BAB 18 - HAL SEDERHANA YANG SANGAT INDAH
“Selamat sore ...!” sapa pelayan restoran pada Delana dan Chilton yang sedang asyik bercengkerama.
“Sore ...!” sahut Delana sambil tersenyum ceria.
“Kami punya promo untuk bulan Februari nanti akan ada anggur merah gratis untuk pelanggan. Silakan dibaca brosurnya! Syarat dan ketentuannya ada di dalam brosur,” tutur pelayan sembari memberikan brosur kepada Delana dan Chilton.
“Terima kasih.” Delana tersenyum manis sembari meraih brosur yang diberikan.
Pelayan tersebut menangkupkan kedua telapak tangannya sambil tersenyum. Ia membungkukkan badan dan berlalu pergi.
“Aargh ...! Kita bisa dapet anggur gratis!” seru Delana kegirangan. Ia membaca brosur yang diberikan oleh pelayan untuk mengetahui syarat dan ketentuan mendapatkan anggur gratis.
Chilton hanya tersenyum melihat Delana. Ia tidak tertarik membaca brosur tersebut karena ia tahu kalau Delana pasti akan membaca semuanya, dia cukup mendengarkan saja.
“Syarat dan ketentuan mendapat anggur gratis.” Delana membaca tulisan yang terdapat pada brosur. “Yang pertama, pasangan kekasih.” Delana langsung mendongak ke arah Chilton. Mereka bukan pasangan kekasih, tapi bisa saja berpura-pura jadi pasangan.
Delana tersenyum dan membaca syarat selanjutnya. “Yang kedua, menunjukkan foto selfie saat makan di Ocean’s Resto. Ah, ini bisa kita buat sekarang,” tutur Delana.
“Yang ketiga, wajib memposting foto romantis di bulan Februari dengan latar Ocean’s Resto dan menggunakan hashtag ValentineDaysOceans di akun media sosial,” tutur Delana melanjutkan bacaannya.
Chilton menatap Delana sambil tersenyum kecil. Cewek itu terlihat ceria mendapat anggur merah gratis di bulan kasih sayang.
“Kamu kenapa sih cuma senyum-senyum aja?” dengus Delana. “Ini syaratnya mudah banget. Kita bisa dapet anggur gratis sepuasnya!” seru Delana.
Chilton menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum heran. Cewek setajir Delana, ternyata masih suka dengan barang gratisan. Padahal, ia punya cukup uang untuk membeli.
“Sekarang, kita foto selfie dulu.” Delana mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. “Sini!” Delana menarik Chilton agar menyondongkan tubuhnya.
Delana mengambil gambar beberapa kali dengan latar meja makan mereka yang makanannya sudah ludes termakan.
“Oke, syarat pertama dan kedua sudah selesai,” tutur Delana sambil tersenyum menatap foto mereka yang terpampang di layar ponsel Delana.
“Uuh ... kamu ganteng banget!” Delana menggoyangkan pipi Chilton dengan telapak tangannya.
Chilton hanya tersenyum menanggapinya.
“Mau foto lagi?” tanya Delana sambil menatap Chilton.
Chilton menggelengkan kepala. Tapi, Delana dengan cepat pindah tempat duduk ke samping Chilton. Ia mengarahkan kamera ke wajah mereka berdua. Delana mengambil gambar dengan berbagai macam ekspresi lucu. Chilton yang awalnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun, jadi ikut alay mengikuti gaya Delana.
“Aargh ...! Lucu,” teriak Delana sambil melihat hasil fotonya.
“Lucu apanya? Jelek banget kayak gitu,” celetuk Chilton ikut melihat hasil foto yang ada di ponsel Delana.
Delana mendongakkan wajahnya, tepat menatap Chilton. Chilton juga ikut menoleh dan menatap Delana. Mereka sama-sama terpaku selama beberapa detik dalam jarak yang begitu dekat.
“Kamu adalah laki-laki yang membuat mataku melihat hal sederhana menjadi begitu indah,” ucap Delana dalam hatinya.
Chilton menatap lekat mata Delana. Ia bisa melihat bayangannya sendiri terlukis di dalam manik mata gadis itu. Ia mencoba menangkap ketulusan yang tergambar dari mata itu. Mata yang begitu teduh dan penuh kasih sayang.
“Ehem ...!” Chilton berdehem sembari mengusap tengkuknya untuk mengalihkan perasaan aneh yang tiba-tiba hadir dalam hatinya. “Pulang, yuk!” ajak Chilton.
“Eh!? Ayo!” Delana menganggukkan kepala. Ia meraih tas yang ia letakkan di atas kursi dan berlalu menuju meja kasir untuk membayar tagihan makan mereka.
Chilton menggenggam tangan Delana sampai ia tiba di sisi mobil. Ia membukakan pintu untuk Delana, memastikan Delana sudah duduk manis dan menutupnya kembali.
“Chil, yang untuk foto romantis itu, enaknya kita pake photografer kali ya? Biar bagus hasil fotonya,” tutur Delana saat Chilton sudah duduk di belakang kemudinya.
“Terserah,” jawab Chilton singkat sembari menyalakan mesin mobilnya.
“Kok, terserah sih?”
“Aku ngikut aja.” Chilton menoleh ke belakang untuk memastikan ia mengeluarkan mobilnya dari parkiran dengan baik.
Delana menghela napas kecewa. “Kamu mah nggak asyik,” celetuk Delana sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
“Ck, kamu nih perajuan betul,” gumam Chilton.
“Kamu loh lebih-lebih dari aku kalo merajuk,” sahut Delana.
Chilton tertawa kecil melihat wajah kesal Delana. “Aku ikut aja, yang penting kamu senang,” tutur Chilton sambil mengusap punggung tangan Delana. Ia langsung melajukan mobilnya menuju ke rumah Delana.
***
“Bel, kamu ada kenalan fotografer yang bagus, nggak?” tanya Delana saat mereka sedang berkumpul di kamar Ivona.
“Fotografer tanya aku. Tanya Ivo, tuh!” Belvi menunjuk Ivona dengan dagunya.
Ivona sedang memilih beberapa pakaian di dalam lemarinya. “Tanya apa?” sahut Ivona.
“Ada kenalan fotografer yang bagus kah?” tanya Delana.
“Buat acara apa?” tanya Ivona.
“Buat foto couple gitu,” jawab Delana.
“What? Foto couple? Kalian udah jadian?” teriak Belvina.
“Iih, nggak usah teriak-teriak!” Delana menutup telinganya karena mendengar teriakan Belvi.
“Emang kamu udah jadian sama Chilton?” Ivona menghampiri Delana yang berbaring di ranjangnya.
“Belum.”
“Terus? Mau couple sama siapa?” tanya Belvi tertawa geli.
“Sama Chilton.”
“Nggak jadian kok mau foto pasangan?” tanya Belvi.
“Kepo.” Delana menjulurkan lidahnya ke arah Belvi. “Ada nggak, Vo?” tanya Delana menatap Ivona.
“Ada. Bentar aku cari kontaknya. Kamu langsung telpon dia aja! Bilang aja temen Ivo.” Ivona meraih ponsel dan mencari nama fotografer yang ia maksud.
“Bagus, nggak?” tanya Delana.
“Jangan meragukan aku! Kapan sih aku pake barang nggak berkualitas?”
Delana tersenyum senang mendengar ucapan Ivona.
Setelah mendapat nomor fotografer dari Ivona, Delana langsung menghubungi dan janji bertemu untuk membicarakan konsep foto romantis yang ia inginkan. Sebenarnya, bukan hanya untuk mendapat hadiah anggur merah gratis saja. Delana ingin memiliki kenangan indah bersama Chilton walau mereka belum menjadi sepasang kekasih. Setidaknya, Chilton tidak keberatan saat Delana mengajak berfoto romantis.
“Besok dia bisa ketemu buat diskusi konsep fotonya,” tutur Delana. “Oh, ya. Ada nomer butik yang di daerah Superblok itu kah, Von?” tanya Delana pada Ivona.
“Nggak ada. Tapi kayaknya tante aku punya, deh. Soalnya yang punya butik itu temennya tante aku,” tutur Ivona.
“Iya. Tanyain dong!” pinta Delana.
“Kamu mau cari apa sih?”
“Baju couple gitu buat foto besok. Masa iya udah booking fotografer mahal, tapi bajunya nggak serasi.”
“Oh, ya ya. I see.” Ivona mengangguk-anggukkan kepala. “Di sana bagus-bagus modelnya.”
“Iya, aku lihat di google tadi. Mudahan ada baju yang cocok,” tutur Delana.
“Kamu kenapa sih ribet banget cuma buat dapet anggur gratis? Aku rasa kamu nggak susah-susah banget sampe segitunya buat dapetin minuman gratis,” tutur Belvina.
“Iya. Dibanding sama anggur merah gratis itu, pengeluaran kamu buat sesi foto justru lebih banyak,” sambung Ivona.
Delana meringis menatap kedua sahabatnya. “Kalian tuh nggak peka banget sih? Ini kesempatan bagus buat aku makin deket sama Chilton. Lagian, kapan lagi aku punya alasan foto bareng dia?”
“Oooo ...” Ivona dan Belvina serempak membulatkan bibirnya.
“Ternyata ada misi terselubung?” goda Ivona.
“Pintar juga kamu ya?” sahut Belvina.
“Iya, dong. Siapa dulu? Delana gitu loh.”
“Eh, ini aku udah dapet nomer telepon butiknya. Aku kirim lewat WA aja ya,” tutur Ivona.
“Mantap!” seru Delana.
Delana langsung mengubungi pihak butik untuk mengatur pertemuan.
“Von, malam buka nggak?” tanya Delana.
“Apanya?”
“Butiknya.”
“Buka.”
“Kita langsung ke sana sekarang aja yuk!” ajak Delana.
“Hah!? Sekarang?”
“Iya.”
“Kenapa nggak bilang dari tadi?” tanya Ivona.
“Aku nggak kepikiran.”
“Ya udah, aku siap-siap dulu.”
“Nggak usah, gin. Gini aja nggak papa. Cuma bentar doang,” tutur Delana.
Ivona menghela napas. “Kalau bukan karena kamu dan Chilton, aku nggak bakal keluar dalam keadaan ngegembel kayak gini.”
Delana meringis. Mereka sepakat berangkat ke butik secepatnya dengan pakaian seadanya. Bahkan Ivona yang biasa pakai make-up, hanya memakai bedak dan lisptik tipis. Tapi tetap saja terlihat cantik.
***
“Chil, jam tujuh malam ke Ocean’s Resto ya!” pinta Delana via telepon.
“Ngapain?” tanya Chilton.
“Foto, dong. Kayak yang kita rencanain hari itu. Sekarang udah tanggal dua Februari nih.”
“Oh, oke. Jam tujuh ya?”
“Iya. Oh ya, aku ada kirim paketan ke asramamu. Wajib dipake ya!”
“Apa itu?”
“Udah, pake aja!” pinta Delana. “Aku mau siap-siap dulu ya. Bye ...!” Delana langsung mematikan sambungan teleponnya.
Setelah menelepon Chilton, Delana menelepon Ivona.
“Von, kamu di mana?” tanya Delana begitu panggilannya tersambung.
“Di rumah. Kenapa, Del?” tanya Ivona.
“Ke rumah ya! Dandanin aku,” pinta Delana.
“Emang mau ke mana?”
“Mau nge-date dong sama Chilton,” jawab Delana sumringah.
“Ciyeee ... ya udah, aku meluncur ke sana sama Belvi.”
“Oke, ditunggu!” Delana langsung mematikan panggilan teleponnya.
Dua puluh menit kemudian, Ivona dan Belvina sudah sampai di rumah Delana. Mereka bertiga langsung masuk ke kamar Delana dan beraksi mengubah Delana menjadi seorang puteri yang cantik jelita. Ivona sibuk memoles make-up ke wajah Delana, sementara Belvina sigap menyiapkan barang yang dibutuhkan oleh Ivona.
“Taaraa ...!” seru Ivona setelah selesai mendandani Delana. Ia menggenggam bahu Delana dan mengajaknya berdiri di depan cermin.
Delana tersenyum melihat hasil make-up Ivona. Ia sangat senang karena bisa terlihat lebih cantik dari biasanya.
“Hmm ... sekarang tinggal pilih bajunya,” gumam Ivona.
“Bajunya udah aku siapin di kotak itu.” Delana menunjuk kotak berukuran 50x50 cm yang terlihat masih baru dari butik ternama.
Dengan cepat Belvina menyambar kotak itu dan membukanya. “Wow ...! Ini keren banget!” serunya sembari mengambil gaun yang ada di dalamnya.
Delana tersenyum bangga karena sahabatnya juga suka dengan gaun pilihannya.
“Keren, nih. Kamu sempat pesan design baju sendiri?” tanya Ivona. Ia mengambil gaun Delana dari tangan Belvina dan memakaikannya ke tubuh Delana.
Delana terlihat sangat cantik dengan gaun bernuansa pink hitam dengan hiasan kerlap-kerlip di kain brokatnya. Kakinya yang panjang terlihat begitu seksi mengenakan gaun selutut dan high heels warna senada. Bahunya terbuka dan memamerkan belahan dadanya.
“Cantik, tapi masih ada yang kurang. Apa ya?” tanya Ivona sambil mengetuk-ngetuk dagunya.
“Aksesoris!” seru Belvina.
“Aha, bener banget!” Ivona langsung melompat ke arah lemari aksesoris milik Delana. “Bagusnya pake yang mana ya?” tanya Ivona sambil mengamati aksesoris yang terpajang di lemari kaca.
Delana tersenyum. Ia membuka salah satu lemari pakaian dan mengeluarkan kotak perhiasan berwarna kuning keemasan. “Pake yang di sini aja!” pinta Delana sambil membuka kotak tersebut.
“Wow ...! Ini berlian asli?” tanya Belvina terpesona.
“Asli, dong!” sahut Delana. “Bagusnya pake yang mana?” tanya Delana sembari memilih perhiasan yang akan digunakan.
“Yang ini bagus, Del.” Ivona menunjuk kalung berlian mungil berbentuk tetesan air.
Delana tersenyum dan mencobanya. “Bagus?” Ia meminta pendapat dari kedua sahabatnya.
“Bagus!” jawab Belvina dan Ivona berbarengan sembari mengangkat kedua jempolnya.
“Oke. Aku pake yang ini aja.” Delana langsung memakai anting yang merupakan bagian dari set perhiasan kalungnya.
Setelah semuanya siap, Delana memesan taksi online menuju ke Ocean’s Resto.
“Kamu mau naik taksi?” tanya Ivona.
Delana menganggukkan kepala.
“Ngapain sih naik taksi segala? Aku antar,” tutur Ivona yang kebetulan membawa mobil ke rumah Delana.
“Boleh. Untung aja aku belum klik pesan, hehehe.”
“Ya udah. Ayo, berangkat!” ajak Ivona.
“Tukang fotonya udah kamu telepon?” tanya Belvina.
“Udah.”
Mereka langsung bergegas menuju Ocean’s Resto, tempat Delana dan Chilton akan melakukan sesi pemotretan.
***
Di Ocean’s Resto, Chilton menunggu Delana datang. Ia mengenakan kemeja berwarna pink dengan jas warna hitam pink. Kemeja dan jas yang ia kenakan sudah disediakan oleh Delana.
Beberapa menit kemudian, Delana muncul dan langsung menghampiri Chilton. Belvina dan Ivona hanya mengantar saja, mereka tidak ingin mengganggu dua sejoli yang sedang bersamaan.
“Udah lama nunggu?” tanya Delana sambil menepuk pundak Chilton.
Chilton menoleh ke arah sumber suara, menatap Delana yang sudah berdiri di belakangnya. Ia mengernyitkan dahi mengamati wajah gadis yang terasa asing di depannya.
“Hei, kenapa lihatin kayak gitu?” Delana melambaikan tangan ke wajah Chilton.
“Eh!?” Chilton gelagapan begitu menyadari dirinya tenggelam dalam pesona kecantikan Delana. “Nggak papa.”
“Udah lama nunggu?” tanya Delana lagi.
“Nggak. Baru aja.”
“Tukang foto kita mana ya?” Delana mengedarkan pandangannya mencari sosok fotografer yang ia temui kemarin. Kemudian, ia mengeluarkan ponsel dari dalam tas untuk menelepon.
“Fotografer?” tanya Chilton sambil mengerutkan keningnya.
Delana menganggukkan kepala.
“Cuma foto berdua, nggak perlu pake fotografer. Minta tolong pelayan resto atau pelanggan lain buat fotoin pake hape gin bisa,” cerocos Chilton.
Delana tersenyum sinis. “Nggak bagus!” celetuknya.
Chilton menggeleng-gelengkankan kepala melihat kelakuan Delana. Tapi, entah kenapa ia tidak bisa memprotes atau menolak keinginan gadis itu.
“Mas, di mana?” tanya Delana begitu teleponnya tersambung. “Saya di meja belakang, Mas. Pas tepi pantai. Pake dress pink. Oke.” Delana langsung mematikan teleponnya.
“Tunggu sebentar ya!” pinta Delana.
Chilton mengangguk-anggukkan kepala sembari melipat tangannya di depan dada.
Tak berapa lama, fotografer yang ditunggu akhirnya datang. Dengan senang hati Delana menyambutnya. Akhirnya, mereka melakukan sesi foto layaknya foto prewedding.
Syarat untuk mendapat anggur merah gratis sudah terpenuhi. Delana langsung menghampiri meja resepsionis dan mengajukan untuk bisa mendapat anggur merah gratis.
“Kamu yakin mau minum?” tanya Chilton begitu mereka kembali duduk di kursi meja makan yang berada di tepi pantai.
Delana mengangguk pasti. Setelah pelayan mengantarkan anggur ke meja mereka, Delana langsung membukanya dan menuangkan anggur untuk Chilton.
Chilton tersenyum sembari menatap Delana. “Berani habisin satu botol?” tanya Chilton menantang Delana.
“Berani!” Delana merasa tertantang. Ia langsung menenggak anggur yang sudah ada di tangannya.
Chilton mengernyitkan dahinya. Ia tak menyangka kalau Delana langsung menenggak minuman yang ada di tangannya. Chilton menyodorkan gelas yang ia pegang ke hadapan Delana dan langsung ditenggak oleh Delana.
Chilton menuangkan anggur ke gelas satu lagi dan meminumnya perlahan sembari menatap Delana yang mulai mengerjapkan matanya.
“Masih mau minum?” tanya Chilton.
Delana menganggukkan kepalanya. Ia menuangkan anggur ke dalam gelas dan langsung menenggaknya sampai habis.
Chilton tertawa kecil menatap Delana sambil menyesap anggur miliknya perlahan.
Delana menopang wajahnya yang hampir jatuh ke meja. Tangan satunya lagi masih bisa menuangkan anggur ke gelas dan meminumnya lagi sampai habis. Ia meletakkan gelas ke atas meja asal-asalan. Ia menjatuhkan kepalanya ke atas meja, menatap Chilton yang terlihat samar di hadapannya.
“Tolong tuangin lagi!” pinta Delana lirih.
“Kamu sudah mabuk.” Chilton menarik botol anggur agar menjauh dari hadapan Delana.
“Belum ... aku masih sadar,” sahut Delana yang sudah setengah sadar.
“Kamu sudah mabuk berat.”
“Enggak.” Dengan susah payah Delana mengangkat kepala dan menatap Chilton untuk membuktikan kalau ia belum mabuk. Tapi tiba-tiba pandangannya gelap dan tak bisa melihat apa-apa. Kepalanya kembali jatuh ke atas meja.
Chilton mengedarkan pandangannya, beberapa orang memerhatikan mereka. “Ayo, kita pulang!” ajak Chilton.
“Nggak mau!”
“Kamu mabuk, lagipula ini sudah malam.” Chilton menarik lengan Delana dan melingkarkan ke lehernya.
“Nggak mau. Aku mau di sini sama kamu,” rengek Delana manja.
Chilton tak peduli dengan ucapan Delana. Ia meraih tas Delana dan merangkulnya keluar dari resto menuju parkiran.
Karena Delana kesulitan berjalan, akhirnya Chilton memutuskan untuk menggendongnya sampai ke mobil.
“Punggungmu anget.” Delana menyandarkan kepalanya di bahu Chilton, pipinya tepat bersentuhan dengan telinga cowok itu.
“Aku sayang banget sama kamu. Aku pengen kita kayak gini terus selamanya,” bisik Delana di telinga Chilton.
Chilton tak begitu menghiraukan, ia mengira kalau Delana asal bicara karena sedang mabuk. Chilton membawa Delana masuk ke dalam mobil. Menyandarkan tubuhnya pada kursi dan memasangkan safety belt di pinggang Delana.
Chilton menghela napas panjang saat ia sudah duduk di balik kemudinya. Ia menatap Delana yang menyandarkan kepala sambil memejamkan mata. Tatapannya beralih ke bagian pundak sampai kaki Delana. Delana begitu seksi dan menggoda. Jantungnya berdebar tak karuan, ia mencoba menahan keinginannya untuk menyentuh gadis itu.
Chilton melepas jas miliknya dan menutupkannya ke tubuh Delana yang sudah tak sadarkan diri. Ia mengelus kepala Delana dengan lembut dan mengecup pelipisnya. Ia tersenyum sambil menatap ke depan mobilnya, kemudian menyalakan mesin mobil dan bergegas mengantarkan Delana pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Delana kesulitan mencari kunci rumah di dalam tasnya. Chilton membantu mencarikan, tapi tetap tak ada di dalam tas Delana.
“Kuncinya nggak ada,” tutur Chilton.
Delana mendesah kesal. Ia bersandar di dinding sebelah pintu rumahnya dan menjatuhkan tubuhnya ke lantai.
“Adik kamu sudah tidur jam segini?” tanya Chilton.
Delana mengangguk-anggukkan kepala kemudian tertidur lagi.
Chilton berusaha mencari bel rumah Delana. Ia langsung memencet bel agar adiknya bisa keluar dan membukakan pintu untuk mereka.
“Belnya lagi rusak, belum dibaikin,” tutur Delana yang menyadari kalau Chilton sedang memencet bel rumahnya.
Chilton mengernyitkan dahinya. “Gimana caranya bangunin adikmu? Dia di kamar atas?” tanya Chilton.
Delana mengangguk-anggukkan kepala.
Tiba-tiba Chilton teringat untuk menelepon adiknya menggunakan ponsel Delana. “Hape kamu di mana?” tanya Chilton.
“Di tas.”
Chilton langsung mencari ponsel di dalam tas Delana. Ia menyalakan ponsel Delana dan tertegun dengan wallpaper yang digunakan oleh Delana. Foto yang mereka ambil sebelum Delana mabuk. Delana masih sempat memasangnya menjadi wallpaper ponselnya. Chilton tersenyum kecil karena foto itu terlihat begitu romantis dan penuh cinta.
“Diangkat nggak?” tanya Delana setengah sadar.
Chilton baru menyadari kalau ia ingin menelepon adik Delana agar membukakan pintu untuk mereka. “Nama di kontaknya apa?”
“Bryan Aubrey,” jawab Delana.
Chilton langsung menemukan nama yang dimaksud dan meneleponnya.
“Halo, Kak. Ada apa?” tanya Bryan dari ujung sana.
“Kakak di luar.”
“Hah!? Ini siapa?” Bryan terkejut karena ponsel kakaknya dibawa oleh laki-laki.
“Temennya Dela.”
“Kak Dela mana?” tanya Bryan.
“Ini. Di depan pintu rumah. Tolong bukain pintu ya!” pinta Chilton.
“Oke.” Bryan langsung mematikan telepon dan bergegas membukakan pintu rumah. Ia terkejut dengan laki-laki yang pulang bersama kakaknya, terlebih kakaknya pulang dalam keadaan mabuk.
“Kakak mabuk?” tanya Bryan pada Delana yang masih terduduk di lantai.
“Enggak. Kakak cuma pusing,” sahut Delana.
Bryan menggelengkan kepala melihat kakaknya terlihat kacau.
Chilton dengan cepat mengangkat tubuh Delana dan menggendongnya. “Kamarnya di mana?” tanya Chilton.
“Di atas,” jawab Bryan.
Chilton langsung masuk ke dalam rumah diikuti oleh Bryan. Ia menaiki anak tangga satu per satu dengan napas tersengal. “Aku baru tahu kalau ternyata kamu berat banget,” gumamnya.
“Kamarnya yang mana?” tanya Chilton begitu sampai di ujung tangga. Ia melihat ada beberapa pintu kamar di sana.
“Itu, Kak.” Bryan menunjuk pintu yang berada paling tengah.
Chilton melangkahkan kaki menuju pintu kamar Delana. Ia berhenti tepat di depan pintu. “Aku antar sampai sini aja. Kamu kuat gendong kakakmu?” tanya Chilton.
“Nanggung amat nganterinnya. Langsung tidurin di kamar aja!” pinta Bryan sembari membukakan pintu kamar Delana.
“Emang boleh kakakmu ditidurin?” tanya Chilton nakal.
“Ditidurkan maksudnya. Jangan macam-macam sama kakakku!” ancam Bryan.
Chilton tertawa kecil dan membawa Delana masuk ke dalam kamarnya. Sementara Bryan menunggu sambil bersandar di bibir pintu, memerhatikan dua orang yang sedang ada di dalam kamar.
Chilton meletakkan tubuh Delana dengan hati-hati. Kemudian ia bangkit. Tapi tubuhnya justru ditarik oleh lengan Delana yang melingkar di lehernya. “Jangan tinggalin aku, aku sayang sama kamu!” Delana mendekap erat tubuh Chilton.
Chilton menoleh ke arah Bryan yang sedang mengawasinya. “Aku nggak ke mana-mana, kamu tidur ya!” bisik Chilton sembari melepas pelukan Delana perlahan. Ia melepas sepatu Delana dan menyelimutinya. Kemudian bergegas keluar dari kamar.
“Makasih udah nganter kak Dela pulang,” tutur Bryan sambil menuruni anak tangga beriringan dengan Chilton.
“Ya. Jaga kakakmu dengan baik!” Chilton menepuk bahu Bryan, kemudian mempercepat langkahnya untuk keluar dari rumah.
Bryan menganggukkan kepala. Ia mengikuti langkah Chilton dan mengantarnya sampai halaman rumah.
Chilton segera masuk mobil, ia menyalakan mesin mobil. Ia membuka kaca mobil dan melambai ke arah Bryan yang berdiri di depan rumah.
Bryan membalas lambaian tangan Chilton, kemudian masuk rumah.
.png)
0 komentar:
Post a Comment