Tenggarong, 22 September 2025
Dari Samboja ke Tenggarong, Menjemput Ilmu di Bimtek Perpustakaan Khusus
Perjalanan kali ini terasa sedikit berbeda. Biasanya, aku dan suami hanya menempuh rute Samboja–Balikpapan atau ke Samarinda untuk urusan literasi dan kegiatan komunitas. Tapi kali ini, arah kami menuju Tenggarong, kota yang menjadi jantung budaya dan administrasi Kutai Kartanegara. Tujuannya? Menghadiri Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus yang diadakan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kutai Kartanegara pada 22–23 September 2025.
Dari Samboja ke Tenggarong, jaraknya memang tidak bisa dibilang dekat. Sekitar tiga jam perjalanan darat, melewati jalanan yang sebagian berliku dan berbukit. Karena acara dimulai pagi sekali, aku dan suami memutuskan menginap dulu di Rapak Lambur, sebuah keputusan bijak agar perjalanan tidak terlalu melelahkan dan kami bisa sampai di lokasi acara dengan segar.
Malam itu di Rapak Lambur terasa tenang. Angin malam menyusup lembut dari sela jendela, sementara aroma kopi buatan kakak sepupuku menenangkan pikiran. Kami sempat berbincang ringan tentang pentingnya kegiatan seperti ini, tentang bagaimana perpustakaan, tak hanya milik sekolah atau instansi besar, kini juga bisa tumbuh di tempat-tempat khusus seperti musholla, komunitas, hingga lembaga kecil yang punya semangat berbagi ilmu. Aku tersenyum, pikiranku melayang pada Taman Baca Bunga Kertas yang menjadi awal langkahku menapaki dunia literasi.
Pagi di Aula Perpustakaan Daerah Tenggarong
Pagi itu, udara Tenggarong terasa segar dan bersahabat. Seperti biasa, gedung perpustakaan daerah yang penuh warna selalu menarik perhatian. Aku langsung melangkah masuk ke dalam gedung perpustakaan begitu suami berhasil memarkirkan sepeda motor. Sedang ia menungguku di taman yang berada di area perpustakaan tersebut. Taman yang asri, nyaman dan penuh pengetahuan.
Aula Perpustakaan Daerah berada di lantai dua. Meski aku datang terlambat, tapi acara masih belum dimulai. Aku bisa tersenyum lega. Di lantai atas, ada senyum sumringah dari Ibu Yuni yang menyambutku. Senyumannya selalu hangat kepada siapa saja.
Acara ini dihadiri oleh peserta dari berbagai lembaga dan komunitas. Ada yang dari sekolah, dari instansi, bahkan ada beberapa pustakawan komunitas seperti aku.
Acara dibuka dengan lagu Indonesia Raya yang selalu membuat dada bergetar setiap kali dinyanyikan bersama-sama. Setelah doa dan sambutan dari oerwakilan Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kukar, kegiatan resmi pun dimulai.
Materi pertama disampaikan oleh Plt. Kepala Dinas, membahas tentang penyelenggaraan perpustakaan khusus. Rasanya seperti membuka jendela baru. Ternyata ada begitu banyak regulasi, sistem, dan inovasi yang bisa diterapkan agar perpustakaan kecil di komunitas juga bisa diakui secara formal.
Sesi kedua tak kalah menarik, narasumber dari Perpustakaan Khusus Musholla Al-Fattaah berbagi kisah inspiratif tentang bagaimana rumah ibadah bisa menjadi pusat belajar dan membaca bagi masyarakat sekitar. Aku mencatat banyak hal hari itu. Tentang promosi, inovasi, dan cara membangun program yang berkelanjutan. Terlebih perpustakaan khusus ini adalah satu-satunya perpustakaan khusus yang telah ter-Akreditasi A di wilayah Kalimantan Timur.
Hari Kedua: Menemukan Irama Baru dalam Dunia Perpustakaan
Hari kedua diisi dengan materi dari Pandu Perdana Adhi Putra, S.Sos, seorang pustakawan ahli dari Provinsi Kalimantan Timur. Topiknya tentang pengelolaan perpustakaan khusus yang lebih teknis, tapi sangat membuka wawasan. Aku jadi sadar, mengelola taman baca tak cukup hanya dengan niat baik dan rak buku seadanya. Dibutuhkan sistem, dokumentasi, bahkan promosi yang konsisten agar perpustakaan bisa terus hidup dan berkembang.
Suasana di aula terasa hangat. Para peserta saling bertukar cerita, pengalaman, bahkan menukar nomor WhatsApp untuk kolaborasi di masa depan. Aku merasa berada di tengah orang-orang yang satu frekuensi, yakni para pejuang literasi yang mungkin jarang disorot, tapi terus bekerja dengan cinta.
Pulang dengan Hati Penuh Semangat
Selesai acara penutupan, aku dan suami duduk sejenak di gazebo baca perpustakaan. Matahari sore jatuh perlahan di langit Tenggarong, sementara angin membawa aroma khas kota yang dikelilingi sungai Mahakam.
Aku menatap jauh ke depan, membayangkan bagaimana ilmu yang kudapat akan kubawa pulang ke Rumah Literasi Kreatif yang dahulu bernama Taman Baca Bunga Kertas. Bukan sekadar pengetahuan baru, tapi semangat untuk memperkuat ekosistem literasi di akar rumput.
Salam literasi dari hati untuk masa depan bangsa.

0 komentar:
Post a Comment