggak suka?” tanya Delana.
“Rada belagu anaknya,”
jawab Belvina.
“Kalo nanti dia belagu,
kita kerjain bareng-bareng aja,” celetuk Delana.
“Ide bagus juga, tuh.”
Delana tersenyum.
“Semoga dia nggak seperti yang kalian kira, ya!”
“Dia mah emang kayak
gitu dari dulu,” sahut Belvina.
“Kita lihat nanti,”
tutur Delana. “Eh, tadi aku ketemu Chilton.”
“Oh ya? Terus?”
“Dia cuma nyapa
sebentar doang terus pergi,” jawab Delana.
“Nggak ngajak makan
siang atau nge-date gitu?” tanya Belvina.
Delana menggeleng
dengan wajah lesu. “Dia kenapa ya, Bel?”
“Jangan-jangan dia
sudah ada cewek lain, Del?”
Delana langsung menatap
Belvina. Ia merasa begitu sedih saat Belvina mengatakan ada cewek lain yang
sedang dekat dengan Chilton. Tanpa ia sadari, matanya berkaca-kaca.
“Jangan sedih! Aku cuma
bercanda, kok.” Belvina langsung memeluk Delana.
“Andai itu beneran
gimana?” tanya Delana dengan suara parau.
“Nggak. Aku percaya
kalo Chilton nggak kayak gitu. Dia itu sayang sama kamu,” tutur Belvina sambil
mengelus pundak Delana.
Tiba-tiba terdengar
lagi suara keributan dari luar kamar. Belvina menghela napas panjang. “Kayaknya
dia lagi deh,” tuturnya. Ia melepas pelukan Delana dan langsung berjalan menuju
pintu.
“Ada apa lagi sih?”
tanya Belvina kesal begitu ia membukakan pintu kamar asramanya.
“Aku mau pindah ke sini
sekarang,” tutur Ratu sambil berpegangan dengan salah satu temannya.
Belvina menatap Ratu
yang terlihat kesakitan. “Ya pindah aja!”
“Aku nggak bisa beresin
ranjang kamu yang penuh barang-barang itu. Soalnya kaki aku masih cidera habis
latihan nari kemarin.”
“Tunggu aja kakimu
sembuh baru pindah ke sini. Siapa yang mau beresin ranjang itu?”
“Aku minta tolong,
dong!” pinta Ratu.
“Idih, ogah banget!
Kamu yang mau pindah, kenapa aku yang repot?”
“Bel, aku ini lagi
sakit!” teriak Ratu. “Kamu tega banget sih sama temen!”
“Kapan kita temenan?”
tanya Belvina. Delana tiba-tiba sudah muncul di belakang Belvina.
“Kamu kenapa?” tanya
Delana pada Ratu yang dipapah oleh salah satu temannya.
“Del, tolongin aku, dong!”
“Apa?” tanya Delana.
Belvina langsung menyikut Delana, memberi isyarat untuk tidak memberikan
bantuan pada Ratu.
“Aku lagi sakit, Del.
Aku butuh tempat yang nyaman buat istirahat. Minta tolong bantuin beresin
ranjang yang ada di kamar kamu, dong! Aku pengen pindah sekarang juga,” jelas
Ratu.
Delana menatap Belvina
yang memberikan isyarat untuk tidak melakukannya. Delana ingin bilang tidak,
tapi ia tidak tega melihat Ratu yang kelihatan kesakitan dan sepertinya memang
butuh tempat yang nyaman untuk beristirahat.
“Please ...!” ucap Ratu
memohon.
“Oke, deh,” jawab
Delana ragu-ragu. “Tapi, aku nggak bisa beresin sendirian. Kalo ada yang mau
bantu, aku kerjain. Kalo nggak ada, aku nggak mau ngerjain,” tutur Delana.
Ratu tersenyum. “Ada
mereka yang mau bantuin, kok.” Ratu menunjuk dua orang yang ada di sampingnya.
“Oke,” jawab Delana
sambil masuk ke dalam kamar.
“Aku boleh masuk
sekarang 'kan?” tanya Ratu pada Belvina.
Belvina terpaksa
menyunggingkan senyum dan membiarkan Ratu masuk ke dalam kamarnya.
Delana mulai
memindahkan barang-barang Belvina satu per satu.
“Nyaman banget di
sini,” tutur ratu sambil merebahkan tubuhnya ke atas kasur.
Delana langsung menoleh
ke arah Ratu sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia heran dengan sikap ratu
yang keukeuh ingin pindah kamar.
“Barang-barang kamu
siapa yang bawain naik?” tanya Delana pada Ratu.
“Mereka aja sekalian!”
Ratu menunjuk dua temannya yang sedang membantu Delana.
“Capek banget tau kalo
ngangkatin barang naik turun!” celetuk salah satu temannya.
“Dicicil aja!” pinta
Delana. “Yang mau dipake dulu yang dibawa ke sini. Yang lain biar dibawa Ratu
kalo dia udah sembuh.”
“Iya, deh. Apa aja yang
mau diambil duluan?” tanya salah satu teman Ratu.
“Seprai sama selimut
aja dulu!” sahut Delana. “Biar dia bisa istirahat.”
“Oke,” Satu teman Ratu
keluar dari kamar untuk mengambil barang Ratu. Satunya lagi tetap membantu
Delana membereskan barang-barang Belvina.
“Bawain baju aku
sekalian, ya!” pinta Ratu. “Udah aku siapin di koper!” teriaknya pada teman
asrama yang membantunya mengambil barang di lantai bawah.
“Iya!” sahut temannya
sambil berteriak dan langsung berlari turun agar tidak semakin banyak
permintaan Ratu.
“Aku ngantuk banget,”
tutur Ratu sambil memperbaiki posisi tidurnya sambil menatap Delana yang masih
sibuk membereskan ranjang yang akan ia tempati. Ratu tersenyum sambil
memejamkan matanya perlahan.
“Jangan tidur!” seru
Belvina. “Beliin makanan sama minuman kek buat mereka. Nggak pengertian
banget!” celetuknya.
“Oh, iya. Kalian mau
makan apa?” tanya Ratu sambil membuka ponsel untuk memesan makanan via online.
“Sembarang aja yang
penting enak,” sahut salah satu temannya.
“Kamu biasa pesen makan
di mana?” tanya Ratu pada Delana.
“Di Ocean’s,” sahut
Belvina.
“Ocean’s?” Ratu
mengangkat kedua alisnya. Ia berpikir kembali untuk membelikan makanan di
restoran yang terbilang mahal itu. “Nggak pengen yang lain? Makan mie ayam
kayaknya enak, deh,” tuturnya.
“Hmm ... terserah kamu
aja, deh!” sahut Delana.
“Huu ... bilang aja
nggak punya modal buat beliin makan di Ocean’s,” celetuk Belvina.
“Bukan nggak modal. Aku
emang belum dikirimin uang sama orang tuaku. Lagi cekat banget, nih.”
“Sama aja!” sahut
Belvina.
Ratu meringis. “Aku
pesenin mie ayam aja, ya?”
“Iya,” jawab Delana.
Ratu langsung memesan
mie ayam lewat salah satu aplikasi ojek online.
Beberapa menit
kemudian, Delana sudah selesai membereskan ranjang dan siap untuk dijadikan
tempat istirahat Ratu.
“Udah kelar,” ucap
Delana.
Tiba-tiba ponsel Delana
berdering. Ia merogoh ponsel yang ia letakkan di dalam tas. Melihat nama yang
tertera di layar ponsel itu.
“Halo ... Bryan.
Kenapa?” tanya Delana.
“....”
“Oh gitu? Oke, kakak
lagi di asrama kak Belvi. Sebentar Kakak pulang,” ucap Delana. Ia langsung
mematikan panggilan telepon dari Bryan.
“Aku pulang dulu, ya!”
pamit Delana sambil memakai tasnya.
“Loh? Udah dipesenin
makan. Nggak makan dulu?” tanya Ratu.
“Nggak usah, deh.
Kalian makan aja! Bryan lagi butuh aku banget.”
“Bryan? Siapa? Pacar
kamu?” tanya Ratu.
“Adik aku,” jawab
Delana. “Aku pergi dulu ya! Bye!” Delana melambaikan tangan dan langsung
bergegas pergi.
“Bel, si Dela itu tajir
banget, ya?” tanya Ratu.
“Menurut kamu?”
“Penampilannya sih
biasa aja,” tutur Ratu. “Tapi, aku lihat tas yang dia pake kayaknya tas mahal, ya?”
Belvina mengedikkan
bahunya.
“Dia juga sering makan
di Ocean’s? Itu kan restoran elite,” tutur Ratu.
“Hmm ... dia emang
begitu. Dia suka masak dan jarang makan makanan di luar. Kalo makan di luar,
dia pilih-pilih banget.”
“Cuma mau makan makanan
dari restoran mahal aja, ya?” tanya Ratu.
“Enggak juga, sih.
Kadang dia makan di warung bakso biasa juga. Dia suka tempat makan yang enak.
Biarpun tukang sate pinggir jalan, kalo enak ya dia beli,” jelas Belvina.
“Oh.” Ratu
mengangguk-anggukkan kepala.
“Kaki kamu berapa hari
sembuhnya?” tanya Belvina pada Ratu.
“Nggak tahu.”
“Biasanya lama atau
enggak?” tanya Belvina.
“Tergantung sih. Bisa
cepet, bisa lama.”
Belvina menganggukkan
kepala tanda mengerti.
Beberapa menit
kemudian, makanan yang dipesan oleh Ratu sudah tiba di kamar Belvina. Mereka
langsung melahap mie ayam dari salah satu warung mie ayam yang ada di
Balikpapan.
“Ini mie ayam Kolor Ijo
ya?” tanya Belvina.
“Kamu kok tahu?” tanya
Ratu.
“Iya. Sering makan di
sana.”
“Sama Delana juga?”
tanya Ratu.
“Kadang-kadang sama
Delana, kadang sama yang lain.”
“Oh. Kalian udah lama
kenal?”
“Kenal dari SMA.”
“Dan jadi sahabat
baik?”
Belvina menganggukkan
kepala.”Dia anaknya baik banget. Banyak yang sayang suka sama dia.”
“Berarti banyak
pacarnya, dong?”
“Nggak juga. Dia malah
nggak pernah pacaran.”
“Katanya banyak yang
suka?”
“Banyak yang suka bukan
berarti banyak pacarnya 'kan?” dengus Belvina ke arah Ratu.
“Yaelah, kalo banyak
yang suka itu berarti banyak pacarnya. Kalo nggak punya pacar mah namanya nggak
ada yang suka,” sahut Ratu.
“Kalo yang suka
cewek-cewek? Apa harus dijadiin pacar juga?”
Ratu terkekeh mendengar
ucapan Belvina. “Seriusan dia nggak punya pacar?”
“Emang penting banget
buat kamu tahu Delana sudah punya pacar atau belum?”
“Penting, lah.”
“Kurang kerjaan!”
gerutu Belvina.
“Yah, kita kan sekarang
udah jadi temen sekamar. Aku harus peduli dong sama kalian.”
“Nggak perlu begitu.
Kamu cuma butuh tempat istirahat 'kan? Bukan butuh temen?”
Ratu menghela napasnya.
Ia tersenyum ke arah Belvina. “Nyebelin banget nih anak,” batinnya kesal.
“Kamu sendiri udah
punya pacar?” tanya Belvina.
“Aku?” Ratu tertawa.
“Aku mah gampang buat dapetin pacar. Cowok mana sih yang nggak mau sama cewek
kayak aku,” tutur Ratu bangga.
Belvina bergumam dalam
hati. Ia merasa kesombongan Ratu sudah muncul dengan sendirinya. Ratu memang
ratunya kampus yang terkenal dekat dengan banyak laki-laki. Bisa jadi mereka
pacaran atau hanya sekedar teman baik saja. Belvina tidak ingin terlalu banyak
ikut campur urusan pribadi Ratu.
“Kamu sendiri, sudah
punya pacar?” tanya Ratu.
Belvina menggelengkan
kepala.
Ratu memerhatikan
penampilan Belvina dari ujung rambut sampai ujung kaki. “Gimana mau punya pacar
kalo penampilan kamu aja kayak gini,” tutur Ratu.
“Ada masalah sama
penampilan aku?” tanya Belvina.
“Nggak ada, sih. Tapi,
cowok-cowok itu suka sama cewek yang peduli sama dirinya sendiri. Mau ngerawat
dirinya dengan baik. Yah, setidaknya kamu bisa tampil lebih modis dan
kekinian.”
“Oh, ya?” Belvina
mengerutkan keningnya.
“Jangan kayak Bu Wanda! Udah gemuk, kucel, pemarah pula,” sahut teman Ratu yang masih bersama mereka.
Mereka tergelak.
Membayangkan bagaimana ekspresi wajah Bu Wanda seringkali marah karena sikap
penghuni asrama yang bermacam-macam.
((Bersambung))
.png)
0 komentar:
Post a Comment