BAB 21 - BELAJAR BERENANG
“Bel, si Chilton ngajakin berenang hari ini. Bagusnya aku pake baju renang yang mana, ya?” tanya Delana sambil membuka paket dari online shop yang berisi beberapa model baju renang.
“Coba lihat dulu!” Belvina mengambil salah satu baju renang dan mengamatinya. Kemudian mengambil lagi baju renang yang lainnya.
“Yang maCV na, Bel?” tanya Delana sambil meletakkan pakaiannya sembarangan.
“Tanya Ivo, coba!” pinta Belvina.
Delana melirik Ivona yang masih tertidur pulas. Ia tak tega kalau harus membangunkannya.
“Bangunin aja!” perintah Belvina.
“Kamu aja gin yang bangunin!” pinta Delana.
Belvina memutar bola matanya. Ia menghampiri Ivona dan menggoyang-goyangkan tubuhnya yang masih tertidur pulas. “Bangun, Vo! Bantuin kita pilih baju, dong!”
“Mmh ...!” Ivo hanya bergumam tanpa membuka mata.
“Bangun nah Vo! Aku bingung mau pake baju yang mana?” seru Delana.
Ivona membuka sedikit kelopak matanya. Ia memicingkan mata menatap dua sahabatnya yang sedang sibuk menghambur pakaian.
“Itu yang warna biru putih bagus,” tutur Ivona ketika melihat baju renang yang dipegang oleh Belvina. Ia kembali memejamkan mata karena masih mengantuk.
“Huft, cantik-cantik tukang bangkong!” celetuk Delana.
“Kamu mau pake yang mana?” tanya Belvina.
“Ini aja, deh.” Delana mengambil baju renang yang ditunjuk oleh Ivona. Ia langsung memasukkan baju itu ke dalam tasnya dan megacuhkan baju-baju yang lain.
“Yang lain buat apa?” tanya Belvina menatap beberapa baju renang yang berhamburan di dalam kamarnya.
“Buat kamu aja!” tutur Delana.
“Serius?”
“Iya. Pake aja!”
“Wah, boleh juga nih ntar aku berenang sama Ivo.” Belvina memunguti baju renang Delana dan memasukkannya ke dalam lemari pakaian. “Kamu jam berapa janjian sama Chilton?” tanya Belvina.
“Jam delapanan gitu,” jawab Delana.
“Ini loh sudah jam delapan kurang lima belas menit. Kamu belum mandi,” tutur Belvina.
“Iya. Aku mandi dulu ya!” Delana langsung bangkit dari tempat duduknya. “Kalo dia datang, bilang aku masih mandi,” seru Delana sambil masuk ke kamar mandi.
Belvina menggeleng-gelengkan kepala melihat sikap Delana.
Beberapa menit kemudian, ponsel Delana berdering.
“Del, telepon dari Chilton tuh!” teriak Belvina.
“Angkatin, Bel. Bilang kalo aku lagi di kamar mandi,” seru Delana dari dalam kamar mandi.
Belvina langsung mengangkat panggilan telepon dari Chilton.
“Halo ...”
“Udah siap? Aku di depan,” tutur Chilton.
“Delana masih mandi.”
“Oh. Ini siapa?”
“Belvi.”
“Suaranya kok mirip?”
“Masa sih?”
“Hmm ... ya udah, bilangin Delana kalo aku nunggu di luar.”
“Iya.”
Chilton langsung mematikan panggilan teleponnya.
“Bel, Chilton udah di mana?” tanya Delana begitu ia keluar dari kamar mandi.
“Udah di depan katanya.”
“Iih, kebiasaan banget deh dia kalo udah di depan baru ngasih kabar. Coba kek pas dia berangkat udah ngabarin jadinya aku nggak keburu-buru siap-siapnya,” cerocos Delana.
“Buruan ganti baju, nggak usah kebanyakan ngedumel,” sahut Belvina yang sedang duduk santai sambil bermain ponselnya.
Delana menghentakkan kakinya. Ia masih saja terus menggerutu tak jelas karena harus buru-buru berangkat menemui Chilton. Ia belum mengeringkan rambutnya dan hal ini membuat Delana cukup kesal.
“Bel, hair dryer mana?” tanya Delana membuka-buka laci meja rias Belvina tapi tak bisa menemukan barang yang ia cari.
“Kamu mau berenang, ngapain ngeringin rambut segala?” tanya Belvina.
Delana menatap tajam ke arah Belvina. “Cepetan kasih aku hair dryer!” pinta Delana. Ia tak ingin banyak berdebat dengan Belvina.
“Tuh.” Belvina menunjuk hair dryer yang ada di atas meja.
Delana mengernyitkan dahinya. “Kok, aku tadi nggak lihat ya?”
Belvina menggelengkan kepala. “Orang kalo tergesa-gesa ya kayak gitu. Gajah di depan mata aja nggak kelihatan.”
Delana mengerucutkan bibirnya.
Beberapa menit kemudian, Delana sudah siap dan bergegas keluar dari kamar Belvina. Ia berjalan setengah berlari menuju parkiran, tempat Chilton menunggunya.
Delana langsung tersenyum saat mendapati sosok Chilton yang sedang duduk di atas motornya. Chilton juga tersenyum saat Delana muncul dari koridor kosan.
“Nunggu lama, ya?” tanya Delana begitu sampai di hadapan Chilton.
Chilton menggelengkan kepala. “Dah siap?” tanyanya.
Delana menganggukkan kepala.
“Ayo, naik!” pinta Chilton sembari menyodorkan helm untuk Delana.
Delana segera menaiki motor Chilton yang langsung bergegas pergi melajukan motornya menuju kolam renang yang ada di Benua Patra.
Sesampainya di kolam renang, Delana mencari kamar mandi untuk berganti pakaian.
“Oh, My God!” Delana melihat tubuhnya sendiri yang ada di cermin. Pakaian renang yang ia pilih terlalu seksi. “Hmm ... tapi bukannya baju renang begini semua ya?” gumamnya. Ia langsung mengikatkan sarung bali di pinggangnya dan keluar dari kamar mandi.
Di tepi kolam renang, Chilton sudah menunggu dan hanya menggunakan celana pendek. Semua orang menatap tubuhnya yang tinggi atletik, kulitnya putih dan wajahnya sangat tampan. Ia langsung menoleh begitu menyadari Delana melangkah mendekatinya.
Chilton tersenyum menatap Delana. Ia langsung meraih tangan Delana dan mengajaknya masuk ke kolam renang. “Eh, kamu duduk sini dulu!” pinta Chilton sambil menuntun Delana agar duduk di tepi kolam renang.
Delana mengikuti intruksi dari Chilton. Ia melepas kain penutup pinggangnya dan duduk di tepi kolam renang. Kakinya terasa dingin saat masuk ke dalam kolam.
Chilton langsung melompat ke kolam renang.
Delana tertawa kecil begitu Chilton masuk ke dalam kolam. Ia celingukan karena tubuh Chilton tak kunjung muncul dari dalam air.
Chilton muncul dari bawah kaki dan mengagetkan Delana.
“Chil ...! Kamu ngagetin aku aja!” celetuk Delana.
Chilton tersenyum, kedua tangannya berpegangan dengan tepi kolam renang dan Delana berada di tengah-tengah kedua tangannya. “Ayo, turun!” ajak Chilton sambil memegang pinggul Delana.
“Dalem nggak sih?” tanya Delana. Ia merasa gugup saat tangan Chilton menyentuh pinggulnya. Dadanya bergetar dan perasaannya tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.
Chilton menggelengkan kepala. Tangannya beralih ke pinggang Delana dan bersiap mengangkat tubuh Delana masuk ke dalam kolam renang.
Delana memegang pundak Chilton dan mengedarkan pandangannya. “Kita dilihatin orang,” bisik Delana. Ia merasa kurang nyaman karena Chilton memperlakukannya begitu mesra dan menjadi perhatian orang lain.
“Ngapain sih peduliin mereka!” celetuk Chilton kesal.
“Aku nggak biasa dilihatin kayak gitu, nggak nyaman aja,” tutur Delana.
“Cuekin aja!” pinta Chilton sambil menggenggam pinggang dan mengangkat tubuh Delana masuk ke dalam air.
Delana langsung memeluk leher Chilton sambil memejamkan matanya karena ia takut tenggelam.
“Nggak papa. Kamu berdiri sendiri juga bisa.” Chilton tertawa kecil dan melepas pelukan Delana perlahan.
Delana menghela napas dalam-dalam dan bersiap belajar berenang. Sebenarnya, ia sudah pernah belajar berenang saat ia masih duduk di bangku SD. Ayahnya seringkali mengajaknya ke kolam renang. Tapi, setelah ia remaja tak pernah lagi pergi ke kolam renang.
Chilton mengajarkan Delana cara berenang dengan telaten sampai Delana bisa mengayuh tangan dan kakinya dengan baik.
“Udah mulai bisa,” ucap Chilton sambil memegangi lengan Delana.
Delana tersenyum ke arah Chilton. “Aku coba sendiri ya!”
“Dari atas!” pinta Chilton.
“Aku belum bisa kayak gitu.”
Chilton tertawa kecil. “Ya udah, coba deh!” Chilton menggenggam pundak Delana, menghadapkannya ke arah seberang tepi kolam renang. “Dari sini ke sana ya!” pintanya sambil menunjuk ujung kolam.
Delana mengangguk. Ia menghela napas dan bersiap berenang sampai ujung.
“Satu ... dua ... tiga ...!” seru Chilton.
Delana langsung berenang sampai ujung kolam dan kembali ke hadapan Chilton.
Chilton tertawa. Ia bangga karena Delana cepat sekali mempelajari teknik berenang. Tapi, ada guratan kecewa karena dia tak bisa lagi beralasan menyentuh tubuh Delana bahkan memeluk pinggangnya. Karena Delana sudah bisa melakukan gerakan renang sendiri.
“Aku capek!” ucap Delana dengan napas tersengal.
“Istirahat dulu, yuk!” ajak Chilton sambil menarik lengan Delana.
“Tangganya di sana!” Delana menunjuk tangga untuk naik ke tepi kolam renang dan bergegas meninggalkan Chilton.
Chilton meraih pinggang Delana untuk menahannya pergi. Membuat Delana akhirnya menghadap ke wajah Chilton dan jarak mereka sangat dekat.
“Kenapa?” tanya Delana. Andai mereka sudah resmi menjadi sepasang kekasih, Delana ingin sekali memeluk mesra cowok yang ada di depannya itu. Tapi, ia sadar tak mungkin bisa melakukan itu.
Chilton menatap mata Delana yang jaraknya sangat dekat dengan wajahnya. Pandangannya terus beralih ke hidung dan berhenti di bibir Delana. Darahnya terasa mengalir begitu cepat saat melihat bibir Delana yang basah dan sangat menggoda. Ia tak tahan ingin mengulum bibir mungil Delana.
“Hei ...!” Delana menepuk pipi Chilton yang terlihat melamun.
Chilton mengerjap dan langsung mengalihkan pandangannya. “Lewat sini aja, aku angkat.” Chilton memutar tubuhnya dan menyandarkan tubuh Delana ke tembok kolam renang. Ia menggenggam pinggang Delana dan mengangkatnya naik ke tepi kolam.
“Kamu gimana?” tanya Delana sambil tertawa tanpa suara saat ia sudah duduk di tepi kolam.
“Tarik dong!” pinta Chilton sambil mengulurkan tangannya.
“Emangnya aku kuat?” tanya Delana.
“Kuat.” Chilton meyakinkan.
Delana bangkit, berdiri dan mengulurkan tangannya menyambut tangam Chilton. Delan menarik tangan Chilton, tapi Chilton justru membalas tarikannya dan membuat Delana tercebur ke dalam kolam.
“Uhuk ... uhuk ...!” Delana keluar dari dalam air dibantu Chilton. Air kolam sempat masuk ke dalam mulutnya karena ia tak siap.
Chilton tergelak melihat wajah Delana yang terlihat kesal.
“Resek banget!” maki Delana sambil meninju dada kanan Chilton.
Chilton tertawa terbahak-bahak, ia tak bisa menahan tawa melihat Delana yang makin kesal.
Delana mencebik ke arah Chilton. Ia langsung berbalik dan berenang menuju tangga untuk nakm ke tepi kolam.
Chilton tersenyum menatap Delana yang sudah berdiri di atas kolam. Ia berenang mengikuti Delana. Ia menghampiri Delana yang duduk di kursi tepi kolam. Berteduh di bawah atap gazebo berbentuk jamur.
“Bawa minum nggak?” tanya Chilton.
“Bawa.” Delana mengambil botol air mineral dari dalam tas dan langsung memberikannya pada Chilton.
Chilton langsung menenggak minuma yang diberikan Delana.
“Hai, udah lama?” Seseorang menepuk bahu Chilton.
“Weh, ke sini juga? Sama siapa?” Chilton langsung mengajak cowok itu bersalaman dan merangkulnya.
Delana yang melihat ada teman Chilton, langsung menarik kain yang ia letakkan di atas tas dan menutup pahanya yang terlihat seksi.
“Sendiri aja. Udah lama?” tanya cowok itu sambil melirij gadis yang ada di hadapan Chilton.
“Lumayan.” Chilton melepas rangkulannya. “Oh ya, kenalin. Ini Delana.” Chilton memperkenalkan Delana pada temannya.
Cowok itu tersenyum menatap Delana dan langsung mengulurkan tangan. “Zoya.” Ia menyebutkan namanya.
Delana menyambut uluran tangan Zoya dan menyebutkan namanya.
Zoya terpaku melihat wajah Delana yang manis dan cantik. Mata gadis itu terlihat berbeda dan membuatnya merasa nyaman pada pandangan pertama.
“Jangan lama-lama salamannya!” Chilton menepuk tangan Zoya.
Zoya melepas genggaman tangannya sambil tertawa. Ia menyadari kalau sahabatnya itu cemburu.
“Pacarmu?” tanya Zoya.
“Bukan,” sahut Delana.
Chilton langsung menoleh ke arah Delana. Ia kesal karena Delana terlihat begitu baik dengan Zoya. Teman baiknya yang wajahnya sangat tampan.
Zoya tertawa kecil. “Dia memang aneh.” Ia duduk di samping Delana sambil menatap Chilton yang terlihat kesal.
“Nggak usah gitu. Aku nggak ada apa-apa sama dia. Nggak bakal cemburu,” celetuk Chilton.
Zoya mengangkat kedua alisnya. Ia semakin curiga saat Chilton harus mengklarifikasi hal yang seharusnya tak perlu ia lakukan.
“Kalian udah lama kenal?” tanya Delana menatap Zoya.
“Udah. Kita satu kelas di SMA Lima.”
“Oh, jadi kenalnya emang udah lama?” tanya Delana.
“Iya.” Zoya menganggukkan kepalanya. “Aku dulu tinggal di kampung sebelum akhirnya masuk sekolah elit itu. Dan cuma dia, satu-satunya orang yang mau berteman sama aku di sekolah.” Zoya menunjuk Chilton dengan dagunya.
Delana menoleh ke arah Chilton yang sedang menatap air kolam tanpa ekspresi. Ia tersenyum bangga karena cowok yang ia sukai ternyata tak hanya berwajah tampan, tapi juga memiliki hati yang baik.
“Chilton nggak pernah lihat aku beda. Dia tetap mau berteman sama aku apa adanya. Aku sering banget dibully di sekolah dan dia yang sering nolongin aku,” tutur Zoya.
Delana memerhatikan Zoya, ia menyimak dengan serius setiap kata yang keluar dari mulut Zoya.
“Emangnya kamu dibully karena apa?” tanya Delana heran. Secara fisik, Zoya memiliki wajah yang tampan, tinggi dan berkulit putih. Ia tidak mungkin dibully karena penampilannya.
“Aku lahir di kampung. Terlahir dari keluarga yang biasa. Murid-murid di SMA Lima punya latar belakang keluarga yang kaya dan hidupnya mewah. Menjadi satu-satunya yang berbeda di antara semuanya, pasti akan membuat kita merasa tersisihkan,” terang Zoya.
“Gimana caranya kamu bisa masuk sekolah elite? Beasiswa?” tanya Delana.
Zoya menggelengkan kepala. “Ayahku bekerja keras untuk bisa mengubah nasib keluarga. Sampai akhirnya, dia masukin aku sekolah elite itu.”
“Oh. Dan kalian ketemu di sana?” tanya Delana.
Zoya mengangguk sambil melirik Chilton yang sedang asyik bermain ponsel di tangannya. “Dia emang cuek, tapi hatinya baik. Satu-satunya temen sekolah yang mau berteman sama aku, cuma dia.”
Delana menoleh Chilton dan tersenyum. “Hei, asyik sendiri!” Delana menyolek lengan Chilton sambil tertawa kecil.
“Ngobrol aja! Aku denger, kok.” Chilton tak mengalihkan pandangan dari ponselnya.
Delana memutar bola matanya dan kembali mengajak Zoya bercerita.
“Dia gimana di sekolah? Apa dia emang nyebelin kayak gitu?” tanya Delana berbisik sambil melirik Chilton.
Chilton langsung menoleh ke arah Delana karena ia tidak bisa mendengar apa yang diucapkan oleh Delana. “Nggak usah bisik-bisik kalo mau cerita!”
Delana dan Zoya tergelak melihat sikap Chilton.
“Dia cemburu,” bisik Zoya.
“Masa sih?” Delana melirik Chilton yang mulai kesal.
Chilton melangkahkan kaki ke tepi kolam dan melompat kembali untuk berenang.
“Kamu sudah lama kenal sama Chilton?” tanya Zoya.
“Belum lama banget sih. Baru kenal pas aku baru masuk kuliah.”
“Oh. Adik tingkat?” tanya Zoya.
Delana menganggukkan kepala.
Zoya menatap Chilton yang sedang berenang di hadapannya. “Aku belum pernah lihat jalan sama cewek. Pasti kamu cewek yang spesial.”
“Oh ya? Waktu SMA dia nggak punya pacar?” tanya Delana penasaran. Ia jadi makin semangat untuk tahu lebih jauh tentang Chilton dari sahabatnya itu.
“Setahu aku nggak ada. Aku rasa dia bukan tipe cowok yang nyembunyiin cewek di belakang teman baiknya sendiri.”
Delana tertawa kecil, Ia merasa bahagia karena akhirnya Chilton mulai menyukainya. Artinya, cintanya pada Chilton akan segera bersambut. Rasanya, sudah tak sabar mendengar Chilton mengungkapkan perasaan cinta kepadanya.
“Kamu cewek yang beruntung,” tutur Zoya. “Aku tahu, kamu bukan satu-satunya cewek yang suka sama dia. Ada banyak cewek yang ngejar-ngejar dia. Cuma ada satu cewek yang beruntung bisa dapetin perhatian dia.” Zoya memerhatikan wajah Delana. “Cewek itu kamu.”
Delana tersipu. Ia tak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya.
“Berenang lagi, yuk!” ajak Zoya.
“Mmh ... aku nggak begitu pandai berenang.”
“Nggak papa. Nanti aku temani.” Zoya bangkit, ia menyodorkan telapak tangannya ke wajah Delana.
Delana terkejut dengan sikap Zoya. Ia menatap telapak tangan dan wajah Zoya bergantian.
“Nggak usah khawatir sama Chilton. Kita berteman baik dan aku tahu dia nggak bakal marah.” Zoya memainkan alisnya, memberi isyarat agar Delana menyambut uluran tangannya.
Delana tersenyum. Ia menyambut uluran tangan Zoya dan bangkit dari tempat duduknya. Mereka bersama-sama menyusul Chilton masuk ke dalam kolam renang.
“Chil ..!” Zoya memanggil Chilton agar mendekat. Ia memberi isyarat pada Chilton agar menurunkan Delana yang masih duduk di tepi kolam.
Chilton mengerti maksud Zoya, ia langsung menghampiri Delana yang masih duduk di tepi kolam. Sementara Zoya langsung melompat masuk ke kolam dan berenang seorang diri.
“Mau berenang lagi?” tanya Chilton sambil berpegangan dengan tembok tepi kolam.
“Aku capek, sih.” Delana memijat lengan atasnya yang terasa masih pegal.
“Ya udah, duduk sini aja!” pinta Chilton. Ia melipat kedua tangannya di atas paha Delana. Ia mendongakkan kepala menatap Delana. “Cerita apa aja sama Zoya?” tanyanya pelan.
“Cerita soal sekolah lama kamu,” jawab Delana seadanya.
“Selain itu?” tanya Chilton.
“Nggak ada,” ucap Delana sambil menggelengkan kepalanya.
“Bohong!” Chilton mendelik ke arah Delana.
“Tahu dari mana?”
“Itu, hidungnya goyang-goyang,” jawab Chilton sambil tersenyum.
Delana tergelak. “Emangnya kalo bohong, hidungnya goyang-goyang ya?”
Chilton menggigit bibirnya sendiri karena gemas. Tangannya menarik pinggul Delana dan menyeburkannya ke dalam kolam.
Delana berteriak. Tapi, akhirnya mereka tertawa bersama sambil berangkulan di dalam air. “Kamu, beneran nyebelin!” maki Delana.
“Tapi, suka ‘kan?” goda Chilton.
Delana mencebik ke arah Chilton. Membuat Chilton geram dan ingin memeluknya. Delana langsung berenang menuju tangga agar ia bisa keluar dari kolam renang dan dari kejaran Chilton. Delana tertawa melihat Chilton yang berhenti di tepi kolam sambil menengadahkan kepala menatap Delana.
“Kenapa naik?” tanya Chilton.
“Aku capek.” Delana berjalan mengitari kolam. Menghampiri Zoya yang berada di ujung kolam, berseberangan dengan Chilton.
Chilton langsung berenang menghampiri Zoya.
“Balapan yuk!” ajak Chilton.
Zoya menggelengkan kepala. Ia tidak begitu mahir berenang, apalagi harus balapan dengan Chilton yang sudah sering menghabiskan waktunya untuk berenang.
“Payah!” celetuk Chilton.
Delana tertawa kecil melihat dua cowok tampan yang ada di depannya.
Zoya tidak terpengaruh dengan ucapan Chilton. Ia berenang menuju tangga dan naik ke tepi kolam.
Seorang laki-laki berpakaian seragam ojek online menghampiri Zoya. “Mas, yang namanya Mas Chilton mana ya?” tanya laki-laki setengah baya tersebut.
“Chilton?” Zoya mengangkat kedua alisnya sambil menatap laki-laki itu. “Itu dia, lagi berenang.” Zoya menunjuk Chilton yang sedang berenang menghampiri mereka.
“Ini pesanannya, Mas!” ucap laki-laki setengah baya itu sembari menunjukkan bungkusan yang ada di tangannya.
“Kasih ke Mbak yang itu ya!” pinta Chilton menunjuk Delana yang sedang duduk di gazebo.
Laki-laki setengah baya itu menghampiri Delana dan langsung menyodorkan bingkisan berisi makanan untuk Delana.
“Siapa yang pesan, Pak?” tanya Delana bingung.
“Mas yang itu, Mbak,” jawab laki-laki itu sambil menunjuk Chilton yang masih ada di dalam kolam.
“Oh. Udah dibayar?” tanya Delana.
“Sudah dibayar lewat aplikasi,” jawab laki-laki itu.
“Oke. Makasih ya!” ucap Delana.
Laki-laki itu menganggukkan kepala dan berpamitan pergi meninggalkan Delana.
Zoya langsung menghampiri Delana, begitu juga dengan Chilton yang juga naik ke atas kolam setelah dua kali bolak-balik berenang.
Delana membuka bungkusan makanan yang dipesan Chilton secara online. Ia menoleh ke arah Zoya yang ada di sampingnya. “Di sini boleh bawa makanan?” tanya Delana.
Zoya tersenyum. “Chilton udah sering ke sini. Kalo dia pesen makanan, berarti aman.”
Delana mengangguk-anggukkan kepala dan mengeluarkan satu kotak brownies dan tiga botol jus dari dalam bungkusan tersebut.
Chilton langsung menghampiri Delana, meraih handuk yang ada di dekat Delana dan mengusap tubuhnya agar tidak terlalu basah.
“Aku laper.” Chilton menjatuhkan dirinya di samping Delana. Ia menyandarkan dagunya di pundak Delana.
Delana langsung mengambil satu potong kue dan menyuapkan ke mulut Chilton. “Jangan gitu! Aku geli.” Delana menggoyangkan pundaknya agar Chilton segera mengangkat dagunya.
Chilton menggigit bibirnya sendiri, ia gemas dengan Delana dan ingin memeluknya. Tapi, keinginan itu ia tahan dan hanya bisa membayangkan dirinya bisa memeluk gadis yang ada di sampingnya itu.
Zoya hanya tertawa kecil melihat sikap manja Chilton saat berada dekat dengan Delana. Ia tak pernah melihat Chilton bersikap seperti anak-anak. Untuk laki-laki sedewasa dan sedingin Chilton, rasanya aneh ketika melihatnya tiba-tiba berubah menjadi anak manja.
“Pulang yuk!” ajak Delana.
“Ayo!” sahut Chilton.
“Aku ganti baju dulu.” Delana bangkit dari tempat duduknya menuju toilet untuk berganti pakaian.
Zoya tertawa kecil, ia melirik Chilton yang ada di dekatnya.
“Kenapa ketawa-ketiwi sendiri?” tanya Chilton.
“Aku lihat kamu beda banget.”
“Bedanya apa?”
“Aku belum pernah lihat seorang Chilton yang cool dan jaim bisa semanja itu di depan cewek,” jawab Zoya menahan tawa.
Chilton tak mengiyakan, tidak juga menolak pernyataan Zoya. Ia hanya tertawa kecil melihat dirinya sendiri. Entah kenapa, ia merasakan hal berbeda setiap kali berdekatan dengan Delana. Ia tak bisa menahan dirinya untuk bermanja-manja.
.png)
0 komentar:
Post a Comment